Thursday, December 31, 2009

Kisah seorang Pemeriksa Pajak Melawan Korupsi

Catatanku:
Ini kisah nyata salah seorang teman seangkatanku di STAN. Thumbs up for him!!!
Kalau baca mesti sampai selesai. Dijamin Anda akan meneteskan air mata.
Aku kagum sama istrinya, ketika ia tidak membuka sama sekali amplop pemberian teman suaminya.... selama dua tahun!!! Padahal sang suami menganggap bahwa tidak ada apa-apa atas 'hadiah' dari sohib suaminya itu.... Betapa sakit hatinya Anda, ketika Anda punya 'trusted friends' tiba-tiba terkuak kalau doi 'betray you'.
Selamat membaca........


Sebagai pegawai Departemen Keuangan, saya tidak gelisah dan tidak kalang kabut akibat prinsip hidup [anti] korupsi. Ketika misalnya, tim Inspektorat Jenderal datang, BPKP datang, BPK datang, teman-teman di kantor gelisah dan belingsatan, kami tenang saja. Jadi sebenarnya hidup tanpa korupsi itu menyenangkan sekali. Hidup tidak korupsi itu sebenarnya lebih menyenangkan. Meski orang melihat kita sepertinya sengsara, tapi sebetulnya lebih menyenangkan. Keadaan itu paling tidak yang saya rasakan langsung.
Saya Arif Sarjono, lahir di Jawa Timur tahun 1970, sampai dengan SMA di Mojokerto, kemudian kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan selesai pada 1992. Pada 17 Oktober 1992 saya menikah dan kemudian saya ditugaskan di Medan. Saya ketika itu mungkin termasuk generasi pertama yang mencoba menghilangkan dan melawan arus korupsi yang sudah sangat lazim. Waktu itu pertentangan memang sangat keras. Saya punya prinsip satu saja, karena takut pada Allah, jangan sampai ada rezeki haram menjadi daging dalam diri dan keturunan. Itu saja yang selalu ada dalam hati saya.
Kalau ingat prinsip itu, saya selalu menegaskan lagi untuk mengambil jarak yang jelas dan tidak menikmati sedikit pun harta yang haram. Syukurlah, prinsip itu bisa didukung keluarga, karena isteri juga aktif dalam pengajian keislaman. Sejak awal ketika menikah, saya sampaikan kepada isteri bahwa saya pegawai negeri di Departemen Keuangan, meski imej banyak orang, pegawai Departemen Keuangan kaya, tapi sebenarnya tidak begitu. Gaji saya hanya sekian, kalau mau diajak hidup sederhana dan tanpa korupsi, ayo. Kalau tidak mau, ya sudah tidak jadi.
Dari awal saya sudah berusaha menanamkan komitmen kami seperti itu. Saya juga sering ingatkan kepada isteri, bahwa kalau kita konsisten dengan jalan yang kita pilih ini, pada saat kita membutuhkan maka Allah akan selesaikan kebutuhan itu. Jadi yang penting usaha dan konsistensi kita. Saya juga suka mengulang beberapa kejadian yg kami alami selama menjalankan prinsip hidup seperti ini kepada istri. Bahwa yg penting bagi kita adalah cukup dan berkahnya, bahwa kita bisa menjalani hidup layak. Bukan berlebih seperti memiliki rumah dan mobil mewah.
Menjalani prinsip seperti ini jelas banyak ujiannya. Di mata keluarga besar misalnya, orangtua saya juga sebenarnya mengikuti logika umum bahwa orang pajak pasti kaya. Sehingga mereka biasa meminta kami membantu adik-adik dan keluarga. Tapi kami berusaha menjelaskan bahwa kondisi kami berbeda dengan imej dan anggapan orang. Proses memberi pemahaman seperti ini pada keluarga sulit dan membutuhkan waktu bertahun-tahun. Sampai akhirnya pernah mereka berkunjung ke rumah saya di Medan, saat itulah mereka baru mengetahui dan melihat bagaimana kondisi keluarga saya, barulah perlahan-lahan mereka bisa memahami.
Jabatan saya sampai sekarang adalah petugas verifikasi lapangan atau pemeriksa pajak. Kalau dibandingkan teman-teman seangkatan sebenarnya karir saya bisa dikatakan terhambat antara empat sampai lima tahun. Seharusnya paling tidak sudah menjabat Kepala Seksi, Eselon IV. Tapi sekarang baru Eselon V. Apalagi dahulu di masa Orde Baru, penentangan untuk tidak menerima uang korupsi sama saja dengan karir terhambat. Karena saya dianggap tidak cocok dengan atasan, maka kondite saya di mata mereka buruk. Terutama poin ketaatannya, dianggap tidak baik dan jatuh.
Banyak pelajaran yang bisa saya petik dari semua pengalaman itu. Antara lain, orang-orang yang berbuat jahat akan selalu berusaha mencari kawan apa pun caranya. Cara keras, pelan, lewat bujukan atau apa pun akan mereka lakukan agar mereka mendapat dukungan. Mereka pada dasarnya tidak ingin ada orang yang bersih. Mereka tidak ingin ada orang yang tidak seperti mereka.
Pengalaman di kantor yang paling berkesan ketika mereka menggunakan cara paling halus, pura-pura berteman dan bersahabat. Tapi belakangan, setelah sekian tahun barulah ketahuan, kita sudah dikhianati. Cara seperti inI seperti sudah direkayasa. Misalnya, pegawai-pegawai baru didekati. Mereka dikenalkan dengan gaya hidup dan cara bekerja pegawai lama, bahwa seperti inilah gaya hidup pegawai Departemen Keuangan. Bila tidak berhasil, mereka akan pakai cara lain lagi, begitu seterusnya. Pola-pola apa saja dipakai, sampai mereka bisa merangkul orang itu menjadi teman.
Saya pernah punya atasan. Dari awal ketika memperkenalkan diri, dia sangat simpatik di mata saya. Dia juga satu-satunya atasan yang mau bermain ke rumah bawahan. Saya dengan atasan itu kemudian menjadi seperti sahabat, bahkan seperti keluarga sendiri. Di akhir pekan, kami biasa memancing sama-sama atau jalan-jalan bersama keluarga. Dan ketika pulang, dia biasa juga menitipkan uang dalam amplop pada anak-anak saya. Saya sendiri menganggap pemberian itu hanya hadiah saja, berapalah hadiah yang diberikan kepada anak-anak. Tidak terlalau saya perhatikan. Apalagi dalam proses pertemanan itu kami sedikit saja berbicara tentang pekerjaan. Dan dia juga sering datang menjemput ke rumah, mangajak mancing atau ke toko buku sambil membawa anak-anak.
Hingga satu saat saya mendapat surat perintah pemeriksaan sebuah perusahaan besar. Dari hasil pemeriksaan itu saya menemukan penyimpangan sangat besar dan luar biasa jumlahnya. Pada waktu itu, atasan melakukan pendekatan pada saya dengan cara paling halus. Dia mengatakan, kalau semua penyimpangan ini kita ungkapkan, maka perusahaan itu bangkrut dan banyak pegawai yang di-PHK. Karena itu, dia menganggap efek pembuktian penyimpangan itu justru menyebabkan masyarakat rugi. Sementara dari sisi pandang saya, betapa tidak adilnya kalau tidak mengungkap temuan itu. Karena sebelumnya ada yang melakukan penyimpangan dan kami ungkapkan. Berarti ada pembedaan. Jadwal penagihannya pun sama seperti perusahaan lain.
Karena dirasa sulit mempengaruhi sikap saya, kemudian dia memakai logika lain lagi. Apakah tidak sebaiknya kalau temuan itu diturunkan dan dirundingkan dengan klien, agar bisa membayar pajak dan negara untung, karena ada uang yang masuk negara. Logika seperti ini juga tidak bisa saya terima. Waktu itu, saya satu-satunya anggota tim yang menolak dan meminta agar temuan itu tetap diungkap apa adanya. Meski saya juga sadar, kalau saya tidak menandatangani hasil laporan itu pun, laporan itu akan tetap sah. Tapi saya merasa teman-teman itu sangat tidak ingin semua sepakat dan sama seperti mereka. Mereka ingin semua sepakat dan sama seperti mereka. Paling tidak menerima. Ketika sudah mentok semuanya, saya dipanggil oleh atasan dan disidang di depan kepala kantor. Dan ini yang amat berkesan sampai sekarang, bahwa upaya mereka untuk menjadikan orang lain tidak bersih memang direncanakan.
Di forum itu, secara terang-terangan atasan yang sudah lama bersahabat dan seperti keluarga sendiri dengan saya itu mengatakan, Sudahlah, Dik Arif tidak usah munafik. Saya katakan, “Tidak munafik bagaimana Pak? Selama ini saya insya Allah konsisten untuk tidak melakukan korupsi?” Kemudian ia sampaikan terus terang bahwa uang yang selama kurang lebih dua tahun ia berikan pada anak saya adalah uang dari klien. Ketika mendengar itu, saya sangat terpukul, apalagi merasakan sahabat itu ternyata berkhianat. Karena terus terang saya belum pernah mempunyai teman sangat dekat seperti itu, kecuali yang memang sudah sama-sama punya prinsip untuk menolak uang suap. Bukan karena saya tidak mau bergaul, tapi karena kami tahu persis bahwa mereka perlahan-lahan menggiring ke arah yang mereka mau. Ketika merasa terpukul dan tidak bisa membalas dengan kata-kata apa pun, saya pulang. Saya menangis dan menceritakan masalah itu pada isteri saya di rumah. Ketika mendengar cerita saya itu, isteri langsung sujud syukur.
Ia lalu mengatakan, Alhamdulillah. Selama ini uang itu tidak pernah saya pakai, katanya. Ternyata di luar pengatahuan saya, alhamdulillah, amplop-amplo itu tidak digunakan sedikit pun oleh isteri saya untuk keperluan apa pun. Jadi amplop-amplop itu disimpan di sebuah tempat, meski ia sama sekali tidak tahu apa status uang itu. Amplop-amplop itu semuanya masih utuh. Termasuk tulisannya masih utuh, tidak ada yang dibuka. Jumlahnya berapa saya juga tidak tahu. Yang jelas, bukan lagi puluhan juta. Karena sudah masuk hitungan dua tahun dan diberikan hampir setiap pekan.
Saya menjadi bersemangat kembali. Saya ambil semua amplop itu dan saya bawa ke kantor. Saya minta bertemu dengan kepala kantor dan kepala seksi. Dalam forum itu, saya lempar semua amplop itu di hadapan atasan saya hingga bertaburan di lantai. Saya katakan, makan uang itu, satu rupiah pun saya tidak pernah gunakan uang itu. Mulai saat ini, saya tidak pernah percaya satu pun perkataan kalian! Mereka tidak bisa bicara apa pun karena fakta obyektif, saya tidak pernah memakai uang yang mereka tuduhkan. Tapi esok harinya, saya langsung dimutasi antar seksi. Awalnya saya diauditor, lantas saya diletakkan di arsip, meski tetap menjadi petugas lapangan pemeriksa pajak. Itu berjalan sampai sekarang. Ketika melawan arus yang kuat, tentu saja da saat tarik-menarik dalam hati dan konflik batin. Apalagi keluarga saya hidup dalam kondisi terbatas. Tapi alhamdulillah, sampai sekarang saya tidak tergoda untuk menggunakan uang yang tidak jelas.
Ada pengalaman lain yang masih saya ingat sampai sekarang. Ketika saya mengalami kondisi yang begitu mendesak. Misalnya, ketika anak kedua lahir. Saat itu persis ketika saya membayar kontrak rumah dan tabungan saya habis. Sampai detik-detik terakhir harus membayar uang rumah sakit untuk membawa isteri dan bayi kami ke rumah, saya tidak punya uang serupiah pun. Saya mau bcara dengan pihak rumah sakit dan terus terang bahwa insya Allah pekan depan akan saya bayar, tapi saya tidak bisa ngomong juga. Akhirnya saya keluar sebentar ke masjid untuk sholat dhuha. Begitu pulang dari sholat dhuha, tiba-tiba saja saya ketemu teman lama di rumah sakit itu. Sebelumnya kami lama sekali tidak pernah jumpa. Dia dapat cerita dari teman bahwa isteri saya melahirkan, maka dia sempatkan datang ke rumah sakit. Wallahua'lam apakah dia sudah diceritakan kondisi saya atau bagaimana, tetapi ketika ingin menyampaikan kondisi saya pada pihak rumah sakit, saya malah ditunjukkan kwitansi seluruh biaya perawatan isteri yang sudah lunas. Alhamdulillah.
Ada lagi peristiwa hampir sama, ketika anak saya operasi mata karena ada lipoma yang harus diangkat. Awalnya, saya pakai jasa askes. Tapi karena pelayanan pengguna Askes tampaknya apa adanya, dan saya kasihan karena anak saya baru berumur empat tahun, saya tidak pakai Askes lagi. Saya ke Rumah Sakit yang agak bagus sehingga pelayanannya juga agak bagus. Itu saya lakukan sambil tetap berfikir, nanti uangnya pinjam dari mana? Ketika anak harus pulang, saya belum juga punya uang. Dan saya paling susah sekali menyampaikan ingin pinjam uang. Alhamdulillah, ternyata Allah cukupkan kebutuhan itu pada detik terakhir. Ketika sedang membereskan pakaian di rumah sakit, tiba-tiba Allah pertemukan saya dengan seseorang yang sudah lama tidak bertemu. Ia bertanya bagaimana kabar, dan saya ceritakan anak saya sedang dioperasi. Dia katakan, kenapa tidak bilang-bilang?? Saya sampaikan karena tidak sempat saja. Setelah teman itu pulang, ketika ingin menyampaikan penundaan pembayaran, ternyata kwitansinya juga sudah dilunasi oleh teman itu. Alhamdulillah.
Saya berusaha tidak terjatuh ke dalam korupsi, meski masih ada tekanan keluarga besar, di luar keluarga inti saya. Karena ada teman yang tadinya baik tidak memakan korupsi, tapi jatuh karena tekanan keluarga. Keluarganya minta bantuan, karena takut dibilang pelit, mereka terpaksa pinjam sana sini. Ketika harus bayar, akhirnya mereka terjerat korupsi juga. Karena banyak yang seperti itu, dan saya tidak mau terjebak begitu, saya berusaha dari awal tidak demikian. Saya berusaha cari usaha lain, dengan mengajar dan sebagainya. Isteri saya juga bekerja sebagai guru.
Di lingkungan kerja, pendekatan yang saya lakukan biasanya lebih banyak dengan bercanda. Sedangkan pendekatan serius, sebenarnya mereka sudah puas dengan pendekatan itu, tapi tidak berubah. Dengan pendekatan bercanda, misalnya ketika datang tim pemeriksa dari BPK, BPKP, atau Irjen. Mereka gelisah sana-sini kumpulkan uang untuk menyuap pemeriksa. Jadi mereka dapat suap lalu menyuap lagi. Seperti rantai makanan. Siapa memakan siapa. Uang yang mereka kumpulkan juga habis untuk dipakai menyuap lagi. Mereka selalu takut ini takut itu. Paling sering saya hanya mengatakan dengan bercanda.. Uang setan ya dimakan hantu! Dari percakapan seperti itu ada juga yang mulai berubah, kemudian berdialog dan akhirnya berhenti sama sekali. Harta mereka jual dan diberikan kepada masyarakat. Tapi yang seperti itu tidak banyak. Sedikit sekali orang yang bisa merubah gaya hidup yang semula mewah lalu tiba-tiba miskin. Itu sulit sekali.
Ada juga diantara teman-teman yang beranggapan, dirinya tidak pernah memeras dan tidak memakan uang korupsi secara langsung. Tapi hanya menerima uang dari atasan. Mereka beralasan toh tidak meminta dan atasan itu hanya memberi. Mereka mengatakan tidak perlu bertanya uang itu dari mana. Padahal sebenarnya, dari ukuran gaji kami tahu persis bahwa atasan kami tidak akan pernah bisa memberikan uang sebesar itu. Atasan yang memberikan itu berlapis-lapis. Kalau atasan langsung biasanya memberi uang hari Jum'at atau akhir pekan. Istilahnya kurang lebih uang Jum’atan. Atasan yang berikutnya lagi pada momen berikutnya memberi juga. Kalau atasan yang lebih tinggi lagi biasanya memberi menjelang lebaran dan sebagainya. Kalau dihitung-hitung sebenarnya lebih besar uang dari atasan dibanding gaji bulanan. Orang-orang yang menerima uang seperti ini yang sulit berubah. Mereka termasuk rajin sholat, puasa sunnah dan membaca Al-Qur'an. Tetapi mereka sulit berubah.
Ternyata hidup dengan korupsi memang membuat sengsara. Di antara teman-teman yang korupsi, ada juga yang akhirnya dipecat, ada yang melarikan diri karena dikejar-kejar polisi, ada yang isterinya selingkuh dan lain-lain. Meski secara ekonomi mereka sangat mapan, bukan hanya sekadar mapan.
Yang sangat dramatis, saya ingat teman sebangku saya saat kuliah di STAN. Awalnya dia sama-sama ikut kajian keislaman di kampus. Tapi ketika keluarganya mulai sering minta bantuan, adiknya kuliah, pengobatan keluarga dan lainnya, dia tidak bisa berterus terang tidak punya uang. Akhirnya ia mencoba hutang sana-sini. Dia pun terjebak dan merasa sudah terlanjur jatuh, akhirnya dia betul-betul sama dengan teman-teman di kantor. Bahkan sampai sholat ditinggalkan. Terakhir, dia ditangkap polisi ketika sedang mengkonsumsi narkoba. Isterinya pun selingkuh. Teman itu sekarang dipecat dan dipenjara.
Saya berharap akan makin banyak orang yang melakukan jihad untuk hidup yang bersih. Kita harus bisa menjadi pelopor dan teladan di mana saja. Kiatnya hanya satu, terus menerus menumbuhkan rasa takutmenggunakan dan memakan uang haram. Jangan sampai daging kita ini tumbuh dari hasil rejeki yang haram. Saya berharap, mudah-mudahan Allah tetap memberikan pada kami keistiqomahan (matanya berkaca-kaca).

Sumber: (Majalah Tarbawi Edisi 111 Th. 7/Jumadal Ula 1426 H/23 Juni 2005)


BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Friday, January 16, 2009



BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Sunday, June 22, 2008

JAKARTA ULTAH KE-480

Inilah kumpulan foto Jakarta JADUL. Pas buka-buka files, eh gak sengaja nemu gambar-gambar berikut. Saya sendiri lupa darimana dapatnya. Milis kali ya....




Met Ultah, my JAKARTA....

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Monday, December 31, 2007

Airbus ...

Kegemaranku yang lain selain 'nyetek' euphorbia milii (http://euphorbiaku.blogspot.com) adalah dunia aviasi, terutama penerbangan sipil. Apalagi ketiga anakku juga suka kalau melihat gambar-gambar berbagai jenis pesawat. Meski bukan spotters, aku bisa mendapatkan ratusan jenis pesawat terbang beserta livery-nya dari masing-masing airlines dari internet.

OK, aku mulai cerita tentang pabrikan pesawat sipil paling kesohor saat ini. Yang satu bermarkas di AS (www.boeing.com), yang satu di Eropa (www.airbus.com). Kiranya dua pabrikan inilah yang menguasai burung besi di angkasa.

Kembali ke.... Airbus





Untuk memudahkan Anda, berikut serial Airbus:
A300
A310
A320
A330
A340
A380

Seri A320 memiliki beberapa varian: A320 sendiri, A321 (lebih panjang), A319 (lebih pendek), A318 (paling pendek, si-baby dari Airbus).
Seri A330 dan A340 sebenarnya memiliki 'lingkar tabung' yang sama. Bedanya, A330 bermesin ganda (twin jet), sedangkan A340 bermesin empat.
Varian A330 adalah A330-200 dan A330-300 (Garuda punya varian ini). Sedangkan varian A340 adalah A340-200, A340-300, A340-500, dan A340-600). Tidak ada A340-400!
Yang sudah mulai proses produksi dan telah dipesan airlines namun belum 'into services' adalah Airbus A-380, si superjumbo dan merupakan pesawat penumpang terbesar yang ada saat ini.!


BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Sunday, December 30, 2007

Sentani, the new frontier

Kolom BISNIS MINGGU
Jumat, 11/05/2007 09:34 WIB

oleh : Y. W. Junardy
President Indonesia Marketing Association (IMA)

Sentani adalah nama sebuah suku di Papua. Tapi Sentani juga dikenal sebagai nama sebuah danau tempat suku Sentani berdiam. Dalam perang dunia kedua, Sentani menjadi markas besar dan basis kekuatan tentara sekutu di Pasifik Selatan yang dipimpin Jendral Douglas McArthur.

Saat mengunjungi Sentani pertama kalinya, baru-baru ini, saya sangat terkesan dengan panorama yang begitu indah dari danau alam yang luasnya 9,36 hektare ini. Sejauh mata memandang tampak hamparan air biru yang tenang dan dikelilingi deretan gunung. Menambah keindahannya, terdapat pulau-pulau yang berbukit di tengah danau. Sungguh tempat yang eksotik, asri, dan memukau.




(... Catatan saya: Di atas merupakan foto-foto keindahanan danau Sentani yang sempat saya jepret dari kabin Garuda ketika saya berkunjung ke Jayapura beberapa tahun lalu. Komentar saya atas keindahan Sentani... Wow...amazing ...)

Tetapi, saya tidak melihat orang bersampan, mengail ikan atau sekadar rekreasi menikmati alam. Apalagi bermain ski air. Hotel, restoran, ataupun fasilitas pantai di mana orang bisa berenang atau berjemur pun tidak tampak. Tidak ada gemerlap lampu di malam hari. Danau Sentani sepi. Alam yang sunyi senyap. Bak putri yang tidak pernah dikunjungi sang Pangeran. Alangkah sayangnya.

Padahal, Sentani pantas menjadi kawasan wisata yang tak kalah dengan kawasan wisata lain di dunia. Dengan perkampungan dan rumah panggung khas penduduk di sekitarnya, Sentani dan daerah Jayapura punya keunikan untuk dijual sebagai destinasi wisata alam, bahari, dan budaya. Tapi, kenapa tidak ada investor yang meliriknya?

Lalu saya teringat Marina Bay di Singapura, Victoria Bay di Hong Kong, De Bund di Shanghai, dan Phuket di Thailand. Daerah pantai dan sepanjang sungai pada umumnya menjadi pusat kawasan perdagangan atau wisata.

Akhir tahun yang lalu saya sempat bertandang ke Zhangjiajie, cagar alam nasional di utara Provinsi Hunan, Tiongkok Barat yang sebetulnya baru ditemukan 25 tahun lalu. Menyadari keunikan hutan dan alamnya yang termasuk langka di dunia, daerah yang semula pertanian tradisionil itu dikembangkan dengan industri turisme sebagai pilar pembangunan ekonomi.

Sebagai kawasan turis dengan katagori AAAA, mereka membangun infrastruktur secara terpadu antarkabupaten menjadi mega resor kelas dunia seluas 500 kilometer persegi. Lebih dari 20 scenic spots dan 30 rute tur telah terbentuk dan ditunjang jalan akses sepanjang lebih dari 500 km.

Pada 1992, Unesco menetapkan kawasan itu sebagai World Natural Heritage dan kini menjadi salah satu destinasi ecotourism yang terkenal di dunia. Pertanyaannya, apa sih yang dijual? Tidak lain barisan gunung-gunung terjal dan gua-gua stalactite dan stalagmite yang memang spektakuler, anggun dan berukuran serba raksasa yang dikemas dengan budaya tradisionil suku minoritas yang tinggal di kawasan itu.

Layak jual

Kalau Zhangjiajie menjual gunung dan gua, kenapa kita tidak bisa menjual danau dan pantai yang indah yang juga dikelilingi gunung yang tidak kalah uniknya? Sudah tentu Danau Sentani bukan satu-satunya yang bisa kita kembangkan untuk objek pariwisata. Jayapura mempunyai banyak objek wisata yang bisa dikemas dan dipasarkan. Turisme seharusnya menjadi salah satu pilar untuk mencapai visi Pemkot Jayapura: Warga kota yang maju, mandiri, sejahtera, beriman, bersih.

Bahkan, keinginan untuk membangun secara terpadu juga telah dituangkan dalam kesepakatan Mansiman antara Provinsi Papua (Barnabas Suebu) dan Papua Barat (Abraham Ataruri) pada butir lima yang berbunyi: Satu konsep pembangunan terpadu di tanah Papua yang meliputi tata ruang termasuk pembangunan infrastruktur terpadu, strategi pengembangan ekonomi sosial budaya dan pengembangan sumber daya manusia.

Untuk itu, Gubernur Suebu telah mengalokasikan anggaran APBD 2007 untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp1,3 triliun atau sekitar 28% untuk sistem transportasi terpadu mulai dari darat, laut, dan udara.

Lalu, bagaimana dengan Sentani? Apa yang telah dilakukan oleh Pemprov Hunan di Zhangjiajie menarik untuk dipetik sebagai acuan yang menurut saya pragmatis, fokus dan konsisten:

• Ada keputusan strategis untuk membangun kawasan, dalam hal ini menetapkan Sentani sebagai daerah wisata. Keputusan ini sekaligus mempertimbangkan repositioning Sentani sebagai kawasan resor dan rekreasi (Sentani beach resort and recreation park)

• Ada master plan untuk pembangunan sarana selaras dengan positioning di atas disertai paket investasi yang atraktif untuk investor dalam negeri maupun asing.

• Ada rencana kerja dan prioritas pembangunan oleh Pemprov dengan menggunakan anggaran APBD yang telah dialokasikan. Perlu ada terobosan dalam pelaksanaannya mengingat lambannya proses pelaksanaan proyek dewasa ini, karena takut dituduh korupsi.

• Ada marketing plan yang jelas untuk memasarkan Sentani. Untuk itu dukungan jasa konsultan kaliber internasional mungkin diperlukan. Kalau Fritz Simanjuntak belum lama ini menulis tentang Reposisi Papua dari Provinsi Siaga menjadi Provinsi Niaga, saya juga mengusulkan untuk rebranding Kabupaten Jayapura menjadi Kabupaten Sentani. Dengan demikian tidak rancu dalam program komunikasi dengan kota Jayapura.

• Ada socio-engineering dan peningkatan sumber daya untuk meningkatkan layanan masyarakat maupun turis. Ini diperlukan baik di kalangan aparat pemerintah, transportasi, telekomunikasi, perbankan, hotel, restoran dan bisnis jasa yang bersangkutan dengan pariwisata.

Saya percaya Sentani adalah peluang emas sebagaimana Papua adalah The new frontier bagi Indonesia. Saya memimpikan suatu hari Sentani dikenal sebagai salah satu world tourist destination dan menjadi pilar kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Dengan semboyan Papua: Izakid bekai izakod kai (satu hati satu tekad), semoga cita-cita ini terwujud.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Saturday, December 29, 2007

Bubur Ayam

Bubur ayam terasa nikmat kalau Anda santap selepas olahraga pagi. Setiap minggu kami biasa jalan-jalan di kampus UI. Sekedar nyari keringat atau sight-seeing doang. Bisa juga 'shopping' ikan hias atau pakaian. Semua ada di dekat pintu gerbang masuk kampus UI dari arah Kukusan (dan memang dekat kantor lurah Kukusan). Pokoknya kalo hari minggu tempat ini jadi 'pasar kaget'.

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Nah, kembali ke bubur ayam !!!
Dari kampus UI, cobalah Anda meluncur sejenak, mengikuti angkot D-04 ke arah Depok I. Tepatnya di pertigaan Gardu Induk PLN. Disitu ada bubur ayam (kayaknya Cirebonan). Dulu hanya pake gerobak di sisi kiri jalan. Namun sekarang menambah satu lagi 'outlet' persis di seberang jalan pada rumah permanen. Ekspansi! Bukti bahwa bubur ini semakin banyak disukai orang. Anda bisa ngantri! Apalagi di hari minggu.



BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Friday, August 31, 2007

DPR: Tinjau Besaran Tarif Tol JORR

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Warga Akan Mengajukan "Class Action"

Jakarta, Kompas - Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat meminta kepada pemerintah untuk tetap mengedepankan kepentingan masyarakat. Berkenaan dengan itu, Komisi V meminta pemerintah meninjau kembali besaran tarif Tol Lingkar Luar Jakarta yang diterapkan sama untuk jarak jauh ataupun jarak dekat.
Demikian rekomendasi Komisi V, sebagai hasil rapat dengar pendapat dengan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol dan Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, yang disampaikan Ketua Komisi V DPR Ahmad Muqowwam, Kamis (30/8) siang di Jakarta.
Ahmad mengatakan, respons negatif dari masyarakat atas besaran tarif baru Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) yang mengadopsi sistem terbuka mendorong DPR mengeluarkan rekomendasi itu. Kepentingan masyarakat tetap harus dipertimbangkan.
"Kami juga menyayangkan minimnya sosialisasi atas kebijakan baru tentang penerapan sistem terbuka dan besaran tarif itu. Jangankan masyarakat, Komisi V pun tidak diberi tahu tentang besaran tarif JORR," kata Ahmad.
Selain meminta tarif JORR ditinjau, Ahmad juga mengingatkan, ketika ruas Tol Kebon Jeruk-Penjaringan (W1) sepanjang 9,7 kilometer (km), dan Ulujami-Kebon Jeruk (W2 Utara) sepanjang 7 km selesai dibangun, tak boleh lagi ada kenaikan tarif.
"Apabila JORR rampung, tarif dari Cilincing ke Penjaringan, bila tarifnya Rp 6.000, ya tetap Rp 6.000, jangan naik," ujar Ahmad.
Dievaluasi
Ditemui seusai penyampaian rekomendasi Komisi V DPR, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Hisnu Pawenang mengatakan akan mengevaluasi kembali besaran tarif JORR.
Menurut Hisnu, angka Rp 6.000 itu didapat dari penghitungan tepat hasil perkalian antara average length trip (ALT) atau jarak rata-rata yang ditempuh pengguna tol dan tarif dasar tol Rp 430 per km.
Menurut Siswono Yudo Husodo, salah seorang pengusaha nasional yang saat ini mengelola Jalan Tol Cawang-Cikampek dan tengah membangun ruas jalan tol dari Kebon Jeruk ke Bandara Soekarno-Hatta, untuk membangun jaringan jalan tol yang berada di atas tanah berkonstruksi tiang beton berbiaya Rp 200 miliar per km.
Untuk jaringan jalan tol yang dibangun di atas tanah, investasinya sekitar Rp 50 miliar per km bergantung pada kondisi di lapangan. Investasi itu hampir sama nilainya dengan pembangunan jaringan tol di negara lain. Namun, tarif tol di Indonesia masih tetap yang paling rendah di Asia, yaitu terendah Rp 180 per km dan tertinggi Rp 600 per km. Adapun tarif tol terendah di Malaysia berkisar Rp 900 per km dan di China Rp 1.100 per km.
Ajukan "class action"
Warga Bintaro, Serpong, dan sekitarnya melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) akan mengajukan class action kepada Jasa Marga dan Menteri Pekerjaan Umum (PU) atas kenaikan tarif tol yang melambung tinggi.
Menurut Tjandra Tedja, salah seorang penggagas rencana tersebut, selain akan mengajukan class action, pihaknya dan pengguna jalan akan melakukan boikot untuk tidak memakai jalan tol, serta memobilisasi kendaraan untuk memarkirkan sekitar 1.000 mobil di depan pintu tol.
Di PU, Kepala Humas PT Jasa Marga Zuhdi Saragih mengatakan, khusus untuk keberatan yang diungkapkan pengguna tol terkait lonjakan tarif ruas Serpong-Pondok Aren yang terkoneksi dengan JORR menjadi Rp 10.500 (Golongan I) ada dasar hukumnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 374 Tahun 2005, tarif ruas Serpong-Pondok Aren Rp 3.000 (Golongan I). Untuk tarif ruas Pondok Aren-Ulujami, menurut Kepmen No 309/2005, besarnya adalah Rp 1.500. Berdasarkan Kepmen Nomor 365 Tahun 2007, tarif ruas JORR Rp 6.000.
"Dari situlah, tarif sebesar Rp 10.500 pada Gerbang Tol Pondok Ranji didapat," ujar Saragih.
Volumenya turun
Sehari setelah kenaikan tarif volume pengguna Jalan Tol Serpong-JORR menurun.
Kepala PT Jasa Marga Cabang Jakarta-Tangerang Hendro Atmojo, Kamis, membenarkan hal ini.
Pengamatan Kompas hari Kamis menunjukkan, arus lalu lintas kendaraan yang lewat Gerbang Pondok Ranji tidak seramai hari Rabu.
"Situasi lalu lintas di Gerbang Pondok Ranji mirip hari Minggu, dengan rata-rata pengguna tol sebanyak 15.000-an kendaraan," kata Kepala Gerbang Tol Pondok Ranji Kiman.
Pada hari biasa, sebelum tarif JORR diberlakukan, jumlah pengguna tol yang melintas di gerbang ini rata-rata 81.000 kendaraan untuk dua arah. Rabu lalu jumlahnya turun menjadi 72.000. Namun, kemarin jumlah kendaraan yang lewat Pondok Ranji turun drastis.
Dampak kenaikan itu juga dirasakan pengguna angkutan umum. Menurut Siman, sopir angkot K 28 AL, dirinya terpaksa menaikkan tarif angkutan.
Menyusul tarif baru itu, ujar Siman, sejak Rabu lalu, pimpinan peguyuban angkot K 28 AL mengeluarkan surat edaran mengenai kenaikan ongkos angkot sebesar Rp 1.000 untuk setiap jurusan.
Ongkos dari Kampung Rambutan, Jakarta Timur, ke Jatiwarna, Pondok Gede, kini menjadi Rp 5.000, naik Rp 1.000 dari ongkos sebelumnya. Begitu pula dari Kampung Rambutan ke Ujungaspal, dari semula Rp 3.000 kini naik menjadi Rp 4.000. Kenaikan ongkos angkot juga dibebankan ke pelajar. Para pelajar yang menumpang angkot kini harus membayar Rp 2.500 per sekali perjalanan.(ryo/gun/ham/ksp/cok/nta)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...