Tuesday, May 15, 2007

5 Orang di AAG calon tersangka penggelap pajak

JAKARTA: Dirjen Pajak Darmin Nasution menyatakan Direktorat Intelejen dan Penyidikan Ditjen Pajak menetapkan lima calon tersangka tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh Asian Agri Group.
"Beberapa calon tersangka sementara yakni LA, WT, ST, TBK, dan AN. Mereka bertanggung jawab pada ke-14 perusahaan tersebut, dan berperan sebagai penandatangan Surat Pemberitahuan [SPT] yang isinya tidak benar," tuturnya di kantor Ditjen Pajak Jakarta, kemarin.

Menurut dia, modus operandi yang dilakukan oleh Asian Agri Group terkait dengan pengisian SPT yang tidak benar adalah dengan menggelembungkan anggaran biaya.
Darmin menjelaskan anggaran biaya sebesar Rp1,5 triliun di-mark up dengan menaikkan kerugian transaksi ekspor sebesar Rp323 miliar dan sebaliknya menurunkan hasil penjualan sebesar Rp889 miliar.
Di sisi lain, calon saksi sementara yang terus dimintai keterangan sejumlah 30 orang. Namun, tak menutup kemungkinan status saksi ini dapat berubah menjadi calon tersangka.
Asian Agri Group sebelumnya diduga telah memanipulasi pembayaran pajak ke negara. Group yang dimiliki oleh Sukatno Tanoto ini diperkirakan telah memanipulasi pembayaran pajak sejak 2002. Total jumlah pajak yang tidak dibayarkan diperkirakan mencapai lebih kurang Rp2,1 triliun.
Angka ini dari perhitungan jumlah pajak penghasilan (PPh) perusahaannya, yakni sebesar 30% dari laba perusahaan yang dengan sengaja ditransfer ke luar negeri dengan jumlah tak kurang dari Rp 3,6 triliun.
Status ditingkatkan
Berdasarkan laporan kejadian itu maka oleh aparat proses pemeriksaan bukti permulaan ditingkatan statusnya menjadi penyidikan. Terkait dengan hal tersebut, Dirjen Pajak menetapkan surat perintah penyidikan No.PRIN-02.DIK-PJ.0501-2007 pada 10 Mei 2007.
Perbuatan kelima calon tersangka itu, diancam dengan hukuman pidana di bidang perpajakan. Jika pada akhirnya terbukti bersalah maka yang bersalah akan dihukum penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi empat kali jumlah utang tertuang yang tidak atau kurang dibayar sesuai pasal 39 ayat 1C dan atau pasal 43 ayat 1 UU No. 6/1983 yang diubah menjadi UU No.16/ 2000, mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Pekan lalu, Direktorat Intelejen dan Penyidikan Ditjen Pajak berhasil mengungkap kasus penyalahgunaan faktur pajak ilegal sebesar Rp20,06 miliar. Saat ini berkas tentang penyalahgunaan faktur pajak ilegal itu siap diserahkan ke kejaksaan.
"Faktur ilegal itu totalnya senilai Rp20,06 miliar. Lima kejadian di Medan, dan satu kasus terjadi di Jambi dan sedang menunggu vonis dari Pengadilan Negeri Jambi," tuturnya.
Dia menjelaskan di Medan, Sumatra Utara, terdapat beberapa perusahaan yang melakukan tindakan tersebut a.l. PT YPS dengan tersangka AP, yang merugikan Rp3,3 miliar.
http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A01&cdate=15-MAY-2007&inw_id=526008
Oleh Diena Lestari Bisnis Indonesia (diena. lestari@bisnis.co.id)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Target Pajak 2008 Hampir Rp 600 Triliun

Pemerintah tahun depan mematok tax ratio (rasio pajak terhadap produk domestik brato/PDB) sebesar 13,5-14% atau Rp 567-588 triliun dengan asumsi PDB Indonesia pada 2008 mencapai Rp 4.200 triliun.
Angka itu naik dibanding empat tahun terakhir. Data yang dihimpun Investor Daily dari Departemen Keuangan (Depkeu) di Jakarta, Rabu (2/5), mengungkapkan, target tax ratio sebesar 13,5-14% antara lain akan dicapai melalui perbaikan administrasi dan pelayanan perpajakan, pelaksanaan UU Perpajakan, dan Esktensifikasi Perpajakan.
Target penerimaan pajak yang dipatok pemerintah dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2006, target penerimaan pajak ditetapkan sebesar Rp 425,05 triliun, sedangkan pada 2007 senilai Rp 509,46 triliun. Hingga kuartal 12007, target penerimaan pajak baru terealisasi 15%.
Sementara itu, Komisi XI DPR menargetkan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) rampung akhir Mei 2007. Masa sidang kedua DPR tahun ini dimulai 7 Mei.
Dalam masa sidang pertama, pemerintah dan DPR belum menyepakati sejumlah hal, seperti usulan pembentukan Badan Penerimaan Pajak (BPP) dan Komite Pengawas Pajak (KPP). Di sisi lain, pemerintah dan DPR juga belum menyepakati klausul Pasal 25 Ayat 7 dan 8 RUU KUP mengenai keberatan wajib pajak (WP).
Usulan Pemerintah Menurut Ketua Panja RUU KUP DPR Rizal Djalil, rapat Panmus RUU KUP segera digelar setelah masa sidang kedua DPR dibuka. "Panja RUU KUP akan melaporkan ke Panmus apa saja yang telah disepakati untuk dibahas di Panmus," tutur Rizal kepada Investor Daily. Dia menambahkan, soal Pasal 25 Ayat 7 RUU KUP, DPR setuju yang akan dibawa ke Panmus adalah usulan pemerintah.
Namun, anggota Komisi XI DPR yang juga anggota Panja RUU KUP Andi Rahmat menegaskan, rumusan Pasal 25 Ayat 7 RUU KUP yang dibawa ke Panmus bukan hanya rumusan pemerintah.
Ayat 7 Pasal 25 RUU KUP usulan pemerintah yang didukung FPG dan FPD menyebutkan, jika pengajuan keberatan WP ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi admistrasi berupa kenaikan pembayaran 50% dengan menerbitkan surat tagihan pajak.
Berdasarkan ayat tersebut, sanksi administrasi dihitung berdasarkan pajak yang masih harus dibayar sebagaimana ditetapkan surat keputusan keberatan dikurangi dengan jumlah pembayaran yang telah dilakukan sebelum WP mengajukan kebaratan.
Ayat itu pun menjelaskan, jika permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi admistrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan permohonan banding.
Fraksi lain, yaitu FPKS, PPAN, FPDIP, FPBD, FBKB, FPBR, dan FPDS dalam rapat Panja KUP terakhir pada 23 Maret 2007 menolak rumusan sanksi berdasarkan usulan pemerintah.
Pemerintah dalam RAPBN 2008 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional 6,8%, lebih tinggi dibanding proyeksi pertumbuhan 2007 sebesar 6,3%. Sedangkan investasi 2008 diharapkan tumbuh 15,5% dibanding tahun ini sekitar 12,3%. Di sisi lain, ekspor tahun depan diharapkan tumbuh 12,7% dari 9,9% tahun ini dan pertumbuhan impor ditargetkan mencapai 12,7% dibanding target 2007 sebesar 14,2%.
Pemerintah akan menggunakan angka asumsi harga minyak mentah US$ 57 per barel dengan perkiraan produksi minyak 1,034 juta barel per hari, defisit 1,7% dari PDB atau sekitar Rp 73,1 triliun, nilai tukar Rp 9.300 per dolar AS, serta suku bunga Bank Indonesia (BI rate) 7,5-8%.
Pemerintah juga memperkirakan cadangan devisa tahun depan pada kisaran US$ 59-60 miliar. Total belanja negara akan mencapai Rp 826,9 triliun, terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp 559 triliun dan belanja daerah Rp 267,9 triliun. Sedangkan PDB 2008 diperkirakan meningkat 18,94% dari proyeksi PDB 2007 sebesar Rp 3.351 triliun menjadi Rp 4.200 triliun. (099/0103)
Sumber : Investor Daily Indonesia, 03 Mei 2007

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

BCA Tak Bayar Pajak Selama Dua Tahun

PT Bank Central Asia ditengarai telah mendapatkan fasilitas pembebasan pajak selama dua tahun sejak 2004. Semua bermula pada April 2004 saat Direktorat Jendral Pajak yang saat itu dipimpin Hadi Pumomo, menyetujui permohonan BCA untuk mengesahkan transaksi penjualan triliunan rupiah kredit bermasalahnya dengan harga jual RplO juta.
Kemudian selisih dari harga itu dihitung sebagai kerugian BCA yang dapat dikompensasi dengan keuntungan perusahaan tahun 2004 dan tahun-tahun berikutnya. Dan kompensasi itu ternyata berupa tidak dikenakannya pajak atas keuntungan yang diraihnya.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Center Of Banking Crisis A Deni Daniri, di Jakarta kemarin (30/4). Dengan itu, lanjut Deni, meski pada tahun '2004 dalam laporan keuangannya tercatat laba bersih sebelum dipotong pajak Rp4,5T namun BCA dituding tak membayar pajak atas laba bersihnya. Jika diperhitungkan dengan tarif pajak 35 persen berarti pemerintah kehilangan penerimaan negara sekitar Rp 1,6 triliun.
Hal itu berlanjut tahun 2005 dan 2006, Dengan laba sebelum pajak 2006 sebesar Rp5,l triliun, seharusnya BCA menyetorkan pajak Rpl,8 triliun, dan Rp2,l triliun karena pendapatannya mencapai Rp6 triliun. Hitung punya hitung, secara keseluruhan Negara dirugikan sampai dengan Desember 2006 sebesar Rp5,5T.
Apa yang didapat oleh BCA itu tentunya membuat iri bank-bank peserta rekap lainnya. Bank-bank seperti Bank Danamon dan Bank Internasional Indohesia (BII) dikabarkan juga menginginkan fasilitas yang sama.
Oleh karena itu, dia mendesak Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak untuk menjelaskan secara ¦ rinci persoalan transaksi pajak BCA itu. Dia juga menambahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga super body harus menyelidiki kasus" dugaan penggelapan pajak BCA tersebut.
'Atas kejadian itu, kami minta Dirjen Pajak untuk tidak gegabah dalam menyetujui permohonan bank rekap soal keringan pajak. Akibat ini akan menimbulkan persaingan perbankan yang tidak sehat serta mengganggu dalam penerimaaan pajak negara," sambung Deni.
Di tempat terpisah, Direktur Direktorat Jenderal Pajak Darmin Nasution mengaku belum mengetahui perihal fasilitas yang didapat oleh BCA. Sedangkan mengenai permintaan bank rekap lainnya akan dipelajari terlebih dahulu.
Namun Deni Daniri meminta agar Dirjen Pajak tidak mengabulkan permintaan itu, karena selain merugikan negara hal itu akan membuat persaingan bank menjadi tidak sehat. Selanjutnya, dia . meminta kasus penjualan kredit BCA harus diusut sampai tuntas. Pasalnya, kasus ini telah melanggar peraturan perpajakan maupun standar khusus akutansi perbankan Indonesia (SKAPI).
Sementara itu saat dikonfirmasi saat mengumumkan kinerja triwulan pertama, Wakil Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja mengaku tidak siap untuk menjawab perihal pembebasan pajak tersebut. "Saya harus tanya dengan bagian yang mengurusi perpajakan dulu. Saya tidak siap untuk menjawabnya" kata dia.
Dalam laporan keuangan itu BCA yang kini mayoritas sahamnya dimiliki Grup Djarum ini berhasil meraih laba sebelum pajak Rpl,5 triliun. Dan laba setelah dipotong pajak sebesar Rpl,06 triliun.
Jahja juga mengungkapkan bahwa sampai Maret, dana BCA yang tersimpan dalam instrument SBI mencapai Rp28 triliun. "Dari dana itu sebagian besar sebenarnya adalah dana dari pinjaman nasabah yang belum dicairkan. Jumlahnya sekitar Rp25 triliun. Sedangkan net SBI-nya hanya berkisar Rp3 triliun," jelas dia.
Sumber : Harian Ekonomi Neraca, 1 Mei 2007

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...