KOMPAS - Senin, 06 Agustus 2007
DPD Yakin Amandemen Terjadi
Jakarta, Kompas - Hari Selasa, 7 Agustus 2007, pukul 00.00, merupakan batas terakhir bagi 678 anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memberikan dukungan atas perubahan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945 tentang penguatan lembaga Dewan Perwakilan Daerah.
Berdasarkan data terakhir, anggota MPR yang sudah menandatangani dukungan berjumlah 215 anggota atau masih kurang 11 orang dari syarat minimal.
Perinciannya, Kelompok DPD (128), Fraksi Kebangkitan Bangsa (45), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (16), Fraksi Partai Bintang Reformasi (15), Fraksi Partai Damai Sejahtera (8), Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (2), dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (1).
Berarti, apabila dihitung mulai hari ini, Senin (6/8), pukul 00.00, waktu yang tersisa tinggal 24 jam bagi semua anggota MPR untuk menentukan sikap: akan mendukung atau menolak.
Apabila syarat minimal 1/3 anggota MPR terpenuhi, sidang MPR untuk melakukan perubahan Pasal 22D UUD 1945 bisa dilaksanakan. Sebaliknya, kalau tidak terpenuhi, sidang MPR tidak bisa dilaksanakan.
Peluang tipis
Mencermati konstelasi pandangan fraksi-fraksi, peluang untuk melakukan perubahan Pasal 22D UUD 1945 ini sangat tipis.
Sampai kemarin, fraksi-fraksi besar belum memberikan dukungan terhadap dilakukannya perubahan Pasal 22D ini. Pertemuan DPD dengan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Jumat malam, juga tidak membuahkan hasil.
"Hasilnya mengambang. Tidak menolak, tidak juga mendukung," ujar Bambang P Soeroso, Ketua Kelompok DPD, yang ikut dalam pertemuan itu.
Pramono Anung, Sekjen PDI-P ketika ditanya wartawan di sela-sela peringatan Isra Mikraj juga secara tegas menolak rencana perubahan Pasal 22D UUD 1945. "Soal itu, PDI-P tidak ragu untuk menunda. Perubahan belum saatnya," kata Pramono.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, sebagai fraksi yang bisa memberikan dukungan signifikan, pun tampaknya tidak akan mengerahkan anggotanya untuk menambah tanda tangan. Sekretaris Fraksi PKS Suswono menegaskan itu saat dikonfirmasi semalam. "Tak ada penambahan tanda tangan," ucapnya.
Fraksi PKS menilai perubahan Pasal 22D akan berimplikasi dengan pasal lain dalam UUD 1945 sehingga perubahannya harus dikaji secara komprehensif dan tidak dilakukan parsial.
Ketua Fraksi PAN di MPR Patrialis Akbar yakin Sidang MPR untuk melakukan perubahan Pasal 22D tidak bisa dilaksanakan. Ia bahkan mendengar ada partai lain yang akan menarik tanda tangan. "Kalau melihat konstelasi, sekarang tak akan teragendakan," ucapnya.
DPD gugah nurani
Sementara itu, DPD masih tetap berusaha untuk optimistis. Menurut Ketua Kelompok DPD Bambang P Soeroso, DPD masih intensif berusaha untuk menggugah hati nurani anggota MPR.
DPD yakin, dari sejumlah partai yang ada, pasti ada anggota yang tergerak memberikan dukungan meskipun dilarang pengurus partainya. Itu karena perubahan Pasal 22D bukan untuk kepentingan DPD, tetapi bagi penyaluran aspirasi daerah.
Senin pagi, DPD pun merencanakan mengadakan konsolidasi dengan para pengusul dari berbagai fraksi di Lantai VIII, Gedung Nusantara III, Kompleks DPR.
"Yang jelas, selain PKB, PDS, PBR, dan PKS, dua anggota dari Partai Golkar, yaitu Marzuki Darusman dan Marwah Daud, juga akan hadir," ucapnya.
Setelah pertemuan itu, DPD akan mengadakan rapat paripurna khusus untuk menyusun strategi selanjutnya. "Besok kami juga akan menerima 100 perwakilan guru bantu dan perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa yang akan memberikan dukungan," ucap Bambang.
Beberapa waktu lalu Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita seusai bertemu dengan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, upaya DPD memperkuat posisinya lewat usul perubahan UUD 1945 terus dilakukan. Namun, ia mengakui upaya itu bakal berhenti jika lewat dari tahun 2007. Salah satu alasannya, masuk tahun 2008, agenda politik akan sangat padat, terutama persiapan menuju Pemilihan Umum 2009. Ia berharap upaya penguatan DPD itu bisa dilaksanakan tahun ini. Maka, selanjutnya, hasilnya bisa diturunkan dalam UU susunan dan kedudukan anggota lembaga legislatif (Kompas, 22/3).
Namun, sejumlah kalangan mengkhawatirkan jika perubahan UUD 1945 jadi dilakukan tahun ini, hal itu akan merembet ke hal-hal lain, bukan melulu soal penguatan DPD. "Nanti bisa juga merembet ke calon perseorangan dalam pemilu presiden," kata eks anggota Panitia Ad Hoc I Majelis Permusyawaratan Rakyat Baharuddin Aritonang, pekan lalu (Kompas, 3/8).
Ia mencontohkan saat perubahan UUD 1945 dilakukan tahun 1999. Semula semua pihak merasa yang paling penting diubah adalah Pasal 7. Mereka menilai pasal itu tidak memberikan batasan berapa kali seorang presiden dapat memegang jabatan yang sama. Setelah pasal itu diubah, merembet ke pasal lain.
Lagi pula ternyata belum semua amanat UUD 1945 hasil perubahan I, II, III, dan IV dilaksanakan. (SUT)
Monday, August 06, 2007
Syarat Minimal Belum Pas
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:31 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Community Shield: Van der Sar, Sukses di Awal Musim
KOMPAS - Senin, 06 Agustus 2007
London, Minggu - Manchester United mengawali aksi musim 2007/2008 dengan kemenangan meyakinkan 3-0 lewat adu penalti atas Chelsea, dalam laga Community Shield di Stadion Wembley, Minggu (5/8) malam. Adu penalti dilakukan setelah skor bertahan 1-1 hingga wasit Mark Halsey meniup peluit panjang tanda laga usai.
Kiper 36 tahun asal Belanda, Edwin van der Sar, mengukuhkan kemahirannya menahan eksekusi penalti dengan menggagalkan tiga sepakan penalti pertama pemain Chelsea, yakni oleh striker baru Claudio Pizarro, Frank Lampard, dan Shaun Wright-Phillips. Sebaliknya, tiga algojo MU, yaitu Rio Ferdinand, Michael Carrick, dan Wayne Rooney, sukses membobol gawang Petr Cech.
Partai Community Shield berlangsung keras dan berimbang sejak babak pertama. Sesuai data BBC Sport, penguasaan bola kedua tim hampir imbang hingga 90 menit pertandingan. Chelsea menguasai bola 49 persen, sedangkan MU sedikit lebih banyak dengan 51 persen.
MU unggul lebih dahulu lewat gol Ryan Giggs pada menit ke-35. Ketika itu pagar betis Chelsea sukses menghalangi bola tendangan bebas. Namun, lini bertahan "The Blues" tak mampu menahan aksi segi tiga Patrice Evra-Cristiano Ronaldo-Giggs.
Segera setelah bola mental, Evra mengirimkan umpan pendek kepada Ronaldo, yang segera mengumpan balik ke Evra yang menyisir sayap kiri ke arah kotak penalti. Evra lalu mengirimkan bola ke tengah kotak penalti, tempat Giggs berada. Bola sepakan Giggs pun melambung ke kiri gawang tanpa bisa diraih Cech.
"The Blues" menyamakan skor 10 menit kemudian melalui gol Florent Malouda, yang baru direkrut dari Olympique Lyon.
Malouda Cemerlang
Aksi solo run gelandang tim Perancis itu di sayap kiri gagal dihalau Ferdinand, yang sempat menarik kostum Malouda. Meski dihadang Ferdinand dan ditutup ruang geraknya oleh Van der Sar, Malouda sukses menendang bola ke gawang yang kosong dengan kaki kiri.
Laga ketat sejak awal sudah diprediksi Asisten Pelatih Chelsea Steve Clarke. Itu terjadi, menurut Clarke, karena partai ini sarat gengsi. "Jika Anda melawan klub seperti MU, salah satu rival utama kami dalam perebutan gelar juara liga, pasti akan memberikan makna khusus pada laga itu. Kami ingin memenangi pertandingan itu dan saya yakin mereka juga punya motivasi serupa," kata Clarke. (AFP/ADP)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:30 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Perjuangan Hidup: Mereka Akhirnya Bangkit dari Jerat Narkoba...
KOMPAS - Senin, 06 Agustus 2007
Elok Dyah Messwati
Senin siang itu Ria (bukan nama sebenarnya) benar-benar tampil segar. Wajahnya dirias cantik. Tak seperti biasanya, hari itu ia berpakaian bersih, dengan rambut dicat pirang dan senyum terus menghiasi wajahnya yang cerah.
Siapa menduga bahwa Ria saat ini tengah berjuang lepas dari jeratan narkoba? "Dulu saya bisa seminggu tidak mandi. Saya pun jarang ada di rumah. Begitu mata melek, saya langsung keluar rumah tanpa mandi dan tidak pulang-pulang. Sekarang saya mandi sehari bisa tiga kali," kata Ria, yang siang di akhir Juli lalu itu datang ke Puskesmas Gambir di Jalan Tanah Abang I, Jakarta Pusat.
Ria adalah salah satu dari 314 peserta Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Gambir. Sangat lama Ria terjerat narkoba, sekitar 10 tahun. "Saya dulu nyuntik (putau) sehari bisa habis uang Rp 500.000. Selama 10 tahun saya kayak gitu," tuturnya. Dari mana Ria mendapatkan uang? "Ya, dari mana saja," ujarnya.
Bagi pengguna narkoba seperti Ria, cara termudah mendapatkan uang adalah dengan menjual barang-barang di rumah orangtua mereka. Karena itu, orangtua kemudian menjadi tidak percaya kepada mereka.
"Itu dulu. Kalau sekarang, kunci motor pun sudah dikasih ke saya. Mereka sudah percaya sama saya," kata Ria.
Ya, sejak lima bulan lalu Ria menjadi peserta Program Terapi Rumatan Metadon. Metadon adalah suatu obat sintetik, substitusi dari putau. Dengan beralih mengonsumsi metadon, secara perlahan diharapkan para pengguna narkoba bisa lepas dari narkoba yang selama ini menjerat hidupnya, membuat mereka hidup dalam ketergantungan.
Dosis metadon Ria setiap harinya 100 mg. Setiap kali datang ke Puskesmas Gambir ia hanya membayar Rp 5.000 untuk mendapatkan metadon yang harus ia minum di depan petugas. "Dosis metadon sekarang ini sudah ’nutup’. Saya enggak kepengen lagi nyuntik. Pernah ada teman datang ke rumah dan nyuntik lima kali sehari, saya sama sekali enggak kepengen," katanya.
Hal yang sama juga terjadi pada Joko (ini pun bukan nama sebenarnya), yang sekarang ini bahkan aktif bekerja di sebuah perusahaan. "Dulu kalau saya sakau bisa habiskan uang untuk putau Rp 100.000-Rp 200.000 sehari. Sekarang (dengan) metadon 5.000 rupiah saja sudah nutup. Pokoknya, target saya, dosis metadon harus turun," kata Joko.
Joko merasakan kini hidupnya menjadi positif. Sekarang ia bisa membeli barang-barang, bahkan mulai mencicil membeli rumah dan kendaraan. "Dulu uang enggak ada juntrungannya. Sekarang ini saya mau cari sembuh, sudah niat berhenti. Kalau dosis metadon sudah bisa 30 miligram, saya mau ’pasang badan’ saja, enggak pakai metadon lagi," kata Joko bertekad.
Upaya keras
Bagaimana membuat orang lepas dari narkoba, tentu ini membutuhkan upaya keras. Inilah yang harus terus dilakukan. Di Jakarta, ada lima puskesmas yang memiliki Program Terapi Rumatan Metadon, yakni Puskesmas Gambir untuk Jakarta Pusat, Puskesmas Tanjung Priok (Jakarta Utara), Puskesmas Tebet (Jakarta Selatan), Puskesmas Jatinegara (Jakarta Timur), dan Puskesmas Tambora untuk wilayah Jakarta Barat.
Krisnatalina, anggota "tim metadon" Puskesmas Gambir, menyatakan, untuk penjangkauan lapangan, mereka dibantu tiga kader muda. Sebelumnya mereka dilatih oleh Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project (IHPCP/AusAID). Mereka membantu mencari para pengguna narkoba di wilayah ini dan menyarankan ikut Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Gambir, berkonsultasi dengan dokter I Gede Subagia dan dokter Bambang Eka.
Program tersebut dibuka 14 Desember 2006 dan hingga saat ini mampu menjangkau 314 pasien. "Namun, dari jumlah itu, yang aktif sekitar 135 orang. Kalau tujuh hari berturut-turut tidak datang minum metadon, mereka kami drop out. Kalau mau ikut lagi harus mulai dari awal," kata Krisnatalina.
Setiap bulan, biaya yang dikeluarkan puskesmas sekitar Rp 11 juta. Untuk itu, tiap pasien yang datang minum metadon dikenai biaya Rp 5.000. Dari sini saja terkumpul Rp 21 juta per bulan.
Semua pasien peserta program harus berkonsultasi kepada dokter untuk menentukan besar dosis metadon yang akan dikonsumsi. Secara perlahan, dosis akan diturunkan dan pada satu titik akhirnya para pasien peserta program tidak perlu lagi mengonsumsi metadon.
Di sinilah dukungan orangtua, keluarga dekat, saudara, dan lingkungan sangat diperlukan para peserta. Dengan dukungan penuh dari keluarga, mereka kini berjuang untuk lepas dari jerat narkoba. Pemerintah pun sebaiknya memperbanyak program semacam ini di puskemas lain....
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:29 AM 1 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Korban Banjir Tak Mau Pulang
KOMPAS - Senin, 06 Agustus 2007
Anak Yatim Piatu Perlu Pertolongan
Kolonodale, Kompas - Korban banjir dan tanah longsor di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, yang dirawat di rumah sakit, mulai kebingungan menghadapi kelanjutan hidup mereka. Kesembuhan dari luka-luka yang diderita bukannya membuat mereka bahagia, tetapi justru sebaliknya.
Hal itu antara lain diungkapkan sejumlah korban yang dirawat di Rumah Sakit Kolonodale, Sabtu (4/8). Mereka dirawat sejak 10 hari lalu karena menderita luka-luka, sebagian besar di antaranya patah tulang. Ketika pihak rumah sakit memperbolehkan mereka pulang, para korban itu justru memilih tetap tinggal di sana karena takut tidak bisa makan.
Lukman (47), salah seorang korban luka-luka, misalnya, mengatakan tidak tahu lagi harus melakukan apa setelah banjir dan tanah longsor menghancurkan rumah dan kebunnya. Apalagi istrinya, yang tengah mengandung anak pertama, ditemukan tewas. "Saya tidak mau pulang. Mau makan apa?" katanya.
Sekretaris RS Kolonodale dr Simon mengatakan, setelah diperbolehkan pulang pada Jumat lalu, Lukman menjadi seperti orang linglung. Ia kerap jalan-jalan di sekitar rumah sakit tanpa tujuan yang jelas dan dengan pandangan kosong.
Menurut Simon, sebanyak 15 dari 43 korban luka-luka akibat banjir dan tanah longsor yang dirawat di RS Kolonodale sudah sembuh. Namun, tidak satu pun dari mereka yang bersedia pulang ke tempat asal. "Mereka depresi dan putus asa," ujarnya.
Anak yatim
Rasa putus asa juga dialami korban yang masih menjalani perawatan. Salah satunya adalah Limi (45), yang 29 Juli lalu harus menerima kenyataan kaki kirinya diamputasi akibat luka yang membusuk sampai batas paha. Pascaoperasi, Limi baru benar-benar menyadari bahwa kaki kirinya sudah tidak ada. "Saya tidak bisa bakebun (berkebun) lagi karena sudah dipotong kaki," tutur Limi dengan nada pilu. Dalam banjir terakhir, salah satu dari dua anak Limi tewas tertimbun longsor.
Beberapa anak yatim piatu, yang ayah dan ibunya tewas akibat banjir dan tanah longsor di empat kecamatan di Morowali, 22 Juli lalu, juga tampak terpukul menghadapi kenyataan pahit ini. Tiga anak yatim piatu yang dirawat di Rumah Sakit Kolonodale, yaitu Tommy (6) dan adiknya, Yopi (3), serta Ester (10), lebih banyak diam. Simon berusaha memulihkan kondisi psikologis mereka dengan cara memberikan mainan.
Selain ketiga anak tersebut, anak-anak yang juga menjadi yatim piatu adalah Depri (1 tahun 8 bulan). Dari Rumah Sakit Kolonodale, Depri dirujuk ke salah satu rumah sakit di Makassar, Sulawesi Selatan, karena kepalanya retak.
Tak ada psikolog
Menurut Simon, semua korban yang dirawat di RS Kolonodale sangat membutuhkan bantuan psikiater dan psikolog sesegera mungkin. Sayangnya, di Kolonodale tidak ada psikiater maupun psikolog.
Hingga kemarin korban tewas yang sudah ditemukan berjumlah 70 orang, sedangkan yang masih dinyatakan hilang berjumlah 18 orang. Personel TNI Angkatan Darat, Polri, dan tim SAR PT Inco yang didukung dua anjing pelacak terus mencari 18 warga yang dinyatakan hilang tersebut. (REI)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:28 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
ANALISIS EKONOMI: Mengapa Indonesia Ikut Terkena?
KOMPAS - Senin, 06 Agustus 2007
MIRZA ADITYASWARA
Minggu lalu indeks bursa saham Amerika Serikat anjlok. Akibatnya terasa di seluruh dunia. Kurs rupiah melemah dari Rp 9.000 ke Rp 9.300, imbal hasil (yield) surat utang negara melejit 30 basis poin ke 9,3 persen, imbal hasil surat utang negara (dollar) naik 24 basis poin ke 6,8 persen dan indeks bursa saham Jakarta jatuh.
Gejolak itu disebabkan oleh jatuhnya pasar surat utang subprime mortgage di Amerika Serikat. Untuk memudahkan penjelasan, subprime mortgage securities adalah surat utang yang ditopang jaminan kredit kepemilikan rumah (KPR) yang profil debitornya memiliki kemampuan membayar yang rendah.
Melemahnya ekonomi Amerika Serikat menyebabkan meningkatnya persentase gagal bayar debitor KPR segmen tersebut. Akibatnya, harga surat utang subprime mortgage jatuh. Kejatuhan harga surat utang subprime mortgage membawa kerugian bagi bank dan perusahaan pengelola dana (fund management) yang membeli surat utang tersebut. Akibatnya, harga saham perbankan di Amerika Serikat tergerus.
Pertanyaan diajukan seorang teman, mengapa kesalahan yang dilakukan investor di Amerika Serikat, tetapi pasar keuangan Indonesia terkena dampaknya. Sudah sering kita alami gejolak pasar keuangan di negara sedang berkembang hampir selalu berdampak negatif ke Indonesia, tetapi kali ini gejolak di pasar keuangan negara maju juga berdampak negatif ke Indonesia. Teman tadi bertanya, mengapa nasib kita tersandera oleh pasar keuangan internasional?
Inilah dampak dari globalisasi pasar keuangan. Ternyata yang memiliki surat utang subprime mortgage bukan hanya perbankan di Amerika Serikat, tetapi ada juga perbankan di Australia, Singapura, Taiwan, China, atau di India. Perbankan di benua lain pasti juga memiliki eksposur ke surat utang subprime mortgage'. Akibatnya, harga saham perbankan di seluruh dunia jatuh. Berhubung psikologi pasar selalu cenderung ekstrem, banyak pelaku pasar percaya bahwa meruginya perbankan besar akan berdampak kepada pelambatan laju pertumbuhan kredit, pelambatan kegiatan ekonomi, dan seterusnya. Akibatnya, harga saham nonperbankan di seluruh dunia pun jatuh.
Menjawab pertanyaan penulis, beberapa bank di Indonesia mengatakan, peraturan Bank Indonesia tidak memungkinkan perbankan membeli surat utang berperingkat rendah sehingga perbankan Indonesia tidak memiliki surat utang subprime mortgage. Akan tetapi, karena harga saham perbankan di negara tetangga jatuh, investor asing juga menjual saham perbankan dan nonperbankan di Indonesia. Investor lokal akhirnya juga ikut melakukan aksi jual. Apalagi harga saham dan harga obligasi di Indonesia sudah naik banyak, maka investor pun melakukan aksi ambil untung. Inilah yang menyebabkan harga saham turun, imbal hasil obligasi naik (harga turun) dan kurs rupiah melemah, bahkan minat terhadap penawaran saham BNI juga sempat terganggu.
Selain fluktuasi harga minyak, dalam enam bulan ke depan ada sumber ketidakstabilan baru, yaitu naiknya inflasi di China. Selama ini barang-barang China yang murah membawa turun inflasi dunia. Tahun lalu inflasi China di bawah 2 persen, tetapi bulan lalu sudah naik ke 4 persen. Ada kekhawatiran bahwa inflasi di China bisa meningkat terus ke 6-8 persen (terutama didorong inflasi sektor makanan) sehingga akan membawa naik inflasi dan suku bunga dunia.
Investor di pasar keuangan dunia saat ini harus lebih berhati-hati karena tampaknya gubernur bank sentral Amerika Serikat, Ben Bernanke, tidak mudah bermurah hati melakukan intervensi menstabilkan pasar keuangan. Selama gejolak pasar minggu lalu, Bernanke diam saja, tidak berkomentar. Tampaknya Bernanke percaya betul pada paham bahwa investor harus bertanggung jawab terhadap keputusan investasi yang diambilnya sehingga bank sentral tidak perlu tergesa-gesa bertindak sebagai katup pengaman sistem keuangan (lender of the last resort).
Investor domestik
Apakah Indonesia bisa terbebas dari gejolak pasar keuangan internasional? Tidak bisa, karena investor asing adalah investor utama di pasar saham, pasar obligasi, dan pasar valuta asing. Apakah kita memerlukan investor asing di pasar modal? Tentu saja sangat perlu karena institusi domestik dan pemodal ritel belum cukup kuat untuk membeli semua surat utang negara yang diterbitkan negara, surat utang yang diterbitkan korporasi, dan melakukan injeksi modal saham perusahaan domestik. Yang harus kita lakukan adalah membangun kekuatan investor domestik, seperti asuransi, dana pensiun, dan reksa dana. Harus ada keberpihakan, misalnya dengan insentif pajak.
Membangun investor institusi domestik tidak bisa dalam waktu singkat karena ini menyangkut tingkat pendapatan dan pengetahuan masyarakat. Membuat semua orang sadar atas manfaat asuransi membutuhkan waktu yang panjang.
Bagaimana dengan pasar valuta asing, apakah bisa dibuat lebih stabil? Suplai valuta asing harus ditambah dan permintaannya harus dikurangi. Ekspor harus terus ditingkatkan. Eksportir harus diberi insentif agar selalu melakukan konversi hasil ekspornya ke rupiah. Modal asing dalam bentuk penanaman modal langsung (PMA) harus terus digalakkan. Arus masuk PMA adalah hal yang sudah lama tak kita dengar di Indonesia.
Kita sebaiknya mengenakan disinsentif terhadap pembelian SBI oleh investor portofolio asing karena SBI adalah instrumen moneter, bukan instrumen investasi. Arahkan investor portofolio asing untuk membeli surat utang negara bukan SBI. Suku bunga SBI harus berada di bawah suku bunga penjaminan deposito.
Inflasi harus diturunkan di bawah 5 persen sehingga investor asing yang masuk ke Indonesia bukanlah investor jangka pendek, yang mencari selisih bunga, tetapi investor jangka panjang yang percaya kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Inflasi yang rendah akan memupuk kepercayaan penabung domestik terhadap daya beli mata uang rupiah sehingga jumlah tabungan dollar akan menurun. Inflasi yang rendah akan menurunkan suku bunga sehingga debitor Indonesia akan mengurangi pinjaman dollar dari luar negeri (pembayaran utang luar negeri adalah sumber fluktuasi kurs rupiah).
Impor harus dikurangi, artinya Indonesia harus bisa memproduksi barang yang selama ini diimpor, terutama barang konsumsi, produk pertanian, dan produk manufaktur. Ini berarti, efisiensi di dalam negeri harus ditingkatkan, termasuk produktivitas buruh dan penghilangan ongkos yang tidak perlu. Angka makroekonomi seperti rasio utang luar negeri, rasio defisit anggaran pemerintah, perbankan yang sehat harus terus dijaga. Dan terakhir, yang terpenting, stabilitas politik dan keamanan sebagai faktor utama untuk tercapainya stabilitas pasar keuangan.
Mirza Adityaswara
Analis Perbankan dan Pasar Modal
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:26 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas