Monday, August 06, 2007

Syarat Minimal Belum Pas

KOMPAS - Senin, 06 Agustus 2007

DPD Yakin Amandemen Terjadi

Jakarta, Kompas - Hari Selasa, 7 Agustus 2007, pukul 00.00, merupakan batas terakhir bagi 678 anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memberikan dukungan atas perubahan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945 tentang penguatan lembaga Dewan Perwakilan Daerah.
Berdasarkan data terakhir, anggota MPR yang sudah menandatangani dukungan berjumlah 215 anggota atau masih kurang 11 orang dari syarat minimal.
Perinciannya, Kelompok DPD (128), Fraksi Kebangkitan Bangsa (45), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (16), Fraksi Partai Bintang Reformasi (15), Fraksi Partai Damai Sejahtera (8), Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (2), dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (1).
Berarti, apabila dihitung mulai hari ini, Senin (6/8), pukul 00.00, waktu yang tersisa tinggal 24 jam bagi semua anggota MPR untuk menentukan sikap: akan mendukung atau menolak.
Apabila syarat minimal 1/3 anggota MPR terpenuhi, sidang MPR untuk melakukan perubahan Pasal 22D UUD 1945 bisa dilaksanakan. Sebaliknya, kalau tidak terpenuhi, sidang MPR tidak bisa dilaksanakan.
Peluang tipis
Mencermati konstelasi pandangan fraksi-fraksi, peluang untuk melakukan perubahan Pasal 22D UUD 1945 ini sangat tipis.
Sampai kemarin, fraksi-fraksi besar belum memberikan dukungan terhadap dilakukannya perubahan Pasal 22D ini. Pertemuan DPD dengan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Jumat malam, juga tidak membuahkan hasil.
"Hasilnya mengambang. Tidak menolak, tidak juga mendukung," ujar Bambang P Soeroso, Ketua Kelompok DPD, yang ikut dalam pertemuan itu.
Pramono Anung, Sekjen PDI-P ketika ditanya wartawan di sela-sela peringatan Isra Mikraj juga secara tegas menolak rencana perubahan Pasal 22D UUD 1945. "Soal itu, PDI-P tidak ragu untuk menunda. Perubahan belum saatnya," kata Pramono.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, sebagai fraksi yang bisa memberikan dukungan signifikan, pun tampaknya tidak akan mengerahkan anggotanya untuk menambah tanda tangan. Sekretaris Fraksi PKS Suswono menegaskan itu saat dikonfirmasi semalam. "Tak ada penambahan tanda tangan," ucapnya.
Fraksi PKS menilai perubahan Pasal 22D akan berimplikasi dengan pasal lain dalam UUD 1945 sehingga perubahannya harus dikaji secara komprehensif dan tidak dilakukan parsial.
Ketua Fraksi PAN di MPR Patrialis Akbar yakin Sidang MPR untuk melakukan perubahan Pasal 22D tidak bisa dilaksanakan. Ia bahkan mendengar ada partai lain yang akan menarik tanda tangan. "Kalau melihat konstelasi, sekarang tak akan teragendakan," ucapnya.
DPD gugah nurani
Sementara itu, DPD masih tetap berusaha untuk optimistis. Menurut Ketua Kelompok DPD Bambang P Soeroso, DPD masih intensif berusaha untuk menggugah hati nurani anggota MPR.
DPD yakin, dari sejumlah partai yang ada, pasti ada anggota yang tergerak memberikan dukungan meskipun dilarang pengurus partainya. Itu karena perubahan Pasal 22D bukan untuk kepentingan DPD, tetapi bagi penyaluran aspirasi daerah.
Senin pagi, DPD pun merencanakan mengadakan konsolidasi dengan para pengusul dari berbagai fraksi di Lantai VIII, Gedung Nusantara III, Kompleks DPR.
"Yang jelas, selain PKB, PDS, PBR, dan PKS, dua anggota dari Partai Golkar, yaitu Marzuki Darusman dan Marwah Daud, juga akan hadir," ucapnya.
Setelah pertemuan itu, DPD akan mengadakan rapat paripurna khusus untuk menyusun strategi selanjutnya. "Besok kami juga akan menerima 100 perwakilan guru bantu dan perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa yang akan memberikan dukungan," ucap Bambang.
Beberapa waktu lalu Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita seusai bertemu dengan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, upaya DPD memperkuat posisinya lewat usul perubahan UUD 1945 terus dilakukan. Namun, ia mengakui upaya itu bakal berhenti jika lewat dari tahun 2007. Salah satu alasannya, masuk tahun 2008, agenda politik akan sangat padat, terutama persiapan menuju Pemilihan Umum 2009. Ia berharap upaya penguatan DPD itu bisa dilaksanakan tahun ini. Maka, selanjutnya, hasilnya bisa diturunkan dalam UU susunan dan kedudukan anggota lembaga legislatif (Kompas, 22/3).
Namun, sejumlah kalangan mengkhawatirkan jika perubahan UUD 1945 jadi dilakukan tahun ini, hal itu akan merembet ke hal-hal lain, bukan melulu soal penguatan DPD. "Nanti bisa juga merembet ke calon perseorangan dalam pemilu presiden," kata eks anggota Panitia Ad Hoc I Majelis Permusyawaratan Rakyat Baharuddin Aritonang, pekan lalu (Kompas, 3/8).
Ia mencontohkan saat perubahan UUD 1945 dilakukan tahun 1999. Semula semua pihak merasa yang paling penting diubah adalah Pasal 7. Mereka menilai pasal itu tidak memberikan batasan berapa kali seorang presiden dapat memegang jabatan yang sama. Setelah pasal itu diubah, merembet ke pasal lain.
Lagi pula ternyata belum semua amanat UUD 1945 hasil perubahan I, II, III, dan IV dilaksanakan. (SUT)

0 comments: