Friday, June 15, 2007

Polisi Gagalkan Sejumlah Aksi Teror

KORAN TEMPO - Jum’at, 15 Juni 2007

Polisi kembali menangkap satu tersangka.

BANDUNG---Kepolisian RI mengklaim penangkapan sembilan tersangka teroris dalam sepekan ini berhasil mengkandaskan rencana sejumlah aksi teror yang dirancang terlaksana dalam waktu dekat. "Hal itu terungkap dari barang bukti berupa dokumen yang disita serta kesaksian para tersangka teroris yang ditangkap," kata Kepala Divisi Humas Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Sisno Adiwinoto di Bandung kemarin.
Tak hanya itu, kata Sisno, polisi juga berhasil mengungkap jaringan pelakunya. Sasaran aksi teror, tutur Sisno, lebih dari satu dan macam-macam. Tapi ia menolak memerinci tempat dan bentuk aksi teror tersebut.
Kepala Polri Jenderal Sutanto menyatakan tidak bisa menjamin ancaman teror bom berakhir setelah sembilan orang anggota kelompok Dujana ditangkap. "Kalau saya memberikan jaminan, takabur nanti," katanya di Bandung. Menurut dia, ancaman teroris akan tetap ada sampai kapan pun.
Sepanjang akhir pekan lalu polisi berhasil menangkap delapan tersangka teroris di berbagai kota di Jawa Tengah. Di antara mereka adalah Abu Dujana, yang dipercaya sebagai komandan operasional tertinggi Jamaah Islamiyah di Indonesia.
Kemarin polisi kembali menangkap seseorang yang diduga terkait dengan jaringan tersebut, yakni Nrd, 47 tahun, di Dusun Singkir, Kelurahan Jaraksari, Kecamatan Wonosobo Kota. Pria pendiam yang mengaku berasal dari Cilacap itu ditangkap pada pukul 10.00 pagi di rumah kontrakannya. Sempat diisukan Nrd adalah Noor Din M. Top. Namun, sumber di Detasemen Khusus 88 membantah hal itu dan menyebut namanya adalah Nuryadi.
Kemarin juga sempat terdengar kabar polisi berhasil menangkap Noor Din M. Top di Ambon. Namun, Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Bambang Hendarso belum bersedia memastikan hal itu. "Belum ada informasi soal itu," katanya. Sisno berjanji akan secepat mungkin mengumumkan hasil tangkapan baru mereka. "Sekarang di beberapa tempat sedang dilakukan pengejaran dan penyisiran."
Hingga kemarin polisi di berbagai daerah ikut memperkecil gerak teroris hingga ke luar Jawa. Polisi, antara lain, menutup ruang bagi mereka yang melompat ke Sumatera melalui Lampung. Sementara itu, Kepolisian Wilayah Surakarta membentuk Satgas Khusus Pemburu Teroris. Anggota tim ini merupakan pilihan dari anggota polwil dan terdiri atas berbagai kesatuan. "Tim ini bertugas membantu Densus 88," kata Kepala Polwil Surakarta Komisaris Besar Yotje Mende.
Namun, kelompok oposisi Australia menganggap usaha polisi Indonesia memburu anak buah Abu Dujana yang masih tersisa diganggu oleh Perdana Menteri Alexander Downer. Pasalnya, Downer buru-buru memberikan ucapan selamat atas tertangkapnya Abu Dujana, justru saat polisi Indonesia masih membantahnya. "Downer harus segera menjelaskan mengapa dua hari lalu dia secara terbuka membahas identitas pemimpin Jamaah Islamiyah yang ditangkap ketika operasi aktif polisi antiteror Indonesia masih berlangsung," kata Robert McClelland, juru bicara urusan luar negeri Partai Buruh, Rabu lalu.
AHMAD FIKRI SYAIFUL AMIN IMRON ROSYID BADRIAH IWANK AAP
____________________________________________________


Kuartet Jutaan Dolar

Pekerjaan rumah polisi masih berderet setelah Abu Dujana dapat ditangkap. Empat pentolan Jamaah Islamiyah lainnya, Noor Din M. Top, Dzulkarnain, Umar Patek, dan Dulmatin, masih menghirup udara bebas. Menurut polisi, sepak terjang keempat orang ini bisa jadi lebih berbahaya ketimbang Dujana. Aparat keamanan menyediakan hadiah Rp 500 juta sampai US$ 10 juta jika ada yang berhasil menangkap mereka.

Dulmatin
Inilah tersangka teroris paling mahal. Amerika menghargai nyawanya US$ 10 juta karena keterlibatannya dalam Bom Bali I. Setelah pengeboman itu, laki-laki 37 tahun ini lari ke Filipina Selatan. Mei lalu ia nyaris disergap tentara Filipina di Provinsi Tawi-tawi. Ia lolos, tapi empat anaknya tertinggal dan diekstradisi ke Indonesia.

Noor Din M. Top
Bersama Dr Azahari, Noor Din M. Top, 39 tahun, pernah menjadi teroris paling dicari di Indonesia. Duet Malaysia ini oleh polisi disangka berada di belakang semua pengeboman sejak Bom Bali I. Setelah Azahari tewas dalam penyergapan di Batu, Jawa Timur, Noor Din disebut-sebut berada di bawah perlindungan Dujana.

Dzulkarnain
Inilah tokoh senior di Jamaah Islamiyah. Laki-laki asal Sragen ini adalah angkatan pertama Akademi Militer Mujahidin Afganistan dan dianggap salah satu otak Bom Bali I. Menurut tersangka teroris yang tertangkap Maret lalu, Dzulkarnain--biasa dipanggil "Mbah"--terlihat dalam latihan perang di Gunung Sumbing pada awal tahun ini.

Umar Patek
Pria berumur 37 tahun ini dihargai pemerintah AS sebesar US$ 1 juta karena keterlibatannya sebagai koordinator lapangan dalam Bom Bali I. Setelah pengeboman itu, ia bersama Dulmatin lari ke Filipina dan menjadi buron paling dicari di sana. Mereka bergabung dengan kelompok separatis di Mindanao.

Sepak Terjang
24 Desember 2000 Pengeboman 15 gereja di berbagai kota. Noor Din terlibat bersama Azahari, Hambali, dan Iman Samudra.
12 Oktober 2002 Pengeboman di Legian, Bali. Noor Din penyandang dana. Umar Patek fasilitator. Dulmatin komandan lapangan. Dzulkarnain salah satu tokoh kunci.
5 Agustus 2003 Pengeboman Hotel JW Marriott, Jakarta. Azahari, Noor Din, dan Dujana menjadi otak serangan.
9 September 2004 Pengeboman Kedutaan Australia, Jakarta. Azahari, Noor Din, dan Dujana menjadi otak serangan.
1 Oktober 2005 Pengeboman di Kuta dan Jimbaran, Bali. Azahari dan Noor Din menjadi otak serangan.
9 November 2005 Azahari tewas dalam penyergapan di Batu, Jawa Timur. Noor Din tidak berada di tempat itu.
16 November 2005 Noor Din muncul dalam rekaman video anjuran jihad bersama tiga pelaku bom bunuh diri Bali II.
30 April 2006 Noor Din lolos dari sergapan di Wonosobo.

Naskah: yudono globalsecurity tempo wikipedia

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

KPK Periksa Hari Sabarno

KORAN TEMPO - Jum’at, 15 Juni 2007

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin memeriksa mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat pemadam kebakaran untuk pemerintah provinsi di seluruh Indonesia. "Dia diperiksa sebagai saksi," kata Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas.
Pemeriksaan dimulai pukul 10.00 dan baru berakhir sekitar pukul 17.30 WIB atau kurang-lebih berlangsung tujuh jam. Pemeriksa mengajukan 20 pertanyaan seputar pengetahuan Hari tentang radiogram untuk para kepala pemerintah daerah. Radiogram itu berisi perintah pengadaan alat pemadam secara terpusat melalui PT Istana Sarana Raya sebagai satu-satunya rekanan.
Proyek pengadaan alat pemadam berlangsung selama purnawirawan letnan jenderal itu menjadi Menteri Dalam Negeri pada 2001-2004.
Menurut Erry, KPK perlu memeriksa Hari, yang dianggap mengetahui alasan penunjukan langsung PT Istana Sarana Raya. "Tapi ini masih dalam tahap penyelidikan. Jadi belum banyak yang bisa saya sampaikan sekarang," ujarnya.
Setelah diperiksa, Hari Sabarno berusaha menghindari wartawan dengan cara keluar melalui pintu penghubung kantor KPK di Jalan Veteran, Jakarta Pusat, ke kantor Sekretariat Negara. "Mobil yang membawa Pak Hari masuk dari belakang gedung KPK," kata seorang petugas keamanan gedung.
Menurut petugas, Hari keluar dari lantai 2 kantor Sekretariat Negara, turun dengan lift, lalu keluar menuju mobil yang sudah siap di halaman parkir. Puluhan wartawan yang menunggu di lobi KPK sejak pagi pun kecele.
Sebelumnya, KPK telah memeriksa mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi. Waktu itu Oentarto menyangkal pengadaan alat pemadam melalui penunjukan langsung.
Dia juga membantah jika disebut mengetahui adanya radiogram untuk kepala daerah yang berisi spesifikasi, harga, dan rekanan yang menyediakan alat pemadam kebakaran. "Itu tidak benar," ujarnya ketika itu.
Sejauh ini KPK baru menetapkan mantan Wali Kota Makassar Amiruddin Maula sebagai tersangka. Sedangkan sejumlah kepala daerah yang lain masih sebatas dimintai keterangan sebagai saksi.
Para kepala daerah itu, antara lain, Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif Ali Mazi, mantan Gubernur Riau Saleh Djasit, mantan Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana, Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto, Gubernur Bali Dewa Made Beratha, Gubernur Kepulauan Riau Ismet Abdullah, Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang, Gubernur Irian Jaya Barat Abraham Octavianus Atuturi, Gubernur Maluku Utara Thaib Armain, dan Wakil Wali Kota Medan H. Ramli.
KPK juga sudah menggeledah rumah Direktur PT Istana Sarana Raya Henky Samuel Daud di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, serta memeriksa sebuah showroom mobil milik PT Istana di Jalan Batu Tulis, Jakarta Pusat.
RINI KUSTIANI

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Pria dengan Serenceng Nama

KORAN TEMPO - Jum’at, 15 Juni 2007

Pria yang pernah mengaku sebagai tukang servis komputer ini memang dikenal santun dan pintar bergaul.

JAKARTA -- Yusron Mahmudi alias Abu Dujana, yang diringkus oleh Detasemen Antiteror di Banyumas pada Sabtu pekan lalu, dikenal lihai berkelit dari kejaran aparat. Berbekal serenceng nama, dia terus berpindah tempat. "Paling tidak ada tujuh nama yang pernah ia gunakan," kata seorang sumber Tempo.
Ketujuh nama itu adalah Mahmud, Pak Guru, Mas Hud, Ainul Bahri, Sorim, Sobirin, dan Dedi. "Di setiap tempat baru, dia membentuk komunitas baru," kata sumber tersebut. Pria yang pernah mengaku sebagai tukang servis komputer ini memang dikenal santun dan pintar bergaul.
Pada pertengahan 1990-an, Yusron mengajar di Pondok Pesantren Luqmanul Haqiem di Malaysia. Dia kembali ke Indonesia bersama Amir Jamaah Islamiyah Abdullah Sungkar setelah kejatuhan Soeharto, 1998. Dia dikabarkan sempat mengajar di Mahad Ali Gading, pesantren setingkat perguruan tinggi di Solo, yang kini sudah bubar.
Seusai peristiwa Bom Bali I, 2002, Yusron gencar berpindah tempat tinggal. Pernah suatu kali Yusron tinggal di Desa Kebarongan, Kabupaten Boyolali.
Tak lama di Boyolali, keluarga Yusron pindah ke Gading, Solo. Pada 2004, mereka pindah lagi ke sebuah desa di Kecamatan Baki, Sukoharjo, bertetangga dengan Imam Samudra, pelaku peledakan bom Bali.
Yusron terus bergerak. Dari Sukoharjo, dia menuju Magelang. Lalu, pada 7 Februari 2007, Yusron mengantongi kartu tanda penduduk dari Kecamatan Kemranjen, Banyumas. "Dia mengurus administrasi pindah penduduk secara resmi pada pemerintah setempat," kata si sumber.
Kini, perjalanan Yusron terhenti di tahanan Detasemen Antiteror--yang masih disembunyikan lokasi persisnya. Yusron pun belum dipertemukan dengan istrinya, Sri Mardiyati, sejak penahanan Sabtu pekan lalu.
Menurut Achmad Michdan, Ketua Tim Pembela Muslim yang juga pengacara Yusron, keluarganya meminta kesempatan bertemu. "Istri dan anak-anaknya meminta dipertemukan dengan suami dan ayah mereka," kata Achmad kepada Tempo kemarin. Dia menambahkan, keluarga tetap tidak yakin Yusron adalah Abu Dujana.
Komunikasi terakhir antara Sri dan Yusron terjadi pada Selasa lalu (12 Juni). Saat itu seorang polisi dari Kepolisian Daerah Jawa Barat mendatangi rumah keluarga Yusron di kampung Cisadang, Desa Mandalasari, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung. "Melalui telepon seluler milik seorang polisi, Sri berbicara dengan suaminya selama dua menit," kata Achmad.
Melalui perbincangan telepon, katanya, Yusron berpesan agar istrinya tabah, istiqomah (teguh), dan tidak menggadaikan keyakinan. Yusron juga meminta istrinya menjaga keempat anak mereka, yakni Yusuf Shaleh, 8 tahun, Salman Fariz (5), Hilma Sofia (2,5 tahun), dan Fadil abdul Aziz (6 bulan).
ERWIN DARIYANTO IMRON ROSYID

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Pemerintah Melunak Soal Revisi Undang-Undang Pers

KORAN TEMPO - Jum’at, 15 Juni 2007

"Ini kan jadi seperti zaman Orde Baru."

JAKARTA--Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh menegaskan bahwa rencana revisi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 (UU Pers) sepenuhnya diserahkan ke komunitas pers.
Pemerintah, kata dia, tidak akan berinisiatif dalam amendemen tersebut. "Apakah UU Pers ini layak direvisi atau tidak, kami serahkan ke pers," katanya kemarin.
Dia pun memastikan bahwa rencana revisi ini tidak dimasukkan dalam program kerja departemennya tahun depan apabila komunitas pers tidak menghendaki pengubahan. "Yang lebih penting lagi, pemerintah tak punya maksud membreidel media."
Rencana revisi UU Pers awalnya dilontarkan bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil--kini menjabat Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Belakangan ia memutuskan menunda pengajuan revisi ke parlemen. Tapi draf amendemen undang-undang itu sudah selesai disusun Departemen Komunikasi.
Isi rancangan revisi UU Pers mengundang kritik dari kalangan pers. Ketua Masyarakat Pers dan Penyiaran Leo Batubara menilai draf itu sebagai rancangan yang otoriter dan berindikasi memberangus kemerdekaan pers. Sebab, dalam sejumlah ayat baru, muncul lagi soal penyensoran, pembreidelan, dan penghentian siaran terhadap media oleh pemerintah.
Draf itu juga mengatur keterlibatan pemerintah dalam tata cara pemberian hak jawab. Padahal, dalam ketentuan sebelumnya, pemerintah sama sekali tidak campur tangan (Koran Tempo, Kamis 14 Juni).
Menurut Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Imam Wahyudi, isi rancangan revisi UU Pers yang kini berada di Dewan Pers itu menunjukkan keinginan pemerintah untuk kembali mengontrol pers sangat kuat. "Ini harus dilawan," tuturnya kemarin.
Imam menegaskan Pasal 4 ayat 5 soal pembreidelan merupakan pasal karet yang mudah dipakai membatasi media. Ketentuan itu, kata dia, membuat upaya membangun kemerdekaan pers di era reformasi jadi sia-sia. "Siapa yang bisa menerjemahkan pasal itu? Ini kan jadi seperti zaman Orde Baru," ujarnya.
Penolakan terhadap isi rancangan revisi UU Pers juga dilontarkan Ketua Aliansi Jurnalis Independen Heru Hendratmoko. Menurut dia, draf itu memberi ruang untuk membatasi media. Padahal, ketentuan yang ada sekarang pun belum tersosialisasi dengan baik. Apabila harus direvisi, dia menambahkan, harus berisi penyempurnaan, tidak menghambat pers, dan lebih dapat diaplikasikan. "Kami sudah sepakat urusan pers ditangani Dewan Pers, tidak lagi diatur pemerintah," ia memaparkan.
Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia Wina Armada sebelumnya menuturkan UU Pers perlu direvisi untuk penyempurnaan. Menurut anggota Dewan Pers ini, aspek legal dalam ketentuan yang ada sekarang harus diperkuat lagi. "Legal drafting-nya harus diubah tanpa harus mengurangi kebebasan pers," ujarnya.
Ketua Dewan Pers Ichlasul Amal menyatakan hingga saat ini belum ada putusan resmi tentang perlu-tidaknya revisi UU Pers.
DIAN YULIASTUTI EKO NOPIANSYAH

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Kekayaan Fauzi Dua Kali Lipat dari Adang

KORAN TEMPO - Jum’at, 15 Juni 2007

Kedua pasang calon itu dinyatakan lolos persyaratan dukungan politik dan kesehatan, meskipun masih ada masalah administrasi yang kecil.

JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta semalam mengumumkan kekayaan dua pasang kandidat Gubernur Jakarta. Kedua pasang calon itu dinyatakan lolos persyaratan dukungan politik dan kesehatan, meskipun masih ada masalah administrasi yang kecil.
Dalam konferensi pers semalam, KPU mengutip data kekayaan para calon dari laporan Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut data ini--semua diambil pada 2007--Adang Daradjatun memiliki kekayaan Rp 17 miliar dan US$ 442 ribu (Rp 4 miliar). Pasangannya, Dani Anwar, memiliki kekayaan Rp 2,9 miliar.
Lawan mereka jauh lebih makmur. Fauzi Bowo memiliki Rp 38 miliar dan US$ 150 ribu (Rp 1,3 miliar). Pasangannya, Prijanto, mempunyai harta Rp 4 miliar.
Komisi juga mengumumkan bahwa persyaratan dukungan politik mereka sudah sah. Adang dan Dani diusulkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (24 persen), sedangkan Fauzi Bowo-Prijanto diusulkan oleh 19 partai politik (72,30 persen). "Karena itu, syarat dukungan dari partai politik kedua calon terpenuhi," kata Juri Ardiantoro, Ketua Komisi.
Pemeriksaan kesehatan kedua calon juga tidak ada masalah. "Disimpulkan kedua calon memenuhi syarat untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai kepala dan wakil kepala daerah," kata Juri.
Hanya soal kelengkapan administrasi yang mengalami masalah kecil. Adang Daradjatun dan Dani Anwar belum melampirkan surat pernyataan bersedia diumumkan harta kekayaan pribadinya. Sedangkan pasangan Fauzi Bowo-Prijanto belum menyerahkan surat keterangan tempat tinggal dari kelurahan setempat.
Namun, hampir dipastikan keduanya tidak akan mendapat masalah. Andy Ramses, Sekretaris Tim Kampanye Fauzi Bowo-Prijanto, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melengkapi persyaratan tersebut. "Mungkin terselip," ujarnya.
Sementara itu, penanggung jawab administrasi Adang-Dani, Waya Robin Subari, juga mengungkapkan bahwa mereka sudah menyerahkan persyaratan administrasi. "Memang belum ada tanda terima dari KPU," katanya.
Tim sukses kedua pasangan calon menyatakan kesanggupannya melengkapi persyaratan dalam waktu tujuh hari dari sekarang seperti yang disyaratkan KPU.
Sebelum konferensi pers, Wakil Ketua Kelompok Kerja Pencalonan Komisi, M. Taufik, mengatakan mereka menyediakan waktu bagi para calon sampai 21 Juni. "Kita sediakan waktu sampai batas akhir," ujarnya.
Pemilihan gubernur ini akan berlangsung 8 Agustus mendatang. Untuk pengamanan, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menyiapkan 11 ribu personel, termasuk 155 anggota pasukan khusus. "Pasukan khusus ditujukan untuk mengamankan calon gubernur dan wakil gubernur, termasuk keluarga dan rumahnya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ketut Untung Yoga kemarin.
Untuk kebutuhan logistik, Komisi mengalokasikan Rp 34 miliar. "Paling besar untuk cetak surat suara," ujar Kepala Bagian Umum Komisi Dolvi Ngantung kemarin. Ia mengatakan pencetakan surat suara membutuhkan Rp 7,6 miliar. Pengeluaran yang juga besar adalah mencetak kartu pemilih, yaitu Rp 6,8 miliar.
Kartu pemilih perlu dicetak ulang karena, menurut Dolvi, tidak bisa lagi menggunakan kartu yang dipakai pada pemilihan presiden 2004. Selain mobilitas warga Jakarta tinggi, katanya, "Banyak warga yang tidak lagi menyimpan kartu pemilihan."
GUNANTO ES INDRIANI DYAH S ZAKY ALMUBAROK INDRAWAN REZA M

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Kekayaan Fauzi Dua Kali Lipat Harta Adang

REPUBLIKA - Jumat, 15 Juni 2007

JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta mengumumkan hasil penelitian kelengkapan keabsahan serta klarifikasi berkas administrasi pencalonan calon gubernur (cagub) dan calon wagub DKI, pasangan Adang Daradjatun-Dani Anwar dan Fauzi Bowo-Prijanto, Kamis (14/6) malam.
Dalam satu berkas yang dilaporkan kandidat cagub-cawagub, adalah terkait daftar kekayaan. Harta kekayaan pribadi Fauzi Bowo diketahui dua kali lipat lebih besar dari Adang. Ketua KPUD DKI, Juri Ardiantoro, menjelaskan, berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harta Fauzi per 31 Mei 2006 tercatat sebanyak Rp 38,34 miliar dan 150 ribu dolar AS.
Sementara, harta Adang per 31 Januari 2007 tercatat sebanyak Rp 17,39 miliar dan 42.592 dolar AS. Pasangan Fauzi, Prijanto, per 6 Juni 2007 tercatat memiliki kekayaan Rp 4,49 miliar. Sedangkan pasangan Adang, Dani --yang sehari-hari menjadi anggota DPRD DKI-- per 7 Juni 2007 mempunyai Rp 2,99 miliar.
''Harta pribadi itu berbeda dengan dana kampanye. KPUD harus menerima laporan dana kampanye paling lambat sehari sebelum kampanye dimulai,'' kata Juri saat memberi keterangan pers, kemarin malam. Berdasarkan pemeriksaan berkas pencalonan, dua pasang cagub-cawagub itu memenuhi persyaratan dukungan suara. Pasangan Adang-Dani memenuhi ketentuan dengan bukti dukungan 18 kursi di DPRD atau 24 persen suara.
Sedangkan Fauzi-Prijanto mendapat dukungan 72,37 persen kursi dari 19 partai politik (parpol). Namun, kata Juri, masih ada berkas administrasi yang harus dilengkapi seluruh calon, kecuali Fauzi. Baik Adang maupun Dani, belum melampirkan surat pernyataan bersedia diumumkan harta kekayaan pribadinya. ''Mungkin terselip,'' kata Juri.
Adapun Prijanto belum menyerahkan surat keterangan tempat tinggal yang ditandatangani lurah. Namun, tegas dia, kekurangan tiga calon itu mudah dipenuhi. ''KPUD tidak melihat ada masalah berarti dalam pemenuhan berkas perkara itu.''
Calon yang diminta melengkapi berkasnya diberi waktu hingga 21 Juni 2007. Mengenai hasil tes kesehatan, rekomendasi tim pemeriksa kesehatan menyatakan, tidak ditemukan disability kesehatan jasmani dan rohani. ''Seluruh pasangan memenuhi syarat kesehatan untuk melakukan tugas sebagai kepala daerah.''
Juri menambahkan, PKB tidak dapat menjadi salah satu parpol pendukung Fauzi. Hingga pendaftaran calon ditutup pada Kamis (7/6) pukul 24.00 WIB, PKB belum melengkapi persyaratan administrasi dukungan terhadap Fauzi. ''Tidak ada susulan,'' katanya. Ketua Bapilu DPW PKB DKI Jakarta, Andi Subiakto, mengaku tahu diberi batas waktu hingga 21 Juni untuk memenuhi kelengkapan. ''Tapi, ya sudah, tidak usah ikut pilkada.''
Ketua Dewan Tanfidz DPW PKB DKI Jakarta, Nursyahbani Kantjasungkana, bersikap pasrah bila nama PKB dicoret KPUD. Dia berharap, KPU memberi kesempatan untuk melengkapi berkas. ind

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Widjanarko Tersangka Kasus Ekspor Beras

REPUBLIKA - Jumat, 15 Juni 2007

JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) kembali menetapkan mantan dirut Perum Bulog, Widjanarko Puspoyo, sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini merupakan kali ketiga bagi Widjanarko, setelah kasus dugaan korupsi impor fiktif sapi dan kasus gratifikasi pengadaan komoditas Bulog.
''Tersangkanya adalah Pak Widjanarko Puspoyo, yang lain nanti berkembang,'' ujar Direktur Penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus), M Salim, Kamis (14/6). Menurut Salim, penetapan Widjanarko sebagai tersangka menyusul keputusan tim jaksa yang meningkatkan status kasus ekspor beras ke Afrika itu dari penyelidikan ke penyidikan. Mulai Senin (18/6), tim jaksa akan memulai penyidikan dengan memeriksa beberapa pejabat aktif Bulog.
Sedikitnya empat pejabat Bulog telah dikirimi surat panggilan. Salim memastikan, Widjanarko telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian negara. Sekretaris JAM Pidsus, Kemas Yahya, menambahkan, kerugian negara yang timbul dalam kasus ini karena Bulog menjual beras di luar negeri dengan harga lebih rendah dibanding harga di luar negeri. Berapa potensi kerugian negara, menurut Kemas, angka pastinya masih dihitung oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). ''Kejaksaan memperkirakan jumlah kerugian mencapai puluhan miliar rupiah.''
Kasus ini terjadi sekitar 2004. Menurut Kapuspenkum Kejakgung, Salman Maryadi, saat itu Bulog di bawah pimpinan Widjanarko mengekspor beras ke wilayah Afrika atas pesanan perusahaan Swiss, Ascot Commodity NV. Jumlah beras yang diekspor mencapai 50 ribu metrik ton. Mengenai pejabat aktif Bulog yang bakal diperiksa mulai pekan depan, Salman memberikan tiga inisial. Mereka adalah BB (direktur operasional), SA (direktur keuangan), dan HP (staf). Kasus ketiga ini akan dilimpahkan ke pengadilan, bersamaan dengan dua kasus yang menjerat Widjanarko sebelumnya.
Kuasa hukum Widjanarko, Bonaran Situmeang, mengaku belum menerima informasi bahwa kliennya telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Bonaran akan segera mempelajari berkas kasus ekspor beras itu untuk mengetahui seberapa jauh keterlibatan kliennya. ''Saya yakin dalam menetapkan suatu kebijakan di Bulog, Pak Widjanarko tidak sendiri,'' kata Bonaran. dri

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Jaringan Abu Dujana Terus Dilacak

REPUBLIKA - Jumat, 15 Juni 2007

Penangkapan Abu Dujana dianggap operasi intelijen yang memalukan.

BANDUNG -- Kapolri, Jenderal Pol Sutanto, mengatakan pihaknya terus mengembangkan kasus terorisme, menyusul penangkapan delapan orang yang diduga teroris, termasuk Abu Dujana. ''Anggota jaringannya masih terus dilacak, karena kegiatan terorisme tidak mengenal batas wilayah,'' katanya, usai menutup Pendidikan Reguler Sespim Polri Dikreg 44 dan Sespati Angkatan XII di Sespim Polri Bandung, kemarin (14/6).
Abu Dujana alias Yusron Mahmudi, hingga kini belum dibawa ke Jakarta. Menurut Kapolri, dia masih diperiksa dan dikorek keterangannya di suatu tempat. Penyisiran sejumlah tempat yang diduga menjadi sarang teroris di beberapa wilayah Jateng maupun Jabar bagian selatan terus berlanjut. Dalam kesempatan yang sama, Kadiv Humas Mabes Polri, Sisno Adiwinoto, mengungkap, sejumlah dokumen terkait aktivitas dan rencana aksi teror di berbagai tempat juga ditemukan bersamaan dengan penangkapan Abu Dujana. Namun, Sisno tak merinci daerah mana saja yang bakal menjadi sasaran aksi teror mereka.
Sementara, keberhasilan Polri membekuk tersangka berbagai aksi teror, Abu Dujana, dipuji Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin. Terorisme harus diberantas karena termasuk dalam kejahatan kemanusiaan yang besar. Namun, Din mengingatkan agar langkah Polri memberantas terorisme dilakukan secara seksama dan jangan menyinggung simbol keagamaan. ''Bila itu terjadi, dapat mengirimkan pesan buruk dan menimbulkan reaksi yang tidak perlu dari umat beragama,'' tegas Din, Kamis (14/6).
Sangat penting bagi kepolisian, kata Din, memperhatikan hak asasi manusia (HAM) dalam melakukan penangkapan atau tindakan lainnya terhadap para pelanggar hukum. Sikap dasar Muhammadiyah yang layak dipakai pihak lain adalah tidak mengaitkan aksi terorisme dengan Islam. Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, meminta seluruh tindakan Polri tetap mengacu pada prosedur yang diatur UU, baik terkait pemberantasan terorisme ataupun tidak. Ini karena tindakan Polri bukan bertujuan menghadirkan teror baru. ''Polri harus tetap mengedepankan aspek hukum dan HAM. Jangan sampai melakukan tindakan yang melanggar HAM,'' katanya.
Selain itu, keterlambatan Polri mengklarifikasi Yusron sebagai Abu Dujana ke publik menjadi bukti jeleknya koordinasi antara Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN). Ironisnya justru Menlu Australia, Alexander Downer, yang mengungkap fakta itu lebih dulu. ''Sangat disayangkan informasi tertangkapnya Abu Dujana malah diumumkan negara lain. Ini tentu sesuatu yang menyedihkan. Untuk hal seserius ini tak ada koordinasi antara Polri dan BIN, sehingga di dalam negeri simpang siur.''
Mantan kepala Bakin, AC Manullang, menilai, penangkapan Abu Dujana adalah operasi intelijen yang memalukan. Jika Polri memiliki informasi intelijen yang akurat, sejak awal mestinya mereka sudah tahu bahwa Yusron adalah teroris yang paling diburu. Manullang juga minta Polri tidak mudah membuka informasi intelijen ke publik karena dampaknya banyak orang yang ketakutan. ''Yang enak Amerika kerena berhasil mengidentikkan teroris dengan Islam.'' eye/dri/ant

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Bekas 'Sarang Teroris' Jadi Sarang Nyamuk

REPUBLIKA - Jumat, 15 Juni 2007

Tanggal 9 November 2005 lalu terjadi peristiwa penting di rumah tipe 36 di Blok A1 No 7, Jl Simpang Raya Flamboyan, Kota Batu, Jatim. Rumah tersebut menjadi sasaran peluru tajam para sniper Polri yang melakukan penggerebekan secara besar-besaran karena rumah tersebut dihuni kelompok teroris, Azhari dan kawan-kawan.
Semua televisi, saat itu merekam kejadian yang berlangsung di rumah milik pensiunan Kantor Perpajakan Surabaya, Soepomo, warga Surabaya itu. Kini, setelah lebih dari 20 bulan sejak peristiwa itu terjadi, rumah kontrakan tersebut hanya menjadi sarang nyamuk. Kondisi rumah yang ada di kawasan perumahan mantan pejabat PT Wastra Indah itu rusak berat.
Kerusakan akibat peluru tajam dan ledakan beberapa bom rakitan saat buronan internasional itu digerebek masih terlihat asli seperti apa adanya. Hanya, bedanya sekarang, seluruh atap rumah sudah dibongkar, sehingga rumah itu benar-benar menjadi beratapkan langit. Tidak ada lagi genteng. Tembok rumah yang memiliki tiga kamar, satu kamar mandi, dan satu dapur itu banyak yang terkelupas. Yang tersisa, justru bolong-bolong bekas tembakan. Setidaknya terdapat sekitar 46 lubang bekas peluru di dinding-dinding kamar dan pagar rumah yang dihuni Azhari dan kelompoknya selama empat bulan itu.
Pintu rumah dan kamarnya pun sudah tidak ada lagi. Bahkan, kusen jendelanya juga dibiarkan melompong. Kusen jendela dan pintu yang posisinya di depan rumah pun disandarkan di tembok samping kanan dalam pagar di depan rumah bercat putih itu. Yang terlihat agak utuh adalah balkon teras rumah depan. Empat tiang yang menjadi penyangga balkon itu masih berdiri dengan kokoh, kendati ada dua tiang yang rusak parah dan urat kawatnya terlihat karena peluru tajam.
Sementara, pagar rumah yang hanya terbuka cukup untuk satu orang masuk, menjadi rambatan tanaman pare. Rumput-rumput liar juga banyak tumbuh di halaman rumah tersebut. Begitu juga di dalam rumah. Banyak rumput liar yang tumbuh dengan subur. Tiga kamar dan kamar mandinya juga ditumbuhi rumput-rumput liar. Banyak asbes dan genteng yang berserakan menutupi toilet berukuran 2 X 1,5 meter persegi itu.
Begitu juga dapurnya. Asbes yang menutupi atap dapur itu terlihat berserakan. Sedangkan di belakang rumah, di samping kanan dapur terhampar halaman berukuran seluas 8 X 6 meter persegi . Rumput liar berketinggian sekitar satu meter tumbuh dengan subur di area tersebut. Kendati rumah tersebut menyimpan sejarah penting, tapi kini kondisinya dibiarkan terbengkalai. Warga di sekitarnya tidak terlalu peduli dan risau.
Mereka justru mengaku merasa biasa-biasa saja dengan kondisi tersebut. ''Yang punya, Pak Soepomo memang sempat melihat ke sini beberapa kali setelah penggerebekan Azhari dan kelompoknya itu. Saya juga sempat tanya, bagaimana selanjutnya. Malah, Pak Pomo bilang, ya tidak tahulah,'' kata Yatik Salamon yang rumahnya tepat berada di depan rumah kontrakan tersebut.
Mendapat jawaban seperti itu, nenek dari Kevin yang sempat menjadi teman bermain Arman, Budi, serta Yayak Antoni alias Kholili ini, tidak merasa risau. Dia mengaku santai dan biasa-biasa saja. ''Ya, mau dibagaimanakan lagi. Pemkot Batu juga tidak mau membeli. Sehingga, kondisinya terbengkalai seperti itu,'' ungkap wanita berkerudung yang sempat dijadikan saksi dalam persidangan kasus terorisme di Denpasar, Bali.
Yatik lantas bernostalgia tentang komplotan Azhari selama menghuni rumah di Blok A1 No 7 itu. Menurut dia, di rumah tersebut memang hanya terlihat tiga orang penghuni. Di antara tiga orang yang dikenal adalah Arman, Tedi, dan Kholili. Awalnya, dia mengaku berkenalan dengan Kholili di depan rumahnya. Saat itu, dia sedang bersih-bersih taman rumahnya. Kepada Yatik, Kholili itu mengaku kuliah di salah satu perguruan tinggi di Malang. Ketika ditanya, kenapa kontrak di tempat yang jauh dari kampusnya, Kholili menjawab dia sedang menyusun skripsi.
Setelah berkenalan dengan Kholili, Yatik dikenalkan dengan Tedi dan Arman. Selanjutnya Arman sering mengajak main Kevin. Bahkan, Kevin sering diajak berjalan-jalan dengan sepeda motor. Karena bersikap baik terhadapnya, penghuni rumah kontrakan tersebut setiap hari diperbolehkan mengambil air di rumahnya. Bahkan, selama Ramadhan, hampir setiap hari Yatik memberikan makanan berupa kolak atau sayuran dan lauk pauk kepada mereka. Yatik menambahkan saat dia mengantar makanan, pintu rumah kontrakan tersebut selalu tertutup. Namun, saat itu dia tidak menaruh curiga karena para penghuninya kerap shalat tarawih di mushala setempat bersama warga.
Kedekatan tersebut kemudian membuat Yatik dijadikan sebagai saksi dalam persidangan kasus pengeboman yang digelar di Denpasar, Bali. ''Selama di persidangan, saya lihat Kholili. Dia menyembah-nyembah minta maaf sama saya,'' kata Yatik. Dia juga mengungkapkan dirinya sempat meminta para penghuni kontrakan tersebut melapor ketua RT setempat dengan membawa KTP. Tapi, hingga penggerebekan terjadi, mereka tidak melapor ketua RT setempat.
Karena itu, Pemkot Batu kini membuat perda wajib lapor bagi pendatang ataupun para tamu yang bermalam di Kota Batu. ''Mereka yang bermalam wajib lapor dan menunjukkan KTP. Jika tidak, akan kena sanksi,'' ujar Wali Kota Batu, HM Imam Kabul. Dia menjelaskan perda wajib lapor itu merupakan gagasan dari Kapolres Batu, AKBP Juasih. ''Usulan gagasan itu saya kira sangat baik. Kita tidak mau lagi kecolongan seperti kasus Azhari yang bersembunyi di kota ini,'' tutur dia. aji

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Tiga Menteri Marahi Lapindo

REPUBLIKA - Jumat, 15 Juni 2007 8:21:00

SURABAYA -- Rapat Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Kamis (14/6), berlangsung agak panas. Tiga menteri memarahi pejabat PT Lapindo Brantas agar tidak terlambat membayar uang muka ganti rugi 20 persen kepada warga Perum TAS dan tiga desa yang menjadi korban luapan lumpur panas.
Tiga anggota Kabinet Indonesia Bersatu itu adalah Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) Purnomo Yusgiantoro. Ikut hadir dalam rapat itu, General Manajer PT Lapindo Brantas, Imam Agustino, dan General Manager Wilayah Jatim PT Lapindo Brantas, Rawindra.
Para menteri minta Lapindo agar begitu selesai verifikasi, uang muka segera dibayarkan. ''Kami agak marah sedikit sama Lapindo. 'Hai kau bayar itu 20 persen, jangan lama-lama'!,'' ungkap Bachtiar Chamsyah, dalam jumpa pers usai rapat tersebut, di Kantor BPLS, Jalan Gayung Kebonsari, Surabaya, Jawa Timur.
Bachtiar mengemukakan hal itu didampingi Gubernur Jatim, Imam Utomo dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Djoyowinoto. Peserta rapat lainnya adalah Vice President PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), Andi Darussalam; Kapolda Jatim, Irjen Herman Surjadi Sumawiredja; Pangdam V/Brawijaya, Mayjen TNI Syamsul Mapparepa; dan Kepala BPLS, Soenarso. Bachtiar mengatakan, apapun keputusannya, pada 2007 proses ganti rugi harus selesai. Sedangkan pembayaran 20 persen kalau bisa sebelum habis tahun 2007.
''Pemerintah hanya membuat Perpres, semua orang harus mematuhi. Itu yang harus dikerjakan, sekarang kita rapat karena pembayaran tersendat-sendat. Kesimpulannya verifikasi selesai harus dibayar,'' katanya. Dalam rapat tersebut, menurut Bachtiar, PT MLJ -- sebagai juru bayar ganti rugi -- sudah bersedia untuk melakukan pembayaran. ''Yang penting verifikasi selesai, harus langsung bayar,'' tegasnya.
Kekesalan korbanSejak 26 Maret lalu, PT MLJ melakukan proses ganti rugi cash and carry 20 persen pada warga korban lumpur yang masuk dalam peta terdampak. Selama ini, pembayaran dilakukan dua hari dalam seminggu, yakni setiap Rabu dan Jumat.
Transaksi pertama dilakukan PT MLJ pada 26 Maret lalu. Terakhir, dilakukan pada Rabu (13/6) lalu, sebagai pembayaran kesebelas kalinya. Sehingga, total yang sudah dibayarkan mencapai Rp 72 miliar. Warga korban lumpur Lapindo yang belum mendapat giliran pembayaran ganti rugi 20 persen, minta PT MLJ membuka kas setiap hari kerja, yakni Senin hingga Jumat. Sebab, jika hanya setiap Rabu dan Jumat, proses ganti rugi jadi lambat dan antrean semakin panjang.
''Para korban yang sudah memenuhi syarat saja belum dibayar. Jika sistem pembayaran masih seperti itu, bagaimana dengan nasib kita yang belum mendapat giliran pembayaran ganti rugi?'' kata Syaifuddin, warga Desa Ketapangkeres, Tanggulangin, Sidoarjo. Belum lagi, menurut dia, selama ini PT MLJ selalu beralasan persyaratan yang harus dipenuhi oleh warga masih kurang. Sementara bagi warga yang memiliki lahan berstatus letter C dan petok D, semakin tidak ada kejelasan pembayaran ganti rugi atas aset mereka.
Karena itu, warga korban lumpur dari empat desa ,yakni Siring, Jatirejo, Kedungbendo, dan Renokenongo, mengaku sudah tidak bisa menahan kesabaran. ''Lapindo Brantas tetap tidak mau membayar ganti rugi. Malahan surat-surat yang sudah selesai proses verifikasi dari BPLS dianggap tidak berlaku,'' kata seorang warga korban lumpur, Djoko Suprastowo. Jika sikap PT MLJ terus seperti itu, mereka mengancam kembali berunjuk rasa ke Istana Negara, Jakarta. ''Ini bukti bahwa Lapindo Brantas Inc tidak punya niat baik atas warga yang terdampak. Saya tidak mau mencegah lagi apabila gejolak warga akan muncul lagi,'' tandas Djoko. zam/ant/tok

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

DPD Minta IPDN Dibubarkan

KOMPAS - Jumat, 15 Juni 2007

Akhir Juni atau Awal Juli Ini Presiden Yudhoyono akan Ambil Putusan

Jakarta, Kompas - Dewan Perwakilan Daerah atau DPD menilai, Institut Pemerintahan Dalam Negeri atau IPDN, dengan sistem saat ini, tidak layak dipertahankan. Tetapi, praja yang ada saat ini tetap harus diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan di kampus IPDN, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Menurut penilaian DPD, keberadaan IPDN saat ini bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Karena itu, secara filosofis, sosiologis, dan yuridis, keberadaan pendidikan kedinasan di IPDN perlu dikaji ulang mendalam.
Sikap DPD itu termuat dalam hasil pengawasan yang kemudian disetujui dalam sidang paripurna DPD, yang dipimpin Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita (Jawa Barat), Kamis (14/6) di Jakarta. Pendapat akhir hasil pengawasan pelaksanaan UU No. 20/2003 itu dilaporkan dalam rapat paripurna oleh Wakil Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) III DPD Faisal Mahmud (Sulawesi Tengah).
Tak layak dipertahankan
Sebelumnya, Tim Khusus PAH I dan PAH III DPD melakukan kunjungan kerja ke kampus IPDN di Jatinangor, Sumedang. Anggota DPD, yang mewakili daerah, juga melakukan rapat dengar pendapat umum, antara lain dengan pengajar IPDN yang seringkali membuka persoalan di kampus itu, Inu Kencana Syafi'i. Praja IPDN sebagian besar adalah utusan daerah.
PAH III DPD juga menyimpulkan, penyelesaian persoalan IPDN tidak terletak pada dibubarkan, dipertahankan, atau dikembalikannya lembaga pendidikan itu ke format awal berupa Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN). Keberadaan IPDN tidak layak dipertahankan, karena bertentangan dengan UU No. 20/2003, antara lain karena pendidikan kedinasan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana.
Dengan IPDN tidak layak dipertahankan, pemerintah harus mempersiapkan pola pendidikan kedinasan yang berbentuk pendidikan profesi untuk membekali pegawai negeri sipil (PNS) dan calon PNS dalam pengetahuan dan keahliannya di bidang pemerintahan. "Jadi, diperlukan solusi yang tetap tunduk pada perundang-undangan yang ada tanpa harus mengorbankan kondisi yang telah ada," sebut Faisal.
Sementara, terkait dengan tewasnya praja IPDN Cliff Muntu, DPD mengapresiasi penegakan hukum yang saat ini dijalankan aparat penegak hukum. DPD juga berharap agar kasus itu segera dibawa ke pengadilan. Sementara dugaan kekerasan atau pelanggaran hukum lainnya di kampus IPDN tetap harus diusut sampai tuntas.
Keputusan Presiden
Secara terpisah di Kantor Presiden, Kamis, Ketua Tim Evaluasi IPDN Ryaas Rasyid menjelaskan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengambil keputusan akhir soal pembenahan IPDN pada akhir Juni ini atau paling lambat awal Juli 2007. Dalam dua hari, Tim Evaluasi IPDN diminta membuat bahan dasar hingga penganggaran untuk dijadikan dasar bagi Presiden dalam mengambil keputusan itu.
"Presiden tak spesifik memilih opsi satu, dua, atau tiga. Presiden minta kombinasi dan ada beberapa modifikasi dari tiga opsi yang sebelumnya pernah disampaikan tim. Saya ditugasi dalam dua hari menyiapkan bahan dasar sampai penjadwalan, penganggaran, hingga aksi tindak dalam rangka pengambilan keputusan itu," ujar Ryaas.
Dalam laporan pada Presiden Yudhoyono, Mei lalu, Tim yang dipimpin Ryaas memang memberikan tiga opsi, terkait nasib IPDN. Opsi pertama, meneruskan sekolah pamong praja di Jatinangor itu dengan sistem yang berubah sama sekali, dan bukan lagi kedinasan. Nama IPDN juga diubah.
Kedua, membangun APDN di lima wilayah untuk mengakomodasi 33 provinsi, yakni di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia bagian timur. Opsi ketiga, dilakukan pendidikan kedinasan murni sesuai UU Sistem Pendidikan Nasional, yaitu hanya menerima lulusan sarjana atau strata satu (S-1) untuk pendidikan keahlian pemerintahan, tanpa gelar, di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta (Kompas, 25/5).
Menurut Ryaas, dalam keputusana akhir nanti Presiden ingin ada pembenahan komprehensif mengenai pola dan sistem pendidikan untuk kepemimpinan pemerintahan di Indonesia, berdasarkan tantangan yang dihadapi di masa mendatang. "Ini tak hanya menyelesaikan IPDN, tetapi juga menuntaskan pembangunan sistem pendidikan bagi kepemimpinan kepemerintahan dalam janga panjang," ujarnya.
Untuk IPDN, Ryaas merekomendasikan yang akan ditempuh, adalah opsi pertama, yaitu tetap meneruskan lembaga pendidikan kepamong-prajaan dengan perubahan sistem, evaluasi kurukulum, perbaikan rekrutmen, dosen ditata ulang, dan bagian pendidikan fisik dihilangkan. "Dengan dijalankannya sistem yang kami rekomendasikan, saya jamin tak ada lagi kekerasan di IPDN," jelas mantan Menteri Negara Otonomi Daerah itu.
Tak perlu dibubarkan
Sementara itu, dalam seminar di Semarang, Jawa Tengah, Kamis, mantan Rektor Universitas Diponegoro Eko Budihardjo menyarankan, sistem pengasuhan di IPDN harus diperbaiki, karena menjadi salah satu akar kekerasan di kampus itu. Tetapi, IPDN jangan dibubarkan, karena masih dibutuhkan dan merupakan bentuk Indonesia mini.
Eko, yang juga menjadi anggota Tim Evaluasi IPDN, mengatakan, jumlah praja tiap tahun di IPDN lebih besar daripada jumlah ideal. Dia mencontohkan, idealnya 500 praja, tetapi kenyataan yang diterima 750 praja. “Selain itu, rasio antara pengasuh dengan praja juga tak seimbang. Kini mencapai satu berbanding 47," ujarnya.
Alumni IPDN tahun 1999 Aulia Putra menambahkan, pengasuhan di kampus itu juga tidak melekat selama 24 jam. Ini secara tidak langsung menyebabkan kesenjangan antara senior dan junior.
“IPDN tetap diperlukan, sebab menjadi Indonesia mini, perwakilan dari semua daerah ada. Tak ada lembaga pendidikan lain yang seperti ini. Karena itu, jangan IPDN dibubarkan," ujar dia.
Mantan Ketua MPR Amien Rais, yang menjadi pembicara dalam seminar itu, juga mengingatkan, kasus yang terjadi di IPDN merupakan bagian kecil saja dari kekerasan yang ada pada sebuah bangsa. Padahal, perbedaan pandangan harus dihormati, jangan justru berujung pada kekerasan. Sipil yang meniru cara militer kadang lebih militer dari militer itu sendiri. (dik/inu/ab1)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

jaringan terorisme: Polri Temukan Dokumen Rencana Peledakan Bom

KOMPAS - Jumat, 15 Juni 2007

Bandung, Kompas - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Sutanto menyatakan, polisi menemukan bukti atau dokumen tentang rencana pengeboman di sejumlah tempat. Akan tetapi, Sutanto tidak bersedia mengungkap lebih jauh tempat atau wilayah yang menjadi sasaran kelompok teroris itu.
Ia hanya mengimbau agar warga tetap waspada meski sejumlah orang telah ditangkap.
Pernyataan itu disampaikan Sutanto setelah mengikuti upacara penutupan pendidikan Sekolah staf pimpinan (Sespim) Polri Reguler ke 12 dan Sespim reguler ke 44 Tahun Pelajaran 2007 di Lembang, Bandung, Kamis (14/6).
Ihwal adanya rencana pengeboman itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sisno Adiwinoto menyatakan didasarkan pada barang bukti dan keterangan saksi. "Daerah dan tempat apa saja yang menjadi fokus masih menjadi konsumsi penyidik. Namun, kita sendiri tidak akan lantas percaya, karena itu kami masih akan uji kebenarannya melalui dokumen lain atau keterangan saksi ahli. Kalau ada hasilnya pasti kami akan buka," kata Sisno.
Adanya rencana teror bom itu, menurut Sisno, menunjukkan adanya sekelompok orang yang mempunyai pemahaman keliru mengenai jihad. Untuk itu, semua pihak harus mengupayakan agar mereka yang berada pada paham yang salah itu bisa kembali ke kehidupan yang benar.
Sisno juga menegaskan bahwa polisi masih terus mengembangkan kasus terorisme itu dengan menyusuri jaringannya, baik jaringan yang sudah dikenali sebelumnya maupun jaringan baru. "Bagi jaringan yang namanya sudah terdata bisa langsung ditangkap. Sedangkan yang berpotensi, masih diikuti kegiatannya," katanya.
Tentang daerah yang menjadi fokus pengejaran, Sisno menyatakan tidak terpusat di suatu daerah.
Sedangkan berkait dengan banyaknya pihak yang memertanyakan proses penangkapan orang-orang yang diduga terkait jaringan terorisme, Sutanto menyatakan, semuanya sudah sesuai ketentuan. Ia juga minta supaya persoalan itu tidak dibesar-besarkan.
Di tempat terpisah, Panglima Kodam III/Siliwangi Mayor Jenderal George Toisutta meminta masyarakat Jawa Barat tetap waspada untuk mengantisipasi kemungkinan adanya jaringan teroris yang bersembunyi atau akan bergerak ke Jawa Barat.
Penanganan terorisme sekarang memang menjadi domain polisi, akan tetapi TNI tetap siap memberi bantuan. Ia menyebut penjagaan perbatasan yang saat ini masih kurang.
Hanya saja, karena saat ini masih dalam kondisi tertib sipil, maka imbauan harus datang dari gubernur.
Kembali digeledah
Di Banyumas, kemarin polisi kembali menggeledah rumah Yusron alias Abu Dujana, di Desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen. Penggeledahan selama satu jam itu dilakukan atas permintaan warga yang khawatir akan adanya bom di rumah tersebut.
"Pada saat Yusron ditangkap, memang ada warga yang melihat, ada polisi yang menggeledah rumah Yusron. Tapi karena penggeledahan itu berjalan cukup singkat, warga itu pun tak mengetahui, apa yang diperoleh aparat kepolisian itu dari dalam rumah Yusron," kata Sekretaris Desa Kebarongan Mukhanif (40).
Tidak diperoleh keterangan tentang hasil penggeledahan kemarin. Semua petugas yang melakukan penggeledahan tidak bersedia memberi keterangan sampai penggeledahan selesai pukl 17.00.
Ada satu kotak kardus yang dikeluarkan dari dalam rumah Yusron, tetapi apa isinya sama sekali tidak diketahui.
Masih wajar
Berkait dengan penangkapan sejumlah orang, termasuk Abu Dujana, yang diduga terkait jaringan terorisme, Ketua Umum Pengurus Besar NU KH Hasyim Muzadi dan Ketua al-Maun Institute Moeslim Abdurrahman, Rabu, menilai, penanganannya masih wajar. Hasyim bahkan berpendapat bahwa teroris harus dibasmi karena di Indonesia tidak ada perang fisik.
Hal ini dikemukakan Hasyim dan Moeslim seusai memberi materi dalam Seminar Nasional tentang Hizbullah di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, Rabu.
“Setiap teroris harus dihentikan karena untuk Indonesia (teroris) tidak proporsional. Di Indonesia ini tidak ada perang kok, kenapa harus ada teroris. Jadi, sudah benar kalau teroris itu harus dihentikan," kata Hasyim.
Terkait dengan adanya pemeriksaan beberapa pesantren, Hasyim mengatakan bahwa itu bukan mencurigai pesantren sebagai basis teroris. Namun, lebih pada pencegahan agar teroris tidak menyusup ke pesantren.
Hasyim juga menegaskan bahwa tidak ada intervensi Amerika maupun Barat dalam penanganan teroris di Indonesia. Ia juga menyadari keberagaman suku dan agama di Indonesia, sangat rawan disusupi teroris. (che/bay/inu/eki/mdn/nts)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Kebijakan Ekonomi: Birokrasi Bisa Menghambat Implementasi

KOMPAS - Jumat, 15 Juni 2007

Jakarta, Kompas - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Boediono mengakui bahwa tidak semua implementasi dari paket tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah akan memenuhi target waktu yang ditetapkan. Penyebabnya adalah panjangnya birokrasi yang harus ditempuh.
"Pada paket-paket sebelumnya, sebenarnya banyak target yang selesai. Hanya beberapa, seperti Undang-Undang Perburuhan, kan sulit itu. Undang-Undang Pajak, meski pembahasannya mundur, selesai juga. Undang-Undang Penanaman Modal juga mundur sedikit," katanya.
Hal-hal itu, menurut Boediono, di luar prediksi pemerintah. Sebab, dalam menyelesaikan undang-undang tersebut, pemerintah harus bersama-sama dengan DPR. "Jadi, barangkali (paket) yang baru ini bisa saja mundur. Karena itu (pembahasan dengan DPR) kan fakta dan realitas di dalam pelaksanaan kebijakan," kata Boediono.
Meskipun demikian, Boediono menegaskan, pemerintah akan tetap konsisten dalam mengimplementasikan paket ini tahap demi tahap.
Menanggapi berbagai kritik di media massa terkait paket kebijakan baru tersebut, Boediono menilai itu sesuatu yang bagus. "Kita perbaiki apa yang perlu diperbaiki," ujarnya.
Penyerapan rendah
Mengenai penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sampai Mei baru Rp 26,78 triliun atau 18 persen dari target APBN 2007 sebesar Rp 148,77 triliun, Boediono mengatakan tetap optimistis belanja tahun ini akan lebih baik dari tahun lalu. "Kita lihat saja, ya, penyerapan sampai tengah semester. Itu kan (berarti) Juni. Angkanya baru bisa kita ketahui seminggu setelah tutup buku di bulan Juni. Kita sudah targetkan penyerapan tahun ini lebih baik dari tahun lalu," katanya.
Menurut Boediono, irama penyerapan setiap triwulan memang demikian adanya. "Saya kok optimistis target belanja lebih baik dari tahun lalu. Ini berdasarkan intuisi saya," katanya.
Dari sisi penerimaan pajak, menurut data Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan, sampai dengan 31 Mei 2007 totalnya telah mencapai Rp 170,97 triliun dari target tahun 2007 sebesar Rp 509,097 triliun. (TAV)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Kehidupan: Hidup Mengalir seperti Air Bengawan Solo

KOMPAS - Jumat, 15 Juni 2007

Pascal S Bin Saju dan Subur Tjahjono

Hidup Dirman (54) mengalir seperti air Bengawan Solo. Tanpa terasa, setelah 28 tahun bekerja sebagai operator perahu penyeberangan Bengawan Solo, ia akan pensiun pada 28 Februari 2008 dari status pegawai negeri Dinas Perhubungan Kabupaten Ngawi, Jatim.
>is 5020m,Perahu yang sudah kusam berukuran 12 meter x 2,1 meter itu menjadi alat transportasi vital yang menghubungkan Desa Sidolaju menuju jalan besar ke Ngawi melalui Desa Kerjo, Kecamatan Widodaren.
Armada penyeberangan itu digerakkan secara manual, yakni dengan cara kedua tangan Dirman menancapkan sebatang bambu ke dasar sungai.
Akibat begitu lama bekerja sebagai operator, menyeberangi kali 80 meter-100 meter, kulit Dirman yang dulu sawo matang berubah gelap. Selama 28 tahun itu ia berjemur di bawah terik matahari, terkadang mendung, hujan gerimis, dan bahkan saat hujan lebat hingga banjir sekalipun, karena perahu itu tanpa pelindung.
Dirman juga mempunyai pekerjaan ekstra, yakni membantu jika ada penumpang yang terpeleset dan jatuh ke sungai.
Sebenarnya ada 27 perahu penyeberangan dengan berbagai tipe di Bengawan Solo sejak selepas Waduk Gajah Mungkur hingga Ngawi. Baik perahu yang menggunakan tambang maupun yang digerakkan dengan cara didorongkan seperti dilakukan Dirman. Namun, sepanjang Tim Ekspedisi melintasi Bengawan Solo, dia salah satu di antara dua operator perahu yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS).
Umumnya operator adalah "swasta" yang dikerjakan secara swadaya oleh warga. Dalam mengoperasikan perahu milik Dinas Perhubungan Ngawi itu Dirman dibantu PNS lainnya, Sugito (40), dan tiga pegawai kontrak Dishub Ngawi.
Banyak orang yang menggunakan jasanya menilai Dirman sebagai pekerja keras dan setia pada pekerjaan. "Kami merasa dibantu Pak Dirman dan rekan-rekannya. Andaikata mereka tidak bersedia mengoperasikan perahu, warga repot bepergian," kata Artanti (25), pegawai SMU I Ngrambe, Ngawi.
Dirman yang juga warga Desa Sidolaju itu bercerita, dia hanya lulus sekolah dasar. Awal menjadi PNS dia ditempatkan di Dinas Pekerjaan Umum Ngawi tahun 1979. "Tapi, oleh pemerintah, saya dipindah ke Dinas Perhubungan pada tahun yang sama," tutur lelaki yang beristrikan Sumini (40) itu.
Sejak itulah Dirman selalu setia mengoperasikan perahu penyeberangan tanpa mesin itu. Kulit wajahnya yang legam terbakar menjadi bukti kesetiaan itu. Ia tidak mengenal jam kerja seperti PNS umumnya karena ia bekerja mulai pukul 05.00 hingga pukul 17.00 setiap hari.
Jika musim kemarau seperti sekarang, Dirman cukup sendirian mengoperasikan perahunya. "Bersenjatakan" batang bambu sepanjang 6 meter, ia mengendalikan laju perahu. Tampak dia tidak terlalu mengalami kesulitan karena air cukup dangkal.
Namun, jika musim hujan, seperti saat survei Ekspedisi Bengawan Solo, April lalu, Dirman tidak bisa sendirian. Arus Bengawan Solo sangat deras, bisa mencapai 30 kilometer per jam. Perlu berdua atau bertiga untuk melawan derasnya arus.
Pemkab Ngawi menargetkan pemasukan Rp 7,8 juta per tahun dari hasil penyeberangan perahu tersebut. Sehari Dirman mendapat Rp 25.000-Rp 30.000. Itu hasil penarikan di luar PNS dan anak sekolah yang gratis menggunakan jasa penyeberangan itu. Di luar PNS dan anak sekolah, penumpang ditarik Rp 400-Rp 500 sekali menyeberang.
Tarif itu berbeda dengan tarif perahu penyeberangan "swasta", misalnya yang dioperasikan Paiman (48) dan Wagiman (48). Mereka mengoperasikan perahu penyeberangan di Desa Sriwedari, Kecamatan Karanganyar, dengan Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Ngawi. Tarif penumpang maupun sepeda motor sama, yakni Rp 1.000. Mereka harus menyetorkan sepertiga perolehan ke kas desa karena perahu milik desa. "Rata-rata kami dapat Rp 60.000 per hari, Rp 20.000 disetor ke desa. Sisanya kami bagi dua," ujar Paiman.
Berbeda dengan Paiman dan Wagiman, untuk mengoperasikan perahu penyeberangan itu, Dirman dengan golongan IIA mendapat gaji PNS Rp 1,5 juta dan beras 50 kilogram per bulan. Ia juga bisa menyekolahkan ketiga anaknya hingga bangku SLTA. Anak sulungnya, Suyono, telah tamat STM Ngawi. Anak keduanya menamatkan SMA PGRI Ngawi, dan anak ketiga, Wahyudi, kini bersekolah di SMA PGRI Ngawi. "Tambahannya sedikit-sedikit dari sawah tadah hujan yang luasnya hanya sekitar 0,5 hektar," ujar Dirman.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Warga Sidoarjo Takut dan Resah

KOMPAS - Jumat, 15 Juni 2007

Banyak Persoalan Tidak Ditangani Semestinya

SIDOARJO, KOMPAS - Adanya pengkajian oleh pemerintah yang menyimpulkan bahwa Sidoarjo akan dikosongkan karena tingginya laju penurunan tanah di sekitar pusat semburan lumpur di Porong, Sidoarjo, membuat warga Sidoarjo resah.
"Pernyataan itu membuat warga takut dan resah. Jika dikosongkan, nanti warga tinggal di mana? Kami pun takut tanah di Sidoarjo akan ambles tiba-tiba," kata Wakil Ketua DPRD Sidoarjo Sumi Harsono, Kamis (14/6).
Ia menanggapi pernyataan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, Rabu di Padang, yang menyebutkan pemerintah sedang mengkaji pengosongan kota Sidoarjo karena tingginya laju penurunan tanah di sekitar semburan lumpur di Porong.
Untuk mengatasi keresahan warga, Harsono mendesak pemerintah menjelaskan kepada masyarakat terkait rencana pengosongan Sidoarjo. Kebijakan mengosongkan Sidoarjo itu harus didasari penelitian akurat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo, ada 1.480.578 orang tinggal di kota ini. Jika laju penurunan tanah amat tinggi, ia mendesak pemerintah membuat sistem peringatan dini untuk mengantisipasi jika tanah ambles cepat dan tiba-tiba.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan anggota Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur di Sidoarjo Purnomo Yusgiantoro, saat mengunjungi pusat semburan lumpur, enggan mengomentari pernyataan Paskah. Ia menyatakan laju penurunan tanah di sekitar pusat semburan diawasi tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Badan Geologi Departemen ESDM.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Badan Geologi Departemen ESDM Surono mengatakan, setelah memantau dengan alat global positioning system, tiltmeter, dan seismik, diketahui penurunan tanah terjadi dalam radius 1-1,5 kilometer dari pusat semburan. Dalam waktu 45 hari, penurunan tanah yang terjadi maksimal 40 sentimeter.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Azwar Anas, Kamis, menyatakan, banyak persoalan yang ditangani tidak sebagaimana mestinya. Salah satunya proses penyelesaian atau ganti rugi tanah. Pemerintah terjebak politik administrasi. Padahal, ketika kantor-kantor pemerintahan lengkap, dokumen itu sulit didapat.
Belum lagi sekitar lima bulan lalu DPR merekomendasikan agar status lumpur Lapindo ditentukan. Dengan demikian, pihak-pihak terkait bisa menentukan sikap. APBN bisa didorong mengambil alih sementara, khususnya masalah infrastruktur. Namun, itu belum dilakukan.
Di tempat terpisah, Vice President PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla meluruskan berita ihwal Bakrie membangun permukiman baru. Dalam berita dituliskan, yang membangun kawasan Sidoarjo Baru (Kahuripan Nirwana Village) adalah PT Wahana Artha Raya, anak perusahaan PT Bakrie Land Development Tbk.
Yang benar, tutur Andi, PT Wahana Artha Raya anak perusahaan PT Minarak Labuan Jaya. Keterlibatan PT Bakrie Land Development dalam proyek itu sebatas bantuan teknis. (APA/BEE)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Libatkan Tim Independen

KOMPAS- Jumat, 15 Juni 2007

Jakarta, Kompas - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau Kontras menyayangkan sikap Tentara Nasional Indonesia yang masih terkesan tertutup dalam pengungkapan insiden Pasuruan. TNI perlu lebih membuka diri, setidaknya dalam kerja sama investigasi, guna menjamin proses hukum yang obyektif.
"Transparan itu tidak cukup kasusnya terbuka untuk warga mengikuti. Melainkan, ada keterlibatan ahli independen. Tim Supervisi TNI harus membuka ruang lebih luas dalam investigasi. Misalnya Polri untuk uji balistik, Tim Forensik untuk identifikasi kematian korban, Komnas HAM dalam pengungkapan fakta. Termasuk, keterlibatan saksi dan korban dalam rekonstruksi," kata Koordinator Kontras Usman Hamid di sela-sela aksi damai korban hak asasi manusia (HAM), Kamis (14/6) sore di depan kompleks Istana Merdeka.
Keterlibatan tim independen di dalam proses penyidikan ini penting, katanya, untuk memastikan ada tidaknya pelanggaran hukum, bahkan HAM, dalam insiden tersebut. Sebab, berdasarkan hasil investigasi Kontras dan keterangan saksi di lokasi kejadian, dugaan terjadi pelanggaran HAM ini demikian kuat.
Sejumlah indikasi itu, ungkap Usman, di antaranya tembakan langsung secara tidak beraturan ke arah warga. Ini dibuktikan melalui pengakuan saksi dan temuan 25 titik tembakan di tubuh korban, dinding rumah, dan dinding masjid yang bentuknya utuh, bukan serpihan. Temuan 30 selongsong peluru juga mengarah ke indikasi itu.
"Berdasarkan keterangan saksi, ketika itu mereka (Marinir) tidak dalam patroli. Mereka tengah berjaga-jaga di area lahan yang disewakan ke Rajawali Nusantara. Fakta lain, kejadian ini seharusnya bisa diantisipasi karena ini juga dipicu peristiwa sehari sebelumnya, yaitu pembongkaran tanaman warga. Kepala desa setempat sempat melapor ke instansi atas dan polisi. Namun, kan, kejadian juga," paparnya.
Barang bukti diserahkan
Di Surabaya, kemarin, Polisi Militer TNI Angkatan Laut Lantamal V Surabaya menyerahkan barang bukti kepada Pusat Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Jawa Timur. Barang-barang bukti itu diserahkan untuk kepentingan uji balistik.
Barang bukti yang diserahkan berupa 10 pucuk senjata laras panjang, dua pucuk senjata laras pendek jenis FN, puluhan butir selongsong peluru yang digunakan sebagai pembanding dengan peluru yang digunakan prajurit Marinir saat insiden, dan beberapa serpihan proyektil yang telah diambil dari tubuh korban, Khoirul Anwar (5) dan Erwanto (20).
"Uji balistik ini salah satunya untuk mencocokkan selongsong peluru dengan serpihan peluru yang digunakan Marinir saat menembak," kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jatim Ajun Komisaris Besar Pudji Astuti.
Dalam sebuah diskusi di Kontras, pengajar ilmu kepolisian di Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, meminta Presiden mencabut Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital. Sebab, dalam praktik di lapangan, landasan hukum ini malah disalahgunakan. (JON/AB8/VIN)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Awas, Periuk Api!

KOMPAS - Jumat, 15 Juni 2007

Salah satu kesimpulan cukup penting yang muncul pada pertemuan ke-20 Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (Mabbim), September 2006 adalah tentang 400.000 kata dan istilah bahasa Melayu yang telah berhasil disepadankan di antara para pengguna bahasa ini di tiga negara serumpun itu. Penyelarasan kata dan istilah itu tentu dapat mempererat hubungan bertetangga. Sedikit-banyak mungkin bisa meredam berbagai gesekan yang belakangan kerap terjadi, mulai dari urusan tenaga kerja, penebangan liar hutan, hingga perkara asap.
Namun, jalan memperbanyak kata dan istilah yang selaras ini agaknya masih panjang. Bila kebetulan sedang berada di Bandar Seri Begawan, sempatkanlah melepas waktu di sekitar ruas Jalan Sultan. Pada ujung jalan di pusat ibu kota itu, yang dekat dengan kantor pelabuhan, berderet sejumlah toko. Nama toko-toko ini mungkin tak berbunyi di telinga sebagian besar kita kendati menggunakan bahasa Melayu: Restoran Rosmawati binti Kamis dan Anak-Anak, Kedai Jam Timur, Restoran Gerak Bersatu, Syarikat Optik Bantu Cerah, Kedai Emas dan Jam Bermutu Tulin, Sharikat Optik Anak Besar, dan Gedung Serbaneka Indah Mewah Sdn Bhd.
Masih banyak lagi contoh yang bisa membuat orang Melayu Indonesia bekernyit kening, atau mungkin tersenyum simpul karena kesan lucu yang muncul saat membaca atau mendengar kata-kata dari bahasa Melayu Malaysia ataupun Brunei. Ambil contoh kata percuma. Bagi Melayu Indonesia pengertian kata ini tentulah ’sesuatu yang sia-sia’ (padanan useless dalam bahasa Inggris). Namun, bagi Melayu Malaysia dan Brunei, ia bermakna ’gratis’ (for free dalam bahasa Inggris). Kata yang digunakan oleh Melayu Indonesia yang sepadan dengan kata percuma dalam bahasa Melayu Malaysia dan Brunei tadi adalah cuma-cuma.
Antara bahasa Melayu Malaysia dan Melayu Brunei sendiri, yang barangkali bagi sebagian orang Indonesia dianggap sama dan sebangun, juga memiliki berbagai perbedaan. Orang Malaysia (juga Indonesia) menyebut anda, orang Melayu Brunei menyebut awda.
Lalu, apa makna periuk api? Dalam khazanah Melayu Brunei, periuk api adalah terjemahan minefield alias ranjau darat. Jika istilah ini berada dalam satu kalimat, maka orang Melayu Indonesia kemungkinan masih berpeluang menerka maknanya. Misalnya pada berita di salah satu harian yang terbit di Bandar Seri Begawan ini: "Satu periuk api berkuasa tinggi meledak di bawah sebuah bas yang padat dengan penumpang dan kanak-kanak sekolah di utara Sri Lanka hari ini, membunuh 64 orang, kata tentera." Namun, bayangkan apa yang akan terjadi bila kita menemukan istilah itu dan kita tak punya tempat bertanya saat melihat papan pengumuman bertuliskan: "Awas, Periuk Api!" Lalu kita melintasi tanah lapang itu dengan melenggang-kangkung.
Tentu tak akan selesai membicarakan berbagai perbedaan kata dan istilah yang menimbulkan ketidakpahaman ini. Yang jauh lebih penting adalah menyadari bahwa kendati ketiga negara disebut sebagai bangsa serumpun, masing-masing memiliki kekhasan bahasa. Di dunia yang batas-batasnya kian melebur ini tentu perlu bagi kita mengenal keberadaan kita satu sama lain supaya terbangun saling pengertian. Upaya Mabbim terus menambah khazanah kesepadanan kata dan istilah di antara ketiga bangsa adalah sebuah langkah penting dalam konteks ini.
ARYA GUNAWAN Pengamat Film

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...