REPUBLIKA - Jumat, 15 Juni 2007
Tanggal 9 November 2005 lalu terjadi peristiwa penting di rumah tipe 36 di Blok A1 No 7, Jl Simpang Raya Flamboyan, Kota Batu, Jatim. Rumah tersebut menjadi sasaran peluru tajam para sniper Polri yang melakukan penggerebekan secara besar-besaran karena rumah tersebut dihuni kelompok teroris, Azhari dan kawan-kawan.
Semua televisi, saat itu merekam kejadian yang berlangsung di rumah milik pensiunan Kantor Perpajakan Surabaya, Soepomo, warga Surabaya itu. Kini, setelah lebih dari 20 bulan sejak peristiwa itu terjadi, rumah kontrakan tersebut hanya menjadi sarang nyamuk. Kondisi rumah yang ada di kawasan perumahan mantan pejabat PT Wastra Indah itu rusak berat.
Kerusakan akibat peluru tajam dan ledakan beberapa bom rakitan saat buronan internasional itu digerebek masih terlihat asli seperti apa adanya. Hanya, bedanya sekarang, seluruh atap rumah sudah dibongkar, sehingga rumah itu benar-benar menjadi beratapkan langit. Tidak ada lagi genteng. Tembok rumah yang memiliki tiga kamar, satu kamar mandi, dan satu dapur itu banyak yang terkelupas. Yang tersisa, justru bolong-bolong bekas tembakan. Setidaknya terdapat sekitar 46 lubang bekas peluru di dinding-dinding kamar dan pagar rumah yang dihuni Azhari dan kelompoknya selama empat bulan itu.
Pintu rumah dan kamarnya pun sudah tidak ada lagi. Bahkan, kusen jendelanya juga dibiarkan melompong. Kusen jendela dan pintu yang posisinya di depan rumah pun disandarkan di tembok samping kanan dalam pagar di depan rumah bercat putih itu. Yang terlihat agak utuh adalah balkon teras rumah depan. Empat tiang yang menjadi penyangga balkon itu masih berdiri dengan kokoh, kendati ada dua tiang yang rusak parah dan urat kawatnya terlihat karena peluru tajam.
Sementara, pagar rumah yang hanya terbuka cukup untuk satu orang masuk, menjadi rambatan tanaman pare. Rumput-rumput liar juga banyak tumbuh di halaman rumah tersebut. Begitu juga di dalam rumah. Banyak rumput liar yang tumbuh dengan subur. Tiga kamar dan kamar mandinya juga ditumbuhi rumput-rumput liar. Banyak asbes dan genteng yang berserakan menutupi toilet berukuran 2 X 1,5 meter persegi itu.
Begitu juga dapurnya. Asbes yang menutupi atap dapur itu terlihat berserakan. Sedangkan di belakang rumah, di samping kanan dapur terhampar halaman berukuran seluas 8 X 6 meter persegi . Rumput liar berketinggian sekitar satu meter tumbuh dengan subur di area tersebut. Kendati rumah tersebut menyimpan sejarah penting, tapi kini kondisinya dibiarkan terbengkalai. Warga di sekitarnya tidak terlalu peduli dan risau.
Mereka justru mengaku merasa biasa-biasa saja dengan kondisi tersebut. ''Yang punya, Pak Soepomo memang sempat melihat ke sini beberapa kali setelah penggerebekan Azhari dan kelompoknya itu. Saya juga sempat tanya, bagaimana selanjutnya. Malah, Pak Pomo bilang, ya tidak tahulah,'' kata Yatik Salamon yang rumahnya tepat berada di depan rumah kontrakan tersebut.
Mendapat jawaban seperti itu, nenek dari Kevin yang sempat menjadi teman bermain Arman, Budi, serta Yayak Antoni alias Kholili ini, tidak merasa risau. Dia mengaku santai dan biasa-biasa saja. ''Ya, mau dibagaimanakan lagi. Pemkot Batu juga tidak mau membeli. Sehingga, kondisinya terbengkalai seperti itu,'' ungkap wanita berkerudung yang sempat dijadikan saksi dalam persidangan kasus terorisme di Denpasar, Bali.
Yatik lantas bernostalgia tentang komplotan Azhari selama menghuni rumah di Blok A1 No 7 itu. Menurut dia, di rumah tersebut memang hanya terlihat tiga orang penghuni. Di antara tiga orang yang dikenal adalah Arman, Tedi, dan Kholili. Awalnya, dia mengaku berkenalan dengan Kholili di depan rumahnya. Saat itu, dia sedang bersih-bersih taman rumahnya. Kepada Yatik, Kholili itu mengaku kuliah di salah satu perguruan tinggi di Malang. Ketika ditanya, kenapa kontrak di tempat yang jauh dari kampusnya, Kholili menjawab dia sedang menyusun skripsi.
Setelah berkenalan dengan Kholili, Yatik dikenalkan dengan Tedi dan Arman. Selanjutnya Arman sering mengajak main Kevin. Bahkan, Kevin sering diajak berjalan-jalan dengan sepeda motor. Karena bersikap baik terhadapnya, penghuni rumah kontrakan tersebut setiap hari diperbolehkan mengambil air di rumahnya. Bahkan, selama Ramadhan, hampir setiap hari Yatik memberikan makanan berupa kolak atau sayuran dan lauk pauk kepada mereka. Yatik menambahkan saat dia mengantar makanan, pintu rumah kontrakan tersebut selalu tertutup. Namun, saat itu dia tidak menaruh curiga karena para penghuninya kerap shalat tarawih di mushala setempat bersama warga.
Kedekatan tersebut kemudian membuat Yatik dijadikan sebagai saksi dalam persidangan kasus pengeboman yang digelar di Denpasar, Bali. ''Selama di persidangan, saya lihat Kholili. Dia menyembah-nyembah minta maaf sama saya,'' kata Yatik. Dia juga mengungkapkan dirinya sempat meminta para penghuni kontrakan tersebut melapor ketua RT setempat dengan membawa KTP. Tapi, hingga penggerebekan terjadi, mereka tidak melapor ketua RT setempat.
Karena itu, Pemkot Batu kini membuat perda wajib lapor bagi pendatang ataupun para tamu yang bermalam di Kota Batu. ''Mereka yang bermalam wajib lapor dan menunjukkan KTP. Jika tidak, akan kena sanksi,'' ujar Wali Kota Batu, HM Imam Kabul. Dia menjelaskan perda wajib lapor itu merupakan gagasan dari Kapolres Batu, AKBP Juasih. ''Usulan gagasan itu saya kira sangat baik. Kita tidak mau lagi kecolongan seperti kasus Azhari yang bersembunyi di kota ini,'' tutur dia. aji
Friday, June 15, 2007
Bekas 'Sarang Teroris' Jadi Sarang Nyamuk
Posted by RaharjoSugengUtomo at 4:06 PM
Labels: HeadlineNews: Republika
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment