Friday, June 15, 2007

Pemerintah Melunak Soal Revisi Undang-Undang Pers

KORAN TEMPO - Jum’at, 15 Juni 2007

"Ini kan jadi seperti zaman Orde Baru."

JAKARTA--Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh menegaskan bahwa rencana revisi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 (UU Pers) sepenuhnya diserahkan ke komunitas pers.
Pemerintah, kata dia, tidak akan berinisiatif dalam amendemen tersebut. "Apakah UU Pers ini layak direvisi atau tidak, kami serahkan ke pers," katanya kemarin.
Dia pun memastikan bahwa rencana revisi ini tidak dimasukkan dalam program kerja departemennya tahun depan apabila komunitas pers tidak menghendaki pengubahan. "Yang lebih penting lagi, pemerintah tak punya maksud membreidel media."
Rencana revisi UU Pers awalnya dilontarkan bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil--kini menjabat Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Belakangan ia memutuskan menunda pengajuan revisi ke parlemen. Tapi draf amendemen undang-undang itu sudah selesai disusun Departemen Komunikasi.
Isi rancangan revisi UU Pers mengundang kritik dari kalangan pers. Ketua Masyarakat Pers dan Penyiaran Leo Batubara menilai draf itu sebagai rancangan yang otoriter dan berindikasi memberangus kemerdekaan pers. Sebab, dalam sejumlah ayat baru, muncul lagi soal penyensoran, pembreidelan, dan penghentian siaran terhadap media oleh pemerintah.
Draf itu juga mengatur keterlibatan pemerintah dalam tata cara pemberian hak jawab. Padahal, dalam ketentuan sebelumnya, pemerintah sama sekali tidak campur tangan (Koran Tempo, Kamis 14 Juni).
Menurut Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Imam Wahyudi, isi rancangan revisi UU Pers yang kini berada di Dewan Pers itu menunjukkan keinginan pemerintah untuk kembali mengontrol pers sangat kuat. "Ini harus dilawan," tuturnya kemarin.
Imam menegaskan Pasal 4 ayat 5 soal pembreidelan merupakan pasal karet yang mudah dipakai membatasi media. Ketentuan itu, kata dia, membuat upaya membangun kemerdekaan pers di era reformasi jadi sia-sia. "Siapa yang bisa menerjemahkan pasal itu? Ini kan jadi seperti zaman Orde Baru," ujarnya.
Penolakan terhadap isi rancangan revisi UU Pers juga dilontarkan Ketua Aliansi Jurnalis Independen Heru Hendratmoko. Menurut dia, draf itu memberi ruang untuk membatasi media. Padahal, ketentuan yang ada sekarang pun belum tersosialisasi dengan baik. Apabila harus direvisi, dia menambahkan, harus berisi penyempurnaan, tidak menghambat pers, dan lebih dapat diaplikasikan. "Kami sudah sepakat urusan pers ditangani Dewan Pers, tidak lagi diatur pemerintah," ia memaparkan.
Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia Wina Armada sebelumnya menuturkan UU Pers perlu direvisi untuk penyempurnaan. Menurut anggota Dewan Pers ini, aspek legal dalam ketentuan yang ada sekarang harus diperkuat lagi. "Legal drafting-nya harus diubah tanpa harus mengurangi kebebasan pers," ujarnya.
Ketua Dewan Pers Ichlasul Amal menyatakan hingga saat ini belum ada putusan resmi tentang perlu-tidaknya revisi UU Pers.
DIAN YULIASTUTI EKO NOPIANSYAH

0 comments: