KOMPAS - Selasa, 19 Juni 2007
Sistem Pengurusan Dokumen Harus Diubah
Oleh Gatot Widakdo
Jakarta, Kompas - Pungutan liar atau pungli yang dilakukan otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, terhadap pengguna jasa tetap saja marak. Sistem transaksi dan pemeriksaan dokumen yang dilakukan secara manual dan tidak terintegrasi merupakan faktor terbukanya peluang praktik pungutan liar tersebut.
Dari pengamatan Kompas sepanjang hari Senin (18/6), setidaknya ada beberapa pos tempat berlangsungnya pungutan liar (pungli) tersebut. Sebagian besar berlangsung di pintu gerbang masuk pelabuhan yang pengutipannya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan dokumen.
Saat kendaraan sampai di gerbang, pengemudi sudah diminta Rp 1.000 oleh petugas satuan pengamanan. Pungutan selanjutnya dibayarkan kepada petugas Bea dan Cukai serta petugas operator pelabuhan yang besarannya antara Rp 1.000 dan Rp 2.000. Ketika kendaraan masuk ke area dermaga, pengemudi juga membayar Rp 3.000 kepada petugas pemindah peti kemas.
Apabila ditotal dengan pungutan di luar pelabuhan, rata-rata Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per dokumen atau per kendaraan. Dilihat dari sisi angka per kendaraan atau per dokumen, nilai punglinya memang tidak terlalu besar. Akan tetapi, jika angka itu dihitung total jumlah barang atau kendaraan yang keluar masuk pelabuhan, nilai menjadi luar biasa besar.
Dalam satu hari, rata-rata kendaraan yang keluar masuk pelabuhan sebanyak 6.000 unit. Dengan demikian, jumlah pungli di pelabuhan yang terjadi dalam setahun mencapai Rp 32,4 miliar.
"Pungutan ini sudah berlangsung lama dan rasanya sulit dihapus. Saya sendiri sudah merasa seperti kebiasaan," kata seorang pengemudi truk yang mengaku bernama Muksin.
Maraknya pungli ini seolah mengubur deklarasi dan pencanangan gerakan antipungutan liar yang pernah dikumandangkan lima organisasi pekerja Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, yang tergabung dalam Aliansi Pekerja Pelabuhan Indonesia dua tahun lalu. Deklarasi itu sendiri sebagai upaya swadaya untuk menghilangkan segala bentuk pungutan.
Direktur Eksekutif Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) DKI Jakarta Budi Wiyono mengungkapkan, pungli merupakan salah satu persoalan yang sangat kompleks yang ada di pelabuhan.
Pungli masih akan terus berlangsung selama prinsip tanpa kertas belum berjalan. Artinya, selama sistem pertukaran data elektronik penerimaan peti kemas ekspor di terminal Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas Koja belum berjalan dengan baik, berarti pengguna jasa masih harus menyerahkan berkas dalam pengurusan dokumennya.
Kondisi ini yang menyebabkan proses pemeriksaan dokumen menjadi sangat lamban.
Menurut Budi, idealnya, pelabuhan itu harus didukung manajemen kargo yang profesional, manajemen rantai suplai, sistem teknologi informasi, dan dokumen tunggal yang tanpa kertas.
Sulit dicapai
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, dengan amburadulnya kondisi pelabuhan, target ekspor sebesar 20 persen tahun 2007 bakal sulit dicapai. Pemerintah harus segera membenahi infrastruktur kegiatan ekspor-impor, mulai dari jalan hingga pembenahan pengurusan dokumen.
Penambahan pintu gerbang dinilai perlu supaya sistem distribusinya tidak macet. "Masalah semacam itu bukan cuma terjadi di Tanjung Priok. Kondisi jalur distribusi barang di pelabuhan lain juga sama," kata Benny.
Pihaknya yakin, produsen yang melakukan kegiatan ekspor barang pasti akan mengalami kerugian. Untuk produk garmen, misalnya, satu TEUs (20 kaki) mencapai kurang lebih 110.000 dollar AS. Apabila sistem distribusi amburadul hingga menyebabkan keterlambatan pengiriman barang, konsumen langsung meminta diskon 10 persen.
Seusai banjir melanda Jakarta Februari 2007, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menyatakan, pemerintah akan membuat jalur khusus untuk arus lalu lintas barang ekspor dan impor. Namun, belum terlihat geliat realisasi pernyataan itu.
Anton Supit, salah satu anggota tim koordinasi penanganan tersendatnya arus lalu lintas barang pascabanjir, mengungkapkan, tim itu sudah mengidentifikasi titik-titik kerawanan yang menghambat arus barang melalui pelabuhan. "Ada rekomendasi, tetapi tindak lanjutnya tidak jelas juga," ujar Anton. (OSA/DAY)
Tuesday, June 19, 2007
Pungli di Tanjung Priok Masih Tetap Marak
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:28 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Jakarta harus jadi kota bisnis dunia
BISNIS - Selasa, 19/06/2007
Jakarta adalah salah satu kota terbesar dan terpadat di dunia. Dalam 10 tahun terakhir ini, terutama sejak kerusuhan Mei 1998, Ibu Kota Indonesia ini cukup sering diliput media massa, baik nasional maupun internasional. Sayangnya, tidak semua liputan itu bernada positif. Bahkan mayoritas liputan media mengenai Jakarta selalu menyangkut insiden, bencana, fenomena sosial, politik atau ekonomi, dan berbagai kejadian lain yang bersifat negatif. Sebut saja insiden keributan antara mahasiswa dan aparat keamanan yang sering berujung pada bentrokan fisik, bahkan sampai memakan korban. Juga menyangkut bencana banjir, kemiskinan, kriminalitas, korupsi, kemacetan lalu lintas yang parah, kecelakaan, dan aksi demonstrasi. Semua kejadian itu mengurangi kenyamanan dan ketenangan hidup warga Jakarta. Berbagai kejadian itu seperti sudah menjadi keseharian, bahkan ciri khas kota Jakarta. Kejadian itu seakan bahu-membahu menurunkan citra Jakarta di mata publik, baik di dalam maupun di luar negeri. Karena itu, semua kejadian tersebut harus segera diatasi secara lebih serius, lebih fokus, dan dengan lebih banyak partisipasi dan dukungan masyarakat. Bisa kita bayangkan bagaimana kesan para pendatang dan pengunjung Jakarta, terlebih para wisatawan ataupun palaku bisnis dan investor asing? Bayangkan saja, begitu tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, seorang pebisnis atau wisatawan asing harus dihadapkan pada antrean imigrasi yang begitu panjang dan lama. Apalagi tidak jarang kita mendengar perlakuan diskriminatif dari petugas imigrasi di bandara yang suka menakut-nakuti pengunjung berkebangsaan asing. Setelah berhasil melewati tantangan imigrasi, para pengunjung kurang terkesan ketika menggunakan fasilitas toilet umum di bandar udara. Hal ini entah karena kurang terawat atau jorok. Baru 10 menit menaiki kendaraan, para pengunjung itu kembali gelisah dan terheran-heran menyaksikan kemacetan lalu lintas yang begitu parah. Pada jam sibuk, untuk mencapai pusat kota saja dibutuhkan waktu hampir dua jam. Sayangnya, para pengunjung itu tidak punya pilihan lain karena sistem transportasi publik di Jakarta tidak memadai dan jauh dari kategori business friendly. Di tengah kemacetan itu, mereka menyaksikan pemandangan yang kurang enak saat menengok ke kiri dan kanan. Banyak perumahan kumuh atau pekerjaan pembangunan jalan dan bangunan yang terbengkalai, sehingga tidak sedap dipandang mata. Akibat dari semua itu, para pengunjung tadi tidak mendapatkan kesan pertama yang baik, sehingga mereka enggan berkunjung kembali. Dampak lanjutannya, mereka kemudian enggan mempromosikan Jakarta sebagai kota bisnis sekembali dari sini. Layaknya kota Metropolitan lainnya di dunia-seperti Hong Kong, Shanghai, Singapura, Tokyo, New York, Toronto, Vancouver, London, dan Paris-Jakarta sudah saatnya ikut berkompetisi menjadi kota bisnis nomor wahid di dunia. Jakarta harus mampu berkompetisi dalam "industri sentra bisnis global'. Artinya, Ibu Kota ini harus mau dan mampu memposisikan diri dengan tepat di antara kota-kota bisnis lainnya di seluruh dunia. Kota bisnis dunia Pertanyaannya, mengapa menjadi kota bisnis dunia sangat penting bagi Jakarta? Setidaknya tiga alasan utama. Pertama, komunitas bisnis yang solid akan menciptakan, meningkatkan, dan mendistribusikan kemakmuran untuk masyarakat luas. Ini telah dibuktikan oleh sejumlah kota pusat bisnis atau pemerintahan, seperti Vancouver, Toronto, Geneva, dan Singapura, yang terpilih sebagai "the best city to live in" versi majalah Business Travelers Asia Pacific. Pebisnis dari seluruh dunia tidak saja sering berkunjung ke kota-kota tersebut, tetapi juga menetap. Mereka bahkan membuka perwakilan perusahaan di kota-kota tersebut. Kedua, kota dengan komunitas bisnis yang solid menciptakan peluang bisnis dan meningkatkan daya kreasi dan kemampuan produksi masyarakatnya. Hal ini terutama karena lingkungan politik, sosial, dan ekonomi masyarakat yang kondusif, sehingga selalu menstimulasi setiap anggota masyarakat untuk berinovasi. Ketiga, kota dengan komunitas bisnis yang solid menciptakan masyarakat yang kompetitif yang selalu ingin memberikan nilai tambah melalui pemeliharaan dan pelayanan perangkat kehidupan masyarakat, baik perangkat fisik maupun perangkat sosial dan ekonomi. Berdasarkan survei majalah The Economist tentang peringkat kota-kota bisnis terkemuka di dunia pada 2007, para pebisnis memilih suatu lokasi atau kota bisnis berdasarkan tiga kriteria utama. Pertama, tersedianya fasilitas bisnis dengan kualitas yang memadai, seperti hotel, business centers lengkap dengan fasilitas Internet dan telekomunikasi terkini. Frekuensi penyelenggaraan acara-acara bisnis, seperti seminar, konferensi, eksibisi atau pertemuan lembaga-lembaga internasional, biasanya terbilang cukup tinggi di kota-kota tersebut.Kedua, jarak antara sentra-sentra ekonomi di kota tersebut cukup dekat dengan fasilitas transportasi publik yang memadai. Vancouver, misalnya, memiliki masalah utama dalam hal jarak antara sentra-sentra ekonomi yang cukup jauh. Namun, dengan fasilitas transportasi publik yang modern dan nyaman, para pebisnis dunia tetap memilih Vancouver sebagai salah satu kota bisnis paling diminati. Ketiga, tersedianya fasilitas hiburan atau infrastruktur pariwisata yang memadai. London, misalnya, terkenal sebagai salah satu kota paling multikultural di dunia. Selain sebagai pusat bisnis dan keuangan di Eropa dan di dunia, ibu kota Inggris ini juga merupakan salah satu tujuan wisata terkemuka. Akibatnya, semua kota bisnis terkemuka itu tidak saja diminati oleh pebisnis dan wisatawan di seluruh dunia. Lebih dari itu, penduduk di kota-kota tersebut sangat mencintai dan memelihara kota mereka dengan sangat baik. Artinya, tingkat sense of belonging masyarakat tidak saja tinggi, tetapi juga bertahan lama, ratusan bahkan ribuan tahun. Perlu business plan Dengan kekayaan sejarah dan budaya yang dimiliki, Jakarta mempunyai sejuta potensi untuk menjadi salah satu kota kunjungan terkemuka bagi pebisnis dan pelancong di seluruh dunia. Yang dibutuhkan adalah suatu rencana yang strategis, komitmen, dan partisipasi masyarakat yang tinggi. Sebut saja rencana itu sebagai Jakarta business plan. Lalu apa saja yang perlu menjadi elemen dan prioritas di dalamnya? Business plan itu terutama harus memiliki satu tujuan riil dan bersifat strategis terhadap peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran penduduk Ibu Kota. Tujuan tersebut adalah menjadikan Jakarta sebagai pusat bisnis di Asia Tenggara, kemudian Asia, dan mudah-mudahan dunia. Tujuan itu harus dideklarasikan oleh pemimpin daerah, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta, sebagai tujuan utama yang harus didukung oleh seluruh masyarakat Ibu Kota dalam tiga sampai lima tahun ke depan.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:57 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
Menperin janji harga minyak goreng normal Juli
BISNIS - Selasa, 19/06/2007
Legistalif usul PE CPO 13,5%
JAKARTA: Menteri Perindustrian Fahmi Idris menargetkan harga minyak goreng pada awal Juli kembali ke level Rp6.500-Rp6.800 per kg, seiring dengan penetapan kenaikan pungutan ekspor (PE) minyak sawit mentah (crude palm oil) menjadi 6,5% sejak 15 Juni 2007. Namun, jika target tersebut tidak tercapai, kalangan anggota DPR mendesak pemerintah menaikkan kembali pungutan ekspor CPO menjadi 13,5%-20% seperti yang diterapkan Malaysia. Menperin menjelaskan kenaikan PE sekecil apapun tetap akan meng-hambat ekspor CPO. "Walaupun kenaikannya hanya 5 poin, pasti kembali lagi dan itu berpengaruh pada harga. Jadi, dua minggu [dari 15 Juni] lah, harga minyak goreng berada di level Rp6.800-Rp6.900 per kg," katanya saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR, kemarin. Apalagi berdasarkan proyeksi Depperin, produksi CPO mulai Juli meningkat tajam. Hal ini karena memasuki masa panen, yang berlangsung hingga Desember 2007. (lihat tabel)Fahmi menjelaskan kenaikan PE dari 1,5% menjadi 6,5% akan dipantau secara periodik, sehingga masih membuka peluang dinaikkannya kembali pungutan tersebut jika gagal menurunkan harga MGS. "Salah satu kebijakan yang akan ditempuh pemerintah adalah kebijakan DMO plus yang tidak berupa imbauan lagi tapi regulasi yang baku."Dia juga berjanji kepada anggota DPR untuk memperjuangkan kembali penerapan PE secara progresif (dikenakan pada selisih kenaikan harga) dan retroaktif (berlaku surut) kepada para produsen yang enggan memberikan pasokan CPO. Dalam rapat kerja itu, Menperin sempat dihujani interupsi oleh anggota Komisi VI DPR. Mereka mempertanyakan alasan pemerintah yang lebih memilih opsi kenaikan PE ketimbang DMO untuk menggantikan pelaksanaan program stabilisasi harga (PSH) yang dalam 1,5 bulan terakhir ini gagal menstabilkan harga minyak goreng. Sempat terjadi ketegangan antara Menperin dan Efiyardi Azda, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PPP. "Pernyataan bahwa pemerintah tidak bisa melakukan apa-apa, tidak bisa diterima. Pemerintah mestinya menerapkan regulasi yang jelas, jangan sekadar imbauan," kata Efiyardi.Tenggat satu bulanSebagian anggota Komisi VI DPR memberikan tenggat waktu satu bulan kepada pemerintah untuk melaksanakan kebijakan kenaikan tarif dan perluasan PE CPO sebagai upaya menekan gejolak harga minyak goreng di pasar. "Batas waktunya satu bulan. Jika tidak berhasil, pemerintah harus segera memberlakukan DMO yang diatur dalam sebuah regulasi," ujar Ketua Komisi VI DPR Didik J. Rachbini.Jika kebijakan yang ditempuh pemerintah tetap tidak bisa menstabilkan harga minyak goreng di dalam negeri, maka pemerintah harus mencabut PE tersebut dan memberlakukan DMO. Namun demikian, anggota Komisi VI DPR Aria Bima menjelaskan kenaikan PE menjadi 6,5% dipastikan tidak akan mampu menghambat laju ekspor CPO. "Malaysia saja menerapkan PE 20%. Artinya, kalau Indonesia menerapkan 10%-12% pun, eksportir CPO masih untung, karena lonjakan harga internasional mencapai 43%," jelas anggota Fraksi PDIP itu. Aria menjelaskan PE CPO harus minimal 13,5% dan maksimal 20%, sehingga pasokan dalam negeri tercukupi. "Perlu dirumuskan skim terbaik, sehingga tidak langsung dialokasikan ke anggaran [APBN] tapi untuk subsidi petani."Dia mengungkapkan dugaan kartel di industri CPO terjadi karena dampak oligopoli para pemain besar yang bisa menentukan harga internasional dan pasokan di dalam negeri demi keuntungan kelompoknya. "Ada kongkalikong antara para kartel dan pembuat kebijakan, sehingga masalahnya jadi ngambang. Perusahaan itu antara lain PT Lonsum Tbk, PT Sinar Mas, Indofood Agri, PT Bakrie Plantation, dan PT Astra Agro. Mereka menguasai lahan sawit 40% dari total 6 juta hektare," ungkap Aria.Secara terpisah, Kepala Badan Pengkajian Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional, Departemen Keuangan, Anggito Abimanyu, menyatakan pemerintah masih membahas alokasi PE CPO dan turunannya untuk subsidi stabilisasi harga minyak goreng, menyusul adanya desakan pengusaha kelapa sawit agar dana PE tidak dimasukan ke APBN.Menurut dia, instansinya masih mencari landasan hukum dan bagaimana mekanisme penyaluran subsidi itu agar tidak masuk ke dalam APBN. Sementara itu, dalam rapat dengar pendapat antara asosiasi CPO dan minyak goreng dan Komisi VI DPR, kemarin malam, Irmadi Lubis, anggota Komisi VI DPR, berpendapat kebijakan PE justru kontraproduktif terhadap tujuan stabilisasi harga maupun pengembangan industri CPO dan industri pengolahannya. Akmal Hasibuan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), mengungkapkan kenaikan PE telah mendongkrak harga CPO di luar negeri seperti di Rotterdam yang naik 26 basis poin kemarin.
(m02) (yusuf.waluyo@bisnis.co.id/ lutfi.zaenudin@bisnis.co.id)
Oleh Yusuf Waluyo Jati & Lutfi Zaenudin
Bisnis Indonesia
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:55 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
Presiden Belum Putuskan Hadiri Interpelasi
KORAN TEMPO - Selasa, 19 Juni 2007
Interpelasi Lapindo belum jadi bahasan.
JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat kembali gagal menyepakati perlu-tidaknya Presiden hadir dalam sidang interpelasi soal nuklir Iran di DPR.
"Pertemuan ini belum ada hasilnya," kata Ketua DPR Agung Laksono seusai rapat konsultasi dengan Presiden di Istana kemarin malam.
Menurut Agung, pertemuan yang dimulai pukul 19.45 WIB itu tidak mampu mencapai titik sepakat. "Sampai saat ini Presiden belum memutuskan untuk datang atau tidak. Kita lihat saja nanti," ujar Agung. Meski demikian, kata Agung, kedua belah pihak sepakat untuk saling berkomunikasi guna menyelesaikan persoalan ini. "Kesepakatannya, komunikasi akan berlangsung terus-menerus sehingga bisa disepakati satu formula yang baik."
Hal yang sama dikatakan Wakil Ketua DPR Zaenal Ma'arif yang ikut hadir dalam pertemuan itu. Namun, saat ditanya apakah itu artinya pertemuan tersebut membentur jalan buntu, Zaenal tidak membantah atau menolaknya. "Silakan Anda menafsirkannya," kata Zaenal.
Perseteruan antara DPR dan Presiden dimulai saat DPR meminta Presiden menjelaskan keputusan pemerintah untuk mendukung Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memberi sanksi kepada Iran karena melanjutkan program nuklirnya. Sejumlah kalangan menganggap dukungan terhadap resolusi ini tidak tepat karena Iran tidak mengembangkan senjata nuklir. Namun, saat sidang interpelasi digelar 5 Juni lalu, Presiden tidak hadir dan mewakilkan kepada para menterinya. Ketidakhadiran Presiden inilah yang ditentang keras oleh DPR.
Menurut Agung, pertemuan selanjutnya akan dilakukan sebelum rapat Badan Musyawarah DPR pada Kamis depan. Tapi Agung belum bisa memastikan tempat pertemuan tersebut. Pertemuan semalam memang amanah dari Badan Musyawarah agar pemimpin DPR berkonsultasi dengan Presiden sebelum sidang paripurna hak interpelasi dijadwalkan ulang. Sebelumnya, sidang paripurna untuk soal ini berlangsung ricuh dengan hujan interupsi.
Wakil Ketua DPR lainnya, Soetardjo Soerjogoeritno, sebelumnya di gedung DPR mengatakan akan menyarankan Presiden hadir dalam sidang paripurna mendatang. Hal ini, menurut dia, penting karena DPR adalah cerminan rakyat. Presiden akan diminta menjelaskan alasan dan penyebab dikeluarkannya kebijakan pemerintah mendukung resolusi 1747 PBB terhadap Iran.
Selain Agung, Zaenal, dan Soetardjo, pemimpin DPR lain yang hadir adalah Muhaimin Iskandar. Sementara itu, Presiden Yudhoyono didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Widodo A.S., Menteri Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie, dan Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa.
Selain interpelasi Iran, DPR kini tengah membahas interpelasi soal lumpur Lapindo. Namun, Agung mengatakan interpelasi Lapindo tidak dibicarakan karena hal itu masih dibahas di internal DPR.
lSUTARTO AQIDA SWAMURTI ERWIN DARIYANTO
___________________________________________________
Republik Interpelasi
Kisruh interpelasi soal Iran belum berakhir, Dewan Perwakilan Rakyat sudah mengajukan pertanyaan baru kepada Presiden. Kali ini masalah yang diajukan parlemen lebih lokal: nasib 21 ribu warga Sidoarjo yang terkena luapan lumpur panas dari tambang Lapindo Brantas Inc.
Berbeda dengan interpelasi soal dukungan Indonesia terhadap resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memberi sanksi kepada Iran, para penggagas interpelasi Lapindo kali ini tak akan ribut bila Presiden tak datang di sidang paripurna yang digelar sepekan lagi.
Kapok Undang Presiden
Dalam Tata Tertib DPR dengan jelas tertulis: "presiden bisa diwakilkan dalam menjawab interpelasi". Sejumlah anggota DPR ingin Presiden sendiri yang datang. Tapi, berbeda dengan soal Iran, kali ini mereka tak akan protes jika hanya menteri yang hadir.
"Kami tidak mau terjebak dalam perdebatan Presiden hadir atau tidak dalam sidang paripurna," kata Abdullah Azwar Anas, anggota Komisi Infrastruktur dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Pertanyaan
Ini daftar pertanyaan yang dikirim dari Senayan ke Istana Negara untuk dijawab.
Bagaimana bentuk tanggung jawab pemerintah untuk melindungi korban lumpur?
Siapa yang bertanggung jawab atas meluapnya lumpur?
Kapan penderitaan korban bisa diakhiri?
Apakah pemerintah tak sanggup lagi melindungi 21 ribu warganya?
Dampak Lapindo
Inilah dampak semburan lumpur yang dipersoalkan anggota Dewan:
-- SosialSebanyak 12 ribu jiwa di 11 desa kehilangan tempat tinggal, 350 hektare lahan pertanian rusak, 20 perusahaan tutup.
-- EkonomiLumpur Lapindo mengganggu ekonomi hingga taraf nasional, menambah jumlah penganggur, dan menciptakan kerugian sampai Rp 7,6 triliun.
-- HukumSampai sekarang tidak ada tindakan hukum yang jelas terhadap Lapindo Brantas Inc.
------------------------
Para Penggagas
Partai Kebangkitan Bangsa: 44 orang
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan: 58 orang
Partai Damai Sejahtera: 6 orang
Golongan Karya: 1 orang
Partai Keadilan Sejahtera: 4 orang
Partai Persatuan Pembangunan: 5 orang
Partai Amanat Nasional: 3 orang
Partai Demokrat: 1 orang
Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi: 3 orang
Partai Bintang Reformasi: 2 orang
Total Penggagas: 127
Pendukung interpelasi pun terus bertambah. Hingga semalam, setidaknya sudah 152 anggota DPR yang mengirim tanda tangan.
NASKAH DAN BAHAN: KURNIASIH BUDI AQIDA SWAMURTI ERWIN DARIYANTO NURKHOIRI
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:50 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Pengacara Keluarga Dujana Gugat Polisi
KORAN TEMPO - Selasa, 19 Juni 2007
Polisi memperketat pengawasan di perbatasan Bojonegoro-Blora.
JAKARTA -- Tim Pengacara Muslim akan mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutanto berkaitan dengan proses penangkapan Abu Dujana. Tim ini menilai cara penangkapan yang dilakukan polisi terhadap pemimpin sayap militer Jamaah Islamiyah itu telah melanggar prinsip hak asasi manusia.
Menurut Qadhar Faisal Ruskanda, anggota Tim Pengacara Muslim, polisi menangkap Dujana dengan menembak yang bersangkutan di depan tiga anaknya. "Menurut kami, polisi telah melanggar HAM," ujarnya kemarin di Jakarta.
Untuk menguatkan gugatan, Qadhar akan meminta rekomendasi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia. "Kami sudah menghubungi Kak Seto (Ketua Komisi Perlindungan Anak Seto Mulyadi). Mudah-mudahan dua sampai tiga hari ini bisa bertemu."
Proses penangkapan itu juga diprotes Sri Murdiyati, istri Abu Dujana alias Yusron Mahmudi. Dia menegaskan suaminya ditangkap dengan cara ditembak dan disaksikan langsung oleh Yunus Sidiq, 8 tahun, anak sulungnya. "Anak saya melihat saat suami saya disuruh jongkok dengan tangan di belakang, kemudian ditembak di depan anak-anak," ungkap Sri.
Sri juga menegaskan suaminya yang disergap pada 9 Juni lalu bukan gembong teroris sebagaimana dituduhkan polisi dan disebarkan melalui media massa. Sri mengaku tak mengenal Noor Din Mohammad Top, apalagi melindungi keberadaannya. "Saya baru dengar nama Abu Dujana sekarang. Apalagi Noor Din, sama sekali tidak tahu."
Sri Murdiyati bersama Sidiq kemarin datang ke Markas Besar Polri meminta izin dipertemukan dengan Abu Dujana. Namun, permintaan itu belum dikabulkan polisi.
Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Bambang Hendarso Danuri mengaku sedang mempertimbangkan permintaan itu. "Kami mempertimbangkan untuk bisa dipertemukan atau tidak," katanya.
Bambang tidak menjelaskan posisi Abu Dujana saat ini--apakah sudah dibawa ke Jakarta atau masih berada di Yogyakarta. Namun, menurut anggota Tim Pengacara Muslim yang lain, Achmad Michdan, Abu Dujana sudah dibawa di ke Jakarta. "Mestinya hari ini (kemarin) sudah sampai di Jakarta. Yusron diberangkatkan dengan pesawat milik kepolisian," kata Michdan yang dihubungi secara terpisah.
Sementara itu, pengejaran terhadap Noor Din dan anggota jaringan teroris lainnya terus dilakukan. Kepolisian Resor Bojonegoro, Jawa Timur, misalnya, memperketat penjagaan di kawasan perbatasan antara Bojonegoro-Ngawi dan Blora, karena ada informasi Noor Din bersembunyi di kawasan ini.
Menurut Kepala Polres Bojonegoro Ajun Komisaris Besar Achmad Nurdin, kewaspadaan jajarannya terhadap terorisme itu meningkat setelah ada informasi Noor Din bersembunyi di Ngawi. "Kemungkinan itu harus direspons dengan kewaspadaan aparat."
Sejauh ini, kata dia, belum ada koordinasi dengan Jakarta. Dia tidak membantah bahwa daerah Bojonegoro dan sekitarnya bisa dijadikan sasaran pelarian kelompok teroris yang terdesak oleh kejaran aparat.
DESY PAKPAHAN SUJATMIKO
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:49 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
152 Anggota DPR Teken Interpelasi Lapindo
KORAN TEMPO - Selasa, 19 Juni 2007
Sebelum itu, usul interpelasi akan dibahas pada rapat Badan Musyawarah DPR pada Kamis mendatang.
JAKARTA -- Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Jacobus Kamarlo Mayong Padang mengatakan hingga kini tercatat telah 152 anggota Dewan Perwakilan Rakyat menandatangani dukungan terhadap usul hak interpelasi kasus lumpur panas Lapindo Brantas Inc. di Sidoarjo. "Kami yakin hak bertanya ini akan lolos di rapat paripurna DPR," kata Jacobus pada Tempo kemarin.
Rapat paripurna itu akan digelar pada Selasa pekan depan. Sebelum itu, usul interpelasi akan dibahas pada rapat Badan Musyawarah DPR pada Kamis mendatang.
"Kami tidak menyiapkan strategi khusus. Tapi kami yakin usul interpelasi Lapindo akan gol," Jacobus menambahkan. Dari 11 fraksi yang ada di DPR, kata dia, saat ini hanya Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi yang tidak memberikan satu wakil pun untuk menyokong usul ini.
Usul interpelasi itu dibawa oleh para anggota Dewan kepada Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno pada 8 Juni lalu. Ketika itu para politikus itu mengklaim mewakili 130 legislator dari 10 fraksi.
Mereka yang memelopori itu antara lain Abdullah Azwar Anas dan Ario Wijanarko dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Jacobus Mayong Padang dari Fraksi PDI Perjuangan, Yuddy Chrisnandi dari Fraksi Partai Golkar, Djoko Susilo dari Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Ade Daud Nasution dari Fraksi Partai Bintang Reformasi.
Berbeda dengan interpelasi kasus Iran, Jacobus menyatakan yakin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menghadiri langsung sidang interpelasi Lapindo. Menurut dia, kasus Lapindo adalah kasus kemanusiaan yang terjadi di dalam negeri dan menyangkut nasib 32 ribu rakyat Indonesia. "Dalam interpelasi Iran, Presiden menegaskan tidak akan datang karena akan berkonsentrasi pada kasus kemanusiaan di dalam negeri," ujarnya.
Ketua DPR Agung Laksono mengatakan usul interpelasi Lapindo ini tak akan dibicarakan dalam pertemuan antara pemimpin Dewan dan Presiden yang berlangsung semalam. "Interpelasi Lapindo kan masih dalam proses dan baru sebatas usul anggota DPR," katanya.
ERWIN DARIYANTO AQIDA SWAMURTI
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:48 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Rekening Liar Terbanyak di Kepolisian
KORAN TEMPO - Selasa, 19 Juni 2007
Tapi, kalau dari sisi nilai rupiahnya, Departemen Keuangan terbesar.
JAKARTA - Kepolisian RI menempati peringkat pertama sebagai pemilik rekening yang belum dilaporkan ke Departemen Keuangan atau liar.
Hal tersebut terungkap dalam pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap 3.195 rekening liar yang telah diverifikasi Departemen Keuangan per 28 Februari 2007 (lihat tabel).
Hasil pemeriksaan tersebut merupakan salah satu hal yang dicantumkan BPK dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2006 yang akan disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat hari ini.
Sumber Tempo menjelaskan, dari 90 lembaga yang diperiksa, ada lima lembaga yang banyak memiliki rekening liar. "Jika dilihat dari sisi jumlah, rekening liar terbanyak ada di kepolisian. Tapi, kalau dari sisi nilai rupiahnya, Departemen Keuangan terbesar."
Nilai rekening liar di Departemen Keuangan mencapai Rp 9,566 triliun. "Jumlahnya besar karena sebagian besar merupakan rekening penjaminan yang belum dilaporkan."
Adapun rekening dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral merupakan rekening penjaminan untuk menjamin proyek-proyek batu bara yang mungkin ada yang belum dilaporkan.
Sumber tersebut menegaskan rekening-rekening itu bukan atas nama instansi atau pejabat, melainkan atas nama departemen/lembaga negara.
Dia juga menambahkan, pada umumnya rekening penjaminan dibuat pada 1970. Karena itu, perlu dilakukan investigasi untuk dilihat pemakaian-pemakaian sebelumnya. "Apakah ada unsur pemakaian di luar negara," ujarnya.
Anggota BPK, I Gusti Agung Ray, yang membidangi audit keuangan pemerintah, menolak memberikan penjelasan soal temuan lembaganya. "Besok saja di Senayan kami buka semua. Kalau sudah diserahkan ke Dewan, artinya audit BPK sudah jadi dokumen publik," kata Agung tadi malam.
Dia memastikan audit BPK atas LKPP 2006 kembali mendapat rapor merah alias disclaimer. "Banyak alasan kenapa kami beri disclaimer, termasuk karena rekening-rekening semrawut itu," katanya.
ANTON APRIANTO AGUS SUPRIYANTO
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:47 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Majikan Akui Menganiaya Ceriyati
KORAN TEMPO - Selasa, 19 Juni 2007
Majikan dilarang menerima pembantu selamanya.
JAKARTA -- Ivone Siew, perempuan majikan Ceriyati, kemarin datang memenuhi panggilan Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia. "Dia mengakui telah menganiayanya (Ceriyati)," kata juru bicara kedutaan, Eka A. Suripto.
Ceriyati binti Dafin, 34 tahun, adalah pembantu rumah tangga asal Brebes, Jawa Tengah, yang melarikan diri dari rumah majikannya di Apartemen Tamarind, Sentul, karena tak tahan siksaan. Pada Sabtu lalu perempuan yang baru bekerja lima bulan itu kabur lewat jendela apartemen lantai 15 dengan memakai tali dari sambungan kain.
Namun, Ceriyati berhenti di lantai 12 karena takut jatuh, yang kemudian diselamatkan petugas pemadam kebakaran setempat. Ceriyati kini tinggal dan mendapat perlindungan di Kedutaan Indonesia di sana.
Kedutaan Indonesia mempertemukan Ceriyati dengan majikannya dan agennya. Menurut juru bicara Departemen Luar Negeri, Kristiarto Soeryo Legowo, dalam pertemuan itu Ivone mengaku telah khilaf, merasa menyesal, dan meminta maaf atas kejadian yang menimpa Ceriyati.
Mski demikian, kata Kristiarto, kedutaan akan terus mendampingi Ceriyati untuk menyelesaikan kasus itu secara hukum, "Sehingga hak-hak Ceriyati secara hukum akan tetap terjaga dan terpenuhi."
Pemerintah Malaysia juga telah menunjukkan kepeduliannya. Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri Malaysia dan Direktur Jenderal Imigrasi Malaysia telah menjenguk Ceriyati.
Saat menjenguk, menurut Kristiarto, mereka mengatakan akan membahas masalah itu dengan lembaga-lembaga terkait di negerinya agar permasalahan serupa tak terulang lagi.
"Kami akan menangani ini secara sangat serius. Ini seharusnya menjadi peringatan bagi para majikan yang lain untuk tidak menganiaya pembantunya," kata Abdurrahman Mohammad Fachir, penjabat Duta Besar Indonesia untuk Malaysia.
Direktur Divisi Tenaga Kerja Departemen Imigrasi Malaysia Datuk Ishak Mohamed juga akan menindak keras para majikan penyiksa itu. "Jika memang benar majikan itu menyiksa pembantunya, kami akan merekomendasikan kepada Divisi agar majikan itu didaftarhitamkan selamanya untuk mendapat pembantu," ujarnya.
Ceriyati berangkat ke Malaysia pada 29 Desember 2006 melalui perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia PT Sumber Kencana Sejahtera yang beralamat di Kranggan Tengah, Bekasi. Di Malaysia ia disalurkan oleh Kemas Cerah Bhd.
Selama bekerja pada Ivone Siew, gaji Cerriyati belum dibayarkan. Ceriyati malah sering tak diberi makan, dihujani pukulan, dan dikurung di apartemen itu. Ketika berhasil kabur, muka dan tubuhnya memar-memar.
Direktur Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Asia Pasifik Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Ramiyani Sinaga mengatakan akan meminta pertanggungjawaban PT Sumber Kencana Sejahtera. Bila ditemukan pelanggaran, kata dia, pemerintah akan mencabut izin operasional atau memberikan hukuman skorsing kepada perusahaan bersangkutan.
Menurut Ramiyani, perusahaan itu juga harus segera mengurus asuransi dan biaya pemulangan Ceriyati ke Indonesia. "Semua (biaya)-nya dibebankan kepada perusahaan bersangkutan," katanya.
TITIS SETIANINGTYAS NININ DAMAYANTI SUDRAJAT THE NEW STRAITS TIMES
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:45 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
'Bapak Disuruh Jongkok, Terus Ditembak'
REPUBLIKA - Selasa, 19 Juni 2007
JAKARTA -- Perjalanan bersama ayah dan dua adiknya, Sabtu (9/6) siang itu, tampaknya menjadi pengalaman paling traumatis dalam hidup Sidiq Abdullah Yusuf (8 tahun). Sidiq melihat sang ayah --Yusron Mahmudi alias Abu Dujana yang ditetapkan Polri sebagai tersangka teroris-- ditembak dari jarak dekat oleh anggota Detasemen Khusus 88 (Antiteror) Mabes Polri.
''Bapak disuruh turun dari motor, disuruh jongkok, terus ditembak dari belakang,'' ujar Sidiq pelan, ketika datang ke Mabes Polri bersama ibunya, Sri Mardiyati (35 tahun), dan rombongan keluarga, Senin (18/6).
Sidiq berkisah, siang itu Yusron bersama dia serta dua adiknya, Salman Faris Abdul Rahman (6 tahun) dan Hilma Sofia (2,5 tahun), pergi untuk menonton pemilihan kepala desa di lapangan Desa Kebarongan, Kec Kemrajen, Kab Banyumas, Jateng. Sekitar 100 meter dari rumah, di suatu perempatan, kata Sidiq, sepeda motor ayahnya tiba-tiba dipepet pengendara sepeda motor lainnya.
Ketiganya pun secara bersamaan terjatuh dari motor. Bahkan, Hilma yang saat itu membonceng di depan Yusron, sempat tertindih motor. ''Habis itu, aku dipegangi oleh orang itu,'' ujar Sidiq yang tampang polosnya menyiratkan trauma belum hilang darinya. Hanya kalimat-kalimat pendek yang bisa dikutip wartawan dari mulut Sidiq.
Pengakuan Sidiq kepada Tim Pengacara Muslim (TPM) tak kalah mencengangkan. Menurut Qadhar Faisal, salah satu kuasa hukum keluarga Yusron, tidak hanya Sidiq yang melihat ayahnya ditembak dari jarak dekat. Dua adik Sidiq, kata Qadhar, juga ikut melihat ayah mereka tak berdaya ditembus timah panas, sebelum akhirnya mereka masuk kembali ke rumah. ''Saat lari, Sidiq mendengar empat kali tembakan, Salman tiga kali,'' kata Qadhar.
Sri Mardiyati yang kemarin datang ke Mabes Polri sambil menggendong Hilma, menambahkan, tak lama setelah tiga anaknya sampai di rumah, beberapa petugas menjemput keluarganya. Lalu, mereka dibawa ke sebuah hotel di Yogyakarta. Sejak saat itu, Mardiyati dan anak-anaknya tidak pernah lagi bertemu Yusron.
''Saya tidak kenal Abu Dujana, suami saya bernama Yusron atau dikenal Ainul Bahri,'' tegas Mardiyati ketika wartawan menanyakan sejauh mana kedekatannya dengan Abu Dujana.
Dia yakin, proses penangkapan polisi terhadap suaminya yang dianggap tersangka teroris, hanyalah rekayasa untuk memuaskan dunia Barat. Suaminya, kata Mardiyati, hanyalah pengrajin tas biasa. ''Saya menyangkal semua yang diekspose media.''
Merasa proses penangkapan Yusron melanggar HAM, Qadhar akan mempraperadilankan Kapolri, Jenderal Sutanto, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Surat gugatan praperadilan akan didaftarkan pada Rabu (20/6).
Pelanggaran HAM, katanya, terjadi karena ketika ditembak, Yusron tidak memegang senjata, tak mencoba melarikan diri, tidak melawan, dan bukan pelaku tindak pidana. Terlebih, penembakan Yusron disaksikan langsung ketiga anaknya.
Sebelumnya, Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Bambang Hendarso Danuri, menegaskan tidak ada rekayasa dalam proses penangkapan teroris. Bambang mengatakan, bisa mempertanggungjawabkan aksi penggerebekan teroris secara hukum.(dri )
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:43 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Khoirul Pulang ke Alas Tlogo
REPUBLIKA - Selasa, 19 Juni 2007
Suasana ruang rawat inap di kamar 13 Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang, Jawa Timur, Senin (18/6), lain dari biasanya. Hampir semua penghuni terlihat gembira bercampur haru. Terutama keluarga Khoirul Anwar, bocah tiga tahun yang menjadi korban penembakan anggota Marinir TNI AL di Desa Alas Tlogo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, 30 Juni lalu.
Sejak kemarin, Khoirul Anwar sudah diperbolehkan meninggalkan ruang rawat inap RSSA Malang itu. Mulai pukul 08.00 WIB, keluarga Khoirul Anwar yang selama ini menjaga bocah tersebut menjalani perawatan secara intensif, terlihat sumringah dan selalu menebar senyum. Mereka adalah kakek Khoirul yang bernama Samad dan ayah Khoirul yaitu Sutrisno. Dengan penuh rasa bahagia, mereka mengemasi barang-barangnya, termasuk mainan milik Khoirul. Kala mereka berkemas, Khoirul terlelap.
Di atas ranjang berukuran sekitar 1 X 2 meter persegi itu Khoirul tidur terlentang. Memakai kaus oblong putih bercelana pendek warna biru tua, dia terus memeluk handuk berwarna putih. Samad dan Sutrisno yang terlihat sangat senang dan gembira begitu mendapat kabar dari tim medis RSSA Malang bahwa Khoirul Anwar sudah boleh pulang, tak banyak memperhatikan Khoirul yang tertidur.
Sutrisno kemudian dengan senang membangunkan Khoirul. Sambil melingkarkan tangan ke punggung anaknya, lalu mengangkatnya, Sutrisno meminta agar Khoirul duduk. Khoirul yang masih terlelap terlihat kaget. Dia kemudian menangis. Sutrisno pun mencoba menghibur dan menyadarkan anaknya yang baru setengah terbangun itu. ''Nak, bangun, ayo duduk. Tekan tombol teleponnya biar berbunyi. Ayo pulang,'' kata Sutrisno membujuk Khoirul dengan bahasa Madura.
Khoirul hanya bisa menjawab dengan membisu sambil terlihat malas-malasan. Beberapa saat kemudian, dia dipindah dari tempat tidurnya ke kursi roda, meski belum sadar dari tidurnya. Lantas, Sutrisno memberikan mainan berupa robot-robotan yang ditaruh di pangkuan Khoirul. Beberapa saat kemudian, kursi roda itu didorong masuk ke ruang administrasi RSSA Malang.
Di ruangan tersebut ternyata sudah banyak yang menunggu, untuk menjemput Khoirul. Di antara mereka adalah pegawai negeri sipil (PNS) dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkab Pasuruan. Mereka yang sengaja menjemput Khoirul sedang menyelesaikan administrasi proses pemulangan anak yang malang itu. Begitu proses administrasi pemulangan selesai, keluarga dan para penjemput Khoirul bersalam-salaman bahkan ada yang sampai berpelukan. Itu semuanya sebagai ungkapan terima kasih orang kecil yang tak berdaya ini kepada dokter dan paramedis RSSA Malang yang selama ini merawat Khoirul.
Maklum, selama Khoirul menjalani perawatan di RSSA Malang, kondisinya sangat mengkhawatirkan. Sebab, ada 18 serpihan proyektil peluru yang bersarang di dadanya. Serpihan logam kecil itu sempat bersarang hingga seminggu lebih dalam tubuh bocah mungil itu sebelum tim dokter RSSA Malang mengoperasinya.
Operasi yang dijalani Khoirul sekitar lima jam. Itu dikarenakan tim yang dipimpin Dokter Subagjo kesulitan menentukan posisi serpihan proyektil di dinding dada Khoirul dan banyaknya serpihan yang harus dikeluarkan dengan ukuran beragam. Sebanyak 12 serpihan logam kecil berukuran 0,5 milimeter (mm), dan enam serpihan sedang berukuran 1 mm hingga 2 mm. Kini kondisinya sudah pulih. Khoirul lebih beruntung ketimbang Erwanto yang juga korban penembakan di Desa Alas tlogo, yang kini masih berbaring di rumah sakit. Sebab, meski jumlah serpihan yang dikeluarkan dari tubuh Erwanto lebih sedikit dibanding Khoirul, yakni sebanyak 10 serpihan, namun kondisinya belum pulih. Itu karena ada usus yang putus, sehingga harus disambung.
Keluarga Khoirul terlihat sangat senang begitu bocah tiga tahun ini diperbolehkan meninggalkan RSSA Malang. Alasan mereka sangat sederhana, yakni supaya bisa bertemu dan berkumpul kembali dengan keluarga di kampungnya di Alas Tlogo.
Bahkan, izin pulang yang diberikan tim medis kepada Khoirul itu sepertinya menghapus duka lara yang selama ini mereka derita. Secara terus terang, Sutrisno dan Samad mengaku sudah melupakan tragedi memilukan itu. Padahal, Sutrisno harus kehilangan istrinya, Mistin, yang juga menantu dari Samad ini. Mistin meninggal bersama tiga korban lainnya, yaitu Sutam, Rahman, dan Siti Khotijah, dalam peristiwa yang sama.
Mereka mengaku sudah mengikhlaskan kepergian Mistin. Mereka juga mengaku sudah merasa lega karena anak atau cucu yang tertembak itu sudah sembuh. ''Saya memang sudah ikhlas,'' kata Samad. Dia meyakini bahwa tragedi memilukan yang menimpa Mistin dan Khoirul itu merupakan takdir dari Allah SWT. ''Jadi, kami tidak ada dendam dalam hati,'' ujar dia.
Hal senada juga diungkapkan Sutrisno. Menurut dia, tidak ada rasa dendam dalam hatinya terhadap anggota Marinir yang menembak Mistin dan Khoirul beserta tiga korban nyawa lainnya. Dia menegaskan, dendam itu tidak akan menyelesaikan masalah. ''Jadi, bagi saya tidak ada rasa dendam. Ini sudah takdir. Tapi, kami tetap berharap dan menuntut agar anggota Marinir yang menembak itu diproses sesuai hukum,'' tutur Sutrisno yang juga diamini Samad.
Setelah memberikan keterangan pers, Khoirul bersama keluarganya meninggalkan RSSA Malang. Mereka mengendarai mobil Puskesmas Keliling Kabupaten Pasuruan warna hijau dengan Nopol N 8014 TP. Kendati Khoirul sudah meninggalkan rawat inap secara intensif, dia tetap harus menjalani rawat jalan. ''Itu untuk memulihkan kondisi fisik Khoirul, sehingga benar-benar sembuh, baik secara fisik maupun psikisnya,'' ungkap Wakil Direktur RSSA Malang, Respati. (aji )
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:42 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Majikan Ceriyati Minta Maaf
REPUBLIKA - Selasa, 19 Juni 2007
KUALA LUMPUR -- Kedubes RI (KBRI) di Malaysia akan tetap mengajukan kasus penyiksaan Ceriyati binti Dapin (34 tahun), tenaga kerja wanita (TKW) asal Brebes, Jateng, ke pengadilan Kuala Lumpur, meski majikannya telah minta maaf. Langkah ini ditempuh guna menegakkan keadilan dan memberi efek jera para majikan di Malaysia yang menyiksa pekerja asal Indonesia.
Kepala Satgas Perlindungan dan Pelayanan KBRI, Tatang B Razak, mengatakan, majikan Ceriyati, Michael Tsen dan Ivone Siew, datang ke KBRI, Senin (18/6). ''Mereka minta maaf dan bersedia membayar semua kerugian, tapi kami tetap akan mengajukan kasus ini ke pengadilan jika korban setuju,'' kata Tatang di Kuala Lumpur, Senin (8/6).
KBRI, ujar dia, akan minta kepolisian Malaysia menindaklanjuti penyiksaan ini dengan memeriksa dan menangkap majikan Ceriyati. ''Semua ini untuk membuat jera majikan Malaysia yang menyiksa pembantu,'' tegasnya.
Apalagi, Sekjen Kementerian Hal Ehwal Dalam Negeri Malaysia, Dato Aseh Che Mat, sudah minta semua pihak agar kasus penyiksaan terhadap pembantu tidak muncul lagi. Sebab, dalam setiap pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Abdullah Ahmad Badawi, masalah ini selalu disinggung.
''Ini kali pertama pejabat Malaysia datang menengok korban penyiksaan. Ini merefleksikan kepedulian Pemerintah Malaysia terhadap kasus-kasus penyiksaan pembantu,'' ujar Tatang.
Saat berkunjung ke KBRI, Dato Aseh meminta Wakil Dubes RI untuk Malaysia, AM Fachir, memberi daftar pembantu rumah tangga (PRT) yang disiksa. ''Saya akan serahkan ke Menteri Dato Radzi. Kami akan bahas dalam rapat internal agar kasus penyiksaan pembantu di Malaysia tidak muncul lagi,'' kata Dato Aseh.
Dalam kesempatan itu, Dato Aseh sempat berdialog dengan Ceriyati dan delapan PRT lainnya yang mengalami nasib serupa. Di antara mereka adalah Nirmala Bonat asal NTT dan Mariana Bulu yang disiksa beberapa pekan lalu hingga kupingnya bengkak, sementara gajinya tak pernah dibayar.
Dato Aseh juga sempat kaget ketika Judista, PRT kerabat dekat Sultan Pahang, mengatakan tak pernah menerima gaji sepeser pun selama 2,5 tahun dia bekerja. ''Bagaimana perasaan kita jika anak kita, saudara kita, menjadi pembantu, tapi gajinya tak dibayar,'' katanya.
Mengenai langkah hukum yang akan ditempuh KBRI, sambung Tatang, Ceriyati belum memberi jawaban. ''Dia masih dalam keadaan berduka,'' katanya. Ibu dua anak ini hanya menegaskan pantang kembali ke Brebes bila tidak membawa hasil jerih payahnya selama 4,5 bulan merantau di Malaysia.
Menteri Luar Negeri, Hassan Wirajuda, mengaku prihatin atas kasus yang menimpa Ceriyati. Jubir Deplu, Kristiarto Legowo, menegaskan, Pemerintah RI akan memfasilitasi Ceriyati mendapatkan haknya, termasuk jika mengajukan proses hukum.
Ridwan (39 tahun), suami Ceriyati, menyesal mengizinkan istrinya merantau ke Malaysia. ''Semua televisi menayangkan aksi nekat istri saya. Hati saya jadi tak karuan, sedih dan marah,'' katanya di Brebes.
Dia memberi izin istrinya menjadi TKW karena himpitan ekonomi. Pekerjaannya sebagai buruh tani tak mampu menghidupi keluarganya. (ant/fer/djo/wab/has )
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:40 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Korban Lumpur Ancam ke Jakarta
REPUBLIKA - Selasa, 19 Juni 2007
Di pengadilan, Lapindo menolak menunjukkan bukti insiden pengeboran.
SIDOARJO -- Warga Perumahan Tangulangin Anggun Sejahtera (Perum TAS) I, Kedungbendo, yang menjadi korban semburan lumpur Lapindo Brantas Inc, habis kesabaran. Senin (18/6) siang mereka kembali beraksi dengan berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sidoarjo, Jawa Timur.
Bahkan, mereka yang kecewa atas alotnya proses ganti rugi itu, mengancam segera melanjutkan demo ke Istana Negara, Jakarta, seperti April lalu. ''Jika sampai demo hari ini kita tidak direspon baik, maka pada 23 Juni besok, warga Perum TAS akan berbondong-bondong lagi ke Jakarta. Sebab, seperti ada kesengajaan dari pihak-pihak tertentu untuk mengulur-ulur waktu pembayaran ganti rugi,'' tegas Agus, koordinator aksi.
Target demo kemarin adalah bertemu dengan pimpinan DPRD dan Bupati, agar aspirasi mereka segera disampaikan ke pemerintah pusat dan Lapindo. ''Namun, sepertinya pimpinan DPRD maupun Bupati sudah tidak lagi perhatian dengan rakyatnya,'' kata Andi, pengunjuk rasa.
Mereka mengaku kehidupannya makin terpuruk setelah setahun lebih terkena dampak lumpur Lapindo, dan sekitar dua bulan bersabar menyusul keputusan pemerintah pusat pada 24 April untuk pencairan ganti rugi.
Dokumen insidenSementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sebagai dalam repliknya dalam persidangan legal standing di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, kemarin, menyatakan, Lapindo telah menutupi fakta adanya insiden pengeboran serta rangkaian antisipasinya sejak 27 Mei malam hingga 3 Juni 2006. Agar terhindar dari tanggung jawab, lalu Lapindo selalu menyalahkan gempa tektonik yang terjadi di Yogyakarta pada 27 Mei 2006 sebagai penyebab semburan lumpur.
Padahal, menurut YLBHI, kesalahan Lapindo diperkuat oleh surat dari PT Medco Energy sebagai salah satu pemegang saham Lapindo, yang menyatakan, Lapindo melakukan kecerobohan berat dalam insiden pengeboran. Surat No MGT-088/JKT/06 tertanggal 5 Juni 2006 yang ditujukan kepada Lapindo itu menyatakan adanya potensi persoalan akibat tidak terpasangnya casing dalam sumur sepanjang 5.447 kaki. ''Dokumen ini dimiliki oleh Lapindo, dan untuk kepentingan umum serta pengungkapan kebenaran, selayaknya Lapindo menunjukkannya di muka persidangan," ujar Taufik Basari, dari YLBHI.
Dalam gugatan perdata itu YLBHI telah menyerahkan 30 bukti tertulis kepada Majelis Hakim, yang terdiri atas hasil penelitian para ahli tentang penyebab semburan lumpur Lapindo dan berita-berita di berbagai media massa. YLBHI juga mengajukan laporan PBB edisi 2006 yang berjudul Environmental Assestment: Hot Mud Flow East Java, yang membuktikan sejak awal telah ada peringatan bahaya tentang dampak semburan lumpur terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
Namun Lapindo menolak permintaan YLBHI agar menunjukkan bukti surat dan laporan harian pengeboran ke depan persidangan. ''Dalam hukum acara perdata, ada suatu pasal yang menerangkan, siapa yang mendalilkan maka dia harus membuktikan,'' ujar Ahmad Muthosin, kuasa hukum Lapindo. Menanggapi itu, YLBHI meminta Majelis Hakim menerapkan mekanisme strict liability. ''Jika hakim menganut mekanisme itu maka beban pembuktian beralih pada perusahaan yang digugat,'' ujarnya. (tok/zam/ant )
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:39 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
RI Serukan Rekonsiliasi Palestina
REPUBLIKA - Selasa, 19 Juni 2007 8:22:00
JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mendesak semua kelompok di Palestina melakukan rekonsiliasi. Desakan ini terkait pertikaian antara kubu Fatah dan Hamas yang menyebabkan hancurnya pemerintahan nasional bersatu.
''Kami terus mendesak lahirnya rekonsiliasi dan yang paling penting adalah terbentuknya kembali pemerintahan nasional bersatu,'' ujar Menlu RI, Nur Hassan Wirajuda, di Jakarta, Senin (18/6), dalam jumpa pers bersama Menlu India, Pranab Mukherjee.
Menurut Menlu, perbedaan pandangan antara Fatah dan Hamas tak hanya memperbanyak warga Palestina yang terbunuh. Pertikaian kedua kelompok juga memperparah kerusakan bangunan dan material dan menyebabkan pemerintahan nasional bersatu --yang diwujudkan atas prakarsa Arab Saudi di Makkah-- menjadi hancur.
''Konflik di Palestina hanya akan merugikan perjuangan mewujudkan negara Palestina,'' kata Hassan.
Saat ditanya mengenai pembentukan kabinet baru oleh Presiden Mahmud Abbas, Hassan mengatakan bahwa Indonesia mengikuti perkembangan Palestina dari dekat. Hassan juga menjelaskan bahwa kabinet baru itu masih memerlukan persetujuan dari parlemen.
Pemerintah India, kata Menlu India, Pranab Mukherjee, mendukung resolusi PBB yang menyeru Israel dan Palestina menentukan batas wilayah masing-masing dan hidup berdampingan secara damai. Mukherjee berharap Palestina dapat menyelesaikan konflik internal mereka.
Untuk pertama kalinya, kabinet darurat pimpinan PM Salam Fayyad, Senin, melakukan sidang di Ramallah, Tepi Barat. Tugas utama kabinet adalah memulihkan keamanan dan persatuan rakyat Palestina. ''Kami juga akan bekerja keras memenuhi kebutuhan mendasar rakyat di Jalur Gaza,'' kata Menteri Penerangan dan Kehakiman, Riyad Al-Maliki.
Besarnya dukungan internasional terhadap kabinet darurat, kata Al-Maliki, menunjukkan bahwa pemerintahan baru ini di jalur yang benar. ''Kami berharap bantuan internasional bisa dicairkan secepatnya, termasuk gaji pegawai pemerintah di Jalur Gaza.''
Memburuknya situasi di Jalur Gaza menjadi keprihatinan terbesar saat ini. Kawasan itu kini terisolasi, setelah Israel dan Mesir menutup perbatasan. Keterbatasan bahan bakar dan pangan menghantui sekitar 1,4 juta warga Gaza yang sangat tergantung pasokan barang dari luar wilayah mereka.
Warga Palestina khawatir barang-barang kebutuhan pokok semakin sulit didapat pada hari-hari mendatang. Wilayah Palestina terdiri atas Jalur Gaza dan Tepi Barat. Dua daerah yang berjarak 48 kilometer ini dibelah oleh teritori Israel.
Sejumlah pengamat politik Timur Tengah mempertanyakan kemampuan Abbas menangani situasi di Jalur Gaza. Abbas dengan faksi Fatahnya kalah pamor bila dibandingkan ketenaran Hamas di Jalur Gaza.
Amerika Serikat melalui Konsul Jenderal di Jerusalem, Jacob Walles, secepatnya akan mengalirkan bantuan bagi pemerintahan Fayyad. Sementara, PM Israel, Ehud Olmert, setibanya di Washington, AS, menegaskan bahwa negaranya mengakui pemerintahan baru Palestina yang berkedudukan di Tepi Barat.(ap/afp/lan/fer )
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:33 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Lumpur Lapindo: Pemerintah Disarankan Sediakan Anggaran
KOMPAS - Selasa, 19 Juni 2007
Jakarta, Kompas - Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK menyarankan pemerintah mengambil alih penanganan, termasuk penyediaan anggaran bagi penyelamatan warga yang terkena dampak semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Ini untuk menyelamatkan rakyat, sambil menunggu penetapan pihak yang bertanggung jawab terhadap insiden itu.
Saran itu terungkap dalam laporan audit BPK terhadap kasus lumpur panas yang disampaikan ke DPR, Rabu lalu. Laporan itu baru terungkap ke publik, Senin (18/6), dan dibenarkan Juru Bicara BPK Baharuddin Aritonang.
Akibat bencana lumpur panas, yang diawali dari pengeboran minyak oleh Lapindo Brantas Inc (LBI) itu, BPK memperkirakan timbul biaya ekonomi sekitar Rp 32,89 triliun pada periode 2006-2015. Padahal, nilai kas yang dibayarkan dan yang menjadi komitmen untuk dibayarkan LBI hingga akhir Januari 2007 baru senilai Rp 4,90 triliun.
Beban biaya itu meliputi yang ditanggung negara atau publik Rp 2,35 triliun, BUMN Rp 210 miliar, swasta Rp 970 miliar, dan warga Rp 29,36 triliun. BPK mengakui, pendistribusian beban biaya harus ditafsirkan sangat hati-hati karena sulit memisahkan secara tegas beban biaya yang ditanggung masing-masing pihak itu.
"Namun, kesenjangan finansial itu berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan ekonomi rakyat, bukan hanya yang terkena genangan lumpur, tetapi juga sebagian warga di sekitar, bahkan masyarakat Jatim," ujar Baharuddin. Karena itu, BPK pun menyarankan pemerintah menyediakan anggaran untuk menyelamatkan warga lebih dahulu.
Dalam auditnya, BPK juga menilai insiden lumpur panas terjadi karena pemerintah dan LBI kurang hati-hati. Bahkan, pemerintah, dalam hal ini Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, hanya terfokus mengawasi anggaran kontraktor bagi hasil migas daripada melakukan pengawasan atas kegiatan teknis eksplorasi dan eksploitasi sumur minyak itu.
Sementara itu, dalam sidang gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia selaku penggugat meminta LBI menunjukkan laporan pengeboran harian, terutama laporan pada jam menjelang insiden semburan lumpur panas. (har/ana)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:33 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Ekspedisi: Hidup Berkat Lumpur dari "Benawi"
KOMPAS - Selasa, 19 Juni 2007
Pascal S Bin Saju
Setelah mengambil sejumput pasir halus dari sebuah karung plastik, Umini (50) menaburkan rata pada permukaan roda pelarik. Ia lalu meraih segumpal lumpur pasir dan meletakkannya pada taburan pasir itu. Itulah salah satu prosesi kerja Umini membuat cobek.
Umini adalah salah seorang perempuan perajin gerabah tradisional. Saat ditemui Tim Ekspedisi Bengawan Solo Kompas 2007 di rumah sederhananya di tepi Bengawan Solo, Dusun Rendeng, Desa Rendeng, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Sabtu (16/6), nenek lima cucu itu sedang asyik dengan pekerjaannya.
Kedua tangannya bergerak bersamaan. Sesekali jari telunjuk kanannya dicelupkan pada segelas air untuk membasahi gumpalan lumpur pasir agar tetap lunak dan mudah dibentuk. Dalam tempo lima menit, gumpalan itu telah berubah menyerupai cobek setelah dihaluskan dengan secarik kain basah.
"Setelah terbentuk, layah (cobek) akan dikerik lagi agar lebih halus. Pada musim kemarau seperti saat ini, layah dapat kering dengan dianginkan seharian. Pada musim hujan butuh tiga hari. Proses pengerjaan semua gerabah hampir sama sebelum akhirnya dibakar," kata ibu empat anak ini.
Pekerjaan Umini beragam. Selain sebagai ibu rumah tangga, kesibukan utamanya memang membuat gerabah khusus untuk peralatan dapur. Kadang-kadang, ia juga sekaligus menjadi pengepul dan penjual gerabah.
Sehari-hari Umini membuat gerabah di salah satu ruang rumahnya yang reyot. Bangunan rumah 10 meter x 20 meter itu sudah tua. Sebagian dinding papan sudah lapuk. Atapnya dari genteng kusam berlumut, selalu bocor pada musim hujan.
Rumah berlantai tanah itu separuhnya disekat memanjang menjadi tiga kamar tidur, yakni untuk Umini dan suaminya Mustaqin (60), satu anaknya yang masih bujang, dan satu kamar lagi dibiarkan kosong. Separuh dari seluruh luas tanahnya dibiarkan kosong seperti los.
Pekerjaan membuat gerabah dijalankan di ruang mirip los itu, yang juga menyatu dengan dapur. Di sana-sini ruang itu berserakan kayu bakar serta bahan baku pembuat gerabah, yakni karung berisi pasir dan gumpalan-gumpalan lumpur pasir. Di antara serakan itu terdapat satu roda pelarik sebagai salah satu alat pembuat gerabah.
Gumpalan lumpur pasir adalah hasil adukan lumpur dan pasir yang diambil dari Bengawan Solo. Untuk menjadi gumpalan, terlebih dahulu pasir dan lumpur diaduk jadi satu dalam molen. Gumpalan itu bisa bertahan hingga dua atau tiga bulan asal terjaga kelembabannya.
Ia memulai pekerjaan itu sekitar 25 tahun silam. Ia belajar dari perempuan lain di dusun ini. "Gerabah yang saya buat semuanya untuk peralatan rumah tangga, seperti layah, kuali, wajan, pot bunga, pengaron (mirip baskom), dan keren (tungku pembakar)," tutur Umini.
Pekerjaan mengambil lumpur dan pasir, atau menyediakan bahan baku, dilakukan kaum pria atau para suami, sedangkan membuat gerabah, menjemur, sampai membakar dilakukan kaum perempuan.
Saat ini harga gerabah sangat murah. Contohnya, harga satu keping layah hanya Rp 500. "Kalau di pasar bisa laku Rp 1.000-Rp 1.500," ujar Umini.
Turun temurun
Kerajinan gerabah ini merupakan warisan tradisi para buyut dahulu. "Bahan bakunya dari dulu diambil dari benawi (bengawan)," katanya.
Sebutan benawi atau bengawan tidak lain adalah Bengawan Solo.
"Sejak masa perundagian, pada zaman prasejarah, pekerjaan merajin gerabah adalah spesialisasi perempuan," kata arkeolog Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono MHum, yang ikut dalam ekspedisi.
Rendeng satu-satunya dusun yang hingga kini masih melanjutkan tradisi pembuatan gerabah yang dirintis sejak berabad- abad lalu di Kabupaten Bojonegoro. Wilayah ini pada masa lampau termasuk dalam teritori Kerajaan Majapahit. Produk gerabahnya lebih dikenal sebagai gerabah Malo.
Dahulu kerajinan gerabah itu luas dikenal dengan nama gerabah malo.
Namun, kini warga di Bojonegoro lebih mengenal Dusun Rendeng sebagai sentra kerajinan gerabah.
Hanya saja, hingga kini para perajin tetap miskin. Potret kehidupan Umini merupakan wajah umum di Dusun Rendeng. Pada musim kemarau mereka menganggur karena kehabisan lumpur dan pasir. Saat kemarau, bekerja serabutan merupakan keseharian mereka lagi. (Gesit Ariyanto)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:32 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Lakukan Proses Hukum
KOMPAS - Selasa, 19 Juni 2007
Keluarga Inginkan Ceriyati Segera Dipulangkan dari Malaysia
Jakarta, Kompas - Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menilai, permintaan maaf yang disampaikan keluarga yang mempekerjakan Ceriyati, tenaga kerja Indonesia di Malaysia, dan simpati dari Pemerintah Malaysia tidaklah cukup. Proses hukum harus tetap ditempuh untuk menyelesaikan masalah ini.
"Pihak keluarga yang memperlakukan secara kasar sudah minta maaf, tetapi bagi kita, ya ini proses yang harus ditangani secara hukum," kata Hassan di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (18/6).
Desakan agar majikan yang mempekerjakan Ceriyati dihukum juga datang dari Migran Care dalam siaran persnya.
Menurut Menlu, dirinya mendapat laporan bahwa Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri serta Direktur Jenderal Tenaga Kerja dan Imigrasi Malaysia telah datang ke Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk menunjukkan simpatinya. Laporan itu juga menyatakan bahwa masalah ini akan dibawa ke sidang kabinet di Malaysia.
"Kasus yang memprihatinkan bagi kita telah mendapat perhatian besar dari Malaysia. Mudah-mudahan melalui kontak antarkedutaan besar dan Pemerintah Malaysia dapat dicari solusi yang baik," ujarnya.
Menlu sendiri mengaku sangat prihatin atas nasib Ceriyati, TKI asal Brebes, Jawa Tengah, yang mencoba kabur dari majikannya dengan cara menyambung- nyambungkan kain dari lantai 15 kondominium di Sentul, Kuala Lumpur, akhir pekan lalu.
"Kejadian itu secara umum berkaitan dengan nasib dan kesejahteraan TKW kita," jawab Hassan Wirajuda, seusai mendampingi Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla bertemu Menlu India Pranab Mukherjee.
Terkait masalah ini, menurut Hassan, Kedutaan Besar RI (KBRI) di Kuala Lumpur telah mengontak Ceriyati secara langsung. Namun, Hassan tak merinci langkah-langkah berikutnya yang dilakukan KBRI setelah kontak dengan Ceriyati.
Berharap segera pulang
Di Brebes, Ridwan (39), suami Ceriyati, mengaku belum mendapatkan pemberitahuan resmi mengenai kondisi Ceriyati. Ia juga berharap agar Ceriyati bisa segera dipulangkan.
Saat ditemui di rumahnya di Desa Kedungbokor, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Ridwan mengaku mendengar berita mengenai istrinya dari televisi. Petugas dari perusahaan penyalur TKI juga belum ada yang datang ke rumahnya.
Kedua anak Ceriyati, yaitu Ade Nuriman (15) dan Anggun Wiyana Rizki (5) yang ikut mendampingi ayahnya, terlihat sangat berduka. Bahkan, ibunda Ceriyati, Sinah (60), sempat pingsan saat mengetahui nasib anaknya.
Ceriyati berangkat dari Brebes pada Desember 2006 melalui PT Sumber Kencana Sejahtera di Jakarta. Ia dijanjikan gaji Rp 1,6 juta sebulan. Selama di Malaysia, buruh tani itu belum pernah mengirim surat maupun uang. (INU/har/wie/*)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:30 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Lapan Uji Roket di Pameungpeuk
KOMPAS - Selasa, 19 Juni 2007
Garut, Kompas - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau Lapan masih tetap menggunakan Instalasi Uji Terbang Roket di Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Keberadaan instalasi yang didirikan tahun 1963 ini sering diprotes sekelompok warga setempat karena setiap peluncuran roket kawasan nelayan dan tempat pelelangan ikan di dekatnya harus ditutup minimal sampai empat hari.
Kepala Lapan Adi Sadewo Salatun di Pameungpeuk, Senin (18/6), mengatakan, untuk keperluan uji ilmiah Lapan maupun kepentingan militer, pada tahun 2007 ini masih dilangsungkan rencana peluncuran 13 roket.
"Dari hasil evaluasi sementara, roket yang siap diluncurkan sebanyak 12 buah. Satu roket yang kebetulan memiliki jangkauan paling jauh, sekitar 50 kilometer, memiliki hambatan pada salah satu strukturnya," kata Adi.
Peluncuran roket pada Rabu pagi ini akan diawali sekitar pukul 07.30.
Setelah peluncuran 12 roket, direncanakan ada pula demonstrasi Roket Dextrose sebagai roket dengan jangkauan sekitar 1,5 kilometer berbahan bakar glukosa atau gula.
"Lima belas Roket Dextrose akan didemonstrasikan di hadapan siswa SMA. Tahun depan akan diselenggarakan kompetisi Roket Dextrose tingkat SMA," kata peneliti Lapan, Heri Budi Wibowo.
Lapangan untuk peluncuran roket pada Instalasi Uji Terbang Roket Lapan di Pameungpeuk, menurut Adi, akan dipindahkan sesuai dengan tuntutan warga. Lapan sudah menentukan lokasi baru di Cikelet, sekitar 22 kilometer dari lokasi sekarang. (NAW)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:30 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
ANALISIS POLITIK: Menyerang Tanpa Pasukan
KOMPAS - Selasa, 19 Juni 2007
Sukardi Rinakit
Siang itu, 14 Juni 2007. Sambil makan siang berdua, teman saya, yang merasa menjadi bagian dari lingkaran dalam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bertanya, "Mengapa kamu tak pernah memuji hasil kerja Presiden SBY? Di matamu semua yang dilakukan beliau salah!"
Saya menggeleng perlahan. Terlepas dari kontroversi yang ada, stabilitas ekonomi makro yang terjadi selama ini harus diapresiasi. Ekonomi tumbuh, nilai rupiah relatif stabil, dan inflasi turun. Dalam bidang politik, hal yang perlu diapresiasi adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendukung daftar calon terbuka murni untuk pemilu legislatif.
Hal positif lain, Presiden pandai dan tidak korup. Maka, saya tak setuju jika ada gerakan yang ingin mencabut mandat pemerintah. Kita harus ikuti aturan main demokrasi: reguler, damai, dan teratur.
Atas dasar jawaban itu, teman tadi lalu memberondong pertanyaan lagi. "Kalau begitu, kalau misalnya saat ini diadakan pemilu, kamu pilih SBY atau Wiranto?" Saya menyebut nama Wiranto. "Kalau SBY dan Megawati?" Bibir ini menyebut Megawati. "Yudhoyono dan Sultan Hamengku Buwono X?" Jawabnya Sultan. "Kalau SBY dan Jusuf Kalla?" Saya menjawab Jusuf Kalla. Teman itu kecewa.
Semoga selamat
Jawaban seperti itu meluncur begitu saja. Setelah saya renungkan, hal tersebut dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, setiap kali bertanya kepada para pengusaha tentang realitas bisnis saat ini, mereka umumnya menjawab lesu. Tidak ada optimisme.
Kedua, teringat nasihat Pak Sareh, guru budi pekerti ketika saya duduk di sekolah dasar (SD) dulu. Dia selalu mengatakan, negara akan tenteram kalau rakyatnya bekerja dan harga sandang-pangan murah.
Secara obyektif harus diakui saat ini kemiskinan masih melilit sekitar 108 juta jiwa. Mereka ada di sekitar kita dan ikut dalam irama kehidupan sehari-hari. Ketika kita tertawa, mereka ikut tertawa meski perut perih karena lapar. Mereka juga tersenyum meski hatinya bingung karena digerogoti daya beli yang semakin rendah.
Sisi lain, angka pengangguran (termasuk pengangguran terselubung dan setengah pengangguran) masih membelenggu sekitar 49 juta orang. Sektor riil relatif tidak bergerak, harga beras dan minyak goreng mahal, dan perjanjian ekstradisi menyeret beban berat bidang pertahanan. Semua itu menjadi kesatuan energi yang memengaruhi penilaian pada capaian-capaian pemerintah.
Pendeknya, senyum pasrah ibu-ibu tetangga mengalahkan senyum keberhasilan para pejabat. Keluhan mereka yang menganggur mengalahkan keluhan para pejabat yang sudah bekerja keras. Kalau sudah begitu, saya menjadi seperti kakek-kakek yang hanya bisa membatin, "wolo-wolo kuwato, wolo-wolo slameto" (semoga kuat, semoga selamat).
Seperti kata Pak Sareh, negara akan tenteram kalau rakyatnya mempunyai pekerjaan dan harga sandang-pangan murah. Ini hanya akan bisa terwujud jika ada penguasa yang mempunyai sifat adil, tegas, dan berjiwa mulia.
Dalam konteks Republik, jika mau, Presiden SBY masih mempunyai peluang luas untuk menenteramkan perasaan rakyat. Satu syaratnya, taktik komunikasi politiknya harus berubah. Salah satu pendekatan yang dapat ditempuh—dalam implementasi kebijakan maupun perilaku politik—adalah melalui taktik "nglurug tanpa bala" (menyerang tanpa pasukan). Dengan pendekatan ini, politik tak akan cepat memanas seperti kini.
Mewakilkan kehadirannya pada sejumlah menteri (kasus interpelasi Resolusi PBB Nomor 1747 tentang Iran) adalah seperti mengirim pasukan tempur. Tentu suasana menjadi seperti perang. Padahal, interpelasi ini sebenarnya tak lebih dari substitusi kejengkelan anggota DPR karena kecewa pada reshuffle kabinet lalu. Kalau saja Presiden hadir ketika itu, menyerang tanpa pasukan, maka parlemen akan mendingin (kalah).
Namun, semua telah terjadi. Sinyal bahwa politik lebih cepat memanas dari yang diprediksi sebelumnya, secara cepat ditangkap negatif oleh para investor. Akibatnya, mereka memperpanjang masa tunggu untuk menanamkan modalnya.
Jika dipikir secara bening, tampaknya taktik Presiden selama ini banyak yang tidak seirama dengan emosi politik publik. Dalam kasus kenaikan harga minyak goreng, misalnya, para pengusaha yang berkaitan dengan masalah tersebut dipanggil. Kesan yang tampil di publik, para pengusaha itu dimarahi. Bahkan diancam pajak ekspor.
Akibatnya, pengusaha sektor lain menjadi termangu-mangu. Sedangkan rakyat menjadi kecewa ketika harga minyak goreng tidak kunjung turun. Sekali lagi, Presiden tidak menerapkan taktik menyerang musuh tanpa pasukan. Sebaliknya, pemerintah justru dinilai sebagai penguasa yang cenderung arogan.
Oleh karena itu, jika Presiden tidak segera mengubah pendekatan dalam memerintah, secara prediktif optimisme publik tidak akan pernah bangkit. Artinya, keadaan dua tahun ke depan akan sama dengan keadaan sekarang. Tidak ada perbaikan yang signifikan.
Kepada seluruh rakyat Indonesia saya berharap, "wolo-wolo kuwato" (semoga kuat selalu) dalam menghadapi kesulitan hidup saat ini. Siapa yang sabar akan subur.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:27 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
POLITIKA: Bredel Itu "Jadul"!
KOMPAS - Selasa, 19 Juni 2007
Budiarto Shambazy
Harian ini edisi 16 Juni memberitakan kebebasan pers terancam karena pemerintah ingin memberlakukan lagi pembredelan terhadap media. Itu tertuang dalam naskah rancangan undang-undang atau RUU tentang perubahan atas UU No 40/1999 tentang Pers yang disiapkan pemerintah.
Materi itu, antara lain, tertuang di Pasal 4 Ayat 5. Disebutkan, pers yang memuat materi yang merendahkan martabat agama, mengganggu kerukunan antaragama, bertentangan dengan susila, membahayakan penyelenggaraan pertahanan dan keamanan nasional, dibredel.
Perubahan lain, frase "kebebasan pers" diganti dengan "pembangunan nasional yang berkesinambungan". Orang langsung ingat kenangan pahit pada masa lalu.
Jika merujuk pada Four Theories of the Press (1963) karya Siebert/Peterson/Schramm, RI penganut pers bertanggung jawab sosial. Ada karakteristik lain (otoriter, libertarian atau ala Uni Soviet), tetapi pers nyaris tak pernah bersikap anarkis.
Pers manut dilarang memberitakan peristiwa Tanjung Priok 1984, dibredel saat menginvestigasi pembelian 39 kapal perang. Pers mengerti tak perlu memanas-manasi konflik SARA yang merugikan. Justru pemerintah mengekang lewat surat izin terbit atau surat izin usaha penerbitan pers. Kata pepatah, "Buruk rupa cermin yang dibelah".
Sikap dewasa pers berbanding terbalik dengan perilaku kekuasaan. Jika pers mengalah, kekuasaan makin mencengkeram—itu yang biasa terjadi.
Jika pemerintah minta menerapkan embargo rencana serangan terhadap musuh dalam perang, misalnya, itu OK. Tetapi, kalau dilarang memberitakan penembakan terhadap rakyat, itu enggak OK.
Pers the fourth estate yang menopang rumah demokrasi bersama pemerintah, the ruling elite, dan masyarakat. Setiap estate mempunyai akses ke ruang publik yang disediakan pers yang beropini.
Kekuatan (power) tak bisa dimonopoli lagi. Kini banyak aktor "bukan negara", seperti lembaga internasional, entitas bisnis, institusi politik, sampai komunitas mini yang berhak memperoleh akses dalam ruang publik.
UU No 40/1999 sudah jelas, termasuk menyangkut hak koreksi dan hak jawab publik serta hak tolak pers. Pasal 4 Ayat 2 menyatakan, "Terhadap pers nasional tidak dikenai penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran".
Tanggung jawab sosial ada di Pasal 6 yang mengatakan pers melaksanakan peranan memenuhi hak masyarakat mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM, serta menghormati kebhinnekaan. Juga disebut, pers wajib mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang akurat dan benar. Juga ada peranan melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran pers terhadap hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Lalu, pers memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Dalam bahasa Inggris ada istilah "what more could you ask for?" (mau minta apa lagi?).
Saat ini ada ratusan media cetak dan penyiaran. Betul, masih banyak media yang layak introspeksi, misalnya televisi yang menyajikan korban berdarah atau jenazah.
BBC tak pernah menayangkan darah setetes pun waktu London jadi korban peledakan bom teroris, Juli 2005.
Stasiun-stasiun besar di Amerika Serikat (AS) berulang kali minta maaf menayangkan gambar korban melompat dari Menara Kembar di New York dalam Tragedi 9/11, tetapi tak satu mayat pun dipertontonkan.
Demi mengejar eksklusivitas, kadang kekerasan ditayangkan secara berlebihan.
Megawati Soekarnoputri dan Akbar Tandjung pernah mengajukan sebuah harian ke pengadilan yang memuat karikatur yang mengolok. Ada perbedaan antara mengolok pejabat dan mengkritik kebijakan si pejabat.
Pers AS bebas mendukung calon presiden. Pers Indonesia bukan libertarian, calon pejabat publik dapat tempat sama rata dan sama rasa. Jika 20 tahun lagi pers di sini mendukung parpol atau capres tertentu, itu sah-sah saja.
Sekali lagi, demokrasi ya demokrasi. Elite yang memerintah di ASEAN hanya mau menerapkan demokrasi setengah hati. Mereka enggan demokratis 100 persen karena membahayakan posisinya. Mereka bilang kebablasan, padahal demokrasi ya harus bablas, tanpa perlu anarkis.
Demokrasi setengah hati mendatangkan bahaya, yakni terulangnya krisis moneter tahun 1997. Pasar tak bersahabat dengan rezim yang tak jujur.
Rezim yang tak jujur mencicipi, mengunyah, lalu melepéh demokrasi. Parpol ditertawakan, politisi dipinggirkan, kaum sipil disepelekan, rakyat dilupakan, dan pers dikorbankan.
Mari kita tegaskan beramai-ramai, "Bredel Itu Jadul!"
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:21 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas