Tuesday, June 19, 2007

Korban Lumpur Ancam ke Jakarta

REPUBLIKA - Selasa, 19 Juni 2007

Di pengadilan, Lapindo menolak menunjukkan bukti insiden pengeboran.

SIDOARJO -- Warga Perumahan Tangulangin Anggun Sejahtera (Perum TAS) I, Kedungbendo, yang menjadi korban semburan lumpur Lapindo Brantas Inc, habis kesabaran. Senin (18/6) siang mereka kembali beraksi dengan berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sidoarjo, Jawa Timur.
Bahkan, mereka yang kecewa atas alotnya proses ganti rugi itu, mengancam segera melanjutkan demo ke Istana Negara, Jakarta, seperti April lalu. ''Jika sampai demo hari ini kita tidak direspon baik, maka pada 23 Juni besok, warga Perum TAS akan berbondong-bondong lagi ke Jakarta. Sebab, seperti ada kesengajaan dari pihak-pihak tertentu untuk mengulur-ulur waktu pembayaran ganti rugi,'' tegas Agus, koordinator aksi.
Target demo kemarin adalah bertemu dengan pimpinan DPRD dan Bupati, agar aspirasi mereka segera disampaikan ke pemerintah pusat dan Lapindo. ''Namun, sepertinya pimpinan DPRD maupun Bupati sudah tidak lagi perhatian dengan rakyatnya,'' kata Andi, pengunjuk rasa.
Mereka mengaku kehidupannya makin terpuruk setelah setahun lebih terkena dampak lumpur Lapindo, dan sekitar dua bulan bersabar menyusul keputusan pemerintah pusat pada 24 April untuk pencairan ganti rugi.
Dokumen insidenSementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sebagai dalam repliknya dalam persidangan legal standing di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, kemarin, menyatakan, Lapindo telah menutupi fakta adanya insiden pengeboran serta rangkaian antisipasinya sejak 27 Mei malam hingga 3 Juni 2006. Agar terhindar dari tanggung jawab, lalu Lapindo selalu menyalahkan gempa tektonik yang terjadi di Yogyakarta pada 27 Mei 2006 sebagai penyebab semburan lumpur.
Padahal, menurut YLBHI, kesalahan Lapindo diperkuat oleh surat dari PT Medco Energy sebagai salah satu pemegang saham Lapindo, yang menyatakan, Lapindo melakukan kecerobohan berat dalam insiden pengeboran. Surat No MGT-088/JKT/06 tertanggal 5 Juni 2006 yang ditujukan kepada Lapindo itu menyatakan adanya potensi persoalan akibat tidak terpasangnya casing dalam sumur sepanjang 5.447 kaki. ''Dokumen ini dimiliki oleh Lapindo, dan untuk kepentingan umum serta pengungkapan kebenaran, selayaknya Lapindo menunjukkannya di muka persidangan," ujar Taufik Basari, dari YLBHI.
Dalam gugatan perdata itu YLBHI telah menyerahkan 30 bukti tertulis kepada Majelis Hakim, yang terdiri atas hasil penelitian para ahli tentang penyebab semburan lumpur Lapindo dan berita-berita di berbagai media massa. YLBHI juga mengajukan laporan PBB edisi 2006 yang berjudul Environmental Assestment: Hot Mud Flow East Java, yang membuktikan sejak awal telah ada peringatan bahaya tentang dampak semburan lumpur terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
Namun Lapindo menolak permintaan YLBHI agar menunjukkan bukti surat dan laporan harian pengeboran ke depan persidangan. ''Dalam hukum acara perdata, ada suatu pasal yang menerangkan, siapa yang mendalilkan maka dia harus membuktikan,'' ujar Ahmad Muthosin, kuasa hukum Lapindo. Menanggapi itu, YLBHI meminta Majelis Hakim menerapkan mekanisme strict liability. ''Jika hakim menganut mekanisme itu maka beban pembuktian beralih pada perusahaan yang digugat,'' ujarnya. (tok/zam/ant )

0 comments: