KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007
Jakarta, Kompas - Dibukanya peluang calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah berpotensi memicu sengketa dan konflik horizontal. Karena itu, Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah harus jadi prioritas, bahkan harus lebih diprioritaskan ketimbang pembahasan rancangan undang-undang paket bidang politik.
"Potensi konfliknya luar biasa. Salah satu calon yang kalah dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) bisa menggugat karena, misalnya dalam Pilkada DKI Jakarta, calon perseorangan belum diberi kesempatan," ujar pengamat politik dari Universitas Indonesia, Maswadi Rauf, pada "Diskusi Dialektika Demokrasi" di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat (27/7).
Untuk mencegah konflik dan menghindari kekosongan hukum yang terlalu lama, kata Maswadi, DPR harus membahas revisi UU No 32/2004 dengan cepat. Jangan lebih dari satu bulan, apalagi yang diubah hanya dua pasal. "Kalau DPR mau, satu minggu pun bisa selesai," ucapnya.
Aturan lebih teknis dan rinci bisa dalam peraturan pemerintah (PP) yang juga harus diselesaikan segera. Pemerintah juga perlu membuat penegasan, selama calon perseorangan belum diatur, pilkada berjalan seperti biasa.
Di Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa mengatakan, untuk tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka peluang adanya calon perseorangan dalam pilkada, pemerintah akan membahasnya dengan DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Saya sudah berjumpa dengan Ketua MK Jimly Asshiddiqie. Dari dua agenda yang kami bicarakan, satu di antaranya adalah tentang putusan MK. Posisi pemerintah sangat jelas, kami tidak dalam kapasitas untuk menolak putusan itu karena diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945," kata Hatta.
Keberanian Presiden
Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR Lukman Hakim Saifuddin tak habis pikir dengan putusan MK itu. Sebab, katanya, MK tak memberi tenggang waktu bagi pembuat UU untuk merevisi UU, seperti saat memutuskan dalam soal Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR Mahfudz Siddiq menambahkan, revisi UU No 32/ 2004 lebih baik dilakukan melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). Jika melalui mekanisme revisi UU, ia memperkirakan hal itu memakan waktu sekitar satu tahun.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan tidak setuju pengaturan calon perseorangan itu melalui perpu karena tidak ada sesuatu yang bersifat memaksa dan mendesak.
Namun, di sela-sela peringatan Hari Lahir Ke-9 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta, Jumat, Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB Muhaimin Iskandar menilai persoalan calon perseorangan dalam pilkada akan memicu konflik dan persoalan baru di daerah kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak segera mengeluarkan perpu untuk memfasilitasinya.
"Calon independen harus ditindaklanjuti dengan perpu karena tuntutan yang muncul nanti dalam pilkada di beberapa daerah akan menciptakan suatu kondisi (kegentingan) memaksa. Tetapi, kalau Presiden enggak berani, ya, terpaksa menunggu revisi UU," ujar Muhaimin.
Keberadaan perpu terkait calon independen mendesak. Namun, Muhaimin mengakui pula, ketentuan soal penentuan hal ihwal kegentingan memaksa untuk prasyarat melahirkan perpu itu tetap ada di tangan Presiden.
Seperti diberitakan, masa jabatan Gubernur Maluku Utara berakhir 25 November 2007. Proses pilkada saat ini berlangsung dengan tanpa calon perseorangan. Sejumlah kalangan menghendaki adanya calon perseorangan, seperti juga dalam pilkada di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang digelar 9 September mendatang. Namun, KPU Maluku Utara dan KPU Cilacap menutup peluang calon perseorangan itu.
KPU bertanggung jawab
Di Jakarta, Jumat, ahli hukum tata negara A Irmanputra Sidin mengingatkan, KPU adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk menindaklanjuti putusan MK. Putusan MK jelas menegaskan KPU bisa menjembatani pengaturan calon perseorangan dalam pilkada itu dengan mengacu pada UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Jika KPU mau, peraturan KPU bisa dibuat cepat dan dapat langsung diimplementasikan tanpa harus menunggu revisi UU Pemerintahan Daerah atau penerbitan perpu. "Jangan diarahkan ke Istana (Presiden) atau Senayan (DPR), tetapi ke Imam Bonjol (KPU Pusat)," ungkap Irmanputra, yang juga asisten hakim konstitusi itu, dalam diskusi di Gedung DPD, Jakarta.
Mantan Ketua Panitia Khusus Rancangan UU tentang Penyelenggara Pemilu Saifullah Ma’shum berpendapat, dalam konteks tindak lanjut putusan MK, lembaga paling berkompeten membuat aturan adalah KPU. Perpu bisa saja ditolak DPR. Karena itu, KPU harus didorong untuk mengambil peran membuat aturan tersebut.
Namun, baik Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti maupun anggota KPU Valina Singka Subekti berpendapat, pengaturan persyaratan calon perseorangan dalam pilkada adalah substansi UU sebagaimana pengaturan calon dari partai politik atau gabungan parpol. KPU adalah pelaksana UU dan peraturan KPU dibuat dalam rangka implementasi UU.
KTP menyulitkan
Ketua KPU Sumatera Utara Ilham Buana menilai, meski putusan MK menyebut KPU bisa mengambil kewenangan mengatur calon perseorangan dalam pilkada, jika pemerintah lamban, KPU pasti berpikir dua kali untuk melakukannya. KPU lebih baik menunggu pemerintah.
Ilham juga memperkirakan calon perseorangan di Sumut akan bermunculan. Dalam diskusi beberapa saat lalu muncul wacana agar syarat calon perseorangan sama dengan calon dari partai, yakni 15 persen dari suara yang sah dalam pemilu. Kalau ini dilakukan, calon perseorangan dan KPU bakal kerepotan mencari dan memverifikasi dukungan yang berupa fotokopi kartu tanda penduduk (KTP). "Itu usulan tak rasional," katanya.
Merujuk pilkada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang mewajibkan calon perseorangan memiliki dukungan minimal tiga persen dari jumlah penduduk, di Sumut setiap calon perseorangan akan membawa sekitar 350.000 lembar fotokopi KTP, dengan asumsi 8,2 juta pemilih. Proses verifikasinya sangat merepotkan. (SUT/DIK/DWA/OSD/WSI)
Saturday, July 28, 2007
Revisi UU Harus Jadi Prioritas Pemerintah Akan Temui DPR
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:42 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Musibah: Pasar Turi Habis Dimangsa Api
KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007
Surabaya, Kompas - Api yang membakar Pasar Turi hingga Jumat (27/7) malam belum bisa dipadamkan. Api yang mulai berkobar sejak Kamis pukul 08.30 itu terus menjalar ke toko-toko di sebelah barat Pasar Turi. Api membakar sebagian besar pertokoan Ramayana.
Api merambat ke pertokoan Ramayana hari Jumat sekitar pukul 01.00. Pertokoan itu menghubungkan Pasar Turi Baru di sisi timur dan Pasar Turi Lama di sisi barat. Sekitar pukul 02.00, api sudah membakar Lantai 3 Ramayana. Hampir semua toko di Lantai 1, 2, dan 3 Pasar Turi Baru sisi barat musnah dilalap api.
Para pedagang berjuang menyelamatkan dagangan mereka. Petugas pemadam kebakaran menerjunkan 44 mobil pemadam yang datang bergantian.
Hari Jumat delapan petugas Laboratorium Forensik Mabes Polri Cabang Surabaya mulai mengorientasi lokasi kebakaran. Kepala Laboratorium Forensik Mabes Polri Cabang Surabaya Komisaris Besar Bambang Wahyu Suprapto mengatakan, identifikasi penyebab kebakaran dan alur menjalarnya api baru bisa dilakukan ketika api padam.
Hingga pukul 17.00 posko bencana kebakaran di Kantor Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya, yang dekat dengan Pasar Turi, mencatat ada 1.944 kios terbakar. Ketua Himpunan Pedagang Pasar Turi Joko Sujiono mengatakan, kerugian ditaksir ratusan miliar, dengan asumsi satu kios minimal rugi Rp 50 juta.
"Kalau minimalnya saja sebesar itu, kerugiannya amat besar," katanya. Perputaran uang di pusat grosir di Surabaya Utara, Rp 15 miliar-Rp 20 miliar per hari.
Pasar Turi merupakan pusat grosir terbesar di Surabaya, bahkan di Jawa Timur. Pasar ini juga menjadi sentra kulakan pedagang dari kawasan Indonesia timur. Barang-barang dari Pasar Turi diangkut dan dijual ke berbagai belahan kawasan ini.
"Pasar Turi merupakan salah satu pemasok beberapa komoditas ekspor asal Jatim ke negara- negara di Benua Afrika," ujar Ketua Kamar Dagang dan Industri Surabaya Rudiansyah, Jumat. Pasar Turi yang luas bangunannya 33.509 memiliki 4.795 kios yang tersebar di empat lantai.
Pakar statistik dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Kresnayana Yahya mengatakan, berdasarkan survei, rentang transaksi harian yang terjadi langsung Rp 3 juta hingga Rp 15 juta per pedagang di kios resmi maupun tidak resmi. Total jumlah pedagang 5.000 lebih atau setara dengan Rp 75 miliar. (ULE/NIK/BEE)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:40 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Pasar Finansial: Harga Saham Jatuh, Rupiah Merosot
KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007
Jakarta, Kompas - Terimbas kinerja negatif bursa efek sekawasan, harga saham di Bursa Efek Jakarta pun jatuh cukup dalam. Demikian juga di pasar valuta, nilai tukar rupiah terpuruk signifikan, Jumat (27/7). Kondisi ini dinilai temporer.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin anjlok 66,8 poin atau 2,8 persen menjadi 2.298. Padahal, Selasa lalu indeks harga saham gabungan sempat mencapai posisi tertinggi, 2.400. Penurunan indeks dalam sehari itu merupakan yang terbesar dalam waktu sekitar tujuh bulan. Penurunan terbesar sebelumnya terjadi pada 10 Januari 2007 ketika IHSG anjlok 70,51 poin atau 3,9 persen.
Di pasar spot antarbank Jakarta, nilai tukar rupiah yang selama ini relatif stabil kemarin terpuruk 95 poin menjadi Rp 9.210 per dollar AS dibandingkan sebelumnya Rp 9.115 per dollar AS.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom mengatakan, pelemahan rupiah hanya temporer karena yang terjadi saat ini bukan akibat ketidakpercayaan terhadap Indonesia. "Kami melihat pelemahan dialami hampir semua mata uang lainnya," katanya.
Ia mengatakan, bank sentral tetap menjaga pergerakan rupiah agar tidak bergejolak dan membahayakan perekonomian.
"Memang ada kekhawatiran harga saham sudah terlalu mahal. Investor asing terlihat sudah tidak begitu tertarik membeli obligasi, rupiah juga melemah dua hari ini. Masalah ekonomi di AS juga satu faktor lain. Semua itu membuat investor institusi melepas portofolionya," ujar kepala Riset Kresna Securities Adrian Rusmana.
Transaksi beli investor asing kemarin senilai Rp 884,5 miliar dan menjual saham senilai Rp 1,2 triliun sehingga mereka mencatat transaksi jual neto Rp 325 miliar. Plus investor domestik, total transaksi Rp 6,3 triliun.
Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, menilai pelemahan rupiah yang terjadi saat ini karena terimbas hampir semua mata uang utama lainnya yang mengalami tekanan pasar. Pelemahan rupiah itu bukan karena faktor internal, melainkan eksternal.
Tekanan pasar terhadap rupiah muncul ketika dollar AS menguat terhadap yen setelah pelaku asing menilai sudah saatnya membeli dollar AS setelah terpuruk. Aksi beli dollar AS oleh asing diikuti pelaku lokal dalam jumlah besar, menekan rupiah.
Kredit macet
Harga saham di bursa kawasan Asia menurun drastis karena investor dipengaruhi ketakutan semakin luasnya dampak buruk kredit macet di sektor perumahan Amerika Serikat. Melemahnya kinerja sektor perumahan itu sudah memengaruhi indeks harga saham di Wall Street, sebutan bursa saham New York, dalam perdagangan sebelumnya dan menyebabkan penurunan harian terbesar Wall Street tahun ini.
Pasar saham AS melemah karena meningkatnya kekhawatiran atas penurunan penjualan rumah dan terus membengkaknya gagal bayar kredit subprime pada sektor perumahan. Kredit jenis subprime merupakan kredit kepada debitor yang sebenarnya tidak layak mendapatkan kredit dan berisiko gagal bayar lebih tinggi untuk kartu kredit, kredit perumahan, kredit kendaraan, dan kredit lainnya.
Investor di Asia ketakutan setelah pasar saham AS dan Eropa melemah. Memburuknya keadaan di AS itu dapat menyebabkan likuiditas (uang yang beredar) global keluar dari Asia karena investor internasional meninggalkan aset berisiko, termasuk di pasar berkembang di Asia.
Indeks harga saham di Bursa Tokyo juga turun hingga titik terendah selama tiga tahun terakhir. Bursa Filipina mencatat pelemahan terbesar harian selama 10 tahun terakhir, sedangkan bursa Korea Selatan melemah terbesar dalam tiga tahun.
"Jika manajer investasi besar menjual sahamnya, mereka cenderung keluar dari kawasan. Mereka menjual portofolionya di Asia untuk menutupi kerugian di pasar AS," kata Rommel Macapagal, Direktur Westlink Global Equities di Manila.
Akan tetapi, harga saham di bursa China tetap berkibar, bahkan nyaris mencetak rekor tertinggi baru. Investor di bursa China tetap optimistis. Mereka melihat kinerja perusahaan dalam jangka menengah akan terus membaik seiring pertumbuhan ekonomi kuartal lalu 11,9 persen. (AP/AFP/Antara/joe)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:39 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Pramuka: Mau Berjambore di London, Malah Telantar di Jakarta
KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007
M Clara Wresti
Mario (13) hanya bisa menunduk sedih di Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang, Kamis (26/7) malam. Semua teman dan pembina pramuka yang berasal dari Riau telah berangkat menuju London untuk mengikuti Jambore Pramuka Dunia Ke-21 di Essex, Inggris.
Mario tertinggal dari rombongan Riau karena namanya tidak ada di daftar penumpang pesawat yang akan membawanya ke London. Dia tidak sendirian. Ada 45 anggota pramuka lainnya dari berbagai daerah yang tercecer dan tertinggal di Bandara Soekarno-Hatta. Mereka berasal dari Jakarta, Papua, Sulawesi Selatan, dan beberapa daerah lainnya.
Mereka menangis, menendang-nendang ransel mereka yang padat isi, untuk melampiaskan kekecewaan dan kekesalan hati. "Saya kecewa dan malu kalau sampai tidak jadi pergi," kata Mario.
Yang menjadi pertanyaan, ada juga teman mereka yang dijadwalkan berangkat Jumat ternyata harus berangkat Kamis malam. Akibatnya, dia pergi tanpa membawa barang apa pun karena dia pergi ke bandara hanya untuk mengantar keberangkatan teman.
Pengaturan keberangkatan yang berantakan ini tentu sangat ironis bagi kontingen Gerakan Pramuka Indonesia ke Jambore Pramuka Dunia. Keberangkatan kontingen ini dilepas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan upacara resmi pada hari Minggu (22/7) di Istana Negara. Mestinya segala persiapannya sudah matang, baru bisa dilepas.
Pada pelepasan itu Presiden menyatakan kegembiraan dan dukungannya kepada kontingen pramuka Indonesia. Presiden juga berpesan agar kontingen Indonesia tidak kalah profesional dari kontingen pramuka lainnya.
Ternyata dalam persiapan, panitia telah menunjukkan sikap yang tidak profesional sebelum berangkat. Akibatnya, ke-45 peserta jambore tidak bisa berangkat bersama 305 anggota pramuka dan pembina lainnya.
Beberapa orang tidak bisa berangkat karena belum mendapatkan visa, ada juga yang paspornya terselip, dan yang tanggal lahirnya berbeda di dalam dokumen yang disertakan.
Menurut Ida Farida, Wakil Ketua Kontingen Indonesia, yang juga belum berangkat ke Inggris, tertundanya keberangkatan beberapa peserta jambore ini disebabkan kesalahan administrasi. "Ada beberapa data anak-anak yang tidak sesuai. Namun, saya menjamin semua peserta pasti berangkat. Sekarang saya sedang mengusahakan. Mudah-mudahan mereka segera berangkat dengan Qatar Airways," kata Ida yang tampak sibuk ke sana-kemari.
Acara Jambore Pramuka Dunia Ke-21 yang diselenggarakan di Hylands Park, Chelmsford, Essex, Inggris, ini akan berlangsung dari 27 Juli hingga 8 Agustus. Di sana akan berkumpul 40.000 anggota pramuka dan pembina dari seluruh dunia selama 12 hari untuk membangun persahabatan internasional.
Semua peserta yang ikut jambore internasional ini sangat antusias karena pada kesempatan itu mereka juga akan memperingati 100 tahun Sir Robert Baden-Powell, pendiri kepanduan dan pemrakarsa jambore internasional yang pertama di Olympia, London, pada tahun 1920.
Jika Mario sedih karena tertinggal oleh rombongannya, lain lagi dengan M Yasin Linpo (45). Dirinya ditunjuk sebagai pembina dan pemimpin rombongan dari Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Namun, Yasin tidak bisa berangkat karena belum mendapatkan visa, sementara anak buahnya sebagian besar sudah berangkat. "Saya benar-benar khawatir. Siapa yang akan mengurus dan bertanggung jawab pada anak buah saya di sana," tutur Yasin.
Mereka yang gagal berangkat akhirnya kembali ke Taman Rekreasi Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur, untuk menunggu kepastian keberangkatan. Mereka sudah menginap di tempat itu sejak 21 Juli untuk mendapatkan pembekalan dan pembagian kelompok.
Hingga kemarin pukul 13.00, baru 35 siswa yang mendapat kepastian akan berangkat. Sisanya harus menunggu lagi hingga hari Sabtu ini.
Semula mereka semua berharap bisa berangkat Jumat pagi atau siang. Sejak pagi hari mereka telah kembali berkemas dan berkumpul di aula. Mereka memakai seragam pramuka lengkap dengan topi dan dasi. Tas ransel warna cokelat ukuran besar telah ditumpuk di dekat pintu agar apabila sewaktu-waktu ada kepastian berangkat, mereka sudah siap.
Wajah mereka telah menunjukkan kebosanan karena harus menunggu kepastian berangkat, sementara pikiran sudah membayangkan pengalaman mengasyikkan yang dialami teman-teman yang sudah lebih dulu berangkat.
"Uh, jadi tidak lihat deh upacara pembukaannya," kata Monika, siswi SMPN 49 Jakarta. Dia tidak bisa berangkat karena paspornya terbawa oleh petugas travel. "Padahal, saya sudah sangat berharap bisa berangkat. Sudah sampai di bandara, eh, paspor tidak ada," kata Monika dengan wajah kesal.
"Semua persyaratan yang diminta sudah kami siapkan sejak dua bulan lalu, termasuk biaya kepesertaan. Masak ngurus visa butuh waktu segitu lama. Kami jadi tidak bisa ikut upacara pembukaan," kata Tari, yang juga berasal dari SMPN 49 Jakarta.
Dari sekolah itu, ada 10 siswa yang seharusnya berangkat menuju Essex, tetapi ternyata ada tiga orang yang tertinggal.
Para peserta jambore ini mengaku telah membayar biaya keikutsertaan sejak dua bulan lalu. Beberapa peserta ada yang pergi dengan biaya dari pemerintah daerah setempat.
Namun, ada juga peserta yang pergi dengan biaya sendiri. Tari mengaku dirinya membayar Rp 23 juta untuk ikut dalam program itu. Sementara itu, peserta dari Pesantren Putri Gontor, Ngawi, Jawa Timur, yang juga ikut dalam program ini, membayar Rp 28 juta.
Tari mengatakan, dirinya bisa mengikuti jambore karena rajin mengikuti kegiatan pramuka di sekolah. "Untuk ikut kegiatan ini, selain bersedia membayar sendiri, keaktifan anggota pramuka juga dinilai," kata Tari.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:38 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Thailand Selatan Bisa Pengaruhi Indonesia
KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007
Bangkok, Kompas - Kondisi keamanan Thailand Selatan bisa memengaruhi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara pada umumnya. Meski kelompok militan di Thailand Selatan jumlahnya sangat kecil, namun situasi di wilayah itu tidak bisa dibiarkan meluas. Apalagi, Asia Tenggara saat ini juga menjadi sasaran aksi teroris. Itu sebabnya dibutuhkan langkah tepat untuk mempertahankan perdamaian kawasan.
Hal itu disampaikan Kepala Staf Angkatan Darat Thailand Jenderal Sonthi Boonyaratglin dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, seusai bertemu selama 45 menit di Bangkok, Jumat (27/7). Sonthi adalah pemegang kekuasaan pemerintahan sementara yang menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra pada 19 September 2006.
"Kami memahami, masyarakat Muslim di Thailand Selatan tak terlibat aksi teroris," ujar Sonthi.
Menurut Din, umat Islam di Asia Tenggara harus mengubah strategi perjuangannya, dari berjuang melawan sesuatu menjadi berjuang untuk menghadapi tantangan umat. Tanpa keinginan mengubah strategi, umat Islam akan tetap tertinggal.
"Perjuangan menghadapi tantangan akan mendorong umat Islam untuk siap bersaing dengan bekal keterampilan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesuksesan membangun ekonomi umat. Apalagi, Muslim Asia Tenggara punya peluang besar untuk memperlihatkan wajah Islam yang damai dan maju. Masalah ini juga pernah saya bicarakan dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi beberapa waktu lalu," ujar Din.
Din mengakui, Sonthi mengkhawatirkan provinsi di Thailand Selatan dijadikan pangkalan kelompok teroris global. Pada saat yang sama, disadari ada pengaruh gerakan transnasional Islam. (IMAM PRIHADIYOKO)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:37 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
"Indy..., Indy..."
KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007
Tak ada alasan menolak kehadiran caper (calon perseorangan) pada Pemilu/Pilpres 2009. Soalnya, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan keputusan Nomor 5/PUU-V/2007 yang membolehkan caper ikut pilgub. Terbuka pulalah peluang bagi para caper untuk ikut pilpres.
Banyak caper berminat mengajukan diri jadi capres, calon wapres, dan calon anggota DPR/DPRD tahun 2009. Pemilu/Pilpres 2009 akan meriah seperti pasar malam.
Masih ada waktu dua tahun untuk bersiap agar capres, calon wapres, dan calon anggota DPR/DPRD kategori caper beraksi tahun 2009. Kini saja telah banyak caper siap bertarung di pilgub berbagai provinsi.
Agar lebih afdal, ada caper mau membentuk partai lokal, bahkan ada yang minta Pilgub DKI ditunda agar Sarwono Kusumaatmadja (mantan Golkar) atau Faisal Basri (bekas PAN) bisa ikut.
Eksekutif maupun legislatif pusat dan daerah, KPU dan KPUD, wajib bekerja kayak "semut hitam". Ingat, jajak pendapat membuktikan mayoritas rakyat muak kepada partai dan rindu kehadiran caper.
Hanya sekitar seperempat negara di dunia yang membentuk Mahkamah Konstitusi (MK). Inilah the court of last resort yang berwibawa jika mengeluarkan "fatwa" berdasarkan, antara lain, pengaduan rakyat yang hak konstitusionalnya diabaikan.
Sukses caper ikut pilgub diawali permintaan uji materi oleh Lalu Ranggalawe, anggota DPRD di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia ingin ikut Pilgub NTB karena partainya, Partai Bintang Reformasi, ogah mencalonkan dia.
Kutipan Putusan MK memuat naskah "Pendirian Mahkamah" 24 butir yang memperkuat dalil bahwa Lalu boleh ikut pilgub. Dari 24 butir itu, 11 butir menyebut "UU Pemerintahan Aceh" sebagai rujukan.
Mengapa Aceh? Pasalnya, pilgub di Aceh dimenangi caper Irwandi Yusuf, bekas pemberontak GAM yang kabur dari bui saat tsunami.
Pilgub di Aceh "proyek percontohan" yang sukses yang patut ditiru 32 provinsi lainnya. UU Pemerintahan Aceh ibarat asam di gunung, uji materi Lalu garam di laut, dan mereka bersua di kuali MK di Ibu Kota.
Di lain pihak putusan MK tak memakai cara berpikir deduktif atau kurang logis. Kekhasan kondisi di Aceh pascatsunami yang hanya bersifat sementara malah dijadikan referensi—bukannya diralat.
Andaikan uji materi diajukan puluhan caper "murni" (bukan yang bété' pada partai) yang ingin ikut pilgub di mancaprovinsi, ceritanya akan lain. Di republik ini banyak politisi pengeluh, pura-pura jadi korban, atau gemar tebar pesona.
"(Lalu) tak yakin akan dicalonkan karena, menurut dia, partai jadi komoditas yang diperjualbelikan," kata Hakim Konstitusi Dewa G Palguna yang mengajukan pendapat beda (dissenting opinion).
Keputusan MK yang berdasarkan inductive reasoning kurang mendidik. Saya khawatir rakyat makin apatis karena caper tak berideologi, tanpa program, tak punya laporan keuangan, enggak ada pengurus atau anggota resmi, tak pernah bikin kongres, dan tak mempraktikkan akuntabilitas.
Saya yakin capres yang memakai jalur caper tahun 2009 eks politisi-politisi "obralan" yang tak laku lagi di partai. Lima pasang capres/calon wapres tahun 2004 sudah bikin puyeng kepala, apalagi ditambah sepuluh dari jalur caper.
Mereka akan memobilisasi massa mengambang yang tak terorganisasi, seperti petani, guru, atau pengendara motor. Golongan yang terakhir ini, menurut data 2004, jumlahnya mencapai tiga juta di Ibu Kota.
Pada Pilgub DKI tahun 2012 pengendara motor, jika diorganisasi, jadi lumbung suara bagi cagub jalur caper. "Motor tak perlu masang lampu lagi, boleh naik trotoar, dan saya ganti busway dengan ’motorway’," kata cagub versi caper waktu kampanye.
Soal lainnya, para saksi ahli uji materi jangan cuma dari akademisi yang procaper kayak Harun Alrasyid, Ibramsyah, Syamsudin Haris, dan Arbi Sanit. Pada masa datang MK mengundang pula mereka yang berseberangan supaya fatwa yang dikeluarkan lebih adil.
Cerita sepihak cuma jadi ajang penudingan terhadap partai sebagai kambing hitam. Padahal, PNI (1927) nenek moyang PDI-P, cikal bakal Golkar telah ada sejak akhir 1950-an, dan Sarikat Dagang Islam jadi pelopor perjuangan nasional pada awal abad ke-20.
Entah kenapa kebiasaan menyalahkan makin merajalela. Kalah main bola menyalahkan wasit, pesawat enggak aman menyalahkan Uni Eropa, "fenomena alam" jadi penyebab banjir di Jakarta Februari lalu.
Sekali lagi, "Tangkaplah tikusnya, jangan bakar rumahnya". Partai, ya, partai meski banyak politisi tak tahu malu—termasuk politisi jalur caper.
Belakangan ini MK sering menganulir UU yang dirumuskan susah payah oleh eksekutif dan legislatif. Berapa miliar rupiah uang diboroskan gara-gara uji materi, amandemen, pansus, sampai lobi dalam proses hukum selama zaman edan ini.
Satu lagi, saya bingung dengan istilah "perseorangan" karena politisi, dengan atau tanpa partai, memang berujud orang yang nama atau fotonya dicoblos di TPS. Itu istilah olahraga yang membedakannya dengan "beregu". Misalnya "kuda-kuda lompat perseorangan putri" di senam atau "gaya punggung perseorangan putra" di renang. Saya baru dengar "perseorangan" karena dunia politik cuma kenal "independen" yang disingkat "indie".
Ada musik indie, fashion indie, atau film indie. Saya suka berkhayal jadi Indiana "Indy" Jones yang ganteng, bercambuk, berpistol, dan jago berkelahi.
Apalagi kalau cewek-cewek berteriak minta tolong, "Indy..., Indy...." Wuih, keren abis!
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:35 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas