Saturday, July 28, 2007

Pramuka: Mau Berjambore di London, Malah Telantar di Jakarta

KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007

M Clara Wresti

Mario (13) hanya bisa menunduk sedih di Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang, Kamis (26/7) malam. Semua teman dan pembina pramuka yang berasal dari Riau telah berangkat menuju London untuk mengikuti Jambore Pramuka Dunia Ke-21 di Essex, Inggris.
Mario tertinggal dari rombongan Riau karena namanya tidak ada di daftar penumpang pesawat yang akan membawanya ke London. Dia tidak sendirian. Ada 45 anggota pramuka lainnya dari berbagai daerah yang tercecer dan tertinggal di Bandara Soekarno-Hatta. Mereka berasal dari Jakarta, Papua, Sulawesi Selatan, dan beberapa daerah lainnya.
Mereka menangis, menendang-nendang ransel mereka yang padat isi, untuk melampiaskan kekecewaan dan kekesalan hati. "Saya kecewa dan malu kalau sampai tidak jadi pergi," kata Mario.
Yang menjadi pertanyaan, ada juga teman mereka yang dijadwalkan berangkat Jumat ternyata harus berangkat Kamis malam. Akibatnya, dia pergi tanpa membawa barang apa pun karena dia pergi ke bandara hanya untuk mengantar keberangkatan teman.
Pengaturan keberangkatan yang berantakan ini tentu sangat ironis bagi kontingen Gerakan Pramuka Indonesia ke Jambore Pramuka Dunia. Keberangkatan kontingen ini dilepas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan upacara resmi pada hari Minggu (22/7) di Istana Negara. Mestinya segala persiapannya sudah matang, baru bisa dilepas.
Pada pelepasan itu Presiden menyatakan kegembiraan dan dukungannya kepada kontingen pramuka Indonesia. Presiden juga berpesan agar kontingen Indonesia tidak kalah profesional dari kontingen pramuka lainnya.
Ternyata dalam persiapan, panitia telah menunjukkan sikap yang tidak profesional sebelum berangkat. Akibatnya, ke-45 peserta jambore tidak bisa berangkat bersama 305 anggota pramuka dan pembina lainnya.
Beberapa orang tidak bisa berangkat karena belum mendapatkan visa, ada juga yang paspornya terselip, dan yang tanggal lahirnya berbeda di dalam dokumen yang disertakan.
Menurut Ida Farida, Wakil Ketua Kontingen Indonesia, yang juga belum berangkat ke Inggris, tertundanya keberangkatan beberapa peserta jambore ini disebabkan kesalahan administrasi. "Ada beberapa data anak-anak yang tidak sesuai. Namun, saya menjamin semua peserta pasti berangkat. Sekarang saya sedang mengusahakan. Mudah-mudahan mereka segera berangkat dengan Qatar Airways," kata Ida yang tampak sibuk ke sana-kemari.
Acara Jambore Pramuka Dunia Ke-21 yang diselenggarakan di Hylands Park, Chelmsford, Essex, Inggris, ini akan berlangsung dari 27 Juli hingga 8 Agustus. Di sana akan berkumpul 40.000 anggota pramuka dan pembina dari seluruh dunia selama 12 hari untuk membangun persahabatan internasional.
Semua peserta yang ikut jambore internasional ini sangat antusias karena pada kesempatan itu mereka juga akan memperingati 100 tahun Sir Robert Baden-Powell, pendiri kepanduan dan pemrakarsa jambore internasional yang pertama di Olympia, London, pada tahun 1920.
Jika Mario sedih karena tertinggal oleh rombongannya, lain lagi dengan M Yasin Linpo (45). Dirinya ditunjuk sebagai pembina dan pemimpin rombongan dari Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Namun, Yasin tidak bisa berangkat karena belum mendapatkan visa, sementara anak buahnya sebagian besar sudah berangkat. "Saya benar-benar khawatir. Siapa yang akan mengurus dan bertanggung jawab pada anak buah saya di sana," tutur Yasin.
Mereka yang gagal berangkat akhirnya kembali ke Taman Rekreasi Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur, untuk menunggu kepastian keberangkatan. Mereka sudah menginap di tempat itu sejak 21 Juli untuk mendapatkan pembekalan dan pembagian kelompok.
Hingga kemarin pukul 13.00, baru 35 siswa yang mendapat kepastian akan berangkat. Sisanya harus menunggu lagi hingga hari Sabtu ini.
Semula mereka semua berharap bisa berangkat Jumat pagi atau siang. Sejak pagi hari mereka telah kembali berkemas dan berkumpul di aula. Mereka memakai seragam pramuka lengkap dengan topi dan dasi. Tas ransel warna cokelat ukuran besar telah ditumpuk di dekat pintu agar apabila sewaktu-waktu ada kepastian berangkat, mereka sudah siap.
Wajah mereka telah menunjukkan kebosanan karena harus menunggu kepastian berangkat, sementara pikiran sudah membayangkan pengalaman mengasyikkan yang dialami teman-teman yang sudah lebih dulu berangkat.
"Uh, jadi tidak lihat deh upacara pembukaannya," kata Monika, siswi SMPN 49 Jakarta. Dia tidak bisa berangkat karena paspornya terbawa oleh petugas travel. "Padahal, saya sudah sangat berharap bisa berangkat. Sudah sampai di bandara, eh, paspor tidak ada," kata Monika dengan wajah kesal.
"Semua persyaratan yang diminta sudah kami siapkan sejak dua bulan lalu, termasuk biaya kepesertaan. Masak ngurus visa butuh waktu segitu lama. Kami jadi tidak bisa ikut upacara pembukaan," kata Tari, yang juga berasal dari SMPN 49 Jakarta.
Dari sekolah itu, ada 10 siswa yang seharusnya berangkat menuju Essex, tetapi ternyata ada tiga orang yang tertinggal.
Para peserta jambore ini mengaku telah membayar biaya keikutsertaan sejak dua bulan lalu. Beberapa peserta ada yang pergi dengan biaya dari pemerintah daerah setempat.
Namun, ada juga peserta yang pergi dengan biaya sendiri. Tari mengaku dirinya membayar Rp 23 juta untuk ikut dalam program itu. Sementara itu, peserta dari Pesantren Putri Gontor, Ngawi, Jawa Timur, yang juga ikut dalam program ini, membayar Rp 28 juta.
Tari mengatakan, dirinya bisa mengikuti jambore karena rajin mengikuti kegiatan pramuka di sekolah. "Untuk ikut kegiatan ini, selain bersedia membayar sendiri, keaktifan anggota pramuka juga dinilai," kata Tari.

0 comments: