Saturday, July 21, 2007

Pemerintah Diharapkan Lebih Bijak Atur CSR

KOMPAS - Sabtu, 21 Juli 2007

Sebaiknya Diimbangi dengan Insentif Berupa Pengurangan Pajak

Jakarta, Kompas - Baik atau buruknya amanat Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang mewajibkan perseroan menganggarkan dana pelaksanaan tanggung jawab sosial, bergantung pada aturan pelaksanaan yang akan disusun pemerintah. Terkait hal itu, dunia usaha berharap pemerintah lebih bijak menafsirkan aturan ini.
Harapan tersebut dikemukakan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia MS Hidayat, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Benny Soetrisno, dan Ketua Badan Pembina Indonesia Business Link Noke Kiroyan, Jumat (20/7). RUU Perseroan Terbatas disetujui DPR untuk disahkan, Jumat kemarin.
Pasal 74 Ayat 1 UU PT tersebut menyatakan, perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Inilah yang dimaksud dengan corporate social responsibility (CSR)
Pasal 2 berbunyi, tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.
Pasal 3 menggariskan, perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana pasal 1 dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4 menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
Awal pekan ini Kadin dan sejumlah asosiasi pengusaha membuat pernyataan bersama menolak ketentuan pada RUU PT yang mewajibkan perseroan menyisihkan sebagian laba bersih untuk pelaksanaan CSR. Menyikapi penolakan dunia usaha, Panitia Khusus (Pansus) RUU PT melontarkan perubahan pasal yang dianggap bermasalah itu.
Hidayat menyambut baik kompromi yang dilakukan pansus menjelang pengesahan rancangan aturan itu. "UU yang disahkan ini sudah menunjukkan kompromi. Sebelumnya, diusulkan ada persentase tertentu dari laba bersih yang dianggarkan untuk CSR. Kalau begitu, sama saja pajak tambahan. Sekarang ditetapkan CSR diperhitungkan sebagai biaya perseroan, begitu lebih baik," ujar Hidayat.
Ketua Pansus RUU PT Akil Mochtar menjelaskan, kewajiban perseroan bidang tertentu menganggarkan dana pelaksanaan CSR dalam UU bersifat sukarela karena dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran. Namun, kata Akil, pemerintah memiliki kewenangan menentukan besaran biaya CSR yang harus dianggarkan, misalnya, berdasarkan skala usaha.
Hidayat menegaskan, Kadin akan tetap menolak jika peraturan pemerintah (PP) yang mengatur pelaksanaan ketentuan tentang CSR ini menetapkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan perseroan untuk membiayai pelaksanaan CSR.
"CSR seharusnya tidak ditetapkan besarannya oleh pemerintah. Jika CSR diatur seperti itu, Indonesia akan menjalankan ketentuan yang tidak lazim dalam praktik bisnis internasional. Ini bisa jadi kerikil dalam iklim investasi kita," ujarnya.
Pandangan senada dikemukakan Benny Soetrisno. Ia mengharapkan PP yang akan mengatur CSR tidak menafsirkan ketentuan dalam UU PT dengan lebih rigid sehingga membatasi ruang gerak pelaku usaha.
"Batasan kepatutan dan kewajaran itu apa? Tidak jelas juga. Kalau PP makin dalam mengatur CSR, bakal jadi makin ruwet. Lebih baik, diperjelas saja konteks kegiatan usaha pada bidang sumber daya alam itu, khususnya sumber daya alam yang tidak terbarukan," ujar Benny.
Noke menambahkan, CSR perlu dipahami sebagai komitmen bisnis melakukan kegiatannya secara beretika serta berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, melalui bekerja sama dengan para pemangku kepentingan.
"Artinya, sebenarnya pengertian CSR itu melampaui apa yang diatur UU. Kalau sebatas tanggung jawab lingkungan, misalnya, itu kan sudah diatur lebih lengkap dalam UU lain," ujarnya.
Tidak lazim
Juru bicara Fraksi Partai Demokrat Azam Azman Natawijana mengungkapkan, di negara-negara maju, CSR memang tidak lazim diatur. Hal itu disebabkan kesadaran sosial dan lingkungan pengusaha di negara-negara tersebut lebih baik daripada pelaku usaha di Indonesia. Regulasi yang mengatur aspek sosial dan lingkungan dari kegiatan bisnis juga berjalan lebih baik.
Terkait itu, Noke mengingatkan, jika kinerja bidang sosial dan lingkungan dipandang belum berjalan baik di Indonesia, mekanisme sistem pada masing-masing bidang lebih baik diperkuat daripada meregulasi CSR.
Jadi insentif
Secara terpisah, Ketua Pansus Pajak DPR Melchias Mekeng mengatakan, kewajiban untuk melakukan CSR dalam UU PT sebaiknya diimbangi insentif berupa pengurangan pajak.
"Tanpa insentif, suatu perusahaan bisa menempuh berbagai cara agar kewajiban tersebut tidak dilaksanakan. Sebaliknya jika ada insentif sebagai imbangan, CSR tersebut tentunya akan dilaksanakan dengan baik dan benar," kata Melchias. (DAY/TAV)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Pertemuan ISEI: Masih Ada Kesenjangan Reformasi Ekonomi

KOMPAS - Sabtu, 21 Juli 2007

Balikpapan, Kompas - Di dalam proses reformasi ekonomi masih terasa ada kesenjangan antara indikator makroekonomi dan mikroekonomi. Hal itu terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang stabil, tetapi relatif rendah, dan tingkat inflasi yang terkendali. Namun, membaiknya kondisi itu belum sepenuhnya dapat mengatasi persoalan ketenagakerjaan dan kemiskinan.
Demikian antara lain isi kesimpulan dan rekomendasi Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) yang dibacakan Ketua Panitia Pengarah Sidang Pleno Ke-12 ISEI Dr Ninasapti Triaswati di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (20/7). Proses reformasi terjadi dalam berbagai aspek perekonomian, yaitu reformasi administrasi, perpajakan, privatisasi, anggaran, desentralisasi, dan akuntabilitas.
Setelah melalui beberapa tahap tertentu, ujar Ninasapti, akan terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan ketenagakerjaan dan kemiskinan.
Ketua Umum ISEI Burhanuddin Abdullah menambahkan, indikator-indikator terkini di dalam semester I-2007 sudah mengarah pada pertumbuhan yang lebih berkualitas.
"Hal itu terbukti dari berkurangnya jumlah penganggur dan menyempitnya jumlah rakyat miskin, serta distribusi pendapatan yang lebih merata. Sebagian dari peserta Sidang Pleno ISEI berpendapat bahwa terdapat kemungkinan pada tahun 2008 perekonomian akan dapat tumbuh lebih baik, berada pada kisaran 6,5 persen sampai 7 persen," ujar Burhanuddin.
Landasan perekonomian
Kekayaan alam, terutama sektor pertanian, merupakan landasan perekonomian nasional. Saat ini, jelas Burhanuddin, sektor pertanian menampung hampir separuh (43 persen) dari pekerja Indonesia. Namun, sebagian besar (58 persen) berada dalam kemiskinan. Kenaikan harga beberapa komoditas pertanian di pasar dunia belum dinikmati secara merata oleh petani.
Sementara itu, pembangunan sektor jasa dapat lebih dinamis apabila tersedia data yang memadai dan perbaikan kapasitas produksi jasa. Meskipun sudah menunjukkan perbaikan, secara keseluruhan industri manufaktur masih menghadapi tantangan yang menyebabkan pertumbuhannya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan sebelum krisis.
"Di samping itu terdapat indikasi pergeseran dari industri pengolahan padat karya menjadi industri padat modal. Sekitar separuh dari industri pengolahan termasuk kelompok industri yang kehilangan pangsa pasar dan berada dalam pasar yang tumbuh lambat," ujar Ninasapti.
Dalam rekomendasinya, ISEI menyarankan agar di lingkungan pemerintah dan swasta dikembangkan budaya yang mendukung demokratisasi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan melaksanakan paradigma ekonomi politik yang lebih banyak berpihak kepada rakyat.
ISEI juga menyarankan supaya pelayanan publik bisa dilaksanakan secara berkualitas melalui reformasi jaminan sosial dan reformasi birokrasi secara efektif. Dengan demikian, tingkat korupsi dapat diturunkan, baik di sektor publik maupun swasta.
Pemerintah juga diharapkan bisa menerapkan kebijakan pertanian yang mendorong peningkatan investasi, penguatan institusi, penelitian, dan pengembangan. Jadi, pembangunan pertanian dapat mendorong pertumbuhan dan memberantas kemiskinan.
Menjawab pertanyaan pers, Burhanuddin mengatakan, kontribusi pemikiran ISEI diharapkan bisa diadopsi pemerintah pusat ataupun pemda. Selama ini saran dan rekomendasi ISEI sebagian sudah dilaksanakan oleh otoritas fiskal (pemerintah) ataupun otoritas moneter. (gun)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Unjuk Rasa Guru: Pemerintah Harus Membuka Hati

KOMPAS - Sabtu, 21 Juli 2007

Jakarta, Kompas - Maraknya unjuk rasa oleh ribuan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI tidaklah berdiri sendiri. Langkah terakhir itu terpaksa mereka lakukan akibat akumulasi dari kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah harus membuka hati dan mau berdialog secara terbuka dengan para guru.
Menurut tokoh pendidikan Winarno Surakhmad ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (20/7), selama ini komitmen pemerintah di bidang pendidikan sangat minim. Dalam berbagai kesempatan, pemerintah dinilai lebih banyak berwacana daripada berbuat. Bahkan ada kecenderungan, sebagaimana terbaca lewat pernyataan-pernyataan para pembantu presiden, pemerintah merasa sudah mengambil keputusan yang benar sesuai dengan kemampuan finansial dan politik nasional yang berkembang.
Akibatnya, kata Winarno, tuntutan agar pemerintah meningkat kesejahteraan guru ditolak lantaran dianggap tidak proporsional. Tuntutan itu, jika skenario pemenuhan anggaran 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berjalan, diperkirakan baru dapat dipenuhi pemerintah dalam lima tahun ke depan.
"Pemerintah akan sulit merealisasikan tuntutan guru tersebut karena kebijakan pemerintah di bidang pendidikan tidak terarah, tidak menggambarkan adanya prioritas ke depan. Sistem pendidikan nasional selama ini hanya mengedepankan tata nilai dari aspek bisnis, bersifat sentralistik," kata Winarno.
Sebaliknya, dari aspek pembiayaan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa dalam tiga tahun terakhir pemerintah telah mengupayakan agar anggaran pendidikan bisa terus meningkat. Bahkan, Sri Mulyani mengatakan, dalam rentang waktu tersebut anggaran pendidikan telah meningkat luar biasa.
"Alokasi anggaran untuk Departemen Pendidikan Nasional yang tadinya (2004) Rp 16 triliun sekarang (2007) sudah Rp 44 triliun. Anggaran tersebut sudah termasuk untuk kenaikan gaji guru dan tambahan tunjangan fungsional," ujar Sri Mulyani.
Namun, Sri Mulyani memahami jika saat ini para guru masih terus menuntut perbaikan kesejahteraan, apalagi jika mengingat kebutuhan hidup yang terus meningkat. Karena itu, terutama terkait penambahan alokasi anggaran pendidikan yang cukup besar tersebut, dia mengingatkan perlunya pengawasan agar pemakaiannya benar-benar bermanfaat.
"Jangan sampai anggaran yang sudah besar itu malah tidak dimanfaatkan sehingga hal-hal yang seharusnya diselesaikan malah tidak diselesaikan," kata Sri Mulyani.
Di beberapa daerah, penyediaan anggaran pendidikan sudah diklaim melebih tuntutan minimal sebagaimana diamanatkan UUD 1945, yakni 20 persen dari total APBN/APBD. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, menyatakan telah mengalokasikan dana untuk pendidikan sekitar 21 persen (Rp 4,5 triliun) dari APBD DKI tahun 2007. Bahkan, Pemerintah Kota Tangerang, Banten, mengklaim pada tahun 2006 sudah mengalokasikan anggaran untuk bidang pendidikan hingga 45,44 persen (Rp 381,24 miliar), sebelum akhirnya turun menjadi 27 persen (Rp 238,12 miliar) pada APBD 2007.
Hanya saja, hingga sejauh ini belum bisa dilacak apakah nilai nominal tersebut di luar gaji guru, yang merupakan dana dari pemerintah pusat dalam bentuk dana alokasi umum (DAU), atau memang murni untuk kegiatan operasional pendidikan.(EVY/TAV/TRI/ECA)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Kangen Suara Jelata

KOMPAS - Sabtu, 21 Juli 2007

Frans Sartono

Suatu siang di Kantor Warner Music, Jakarta, enam awak band melahap nasi bungkus sambil duduk lesehan di lantai atau duduk bersila di sofa. Mereka adalah personel Kangen Band, kelompok dari Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, yang belakangan naik daun.
"Pacarku cintailah aku/ Seperti aku cinta kamu/ Tapi kamu kok selingkuh."
Itu penggalan lirik lagu Selingkuh dari Kangen Band, yang menurut seorang produser terkesan agak "kampungan". Akan tetapi, justru nuansa kampungan itulah yang menjadikan perusahaan rekaman Warner mengambil Kangen Band.
Band bentukan 4 Juli 2005 itu kini tengah mencicipi ujung dari sebuah popularitas. Album pertama Aku, Kau & Dia yang dirilis Warner Music Indonesia (WMI) pada Februari 2007 terjual sekitar 300.000 keping. Ini termasuk angka cukup tinggi mengingat artis terkenal pun saat ini cukup sulit untuk meraih angka penjualan 50.000 kopi.
Jadwal konser keliling mereka padat. Bulan Juni lalu mereka tur ke belasan kota di Jawa Tengah, seperti Cilacap, Klaten, Jember, Tuban, Sidorajo, sampai Banyuwangi, dan Kalimantan. Di Sampit, Kalimantan, mereka tampil di hadapan sekitar 19.000 penonton. Kangen bahkan akan tampil pada konser akbar Soundrenalin 2007. Mereka kebagian tampil di Palembang (22 Juli) dan Surabaya (5 Agustus).
Kangen tengah mencicipi rezeki. Meski relatif "kecil" dibandingkan dengan perolehan band penghasil album sampai di atas satu juta kopi, awak Kangen sudah sangat bersyukur. Dodhy, sang gitaris, vokalis, dan penggubah lagu, bisa membeli sepeda motor, pesawat televisi, dan meja-kursi, serta membantu ayahnya yang bekerja sebagai penarik becak.
"Aku sudah meminta bapak untuk berhenti narik becak, tapi enggak mau. Katanya, baik untuk jantung," kata Dodhy Hardiyanto (23) tentang ayahnya yang bernama Paijo.
Setakat, itulah pengalaman paling dramatik dalam perjalanan hidup Kangen sebagai band. Kangen berawak Dodhy pada gitar dan vokal, Andika (vokal), Thama (gitar 2), Bebe (bas), Iim (drum), dan Izzy (keyboards). Mereka sama sekali tak menyangka akan diambil oleh Warner, perusahaan rekaman besar yang juga menaungi Jikustik sampai Maliq & D’Essential. Warner sebagai bagian dari perusahaan rekaman raksasa Warner Group juga mengedarkan album dari sederet nama terkenal, mulai Phil Collins, MUSE, My Chemical Romance, sampai Linkin Park.
"Ketika tiba di Jakarta, kami ketemu Pak Jusak (Produser WMI). Kami diajak makan. Meja makannya gede banget. Kami kaget saat diajak melihat studio rekaman. Kami peluk-pelukan dan menangis," kenang Dodhy saat berkunjung ke WMI, Agustus 2006.
Jelata
Mereka lahir dari realitas kehidupan rakyat jelata, bukan produk reality show. Dodhy pernah menjadi kuli bangunan. Bebe yang bernama lengkap Novri Azwat (18) membantu orangtua jualan nasi uduk di depan Rumah Sakit Abdul Muluk, Bandar Lampung. Rustam Wijaya (22) alias Tama adalah penjual sandal jepit. Iim bekerja di bengkel motor, sedangkan Andika (23), sang vokalis, adalah penjual cendol keliling.
"Makanya suara keras karena biasa teriak-teriak jualan cendol," seloroh rekannya.
Dodhy dan kawan-kawan biasa nongkrong menghibur diri sambil nyanyi di jembatan di Jalan Dr Sutomo. Sesekali, mereka berpatungan agar bisa berlatih band di studio rental. Mereka sering harus menjaminkan sepeda motor sebagai jaminan kekurangan biaya sewa studio.
Pada Juli 2005 Kangen membuat CD demo dan mengirimnya ke stasiun radio di Bandar Lampung. Mereka mengirim demo lagu Penantian yang Tertunda dan kemudian Tentang Aku, Kau & Dia. Karena jarang diputar, awak Kangen sengaja menelepon ke radio tersebut dengan berpura-pura sebagai pendengar yang meminta lagu itu untuk diperdengarkan.
Belakangan Tentang Aku, Kau & Dia sering diputar oleh radio tersebut. Sekitar empat minggu kemudian Dodhy mendengar lagu Kangen diputar oleh penjual CD di kaki lima di Pasar Tengah, Tanjung Karang.
"Waktu itu kami seneng banget denger lagu kami dibajak," kenang Dhody.
Lagu Kangen versi bajakan itu semakin populer pada pertengahan tahun 2006. Di radio, pasar, angkot-angkot di Lampung, sampai sejumlah mal di Jakarta sering memutar lagu Tentang Aku, Kau & Dia versi bajakan. Dari popularitas ala bajakan itu, Kangen banyak mendapat undangan manggung. Mereka pertama kali manggung di Pringsewu, Lampung, dengan honor Rp 800.000.
Popularitas Kangen itu kemudian terendus oleh semacam agen bernama Positif Art Management. Bulan Agutus 2006 Kangen mendapat panggilan untuk tampil di Jakarta. Bermodal uang pinjaman mereka berangkat ke Jakarta.
"Kami ketemu mereka dalam keadaan nganggur. Kami tawari mereka untuk main di Jakarta," kenang Sujana dari Positif Art Management.
"Kampungan"
Mengapa Kangen Band?
"Kami menyukai mass market (pasar massal) selain juga yang segmented—tersegmentasi. Yang segmented ini juga penting," kata Jusak Sutiono, Managing Director WMI yang ditemui di Kantor WMI, Jakarta.
Pasar massal dalam dunia dagang adalah kelompok konsumen paling besar untuk produk tertentu. Lebih spesifik lagi pasar massal untuk Kangen Band tersebut adalah kelompok C dan D. Mereka, dari parameter daya beli, adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah.
"Mass market, kelas C dan D, kini dilupakan orang," kata Jusak.
Jusak menengarai, pasar massal cenderung menyukai lagu dengan melodi yang didominasi nada minor serta aransemen sederhana. Di telinga Jusak, Kangen Band menawarkan materi dengaran yang agak berbeda, yaitu adanya sentuhan Melayu dan Mandarin pada beberapa lagu mereka, seperti pada lagu Tentang Bintang atau juga Adakah Jawabnya.
"Dan lirik lagu agak kampungan itu tadi ha-ha-ha...." kata Jusak.
Lirik "kampungan" bisa diartikan sebagai penyampaian dengan kata-kata lugas, tanpa basa-basi atau dirangkai-rangkai agar terkesan indah atau puitis seperti terdengar pada lagu Selingkuh di atas.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Gumilar, Rektor Baru UI

KOMPAS - Sabtu, 21 Juli 2007

Kampus UI Akan Dijadikan Semacam Mozaik Indonesia

Jakarta, Kompas - Pemungutan suara Majelis Wali Amanah Universitas Indonesia atau MWA-UI akhirnya memastikan Gumilar R Somantri sebagai rektor baru UI periode 2007-2012. Dari 30 suara MWA-UI, Gumilar mengantongi 25 suara atau lebih dari 85 persen.
Calon lain adalah Sutanto Soehodho (guru besar Fakultas Teknik UI, saat ini Wakil Rektor I UI), meraih 4 suara dan Hasbullah Thabrany (guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI) tidak mendapat suara. Satu suara abstain.
"Saya siap mewujudkan transparansi administrasi keuangan universitas," kata Gumilar kepada wartawan, Jumat (20/7), seusai menerima ucapan selamat dari dosen, karyawan, dan mahasiswa di Balai Sidang UI, Depok. Ia didampingi Ketua MWA-UI Purnomo Prawiro dan Rektor UI Usman Chatib Warsa.
Gumilar yang secara resmi akan bertugas sebagai rektor per 14 Agustus 2007 juga menyinggung rencana UI untuk tetap mewujudkan sosok diri sebagai kampus rakyat. Sejak berstatus badan hukum milik negara, UI banyak disoroti terkait soal tingginya biaya kuliah.
"Saya akan tetap berusaha menjadikan UI sebagai mozaik Indonesia. Siapa saja, termasuk mereka yang kurang mampu dari seluruh Indonesia, harus bisa kuliah di sini," katanya.
Ada beberapa skema yang ia paparkan, di antaranya beasiswa bebas sepenuhnya, bebas sebagian dengan hanya membayar beberapa beban kuliah, bantuan biaya hidup selama kuliah, hingga skema pinjaman lima tahun hampir tanpa bunga. "Tentu prioritas kepada mahasiswa kurang mampu," katanya.
Mengenai sumber pendanaannya, untuk beasiswa sepanjang tahun 2006 saja mencapai Rp 25 miliar, Gumilar menyatakan akan menggalang sumber dana baru. Salah satunya akan bertumpu pada sumber dari kedermawanan sosial (filantropi).
Rektor UI yang masih menjabat, Usman Chatib Warsa, mengatakan, salah satu sorotan penting yang patut terus diperhatikan adalah penyempurnaan manajemen. "Yang paling berat mungkin soal sumber daya manusia, baik kualitas maupun kuantitas," ujarnya.
Gumilar menjadi rektor ke-3 UI (di antara 15 periode jabatan) yang berlatar belakang ilmu nonkedokteran. Dua rektor lainnya adalah Soemantri Brodjonegoro (1964-1973) dan Nugroho Notosusanto (1982-1985). (GSA)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

POLITIKA: Masih soal Tetris Lagi

KOMPAS - Sabtu, 21 Juli 2007

BUDIARTO SHAMBAZY

Persaingan di Asia semakin ketat karena Australia—kini anggota Zona Asia— menggunduli Thailand 4-0 di partai Grup A Piala Asia 2007. China tersingkir dari Grup C setelah dipecundangi Uzbekistan 0-3.
Timnas RI baru lolos ke putaran final Piala Asia 2007 atau setengah abad setelah turnamen dimulai. Menang pun baru satu kali, atas Bahrain 2-1, selebihnya kalah dan seri.
Di daftar peringkat FIFA edisi Kamis (19/7) timnas di urutan 127 dari 200 negara. Thailand di peringkat 107 dan Vietnam 117.
"Prestasi" timnas di Piala Asia 2007 mendapat kartu kuning terbanyak, yakni 15 buah. Adapun 15 negara peserta lainnya diganjar tak lebih dari sepuluh kartu kuning.
Rekor itu pertanda kebiasaan bermain kasar untuk menutupi kelemahan teknis. Logikanya, pemain tampil kasar karena mutu wasit liga buruk dan PSSI mencla-mencle dalam menegakkan aturan.
Pertandingan kasar membuat penonton emoh ke stadion, kecuali yang doyan rusuh. Liga yang kacau-balau awal dari prestasi timnas yang pas-pasan.
Pada masa lalu stamina kurang masih bisa disiasati, misalnya dengan peranan libero kelas Iswadi Idris atau Ronny Pattinarasani. Mereka pandai memainkan possession football, mengatur tempo, melancarkan serangan balik, dan melapisi pertahanan.
Mereka memainkan anti-football, tapi tak kasar dan sering menang. Setelah mereka, masih ada Rully Nere, Zulkarnaen Lubis, atau Fahri Huseini.
Tak ada lagi playmaker di tim asuhan Ivan Kolev. Penyerang tajam yang oportunistis, seperti Risdianto, Dede Sulaiman, Ricky Yakob, atau Widodo C Putra, jarang ada.
Sulit mengharapkan lahirnya timnas "serba bintang" yang nyaris lolos ke Olimpiade 1976—Malaysia lebih dulu ke Olimpiade 1972. Singapura mematok target lolos ke Piala Dunia 2010, timnas sulit jadi juara SEA Games Bangkok, Desember 2007.
Jangan perlakukan pemain nasional seperti serdadu Amerika Serikat yang dianggap "pahlawan" di Irak. Mereka pantang dikritik dan dijadikan alat pengobar nasionalisme sempit.
Ribuan anak bercita-cita mengenakan seragam merah-putih dengan lambang Garuda di dada kiri. Jadi pemain nasional kebanggaan besar yang menuntut tugas dan tanggung jawab berat.
Mereka tak punya pilihan kecuali "mati di lapangan" tanpa perlu diperintah. Mereka tak cuma dipuji, tapi boleh dikritik—apalagi kalau bermain kasar karena membuat malu.
Di lain pihak, mental mereka terbeban berat karena harus menang. Sementara masa depan atlet nasional nyaris tak pernah mendapatkan perhatian sekalipun kini didukung sorak-sorai yang memekakkan telinga.
Februari lalu mantan petinju Rachman Kili-kili bunuh diri di Talang Betutu, Palembang, karena depresi diabaikan pemerintah. Dua tahun lalu mantan petinju Ellyas Pical ditangkap polisi karena mengedarkan narkoba di Jakarta Barat.
Pesenam Syaiful Nazar selama 12 tahun merebut 18 emas, 6 perak, dan 2 perunggu. Sebagian besar medali itu dijual untuk bertahan hidup.
Enceng Durachman, pembalap sepeda legendaris penyumbang emas dua kali SEA Games, hidup pas-pasan. Tati Sumirah, pebulu tangkis pahlawan Piala Uber, mengatakan, "Saya pikir saat dapat penghargaan kami dapat rezeki, tetapi enggak. Saya terima semua apa adanya."
Almarhum Gurnam Singh, perebut perak lari 10 km Asian Games 1962, hidup menggelandang sejak tahun 1990-an. Ia pernah jadi penjual tikar dan air.
Saking sebalnya, Iswadi dan para pemain pernah mengancam mogok main sebelum timnas bertanding melawan Korea Utara tahun 1976. Ronny terpaksa melego apa saja untuk menyelamatkan kedua putranya dari jeratan narkoba.
Mereka sering jadi pahlawan yang "habis manis sepah dibuang". Ponaryo Astaman dan rekan-rekannya harus paham "masa keemasan" pada hari-hari yang lalu hanya jadi alat persaingan tebar pesona belaka.
Perjalanan mereka masih panjang. Menurut saya, Pelatih Kolev dan para pemain jangan dibongkar pasang—pengurus PSSI yang layak digonta-ganti atau dirampingkan.
PSSI justru jadi bagian dari benang kusut persepakbolaan, bukan bagian dari solusi. Animo penonton yang membeludak di Stadion Utama Gelora Bung Karno berbanding terbalik dengan tekad PSSI bekerja serius.
Masyarakat tidak takut lagi datang ke stadion karena penonton mulai rasional. Perasaan senang dan tenang menyembul menyaksikan pendukung Persija Jakarta atau Arema Malang yang makin tahun makin tampil simpatik.
Akan tiba waktunya para penonton remaja tidak lagi fanatik buta membela Italia atau Manchester United. Dulu penggemar pernah memasang poster Anjas Asmara, meneriakkan keras "Kadir...Kadir!", atau berdecak kagum menyaksikan sundulan Jacob Sihasale.
Pahlawan banyak di antara kita, tetapi sayangnya pencoleng lihai lebih banyak lagi. Pahlawan tak pernah menampakkan wajahnya, pencoleng lihai nongol melulu di media massa.
Ingin tahu kenapa, Selasa lalu saya mengaku lebih senang ketiban balok tetris daripada ke Senayan? Soalnya kalau menonton, saya lebih sering ketiban sial.
Saya empat kali terkena lemparan batu dan beberapa kali nyaris dihantam tas plastik berisi air seni. Waktu timnas melawan Korea Selatan masih ada pembakar loket tiket, pelempar batu dan kantong air seni, serta perobek poster bertuliskan "Korea-Indonesia Friendship".
Namun, terima kasih telah jadi penonton yang tahu diri. Semoga lain kali saya tak ketiban sial, berani ke Senayan, dan ogah main tetris lagi.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...