Saturday, July 21, 2007

Unjuk Rasa Guru: Pemerintah Harus Membuka Hati

KOMPAS - Sabtu, 21 Juli 2007

Jakarta, Kompas - Maraknya unjuk rasa oleh ribuan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI tidaklah berdiri sendiri. Langkah terakhir itu terpaksa mereka lakukan akibat akumulasi dari kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah harus membuka hati dan mau berdialog secara terbuka dengan para guru.
Menurut tokoh pendidikan Winarno Surakhmad ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (20/7), selama ini komitmen pemerintah di bidang pendidikan sangat minim. Dalam berbagai kesempatan, pemerintah dinilai lebih banyak berwacana daripada berbuat. Bahkan ada kecenderungan, sebagaimana terbaca lewat pernyataan-pernyataan para pembantu presiden, pemerintah merasa sudah mengambil keputusan yang benar sesuai dengan kemampuan finansial dan politik nasional yang berkembang.
Akibatnya, kata Winarno, tuntutan agar pemerintah meningkat kesejahteraan guru ditolak lantaran dianggap tidak proporsional. Tuntutan itu, jika skenario pemenuhan anggaran 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berjalan, diperkirakan baru dapat dipenuhi pemerintah dalam lima tahun ke depan.
"Pemerintah akan sulit merealisasikan tuntutan guru tersebut karena kebijakan pemerintah di bidang pendidikan tidak terarah, tidak menggambarkan adanya prioritas ke depan. Sistem pendidikan nasional selama ini hanya mengedepankan tata nilai dari aspek bisnis, bersifat sentralistik," kata Winarno.
Sebaliknya, dari aspek pembiayaan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa dalam tiga tahun terakhir pemerintah telah mengupayakan agar anggaran pendidikan bisa terus meningkat. Bahkan, Sri Mulyani mengatakan, dalam rentang waktu tersebut anggaran pendidikan telah meningkat luar biasa.
"Alokasi anggaran untuk Departemen Pendidikan Nasional yang tadinya (2004) Rp 16 triliun sekarang (2007) sudah Rp 44 triliun. Anggaran tersebut sudah termasuk untuk kenaikan gaji guru dan tambahan tunjangan fungsional," ujar Sri Mulyani.
Namun, Sri Mulyani memahami jika saat ini para guru masih terus menuntut perbaikan kesejahteraan, apalagi jika mengingat kebutuhan hidup yang terus meningkat. Karena itu, terutama terkait penambahan alokasi anggaran pendidikan yang cukup besar tersebut, dia mengingatkan perlunya pengawasan agar pemakaiannya benar-benar bermanfaat.
"Jangan sampai anggaran yang sudah besar itu malah tidak dimanfaatkan sehingga hal-hal yang seharusnya diselesaikan malah tidak diselesaikan," kata Sri Mulyani.
Di beberapa daerah, penyediaan anggaran pendidikan sudah diklaim melebih tuntutan minimal sebagaimana diamanatkan UUD 1945, yakni 20 persen dari total APBN/APBD. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, menyatakan telah mengalokasikan dana untuk pendidikan sekitar 21 persen (Rp 4,5 triliun) dari APBD DKI tahun 2007. Bahkan, Pemerintah Kota Tangerang, Banten, mengklaim pada tahun 2006 sudah mengalokasikan anggaran untuk bidang pendidikan hingga 45,44 persen (Rp 381,24 miliar), sebelum akhirnya turun menjadi 27 persen (Rp 238,12 miliar) pada APBD 2007.
Hanya saja, hingga sejauh ini belum bisa dilacak apakah nilai nominal tersebut di luar gaji guru, yang merupakan dana dari pemerintah pusat dalam bentuk dana alokasi umum (DAU), atau memang murni untuk kegiatan operasional pendidikan.(EVY/TAV/TRI/ECA)

0 comments: