BISNIS - Jumat, 25/05/2007 08:28 WIB
oleh : Anthony Dio Martin
Psikolog, penulis buku best seller EQ Motivator, dan Managing Director HR Excellency
"Energilah faktor utama tingginya kinerja, bukan waktu"(Jim Loehr & Tony Schwartz, penulis "The Power of Full Engagement")
Saya sering menjumpai orang yang merasa bangga sekaligus memelas terkait dengan ketergantungannya pada jam kerja yang berlebihan. Orang ini tampaknya bermasalah dengan waktu, tapi lebih-lebih sebenarnya mereka punya masalah dengan energinya.
Dari mereka, ada yang berkomentar, "Waduh, kalau tidak ngelembur, pasti pekerjaan saya tidak bakal beres." Komentar kain, "Namanya juga kerja di perusahaan kami, kalau enggak lembur, rasanya belum jadi karyawan yang sesungguhnya" atau " Kalau enggak pukul sembilan malam, belum bisa pulang. Kadang Sabtu dan Minggu juga masuk kantor."
Memang, tidak ada yang mampu menghentikan waktu. Sementara itu, banyak orang yang terobsesi dengan waktu sebagai tolok ukur produktivitas. Seolah-olah orang yang sudah menghabiskan banyak waktu, dengan sendirinya dinilai sebagai orang produktif.
Inilah salah kaprah yang banyak terjadi dalam konteks 'bekerja' sekarang. Orang berlomba-lomba mengelola waktu. Padahal, yang sebenarnya fundamental adalah mengelola energi untuk bekerja.
Ada kisah menarik. Seorang manajer perempuan terbiasa bekerja hingga larut malam. Biasanya, dia baru hengkang dari kantor pukul sembilan atau 10 malam. Bisa jadi, dia adalah orang yang gila kerja (workalholic). Kebiasaan ini dia bawa sampai ketika menikah.
Suaminya pun sempat melayangkan ultimatum. "Kamu pilih kerja atau keluargamu? Kalau kamu tetap pulang selarut itu, lebih baik kamu berhenti bekerja! Toh penghasilan saya bisa lebih dari cukup buat menghidupi kamu. Saya ijinkan kamu bekerja maksimal sampai pukul enam sore. Sadarlah, keluarga kamu membutuhkanmu," keluh suaminya.
Perempuan karir itu pun akhirnya mendengarkan opini suaminya. Akhirnya, dia mengaku, sejak mendapat ultimatum itu dia berusaha menata dan mengatur lagi energinya dalam bekerja. Dia merasa tidak lagi membuang-buang energi untuk suatu yang sia-sia.
Dia bercerita, sudah hampir 1,5 tahun bisa pulang ke rumah on time! Malah, bisa pulang dan menyelesaikan pekerjaan sebelum pukul enam sore. Dia pun merasa punya banyak waktu buat keluarga. Mereka pun bahagia.
Nah, dalam mengelola energi, prinsipnya bukan berapa banyak waktu yang dihabiskan. Tetapi, berapa banyak energi yang dicurahkan dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan. Jadi, seorang yang bekerja dua jam saja tetapi dengan energi 100%. Itu sama efektifnya dengan mereka yang bekerja empat jam, tetapi hanya mempunyai energi 50%.
Artinya, lamanya waktu bekerja tidak selalu berbanding lurus dengan produktivitas kerja. Waktu lama tidak identik dengan kerja produktif. Karena itu, tantangannya adalah bagaimana dengan waktu terbatas, orang mampu mengerjakan banyak hal sesuai target dan dikerjakan dengan sebaik mungkin. Pada titik inilah, manajemen energi menjadi penting. Orang mampu bekerja baik jika mempunyai energi yang berlimpah. Bekerja dengan total energi, itulah kuncinya.
3 Tip penting
Ada tiga tip penting untuk mengelola energi ini. Hal ini diinspirasikan dari jawaban atas pertanyaan yang banyak muncul dalam workshop Kecerdasan Emosional yang saya fasilitasi. Yakni, pertama, menghindari banyaknya kebocoran emosi. Kebocoran emosi terjadi bila hati kita tinggal separuh saat mengerjakan tugas. Kita bekerja dengan setengah hati. Inilah yang terjadi saat tubuh beraktivitas, tetapi pikiran dan hati kita melayang ke tempat lain.
Akibatnya, kita tidak bisa fokus bekerja. Pekerjaan yang dikerjakan dengan semangat setengah-setengah juga akan menghasilkan buah yang setengah-setengah juga. Banyak eksekutif sukses karena kemampuan mereka mengatasi kebocoran emosi ini. Mereka bekerja dengan hati, pikiran, dan raga yang total 'hadir' berada di tempat dia bekerja. Dalam pepatah Latin disebut Age Quod Agis, bekerja dengan totalitas penuh!
Kedua, kemampuan untuk tidak menunda-nunda pekerjaan. Sifat menunda-nunda pekerjaan (procrastination) merupakan kebiasaan yang bisa menghabiskan banyak energi kerja kita.
Setelah ditunda, justru pekerjaan akan semakin susah diselesaikan. Pekerjaan lain menyusul dan akhirnya menumpuk. Bahkan, orang yang cenderung menunda pekerjaan justru akhirnya tidak mengerjakan apa-apa.
Dalam bukunya Eat the Frog, Brian Trcay menyarankan justru pekerjaan yang sulit (diibaratkan seperti katak paling besar dan jelek) yang harus ditangani dulu, sehingga pekerjaan yang sulit menjadi lebih mudah diselesaikan.
Kita dituntut mampu membuat prioritas pekerjaan. Semakin sulit dan menyebalkan, sebaiknya ditangani dulu. Sebab kalau tidak, mungkin akhirnya tidak akan pernah kita sentuh lagi.
Ketiga, tidak menunggu waktu yang tepat untuk memulai. Banyak orang menunda dan mempersiapkan pekerjaan secara bertele-tele. Mereka menunggu mood datang. Padahal datangnya mood tidak bisa ditebak.
Tidak ada waktu yang tepat selain memaksa untuk memulainya. Kalaupun tidak merasa nyaman, mulailah dengan standar rendah dengan mencoba membuat draft terlebih dahulu. Perlahan-lahan barulah dipoles menjadi sempurna.
Kita belajar dari seorang penulis. Seorang penulis tidak bisa disebut penulis jika tidak menulis. Tulisan tidak bakal jadi, jika tidak mulai menulis. Penulis yang hanya menunggu mood, tidak akan produktif menghasilkan tulisan. Harus ada disiplin.
Di sini, diperlukan sikap contra agere, melawan kencenderungan negatif. Kalau cenderung menunda pekerjaan, lawanlah dengan mengerjakannya dengan total.
Pembaca, alangkah nyamannya kalau dengan waktu yang relatif singkat, kita mampu menyelesaikan banyak hal dari pekerjaan kita. Bayangkan seandainya kita mampu mulai mengelola energi kita dengan baik.
Selain pekerjaan kita selesai, kita juga punya waktu untuk keluarga dan kehidupan pribadi kita. Mengertikah Anda sekarang, mengapa pengelolaan energi adalah pegelolaan atas kualitas hidup kita? Sekali lagi, kualitas hidup Anda tergantung dari energi yang Anda kelola!
Friday, May 25, 2007
Kelola energi Anda!
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:24 AM 0 comments
Labels: MOTIVASI: Kolom BISNIS Minggu
JBIC tawarkan pinjaman untuk proyek strategis
BISNIS - Jumat, 25/05/2007
TOKYO: Japan Bank for International Cooperation (JBIC) menawarkan pinjaman untuk membantu membiayai proyek-proyek strategis (strategic loan) kepada Pemerintah Indonesia. Gubernur JBIC Kyosuke Shinozawa mengatakan lembaga yang dipimpinnya menyediakan skema pinjaman yang dapat digunakan untuk membantu membiayai proyek-proyek strategis dengan tingkat suku bunga yang relatif rendah dan masa pengembalian yang lebih lama. Namun, dia tidak menyebut seberapa rendah tingkat suku? bunga yang ditawarkan dari pinjaman yang disebut sebagai strategic loan itu.? "Pinjaman tersebut khusus digunakan untuk membiayai proyek-proyek strategis, seperti infrastruktur, manufaktur, dan energi," tuturnya seusai mengadakan pembicaraan dengan Wapres Jusuf Kalla di Tokyo kemarin.Wapres dan Ibu Mufidah Jusuf Kalla berada di Tokyo untuk mengadakan kunjungan kerja di Jepang selama empat hari yang berakhir besok. Dalam pembicaraan itu, Wapres didampingi antara lain oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, Kepala BKPM M. Lutfi, Ketua Komisi VI DPR Didik J. Rachbini, Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Rachmat Gobel, dan pengusaha Kusumo A.M.? Shinozawa menjelaskan pinjaman tersebut akan melengkapi loan yang sudah diberikan JBIC kepada Indonesia selama ini. "Pinjaman tersebut disiapkan sebagai salah satu upaya mendorong dan mempercepat pembangunan proyek-proyek strategis dan berjangka panjang di Indonesia." Menanggapi tawaran Shinozawa itu, Wapres Kalla menyambut baik. "Tawaran? pinjaman tersebut sangat menarik. Ini merupakan bukti bahwa Jepang terus meningkatkan kerja samanya dengan Indonesia. Apalagi kerja sama di antara kedua bangsa sudah berjalan sekitar 40 tahun."Beri perlindungan Sebelumnya, saat mengadakan pembicaraan dengan Wapres, Chairman & CEO Japan External Trade Organization (Jetro) Yasuo Hayashi menilai UU tentang Penanaman Modal yang baru akan memberikan perlindungan bagi kegiatan bisnis dan investasi, termasuk bagi perusahaan Jepang."Kami sangat mengapresiasi keberadaan? a new investment law'di Indonesia, karena dapat memberikan kepastian dan perlindungan bagi kelanjutan usaha yang akan dan sedang dilakukan."Kehadiran UU PM itu, menurut Hayashi, juga menunjukkan adanya koordinasi yang lebih baik dalam menangani kegiatan investasi, sehingga memberikan kejelasan dalam berusaha, terlebih dalam membantu meningkatkan? pertumbuhan ekonomi Indonesia.
(cyrillus.kerong@bisnis. co.id)
Oleh Cyrillus I. Kerong
Bisnis Indonesia
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:20 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
25 Kanwil pajak gagal capai target
BISNIS - Jumat, 25/05/2007
JAKARTA: Berdasarkan data Modul Penerimaan Negara per April tahun ini, 25 dari 31 kanwil Ditjen Pajak gagal memenuhi target penerimaan sesuai proyeksi 2007. Proyeksi penerimaan ditetapkan Rp122,76 triliun, namun hanya tercapai Rp114,46 triliun.Enam kantor wilayah yang penerimaannya sudah melampaui target indikatif adalah Kanwil Sumut 1, Jakpus, Jaksel, Jaktim, Jakut, dan Kanwil Jakarta Khusus. Kanwil Pajak Jakarta Timur empat bulan terakhir tampil luar biasa. Jika akhir tahun lalu, saat dipegang Joko Slamet Suryoputro, kanwil ini menduduki posisi ketiga dari belakang dengan realisasi penerimaan 75,2%, kini persentase realisasi penerimaannya tertinggi kedua setelah Kanwil Sumatra Utara I. Sumber Bisnis di Ditjen Pajak menyebutkan pertumbuhan realisasi penerimaan pajak per April 2007 dibandingkan 2006 sebenarnya masih tumbuh sekitar 20%, namun angka itu masih di bawah target pertumbuhan 2007. "Karena tahun lalu terjadi shortfall besar maka target penerimaan 2007 terlihat menjadi sangat tinggi. Ini problem DJP," kata sumber tersebut kepada Bisnis kemarin. Dia minta namanya tidak dikutip karena seluruh aparat pajak dilarang memberikan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa seizin Dirjen Pajak. Angka penerimaan itu belum termasuk pembayaran untuk restitusi pajak, yang nilainya minimal Rp1,5 triliun per bulan sehingga penerimaan neto hingga akhir April paling tinggi Rp108 triliun. Dengan demikian, jika pola penerimaan lima tahun terakhir dijadikan proyeksi penerimaan maka terjadi shortfall Rp14 triliun.Penerimaan Mei juga kurang menggembirakan. Hingga 23 Mei, tercatat Rp136,57 triliun. Dengan sisa lima hari kerja, tambahan penerimaan paling tinggi Rp5 triliun. Jika dipotong restitusi, maka penerimaan neto tinggal Rp134 triliun.
(parwito@bisnis.co.id)
Oleh Parwito
Bisnis Indonesia
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:18 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
Indofood segera caplok Lonsum, SCTV akan beli Indosiar
BISNIS - Jumat, 25/05/2007
Salim & Sariaatmadja bersinergi
JAKARTA: Dua grup bisnis, keluarga Salim dan Sariaatmadja, melakukan sinergi melalui upaya anak perusahaan PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Indofood Agri Resources, mengakuisisi mayoritas atau minimal 51% saham PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia (Lonsum). Setelah melepas Lonsum, keluarga Sariaatmadja yang juga menekuni industri media melalui PT Surya Citra Media Tbk (SCM), induk perusahaan SCTV, akan lebih menguatkan bisnis televisi dengan membeli Indosiar.
Pemegang saham Lonsum yang berencana melego sahamnya adalah First Durango Pte Ltd dan PT Pan Lonsum yang dikendalikan oleh keluarga Sariaatmadja. Namun, tidak tertutup kemungkinan Credit Suisse juga menjual saham Lonsum.Seorang eksekutif yang mengetahui rencana ini mengatakan pembelian saham Lonsum itu kemungkinan besar di kisaran Rp7.500-Rp8.000 per saham, premium dari penutupan Rp6.400.Bursa Efek Jakarta mulai kemarin pagi menghentikan sementara perdagangan saham Indofood dan Lonsum atas permintaan kedua emiten itu. Dengan 1,09 miliar saham yang ditempatkan dan disetor penuh, Lonsum mempunyai kapitalisasi pasar Rp7 triliun. Per 30 April 2007, pemegang saham besar di Lonsum lainnya adalah Credit Suisse Singapore Sub AC sebesar 15,46%, dan PT Pan London Sumatera Plantation 15,71%.Di balik transaksi itu, tutur sumber tadi, sebenarnya hal itu merupakan langkah sinergi untuk memperkuat bisnis dua konglomerat keluarga Salim dan Sariaatmadja. Ketika dikonfirmasi kemarin, Eddy Kusnadi Sariaatmadja tidak menjawab telepon selulernya. Bahkan, dia tidak merespons layanan pesan singkat yang dikirimkan Bisnis.Sekretaris Perusahaan Indofood Sukses Intan Fauzi mengakui adanya rencana pengambilalihan mayoritas saham perusahaan terbuka oleh anak perusahaan Indofood. Namun, dia menolak menjelaskan secara detail mengenai nilai transaksi dan jumlah saham yang dibeli tersebut. Head of Corporate Communications Lonsum Duddy Pramudyanto mengatakan First Durango telah mengirimkan surat kepada direksi Lonsum untuk menghentikan sementara perdagangan saham perusahaan? itu.Perusahaan perkebunan kelapa sawit gencar menggabungkan usahanya untuk mendapatkan pangsa pasar dan memangkas biaya seiring lonjakan permintaan dari China dan India.Harga minyak sawit menyentuh rekor 2.570 ringgit per ton pada 14 Mei di Malaysia. "Lonsum menjadi target merger dan akuisisi dalam 18 bulan terakhir," tutur Analis UBS Securities Indonesia Andreas Bokkenheuser.Sinergi Lonsum-Indofood Agri di sektor agribisnis juga terjadi pada Synergy Drive Sdn. Perusahaan itu dibentuk untuk membeli Sime Darby Bhd dan dua grup perusahaan perkebunan Malaysia guna menciptakan perusahaan publik berskala dunia. Selain itu, Wilmar International Ltd, perusahaan pengolah minyak sawit, pada Desember membeli aset minyak makan? PPB Group Bhd Malaysia.Dua hari lalu, harga saham Lonsum naik Rp50 ke posisi Rp6.400 per saham. Harga saham Indofood Agri naik 2 sen atau 1,6% menjadi S$1,27 di Singapura. Grup SCTV dan IndosiarSetelah sinergi kelapa sawit rampung, keluarga Salim dan Sariaatmadja bakal memperkuat bisnis televisi. Eksekutif yang mengetahui transaksi itu mengatakan grup SCM, induk perusahaan SCTV,? yang dikendalikan oleh keluarga Sariaatmadja bakal membeli saham induk PT Indosiar Karya Media Tbk. "Secara prinsip, transaksi itu sudah sepakat, tetapi dilakukan melalui perusahaan tertutup di masing-masing grup. Setelah Indosiar diambil alih, SCM akan membenahi internal Indosiar."Sekretaris Perusahaan Indosiar Andreas Ambessa tidak menjawab telepon selulernya ketika dihubungi.Selain menguntungkan kedua keluarga konglomerat itu, sinergi SCM dan Indosiar akan menjadi raksasa televisi baru yang akan menyaingi? grup Rajawali Citra Televisi dan Media Nusantara Citra serta Televisi Transformasi Indonesia dan Trans7. Merespons sinergi itu, saham Indosiar kemarin melonjak ke Rp580 dari sebelumnya Rp435, sedangkan harga SCM naik ke Rp950 dari penutupan dua hari sebelumnya Rp920. (Abraham Runga)
(munir.haikal@bisnis.co.id/ wisnu.wijaya@bisnis.co.id)
Oleh M. Munir Haikal & Wisnu Wijaya
Bisnis Indonesia
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:12 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
Jutawan Amerika Siksa Perempuan Indonesia
KORAN TEMPO - Jum’at, 25 Mei 2007
Kedua perempuan itu disiksa selama empat tahun di rumah mewah sang majikan di pinggiran New York, Amerika Serikat.
GARDEN CITY -- Sepasang jutawan Amerika kemarin didakwa telah memperbudak dan menyiksa dua perempuan pembantu rumah tangga asal Indonesia. Kedua perempuan itu disiksa selama empat tahun di rumah mewah sang majikan di pinggiran New York, Amerika Serikat.
Varsha Mahender Sabhnani, 35 tahun, dan suaminya, Mahender Murlidhar Sabhnani, 51, kaya berkat bisnis parfum mereka yang berskala dunia.
Pekan lalu, warga negara Amerika asal India itu ditahan setelah salah satu pelayannya ditemukan berkeliaran di luar toko donat dengan hanya mengenakan celana pendek dan handuk. Perempuan itu diyakini kabur dari rumah majikannya saat membuang sampah di malam hari.
Pengadilan wilayah Amerika Serikat mendakwa pasangan jutawan itu melakukan perbudakan dan menampung pekerja ilegal. Tapi pasangan itu menolak dakwaan tersebut. Hakim pengadilan menetapkan jaminan US$ 3,5 juta atau sekitar Rp 31 miliar dan tahanan rumah dengan dilengkapi alat pemantau elektronik. Rekan-rekan dan saudara mereka menyatakan kedua pasangan itu bermaksud membayar uang jaminan tersebut, tapi hingga kemarin mereka tetap ditahan.
Charles A. Ross, yang mewakili Varsha Sabhnani, mengatakan pasangan jutawan itu sering melancong sehingga kedua pembantunya dapat saja kabur kapan pun mereka mau. Dia sebelumnya menggambarkan pasangan kaya itu sebagai warga negara yang baik dan hanya ingin membersihkan namanya.
Pembantu Jaksa Amerika Demitri Jones menyebut kasus ini "benar-benar sebuah kasus perbudakan modern". Kedua pembantu itu, kata jaksa, jadi korban pemukulan, disiram air, dan dipaksa naik-turun tangga berulang kali sebagai hukuman karena melakukan kesalahan, termasuk dipaksa makan 25 cabai sekaligus.
Kepada aparat keamanan, salah seorang pembantu itu mengaku mereka dipaksa tidur di atas sehelai lapik di dapur dan diberi makan sangat sedikit. Akibatnya, mereka terpaksa mencuri makanan.
Menurut catatan pengadilan, kedua korban itu bernama Samirah dan Nona. Keduanya tiba di Amerika pada 2002. Pasangan Sabhnani lantas menyita paspor mereka dan melarang mereka ke luar rumah. Kedua korban dijanjikan akan digaji sekitar Rp 1,76 juta per bulan, tapi nyatanya mereka tak pernah dibayar sepeser pun. Kini mereka diasuh sebuah badan amal.
AP PTI IWANK
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:11 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Hari Sabarno Membantah Terlibat
KORAN TEMPO - Jum’at, 25 Mei 2007
Meski itu tak menunjukkan bukti kuat yang menyatakan hal sebaliknya, Saut meminta berita tersebut dikoreksi dan diklarifikasi.
JAKARTA -- Mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno membantah dirinya terlibat dalam pengadaan kendaraan pemadam kebakaran di berbagai daerah yang diduga melanggar aturan. "Selama saya menjabat, tidak pernah tahu-menahu dan campur tangan pengadaan barang apa pun, baik di pusat maupun daerah," ujarnya kepada Tempo lewat pesan pendek kemarin.
Hari menegaskan pengadaan kendaraan pemadam kebakaran pada waktu itu bukan kebijakan pemerintah pusat, melainkan daerah yang memerlukan. "Saya tidak pernah mengeluarkan kebijakan tersebut," ujarnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Tempo, pengadaan kendaraan pemadam kebakaran pada 2002-2005 di berbagai provinsi itu dilakukan dengan penunjukan langsung oleh Departemen Dalam Negeri. Melalui radiogram yang ditandatangani Direktur Jenderal Otonomi Daerah Oentarto Sindung Mawardi, Departemen telah menentukan spesifikasi, harga, dan rekanan penyedia alat pemadam kebakaran, yakni PT Istana Sarana Jaya.
Hari juga mengaku tak tahu soal adanya radiogram. "Saya tidak pernah campur tangan," ujarnya.
Reaksi juga datang dari Saut Situmorang. Kepala Pusat Penerangan Departemen Dalam Negeri ini berkeberatan dengan pemberitaan Koran Tempo 23 Mei yang mengutip pernyataan Saut bahwa rekomendasi dalam bentuk radiogram hanya terjadi di masa Oentarto. Meski itu tak menunjukkan bukti kuat yang menyatakan hal sebaliknya, Saut meminta berita tersebut dikoreksi dan diklarifikasi.
Saat ini kasus pengadaan perangkat pemadam kebakaran sudah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Sejumlah orang yang diduga terlibat dalam proyek ini telah diperiksa KPK, termasuk Oentarto. Kepada wartawan, seusai pemeriksaan Selasa lalu, Oentarto membantah jika dirinya disebut terlibat, karena pengadaan alat dilakukan sebelum ia menjabat.
Emerson Juntho, Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch, pernah meminta KPK segera memanggil dan memeriksa Hari Sabarno. "Seharusnya pengambil kebijakan di tingkat pusat diperiksa terlebih dulu," katanya. Hari enggan berpendapat saat dimintai komentar soal kemungkinan dirinya akan diperiksa KPK.
RADEN RACHMADI
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:09 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Kejaksaan Gugat Soeharto Rp 10 Triliun
KORAN TEMPO - Jum’at, 25 Mei 2007
"Kami punya bukti adanya perintah Soeharto."
JAKARTA -- Kejaksaan Agung akan menggugat perdata Yayasan Supersemar, yang diketuai mantan presiden Soeharto, karena ditengarai menyalahgunakan dana yayasan. Kejaksaan menuntut penggantian kerugian imaterial Rp 10 triliun. Selain itu, kejaksaan menuntut pengembalian kerugian negara Rp 1,5 triliun.
Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Alex Sato Bya kemarin mengatakan Yayasan Supersemar merupakan yayasan pertama milik penguasa Orde Baru itu yang akan diperdatakan oleh Kejaksaan Agung. Gugatan akan didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, Alex tak bersedia mengungkapkan kapan persisnya gugatan diajukan. Yang pasti, kata dia, kejaksaan juga akan meminta pengadilan menyita aset yayasan Soeharto. Aset itu antara lain sebidang tanah dan gedung ''Granadi'' di kawasan bisnis Kuningan, Jakarta Selatan.
Alex menjelaskan penyalahgunaan duit negara oleh Yayasan Supersemar dilakukan ketika dana yang direncanakan untuk bantuan sosial dan kegiatan amal lain justru dialirkan ke beberapa perusahaan milik keluarga dan kroni Soeharto. "Itu jelas merupakan perbuatan melawan dan melanggar hukum."
Alex menyatakan optimistis akan memenangi gugatan. Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan 12 jaksa membahas kasus ini. "Kami juga menyertakan bukti mengenai adanya surat perintah dari Soeharto untuk menanam dana yayasan di PT Sempati Air, Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), PT Timor, Goro, Kosgoro, dan banyak lagi."
Beberapa perusahaan yang disebutkan Alex itu diketahui merupakan milik Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Anak bungsu Soeharto itu kini juga tengah dibidik Kejaksaan Agung terkait dengan dananya yang tersimpan di Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas cabang Guernsey. Kejaksaan Agung mengklaim dana 36 juta euro (setara dengan Rp 421 miliar) yang kini dibekukan oleh pengadilan Kerajaan Guernsey di bank itu merupakan milik negara. Alasannya, dana tersebut terkait dengan korupsi atau diperoleh Tommy dengan cara melawan hukum.
Secara terpisah, Direktur Perdata Kejaksaan Agung Yoseph Suardi Sabda menegaskan pengungkapan kasus dugaan korupsi di BPPC itu dimaksudkan untuk memenuhi syarat pengadilan Guernsey agar uang di BNP Paribas itu bisa diambil-alih negara. ''Kasus itu yang paling mudah dan saat ini sedang dilakukan penyidikan oleh tim pidana khusus,'' ujarnya kemarin.
Terkait dengan penyidikan kasus ini, Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung M. Salim mengatakan pada Senin mendatang kejaksaan akan memeriksa tujuh saksi dari perusahaan rokok, yang berhubungan langsung dengan transaksi bersama BPPC. "Kami sisir dulu sebelum mengarah ke sana (Tommy Soeharto)," katanya.
O.C. Kaligis, kuasa hukum keluarga Cendana dan Tommy Soeharto, menyatakan siap menghadapi gugatan Kejaksaan Agung. Kaligis berpendapat sebenarnya tidak ada lagi yang bisa dipermasalahkan menyangkut yayasan Soeharto. Pada masa Orde Baru dulu, kata dia, Soeharto banyak menyumbang untuk rumah yatim piatu hingga rumah ibadah. Bahkan ada juga dana untuk pemilihan umum. ''Tapi gugatan itu wewenang kejaksaan. Saya menghormati.''SANDY INDRA PRATAMA
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:08 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Mantan Staf Yudhoyono Akui Terima Dana Rokhmin
KORAN TEMPO - Jum’at, 25 Mei 2007
"Pemerintah harus bertindak radikal dalam kasus ini."
JAKARTA -- Mantan anggota staf khusus Susilo Bambang Yudhoyono, Munawar Fuad Nuh, kemarin mengaku menerima dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan melalui Menteri Rokhmin Dahuri. Dana Rp 150 juta itu diterima pada 11 Oktober 2004 ketika Yudhoyono belum dilantik menjadi presiden.
Dalam sidang pidana korupsi yang digelar dua hari lalu, mantan Kepala Biro Umum dan Tata Usaha Direktorat Jenderal Kelautan Pulau-pulau Kecil dan Pesisir, Didi Sadili, mengaku pernah tiga kali mengeluarkan uang dari dana nonbujeter Departemen Kelautan untuk tim sukses pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Yang pertama, uang diserahkan oleh anggota staf khusus menteri bernama Fadhil Hasan sebesar Rp 200 juta. Penyerahan kedua oleh Didi sendiri kepada Munawar Fuad sebesar Rp 150 juta. Dan yang ketiga Rp 100 juta, diserahkan langsung oleh Rokhmin Dahuri.
Pengakuan Munawar dan Didi itu dibantah juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng. Andi mengatakan Munawar bukan anggota tim sukses calon presiden Yudhoyono dan Kalla. "Tim sukses SBY-JK juga tidak pernah menerima uang dari Rokhmin Dahuri."
Munawar, yang mengaku saat itu menjadi anggota staf khusus bidang sosial dan keagamaan Yudhoyono, juga membantah jika disebut dana yang diterimanya dari Rokhmin digunakan untuk kepentingan kampanye tim Yudhoyono-Kalla. "Nama saya tidak pernah terdaftar dalam tim kampanye resmi pemenangan pasangan Yudhoyono-Kalla," kata Munawar dalam keterangan pers di sebuah restoran di Jakarta.
Munawar bercerita, ia pernah diminta membantu mengerjakan proyek pemberdayaan pesantren pesisir saat Rokhmin diangkat menjadi menteri. Rokhmin meminta Munawar mendata dan memetakan jumlah pesantren dan nelayan di wilayah pesisir Pulau Jawa.
Munawar lalu mengajukan dana Rp 150 juta untuk operasionalisasi. Rokhmin tidak menjelaskan dari mana sumber dana tersebut, dan Munawar pun tidak pernah menanyakan hal itu. "Ini jelas jebakan," kata Munawar mengenai pencantuman namanya dalam catatan penerima uang dari Departemen Kelautan yang dikaitkan dengan tim Yudhoyono-Kalla.
Dia menduga ada pihak-pihak yang berupaya memanipulasi dengan melakukan pencatatan secara sepihak nama-nama penerima dana Rokhmin.
Yang juga meradang karena pengakuan Didi dalam persidangan Rokhmin adalah mantan presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Ketua Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa itu mengatakan tak pernah menerima sepeser pun uang dari Rokhmin.
Gus Dur bahkan mengancam akan menuntut balik sebesar Rp 100 miliar karena namanya disebut-sebut menerima Rp 50 juta langsung dari tangan Rokhmin. 'Tudingan itu tidak benar," kata Gus Dur dalam sebuah acara di Madiun, Jawa Timur, kemarin.
Namun, Salahuddin Wahid, adik Gus Dur, mengaku menerima uang dari Rokhmin untuk membantu berbagai kegiatan sosialnya.
Ia mengatakan bantuan itu diberikan secara pribadi dan tidak ada hubungannya dengan kegiatan kampanye saat ia dicalonkan menjadi wakil presiden mendampingi Wiranto. "Pemerintah harus menghadapi kasus ini dengan tindakan radikal," katanya.
ERWINDA DINI MAWUNTYAS AQIDA SWAMURTI SUTARTO
_________________________________
Siapa Berbohong
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri mengatakan semua tim calon presiden 2004 menerima kucuran dana darinya, yang bersumber dari dana nonbujeter yang kini dipersoalkan pengadilan korupsi. Amien Rais mengakui menerimanya, tapi para calon presiden yang lain berusaha membantah.
Tim Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (disebutkan menerima Rp 225 juta)
"Saya tidak pernah bergabung dengan tim SBY." -- Imam Addaruqutni, pendiri Partai Bintang Matahari, orang yang namanya disebut Rokhmin menerima dana Rp 225 juta untuk tim sukses SBY-JK.
"Dia (Imam) bukan bagian dari tim sukses kami. Bagaimana mungkin dana tersebut kami terima kalau dia bukan anggota tim sukses?"-- Wakil Presiden Jusuf Kalla
"Saya terima Rp 150 juta. Tapi dana itu bukan untuk kampanye. Itu untuk survei jumlah pesantren dan nelayan di pesisir Jawa." --Bekas anggota staf khusus Susilo Bambang Yudhoyono saat pemilihan presiden, Munawar Fuad Nuh
Tim Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi (Rp 300 juta ke Mega Center lewat Arief Budimanta, Steven, dan Suminta)."Tidak ada nama-nama yang disebut Pak Rokhmin yang disebut sebagai anggota tim pemenangan Megawati yang masuk ke Mega Centre atau pribadi Megawati." -- Sekretaris Jenderal Partai, Pramono Anung, membantah.
Amien Rais-Yudohusodo (menerima Rp 400 juta)"Saya terima Rp 400 juta. Uang itu bukan untuk sewa pesawat, melainkan untuk membayar iklan di TV."--Amien Rais, pendiri Partai Amanat Nasional
Tim Wiranto-Salahuddin Wahid (Rp 20 juta melalui Popup)(calon presiden dalam pemilu 2004)"Tidak pernah kami terima dana dari Departemen. Tidak ada nama Popup" -- Mantan Ketua Tim Sukses Calon Presiden Wiranto, Suadi Marasabessy
"Saya terima untuk bantuan berbagai kegiatan (pribadi) saya."--Salahuddin
Abdurrahman Wahid (Rp 60 juta diserahkan langsung oleh Rokhmin)
"Saya tidak pernah terima uang sepeser pun dari Rokhmin Dahuri. Tidak juga tim sukses, karena saya tidak punya tim sukses," kata Abdurrahman Wahid. Didi Sadili mengatakan Rokhmin menyerahkan langsung Rp 60 juta kepada Gus Dur di kantor pusat Nahdlatul Ulama, Jakarta.
naskah: tim Tempo
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:59 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Kantor Lapindo Didemo Lagi
REPUBLIKA - Jumat, 25 Mei 2007
SIDOARJO -- Letupan kekecewaan terus bermunculan. Kamis (26/5) siang, giliran sekitar 100 orang, datang ramai-ramai ke kantor PT Lapindo Brantas di Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur.
Mereka adalah korban semburan lumpur panas berstatus mengontrak di Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS) I Kedungbendi, yang menuntut keadilan, yakni meminta jaminan hidup (jadup) sebesar Rp 300 ribu per jiwa selama enam bulan.
Salah seorang pendemo, A Ramli, mengatakan, aksi ngeluruk itu dilakukan karena penanganan penghuni Perum TAS I, diskriminatif. Selama ini, mereka hanya menerima bantuan kontrak rumah sebesar Rp 5 juta untuk dua tahun. Sedangkan jadup nihil, tidak seperti yang diterima korban berstatus pemilik rumah.
''Yang namanya jadi korban, semestinya harus mendapat penanganan sama. Untuk itu, kami demo ke sini menuntut jadup, seperti yang diberikan kepada korban lainnya,'' kata Ramli.
Perwakilan aksi massa itu, sempat diajak berunding dengan manajemen Lapindo. Namun, tetap saja tuntutan mereka tidak dikabulkan. ''Itu engga mungkin bisa dipenuhi. Karena kebijakan dari awal, untuk korban berstatus kontrak rumah hanya menerina bantuan kontrak rumah, tidak jadup,'' kata Dyas Roychan, Humas PT Lapindo Brantas.
Proses verifikasiSementara itu, keabsahan hasil verifikasi lahan pethok D dan leter C untuk pembayaran ganti rugi akhirnya cukup diketahui atau ditandatangani oleh Bupati Sidoarjo. Ini merupakan penegasan kembali Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
BPLS akan berupaya menekan PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) -- sebagau juru bayar PT Lapindo Brantas Inc -- agar bisa menerima model keabsahan seperti itu sesuai Perpres 14/2007. ''Hasil pembahasan BPLS akhirnya memutuskan keabsahan lanah pethok D dan leter C, cukup ditandatangani bupati, yang bersifat mengetahui saja. Dan blangko baru untuk verifikasi lahan pethok D maupun leter C itu kini sudah siap,'' kata Pengarah Tim Verifikasi BPLS, Vino Rudy Muntiawan, kemarin.
Dengan putusan BPLS, dia berharap tidak akan terjadi lagi tarik ulur terkait keabsahan pethok D dan leter C. Dia berharap dalam minggu ini sudah banyak berita acara hasil verifikasi yang terselesaikan, selanjutnya diajukan ke PT Minarak Lapindo Jaya untuk dilakukan pembayaran ganti rugi.
Bagaimana jika PT MLJ tetap ingin ada syarat tanda tangan bupati yang bersifat mengesahkan atau tidak sekadar mengetahui, Vinno mengatakan, persoalan itu nantinya diurus pemerintah pusat. ''BPLS sendiri optimistis tidak akan ada kendala lagi. MLJ pasti menyetujui dengan model pengesahan seperti itu,'' ujarnya.
Model verifikasi atas lahan pethok D dan leter C itu, sehari sebelumnya, Rabu (25/5) siang, disosialisasikan ke tim perwakilan warga empat desa. Joko Prastowo, perwakilan warga Kelurahan Siring, mengaku pesimististis kebijakan itu dapat disetuji MLJ.
''Namun kalau sampai minggu depan tidak ada perkembangan, kami tidak akan bisa mencegah lagi para korban lumpur melakukan aksi massa yang mungkin bisa lebih merugikan banyak pihak,'' timpal Isdyanto, perwakilan warga Kedungbendo. (tok )
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:57 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Presiden Diundang Jawab Interpelasi DPR pada 5 Juni
REPUBLIKA - Jumat, 25 Mei 2007
JAKARTA -- Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR, Kamis (24/5), berlangsung alot. Agenda rapat adalah menentukan pemanggilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menanggapi pengajuan hak meminta penjelasan dan bertanya (interpelasi) DPR atas kasus dukungan RI terhadap Resolusi Nomor 1747 Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang perluasan sangsi bagi progran nuklir Iran.
Meski alot, seluruh fraksi di DPR sepakat menjadwalkan pemanggilan tehadap Presiden pada 5 Juni mendatang. ''Memang ada pendapat dari beberapa fraksi agar pemanggilan Presiden dijadwalkan pada 29 Mei, sedangkan pimpinan DPR menawarkan opsi pada 5 atau 12 Juni. Kalau tanggal 29 Mei terlalu mepet karena suratnya terbentur hari Sabtu dan Ahad. Akhirnya seluruh fraksi setuju 5 Juni,'' ungkap Wakil Ketua DPR, Zaenal Ma'arif, usai memimpin Rapat Bamus itu.
Menurut Zaenal, Fraksi PDIP, PAN, dan PKB sempat minta dalam surat pemanggilan dimasukkan klausul Presiden harus datang langsung atau tidak boleh diwakilkan. ''Tapi sesuai yang berlaku dalam Tata Tertib (Tatib), tidak ada klausul seperti itu. Fraksi Demokrat juga minta surat pemanggilan sesuai Tatib,'' jelasnya.
Dengan perdebatan yang alot itu, kata Zaenal, akhirnya diputuskan untuk membuat surat pemanggilan seperti biasa. ''Jadi, tidak ada penekanan apakah harus Presiden sendiri yang datang untuk memberi penjelasan,'' tegas Zaeal.
Di sisi lain, Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo, tetap meminta presiden menjelaskan sendiri usul interpelasi DPR. Selain sebagai bentuk keberanian Presiden, hal itu juga akan menjadikan masalah semakin jelas terselesaikan. ''Presiden harus datang sendiri untuk menunjukkan dia tidak takut menjelaskan di depan DPR,'' ujarnya.
Senada dengan PDIP, Ketua Fraksi PAN Zulkifli Hasan, menegaskan, sebaiknya Presiden datang sendiri dan tidak diwakilkan. Alasannya, penjelasan Menlu Hassan Wirajuda di Komisi I beberapa waktu lalu tidak memuaskan anggota DPR.
''Kalau kita kirimkan suratnya sekarang, seharusnya presiden bisa datang sendiri. Karena ada jeda waktu untuk persiapan. Jadi kalau bisa, Presiden sendiri, itu yang kita harapkan datang,'' tandas Zulkifli.
Ikhtisar- Surat undangan dibuat tanpa meminta Presiden harus datang langsung atau tidak diwakilkan.- Fraksi PDIP meminta Presiden berani datang.- Fraksi PAN juga menuntut Presiden datang karena sebelumnya penjelasan Menlu mengecewakan.(eye )
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:54 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Lengan Crane Patah, Pengendara Motor Tewas
REPUBLIKA - Jumat, 25 Mei 2007
JAKARTA -- Seorang pengendara motor, Harno (40 tahun), meninggal di tempat akibat tertimpa lengan menara derek alat pengangkut barang (tower crane) ketika melintasi proyek pembangunan gedung Premium Pacific Place, depan gedung BEJ, sekitar pukul 14.30 WIB.
Menurut Gatot Suswanto, supervisor PT Acset Indonusa --kontraktor proyek tersebut-- kejadian naas itu bermula saat tower crane hendak dipindahkan dari lantai delapan ke lantai dasar di sisi luar bangunan. Diduga, satu sisi tower crane tersangkut, sehingga sling (kabel berbahan besi baja) tower crane putus.
Seketika, lengan crane meluncur dari ketinggian 45 meter. Naasnya, saat bersamaan sedang melintas Harno, pengendara motor, dan dua mobil yang tertimpa patahan lengan crane.
Menurut Rudi, pekerja proyek bangunan itu, lengan crane patah menjadi dua, sebagian jatuh ke lokasi proyek, dan potongan lainnya jatuh di jalan kawasan Sudirman Center Business District (SCBD). Sebelum roboh, sempat terdengar bunyi berderit akibat baut yang terlepas.
''Kalau seperti ini, saya yakin penguncinya tidak pas,'' tambah Dedi yang juga pekerja di tempat itu. Dia memperkirakan, ada faktor kesalahan manusia --bisa karena baut lupa dipasang atau diganjal benda lain-- sehingga lengan crane patah.
Sementara, mobil Avanza B-1066-AL warna hitam yang dikemudikan wanita berkewarganegaraan Jepang, Mayumi Sunoda, ringsek bagian belakangnya. Beruntung, Mayumi selamat. Sedangkan empat penumpang mobil Mercy S 280 bernopol B-2180-EH hanya luka ringan. Mereka sempat dibawa ke RS Jakarta dan RS Medistra guna dirawat.
Sopir Mercy, Andi Yanuar, menuturkan, saat kejadian mobilnya berada di depan Avanza dan Honda Supra B-3161-LO. ''Mobil Mercy hanya kena sling di kaca bagian depan dan belakang. Saya tancap gas secepatnya supaya tidak kena, meski semua penumpang termasuk saya shock,'' ujar Andi.
Juru bicara Security Group Artha Graha (SGA), Upa Labuhari, menegaskan, kontraktor utama, PT Acset Indonusa, bertanggung jawab, termasuk membayar ganti rugi semua kerusakan dan biaya perawatan korban. Selain bekerja sampingan sebagai tukang ojek, Harno adalah satpam yang tergabung di SGA.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol I Ketut Untung Yoga Ana, menyatakan, indikasi adanya unsur kelalaian sedang diselidiki. Beberapa orang saksi sudah dimintai keterangan. ''Sesuai prosedur, seharusnya penurunan tower crane dilakukan di atas pukul 22.00 WIB dan ruas jalan ditutup,'' katanya. ( zak/c51 )
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:52 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Implementasi DCA Harus Transparan
Jumat, 25 Mei 2007
JAKARTA -- Pemerintah Indonesia diharapkan mampu menyusun rencana implementasi (implementing arrangement) dari kesepakatan kerja sama pertahanan (defence cooperation agreement/DCA) RI-Singapura secara detail dan transparan. Semua pihak mesti terlibat dalam penyusunan itu, tak hanya Dephan dan Mabes TNI.
Sebab, menurut pengamat CSIS, Kusnanto Anggoro, implementasi DCA tak hanya terkait latihan perang. Tapi, juga menyangkut potensi kerusakan lingkungan dan sumber daya mineral di wilayah latihan perang.
''Bila hal itu bisa terlaksana, saya tak terlalu khawatir mengenai implementasi DCA. Apalagi, ada satu ketentuan bahwa kesepakatan penandatanganan DCA tak bisa dipisahkan dari kesepakatan implementation arrangement,'' kata Kusnanto di Jakarta, Kamis (24/5).
Seharusnya, kata dia, ada satu pasal khusus yang disiapkan dalam rencana implementasi itu. Ini agar Indonesia tak terus-menerus diakali Singapura. Dia khawatir, Singapura menggunakan rudal usang dalam melakukan latihan militernya di wilayah Indonesia.
''Kita tak tahu rudal itu dibuangnya dengan cara diledakkan atau dimasukkan ke dalam laut. Kita bisa bayangkan bila itu terjadi,'' kata Kusnanto. Bila Singapura melakukan ini, tentu kerusakan lingkungan yang bakal terjadi. Apalagi jika latihan perang di laut terjadi selama bertahun-tahun dan permanen. ''Selama rencana implementasinya belum jelas, saya tak yakin dan tak sarankan DPR untuk meratifikasi DCA,'' katanya.
Wakil Ketua DPR, Zaenal Ma'arif, menilai banyak poin dalam perundingan itu yang merugikan RI. Salah satunya adalah jangka waktu pelatihan militer yang selama 25 tahun. ''Ini harus dikaji lebih mendalam karena bisa merugikan bangsa kita,'' kata Zaenal usai rapat pimpinan DPR.
Dirjen Strategi Pertahanan, Dephan, Mayjen Dadi Susanto, mengaku belum tahu kapan perumusan implementasi selesai. (eye/fer/rto )
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:50 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Efek Mematikan Fitnah Sektarian
REPUBLIKA - Jumat, 25 Mei 2007
Pada 8-15 Mei 2007, tim kecil utusan Pemerintah Indonesia mengunjungi Lebanon, Yordania, dan Suriah. Tim itu bertugas menyosialisasikan Deklarasi Bogor yang merupakan hasil pertemuan ulama Suni-Syiah di Bogor 3-4 April 2007. Wartawan Republika, Irfan Junaidi melaporkan perjalanan tersebut dalam tiga tulisan. Berikut bagian keduanya.
Suasana terasa mengharukan ketika Ketua Persatuan Ulama Irak, Abdul Latif Almahyin, berpidato dalam pembukaan konferensi tahunan ulama Irak yang digelar di Damaskus, Suriah, 13-14 Mei 2007. Para peserta larut dalam keharuan. Sebagian besar mereka yang memadati Masjid Abou Nour, Kaftaro Islamic Foundation itu terlihat menitikkan air mata.
''Kami hidup di negeri yang pedang lebih berharga dibanding kitab (buku),'' tutur dia membuka pidatonya dengan penuh semangat. Menurut dia, warga Irak tidak boleh mundur sejengkal pun dalam melawan penjajah. Irak digolongkannya sebagai salah satu tempat yang dimuliakan Allah SWT setelah Makkah, Madinah, dan Al Aqsha.
Sebuah tekad kuat untuk berdamai di Irak kemudian dikemukakannya dalam forum tersebut. Saat ini, kata dia, para ulama Irak telah sepakat membuka dialog demi perdamaian Irak. ''Orang Irak akan menentang keras permintaan AS agar kami terus terpecah,'' ungkap dia. Abdul Latif menyadari betul perpecahan di Irak sebenarnya terjadi atas provokasi AS.
Provokasi itu memang terlihat nyata. Lihatlah niat jahat AS memecah belah warga Irak dengan membangun tembok tinggi dengan panjang sembilan km di Azamiyah yang berpenduduk mayoritas Suni. Kota ini memang dikelilingi wilayah yang mayoritas berpenduduk Syiah. Namun, pembangunan tembok pemisah itu jelas akan membuat warga Suni dan Syiah menjadi terpisah seperti penduduk Jerman Barat dan Jerman Timur saat tembok Berlin masih berdiri kokoh.
Wacana soal provokasi ini juga dikemukakan Mufti Suriah, Syeikh Dr Ahmad Badrouddin Hassoun. Di forum yang sama dia mengungkapkan selama beribu-ribu tahun warga Suni dan Syiah di Irak bisa hidup berdampingan. Mereka kemudian berperang begitu ada kekuatan asing masuk. Kekuatan asing yang dimaksudkannya itu tidak lain adalah AS dan sekutunya.
Syeikh Hassoun mengaku amat sedih saat melihat provokasi itu berhasil membuat umat Islam di Irak saling membunuh di antara mereka sendiri. ''Yang membuat saya menangis adalah saat melihat umat Islam membunuh umat Islam yang lain,'' ujar dia. Syeikh Hassoun juga menyayangkan kesediaan beberapa negara di Arab memberi fasilitas bagi AS untuk menjajah Irak.
Isu sektarian menjadi tema hangat yang dibahas para peserta konferensi yang bertema 'Irak Bersatu Menghadapi Penjajahan dan Keragaman' itu. Hampir semua ulama yang memberi pidato pembukaan acara tersebut meyakini krisis sektarian membuat kekuatan AS menjadi lebih mudah menjalankan agenda buruknya di Irak. Karena itu, mereka semua menyeru agar fitnah yang melahirkan konflik sektarian segera ditangkal.
Mufti Irak, Rafi Rifa'i menyeru seluruh tokoh Islam di dunia untuk membantu mendekatkan kembali hubungan Suni dan Syiah yang kerap terlibat konflik. ''Saya atas nama mufti Irak meminta seluruh bagian umat Islam tidak sewenang-wenang mengeluarkan fatwa yang bisa memecah masyarakat Irak,'' tutur dia menyeru.
Ulama dari Lebanon, Abdun Nasir Jabri, yang ikut membuka konferensi tersebut punya tiga langkah menutup peluang munculnya fitnah yang mengadu domba kelompok Suni dengan Syiah. Pertama dia meminta agar para ulama Syiah segera mengeluarkan fatwa yang melarang pengikut Syiah menghujat para sahabat Rasulullah SAW. Kedua, semua pihak harus menyadari syahidnya Husein bin Ali menjadi kesedihan bagi seluruh umat Islam. Langkah ketiga, meniupkan semangat yang sama di kalangan ulama Suni maupun Syiah untuk menggalang persatuan umat Islam.
Setelah dua hari berkonferensi, para ulama Irak membuat kesepakatan bersama yang juga menitikberatkan pentingnya menghapus fitnah sektarian. Di antara butir kesepakatan bersama itu mengungkapkan seluruh komponen masyarakat Irak harus berdialog dengan tujuan menciptakan perdamaian di Irak. Para ulama juga sepakat krisis sektarian telah merusak sendi-sendi persatuan masyarakat Irak.
Karena itu, fitnah sektarian harus segera dicegah supaya tidak terus-menerus menghancurkan warga Irak. Kehormatan rakyat Irak juga harus ditegakkan berdasar syariat Islam tanpa memandang perbedaan mazhab.
Tak ketinggalan, para ulama peserta konferensi juga sepakat penjajahan AS atas Irak sama sekali tidak bisa dibenarkan dan harus dikutuk. Menurut mereka, perlawanan terhadap penjajah adalah hak legal yang dijamin agama serta semua peraturan internasional di segala zaman. Untuk mengakhiri penjajahannya, para ulama pun meminta agar AS segera menetapkan jadwal penarikan pasukannya dari Irak.
Satu poin kesepakatan bersama para ulama itu terkait dengan peran Indonesia. Mereka sepakat menerima deklarasi yang dihasilkan konferensi para ulama untuk rekonsiliasi Irak yang berlangsung di Bogor 3-4 April. Bisa jadi, butir ini muncul karena dalam konferensi tersebut memang tim kecil tindak lanjut konferensi Bogor berkesempatan membacakan hasil-hasil kesepakatan ulama dalam konferensi Bogor.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:48 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
DPR Setuju Bentuk Pansus BLBI
REPUBLIKA - Jumat, 25 Mei 2007 8:11:00
JAKARTA -- Setelah pada awal pekan Komisi XI DPR membentuk panitia kerja (panja) untuk menyelesaikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kemarin sejumlah anggota DPR setuju membentuk panitia khusus (pansus) untuk masalah yang sama. Keberadaan pansus BLBI diharapkan dapat mempercepat penuntasan kasus yang sudah 10 tahun terakhir mengendap.
Anggota Komisi XI, Dradjad Wibowo, berpendapat pembentukan pansus memang memungkinkan. Tapi, ia mengingatkan, prosesnya lebih lama ketimbang pembentukan panja. ''Pansus itu kan harus lewat paripurna. Mungkin mekanismenya rapat kerja antarpanja saja,'' jelas Drajad, Kamis (24/5).
Lebih lanjut, Dradjad mengatakan, panja BLBI akan berkonsentrasi mencari rumusan rekomendasi yang bakal diajukan ke pemerintah. ''Rumusannya harus adil bagi masyarakat. Karena, selama ini upaya pemerintah menyelesaikan kasus BLBI cenderung menguntungkan obligor,'' kata Dradjad.
Dia mencontohkan terbitnya surat keterangan lunas (SKL) bagi beberapa obligor. ''Lewat panja, kami meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan SKL itu,'' kata Dradjad.
Dradjad tak sependapat dengan pemerintah yang cenderung memilih jalur perdata dalam menyelesaikan kasus BLBI. Sebab, seringkali pemerintah ditelikung oleh obligor. Misalnya, internal rate of return sebesar 20 persen yang diwajibkan pemerintah kepada para obligor pada perjanjian awal, tak pernah dipatuhi.
Ditemui terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR, Soeripto, mendukung dibentuknya pansus BLBI. ''Saya setuju kalau ada pansus BLBI. Artinya, kita akan menekan agar pansus ini bisa mendesak penuntasan kasus tersebut,'' katanya.
Namun, untuk membentuk pansus perlu ada kesepakatan lintas komisi DPR. Komisi terkait hal ini adalah Komisi III (hukum), VI (industri dan perdagangan), dan XI (keuangan dan perbankan).
''Kesepakatan ini harus dibentuk terlebih dahulu. Kesepakatannya itu menyoal apakah kasus BLBI masalah perdata ataukah pidana. Itu dulu yang dilakukan,'' kata Soeripto.
Bila sudah ada kesepakatan bersama, pembentukan pansus bisa direalisasikan. ''Saya kira supaya cepat, bisa dimasukkan pada masa sidang yang akan datang.''
Sementara, praktisi hukum, Frans Hendra Winata, menegaskan kasus BLBI adalah perkara pidana. ''BLBI bukan karena krisis moneter, tapi merupakan pelanggaran BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit), itu artinya tindak pidana,'' jelas Frans.
Frans juga menyesalkan pemberian SKL kepada beberapa obligor. ''Seharusnya pemerintah membatalkan SKL itu karena tak seluruh aset diberikan,'' tegas Frans. Sesuai hukum perdata maupun pidana, mereka bisa dituntut.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:45 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Neptune Ambil Alih Dipasena
KOMPAS - Jumat, 25 Mei 2007
Peningkatan Kesejahteraan 11.000 Petambak Plasma Harus Menjadi Prioritas
Jakarta, Kompas - Konsorsium Neptune ditetapkan sebagai pemenang tender penjualan saham pemerintah di tambak udang Dipasena, Lampung. Neptune dianggap layak mengelola Dipasena karena tim penilai independen menilai konsorsium ini sanggup melanjutkan program revitalisasi di tambak itu.
"Kami yakin, Neptune mampu membangun kembali Dipasena, karena memiliki pengalaman dalam bisnis udang," ujar Wakil Dirut PT Perusahaan Pengelola Aset yang mewakili pemerintah dalam pengelolaan tambak udang Dipasena selama ini, Raden Pardede, di Jakarta, Kamis (24/5).
Menurut Raden, salah satu anggota Konsorsium Neptune adalah PT Central Proteinaprima yang memiliki kemampuan teruji dalam bisnis udang. Selain itu, Neptune juga telah menunjukkan bukti kemampuan finansial.
"Bukti kemampuan finansial mereka ditunjukan dengan menyampaikan kepemilikan dana sebesar Rp 1,7 triliun, berbentuk bilyet giro, dari beberapa bank, baik bank lokal (Indonesia) maupun luar negeri," ujarnya.
Kemenangan Neptune menandai pelepasan seluruh saham pemerintah yang ada di Dipasena. Harga yang disepakati dalam tender itu adalah Rp 688,12 miliar.
Neptune harus menyetorkan dana itu secara bertahap. Sebesar 30 persen dari jumlah itu atau Rp 206,44 miliar harus disetor tanggal 26 Mei 2007. Sementara 70 persen sisanya atau Rp 481,68 miliar harus dibayar paling lambat pada tanggal 1 Juni 2007.
Mereka juga harus membayar dana Rp 220 miliar secara bertahap hingga 31 Desember 2007 untuk menyelesaikan utang petambak plasma Dipasena kepada pemerintah. Pembayaran utang tersebut dilakukan bertahap karena mengikuti proses verifikasi sertifikat utang petani tambak yang mencapai 11.000 orang.
Central Proteinaprima merupakan perusahaan raksasa akuakultur berbasis di Indonesia yang bergerak pada akuakultur udang terintegrasi. Mereka mengambil-alih perusahaan budidaya benih udang tahan penyakit yang berbasis di Florida, Amerika Serikat, yakni Shrimp Improvement Systems.
Central Proteinaprima memiliki 16.000 hektar lahan di kawasan terpisah yang mempekerjakan sekitar 20.000 orang, termasuk 6.000 pekerja tetap. Mereka biasa memproduksi udang berkualitas premium, mulai dari panen, pengolahan, dan ekspor.
Neptune berhasil melampau seluruh proses seleksi yang dimulai dari masa pendaftaran dan uji tuntas pada tanggal 9 April-21 Mei 2007. Hingga batas waktu pendaftaran, tercatat empat calon investor yang mendaftarkan diri. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, keempatnya diwajibkan membayar dana simpanan sebesar Rp 25 miliar hingga batas waktu 18 Mei 2007.
Keempat investor itu adalah Konsorsium Neptune, Konsorsium Thai Royal Aquaculture Business Company Limited, Laranda Powerindo, dan PT Kemilau Bintang Timur. Hanya dua calon investor yang memenuhi ketentuan, yaitu Kemilau Bintang Timur dan Konsorsium Neptune.
Keduanya memasukkan proposal penawaran, kemudian menyampaikan presentasi pada tanggal 23 Mei 2007. Kedua calon investor itu dinilai Tim Penilai Independen yang terdiri atas Pradjoto (Ahli Hukum), Chatib Basri (Ekonom) dan Made L. Nurdjana (Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Departemen Kelautan dan Perikanan).
Kreditor
Sebelumnya, Dipasena sempat mendapatkan kreditor, yakni PT Recapital Advisors. Recapital dipilih menjadi kreditor karena bersedia membiayai program revitalisasi dengan jumlah komitmen Rp 2,6 triliun. Komitmen Rp 1,5 triliun digunakan untuk memperbaiki kinerja inti plasma (PT Dipaseba Citra Darmaja/DCD), sedangkan Rp 1,1 triliun lainnya diberikan untuk petambak plasma. Seluruh pembiayaan untuk inti harus dibayar paling lambat 1 Maret 2007.
Namun, hingga batas waktu tersebut, Recapital gagal memenuhi komitmennya. Akibatnya, seluruh perjanjian antara pemerintah dengan Recapital batal. Dengan demikian, pemerintah berhak mencari investor baru, meskipun Recapital sudah menyuntikan dana Rp 840 miliar.
Pembiayaan untuk plasma senilai Rp 1,1 triliun dibagi atas dua bagian, yakni Rp 220 miliar akan diberikan kepada plasma untuk membayar utang kepada pemerintah, masing-masing Rp 20 juta. Sisanya sekitar Rp 880 miliar akan digunakan untuk merehabilitasi tambak dan memperkuat modal operasional plasma. Seluruh program revitalisasi ini diharapkan akan meningkatkan kualitas hidup 330.000 orang keluarga petambak plasma dan 2.200 karyawan inti plasma PT Dipasena Citra Darmaja.
Pertambakan udang ini memiliki konsesi pengembangan lahan 186.250 hektar, tetapi baru dimanfaatkan 59.000 hektar, dan mulai beroperasi tahun 1990. Operasional pertambakan penghasil udang jenis Vannamae dan windu (black tiger) terbaik di dunia ini sempat terhenti pada Maret 2000 karena konflik sosial dan eksodus petambak.
Secepatnya
Sekretaris Perusahaan Central Proteinaprima, Hendrik Silalahi membenarkan, Konsorsium Neptune telah memenangkan lelang Dipasena. "Secepatnya kami akan bekerja sesuai rencana usaha pengamanan revitalisasi Dipasena, yang telah dipresentasikan kepada PPA," ujar Hendrik.
Komisaris Dipasena Gelwyn Yusuf mengatakan, Central Proteinaprima harus memulai pembinaan hubungan baik dengan petambak plasma agar dapat bekerja sama. Dia juga menginginkan agar perjanjian kerja sama yang dibuat antara Recapital Advisors dengan plasma diteruskan, karena negosiasi baru akan membutuhkan waktu lebih lama.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Ady Surya mengharapkan, Central Proteinaprima mampu mengangkat kembali kualitas hidup 11.000 petambak plasma. Apalagi perusahaan ini dikenal telah berpengalaman dalam bisnis udang di Indonesia, sehingga paham pada karakter petambak di Lampung.
"Tiga hal utama yang harus dilakukan, yakni konsolidasi dengan petambak plasma, memperbaiki infrastruktur, dan menjelaskan hak dan kewajiban petambak plasma terkait rencana dimulainya kembali usaha tambak itu," kata Ady.
Dia juga menekankan, pelatihan dan pembinaan terhadap petambak sangat penting agar udang yang dihasilkan berkualitas tinggi. Hal itu diperlukan sebab Uni Eropa dan Jepang (dua pasar utama udang Dipasena) menetapkan standar tinggi terhadap produk udang. Sebagai contoh, batas maksimum kandungan antibiotik dalam udang adalah 1 ppb (part per billion) atau miligram per ton (OIN/RYO)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:44 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Interpelasi Iran: DPR Minta Presiden Hadir pada 5 Juni 2007
KOMPAS - Jumat, 25 Mei 2007
Jakarta, Kompas - Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati memanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Juni 2007. Pemanggilan itu guna menjawab hak interpelasi tentang persetujuan Pemerintah Republik Indonesia atas Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa No 1747 yang berisi perluasan sanksi terhadap Iran.
Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Bamus yang berlangsung tertutup di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (24/5). Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR Zaenal Ma’arif dan dihadiri semua fraksi.
Menurut Zaenal, semula fraksi-fraksi menghendaki pelaksanaannya dipercepat, yaitu dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa 29 Mei 2007, sedangkan pimpinan menawarkan dua opsi, yaitu 5 Juni atau 12 Juni. "Akhirnya disepakati 5 Juni karena tanggal 29 Mei dianggap tidak realistik," ujar Zaenal.
Rencanakan "walk out"
Sementara itu, para inisiator interpelasi tetap berharap Presiden hadir langsung. "Mewakilkan jawaban interpelasi akan mengesankan rasa tidak percaya diri, ketidakberanian berdialog dengan DPR, serta dapat dipandang melepas tanggung jawab," ucap Yuddy Chrisnandi dari Fraksi Partai Golkar.
Apabila Presiden tidak hadir dan mewakilkan kepada menteri, para interpelator pun telah menyusun strategi untuk bereaksi. "Sebagian besar pengusul akan bereaksi jika Presiden tidak hadir," kata Aria Bima dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP).
Reaksi tersebut bentuknya seperti apa, Bima belum bisa memastikan. "Kami bisa walk out, keluar sidang," ucapnya. Setelah aksi walk out dilakukan, para interpelator pun akan menyusun sejumlah reaksi berikutnya.
Menurut Bima, memang tidak ada keharusan Presiden hadir. Namun, secara logika politik dan tata krama politik, mayoritas pengusul menginginkan Presiden hadir.
Interpelasi kali ini pun terkait dengan sesuatu yang mendasar, yaitu kebijakan politik luar negeri bebas aktif dan mewujudkan perdamaian dunia yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945. "Persetujuan pemerintah pada Resolusi 1747 ini dinilai tidak adil terhadap Iran dan menyimpang dari asas tersebut," ujar Bima.
Pemerintah juga selayaknya hadir karena penjelasan Menteri Luar Negeri di Komisi I DPR dalam rapat beberapa pekan lalu yang dimulai pukul 19.00 dan berakhir pukul 01.00 sudah terbukti tidak memuaskan Komisi I DPR. "Kalau Menko yang hadir juga keberatan karena ini terkait dengan persoalan mendasar tadi," katanya.
Alot
Dalam Rapat Badan Musyawarah kemarin, soal bisa tidaknya jawaban Presiden diwakilkan kepada menterinya dibahas sangat alot.
F-PDIP, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Kebangkitan Bangsa mendesak pimpinan DPR agar meminta Presiden untuk hadir sendiri di paripurna dan hal itu dicantumkan secara eksplisit dalam surat undangan kepada Presiden.
Sementara itu, Fraksi Partai Demokrat meminta hal tersebut tidak dicantumkan. Alasannya, dalam peraturan Tata Tertib DPR, kata-kata Presiden harus hadir sendiri menjawab interpelasi tidak tercantum.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dalam rapat berpendapat, paling tidak yang mewakili Presiden adalah Wakil Presiden, bukan menteri. Namun, usulan ini pun ditolak Fraksi Partai Demokrat. Argumennya, yang tertera dalam Tata Tertib DPR yang bisa mewakilkan Presiden menjawab interpelasi hanyalah menteri.
Karena ada perbedaan pendapat ini, akhirnya disepakati dalam surat undangan kepada Presiden dicantumkan secara normatif pasal terkait dalam Tata Tertib DPR.
Presiden bisa redam
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Bivitri Susanti menyarankan Presiden Yudhoyono hadir langsung untuk menjawab interpelasi. Dia menilai gerakan interpelasi ini lebih pada gerakan politik untuk menggoyang Presiden ketimbang substansi interpelasi itu sendiri.
Baginya, interpelasi Iran ini bukan persoalan mendasar karena tidak bersentuhan langsung dengan masalah yang dihadapi langsung masyarakat. "Saya yakin Presiden punya argumen kuat dan mampu meredam. Jadi lebih baik datang," ucapnya.
Apabila Presiden tidak datang, malah akan dijadikan alat bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan politik untuk terus memainkan isu ini guna menggoyang Presiden.
Secara normatif, interpelasi pun merupakan hak DPR untuk bertanya kepada Presiden. "Jadi, kalau diwakilkan ke menteri, tidak tepat. Saya yakin interpelasi ini juga akan selesai di belakang," ucapnya. (sut)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:42 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Kecelakaan: Menara Crane Roboh, Satu Orang Tewas
KOMPAS - Jumat, 25 Mei 2007
jakarta, kompas - Menara Crane setinggi sekitar 30 meter lebih, Kamis (25/5) pukul 14.00, roboh, di depan gedung Mall Ritz Carlton yang sedang dibangun di Kawasan Sudirman Centre Business District (SCBD), Jakarta Selatan.
Peristiwa ini mengakibatkan kemacetan lalu lintas luar biasa di jalan-jalan kawasan tersebut.
Seorang pekerja Security Group Artha (SGA), Harno (40), tewas seketika tertimpa menara, sementara dua mobil warna hitam, Mercedes S280, B 2180 EH, dan Avanza D 1066 AL rusak.
Sejumlah saksi mata mengatakan, ketika menara crane mau dipindahkan, tali baja menara crane tersangkut tali baja kendaraan berat crane KATO. Diduga operator crane KATO tidak menyadari hal itu. Tali baja crane KATO tetap ditarik. Akibatnya, menara crane ikut tertarik, roboh.
Ketika menara milik PT Cahaya Indotama Engineering itu jatuh, Mercedes sedang melintas. Di belakangnya, Avanza, sedang di samping Avanza, sepeda motor bebek yang dikendarai Harno. "Harno saat itu sedang bertugas patroli," papar Juru bicara SGA, Upa Labuhari, dalam acara jumpa pers di Markas Polda Metro Jaya, kemarin. Harno mengendarai Honda Supra Fit bernomor polisi B 3181 LQ.
Di dalam Mercedes, duduk di jok depan, Edwin Hutabarat (38) dan Supir Andi Anwar. Di belakang, Nuryani (55) kakak Edwin, dan Maryani Yahya (84). Upa membenarkan, tangan kiri Edwin terluka. Ia dibawa ke Rumah Sakit Medistra.
Karena kaget, darah tinggi Maryani naik sampai 200 ketika diperiksa di RS Medistra. Meski demikian, keadaan itu tidak berlangsung lama.
Di dalam Avanza terdapat seorang warga negara Jepang yang luka ringan. Ia sempat dirawat di RS Jakarta.
Upa menegaskan, Presiden Komisaris Kontraktor Utama PT Acset Indonesia, Ronnie TS Tan, menyatakan bertanggungjawab dan mau menanggung segala kerugian yang diderita korban.
Musibah terjadi di depan gedung mall Ritz Carlton berlantai delapan yang sedang dibangun. Rencananya, selain mall, akan dibangun juga apartemen. Mall dan apartemen Ritz Carlton adalah bagian dari Kompleks PT Pacific Place di Kawasan Sudirman Centre Business District (SCBD).
Robohnya menara crane itu ini menyebabkan kemacetan lalu lintas luar biasa.
Kepada wartawan, korban Nuryani menjelaskan, siang itu, ketika hendak pulang ke rumah melintasi Gedung Bursa Efek Jakarta, mereka melihat menara crane jatuh. "Ibu saya sempat berteriak histeris. Jika kecepatan mobil berkurang sedikit saja, kami pasti tewas," tutur Nuryani. (WIN)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:41 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Kekerasan: Bobotku Tinggal 25 Kilogram…
KOMPAS - Jumat, 25 Mei 2007
M CLARA WRESTI
Bekerja di Jakarta adalah tujuan hidup Rumini (20). Sudah dua kali dia bekerja di Jakarta, dan dia bisa membelikan orangtuanya satu set pesawat televisi 14 inci berikut alat pemutar cakram video.
Ketika mendapat tawaran lagi untuk bekerja di Jakarta, dia menyambut. Kali ini Rumini ingin menambal rumah orangtuanya yang bocor.
Namun, keinginan memperbaiki rumah orangtuanya itu kini tinggal impian. Rumini harus menjalani serangkaian pengobatan karena bobot tubuhnya tinggal 25 kilogram. Semula tubuh Rumini gemuk, beratnya 55 kilogram.
Setelah bekerja di Jakarta selama tujuh bulan sebagai pembantu rumah tangga, sekarang tubuh Rumini hanya seperti tulang dibungkus kulit. Jangankan berdiri, untuk duduk minum obat pun Rumini sudah tidak mampu lagi. Tubuhnya tergolek di ruang isolasi Rumah Sakit Polri Sukanto, Kramat Jati, Jakarta Timur, dengan infus tertancap di tangan kanannya.
Rumini adalah korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan majikannya, Hendarsih Erni Wijaya Sunarsih (41). Rumini tidak sendirian. Temannya, Irma (16), juga menjadi korban penyiksaan hingga akhirnya tewas setelah dipukul dan diseret oleh Erni, Selasa (22/5) siang.
Menurut penuturan Rumini, penyiksaan terhadap dirinya dimulai sejak enam bulan lalu. "Bulan pertama kerja, Bu Erni baik-baik saja. Gaji saya sebesar Rp 300.000 juga dibayarkan, tetapi langsung ditransfer ke Bapak saya di Magetan. Tetapi, sejak masuk bulan kedua hingga sekarang, setiap hari saya pasti disiksa. Gaji saya pun tidak pernah dibayar lagi," tutur warga Desa Gangging RT 02/01, Sidomulyo, Plaosan, Magetan, Jawa Timur, ini.
Rumini menceritakan, selama bekerja di rumah pasangan Erni dan Boyke di Jalan Taman Sari V/16 Perumahan Jatinegara Baru, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, dia tidak pernah diperbolehkan keluar rumah. Jika mencuci mobil di carport, Rumini dan Irma hanya boleh melakukan pada pukul 03.00 agar tidak bertemu dengan tetangga karena rumah-rumah di perumahan itu bertipe tanpa pagar.
"Kalau ibu pergi mengantar anak sekolah, kami dikunci di dalam. Kami disuruh kerja, tetapi hanya diberi makan sedikit," tuturnya lirih.
Soal makan, bisa dipastikan Rumini dan Irma sangat kekurangan. Tubuh Rumini sangat kurus. Ketika dia menyingkapkan bajunya, tulang iganya sangat menonjol, sedangkan perutnya kecil membentuk sebuah cekungan yang dalam. Kakinya hanya berbentuk tulang kurus dan menonjol di bagian lutut.
"Setiap hari saya dan Irma hanya diberi makan nasi sekepal dengan kuah sayur. Pak Boyke beberapa kali memberikan kami makan secara sembunyi-sembunyi. Tetapi, kalau ketahuan Bu Erni, mereka bertengkar. Dan besok giliran kami yang dimarahi lagi," ungkap Rumini.
Kekerasan yang berakhir dengan kematian Irma ini berawal dari kepergoknya Irma mengambil uang milik Erni. Belum jelas jumlah pastinya, tetapi menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Timur Komisaris Dahana, jumlahnya tidak sampai Rp 100.000. Agaknya, Irma sudah merencanakan diri untuk kabur karena uang ini disembunyikan di kantong celana panjang dan dijahit dengan rapi. Irma merasa uang ini merupakan haknya karena dia tidak pernah menerima gaji.
Mengetahui uangnya diambil, Erni mengamuk. "Saya tidak melihat bagaimana Bu Erni memarahi Irma di lantai atas. Saya hanya mendengar suara gedebak-gedebuk. Lalu tiba-tiba Irma jatuh dari tangga. Dari hidungnya keluar cairan berwarna merah muda," tutur Rumini.
Setelah itu, Irma diseret dan ditarik rambutnya ke kamar mandi. Di depan kamar mandi, Irma disemprot dan diinjak, tetapi ia tidak bergerak.
"Ibu juga menyuruh Irma bangun dan bilang, kalau Irma tidak segera bangun, dia akan dilaporkan ke polisi," kisahnya.
Ternyata, Irma tetap tidak bergerak. Melihat tidak ada reaksi dari Irma, Erni mengambil botol minyak sereh dan mengoleskan ke dahi dan hidung Irma. "Ibu juga sempat memasukkan pil warna oranye ke mulut Irma, tetapi malah dari mulut Irma keluar busa," kata Rumini.
Tidak lama kemudian, Boyke datang dari kantor dan terkejut melihat kondisi Irma. Mereka lalu membawa Irma ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, sedangkan Rumini dan keempat anaknya ditinggal di dalam rumah dalam keadaan terkunci. Di rumah sakit, Irma diketahui telah meninggal dunia.
Dibawanya Irma ke rumah sakit ini membongkar kekerasan yang dilakukan Erni. Kekerasan ini bukan yang pertama kali dia lakukan. Erni bahkan pernah ditahan di Rutan Pondok Bambu karena menganiaya dua pembantunya pada Januari 2006. Ketika itu, Eni dan Eti, pembantunya yang berasal dari Lampung, disiksa karena mencuri mi instan dan meminum susu milik Erni. Eni dan Eti disiram air panas dan tubuhnya disetrika.
Erni pun digiring polisi dan kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan nomor perkara 660/Pid.B/ 2006. Ketika itu Erni dituntut jaksa penuntut umum Nilmawati hukuman penjara enam bulan. Pada 2 Mei 2006, Erni divonis hakim Alfred, Ewid, dan Mansyurdin dengan hukuman penjara empat bulan potong masa tahanan. Hasilnya, Erni hanya mendekam tidak sampai dua bulan di rumah tahanan.
Vonis ini sangat ringan mengingat hukuman yang tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 351 dan 352 untuk penganiayaan berat paling lama lima tahun. Untuk penganiayaan yang dilakukan terhadap orang yang bekerja di bawahnya atau bawahannya, harus ditambahkan sepertiganya.
Kali ini agaknya Erni harus menghadapi ancaman hukuman yang lebih berat, yakni maksimal tujuh tahun penjara karena menyebabkan kematian.
Kepala Polres Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Robinson Manurung yang didampingi Dahana menjelaskan, dari hasil pemeriksaan, Erni telah ditetapkan sebagai tersangka. "Dia kami kenai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga. Ancaman hukumannya minimal lima tahun," ungkap Manurung.
Mengenai alat bukti, hingga kini polisi masih terus mengumpulkan benda-benda yang digunakan untuk menganiaya kedua pembantu itu. Rumah Erni kini terkunci dan tampak sepi. Keempat anak pelaku kini diungsikan ke rumah kerabatnya.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:39 AM 1 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Tiga Opsi Nasib IPDN; Sistem Pendidikan IPDN Direkomendasikan Tak Dipertahankan
KOMPAS - Jumat, 25 Mei 2007
Jakarta, Kompas - Tim Evaluasi Institut Pemerintahan Dalam Negeri merekomendasikan tiga opsi yang tidak lagi mempertahankan sistem pendidikan IPDN seperti diterapkan saat ini. Tim itu menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (24/5), untuk melaporkan temuan dan rekomendasi mereka.
Opsi pertama adalah meneruskan sekolah pamong praja di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, dengan sistem yang berubah sama sekali, bukan lagi sekolah kedinasan. Perekrutan dan perlakuan akan ditata ulang. Adapun kurikulum dan nama IPDN akan diubah.
Opsi kedua, membangun Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di lima wilayah untuk mengakomodasi 33 provinsi. Lima wilayah itu masing-masing ada di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan di Indonesia bagian timur.
Opsi ketiga, dilakukan pendidikan kedinasan murni sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu hanya menerima lulusan S-1 untuk pendidikan keahlian pemerintahan tanpa gelar di Institut Ilmu Pemerintahan Jakarta.
Tiga masalah utama
Tiga opsi disampaikan untuk menjawab tiga masalah utama di IPDN selama ini, yaitu kepemimpinan, manajemen kelembagaan, dan sistem pendidikan. Sistem pendidikan menyangkut tiga hal pula, yaitu pengajaran, pelatihan, dan pengasuhan.
"Kami sudah presentasikan di mana letak masalahnya. Kami juga sudah jelaskan situasi prasarana dan situasi psikologis yang menekan sehingga kami sampai pada kesimpulan bahwa sistem yang ada sekarang tidak bisa lagi dipertahankan. Akan ada perubahan fundamental dari sistem yang ada sekarang," ujar Ryaas Rasyid dalam jumpa pers seusai menemui Presiden.
Terhadap temuan dan opsi yang disampaikan Tim Evaluasi IPDN yang diketuai Ryaas Rasyid, Presiden memberikan respons positif.
Rencananya, dalam waktu satu minggu, Presiden akan berkonsultasi dengan semua menteri terkait. Presiden juga akan melibatkan para gubernur dan Tim Evaluasi IPDN untuk memberikan masukan dalam pembahasan sebelum keputusan diambil.
Ryaas juga menjelaskan, tiga opsi yang disampaikan kepada Presiden merupakan jalan tengah dari tarik-menarik dua kubu, yaitu mereka yang ingin mempertahankan IPDN seperti saat ini dan kelompok lain yang menginginkan pembubarannya.
Butuh waktu
Tim Evaluasi IPDN juga melaporkan, untuk melaksanakan opsi pertama dan ketiga, dibutuhkan waktu dua tahun sebagai persiapan. Adapun untuk opsi kedua, dengan mendirikan APDN di lima wilayah, akan dibutuhkan waktu lima tahun. Presiden menjamin, apa pun opsi yang dipilih, akan ada sistem baru dalam sekolah pamong praja ini.
Ryaas menjamin, dengan penerapan satu dari tiga opsi itu, sekolah pamong praja ke depan akan lebih baik dari IPDN saat ini, baik kualitas lulusan maupun sistem pendidikannya. (INU)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:37 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Dana operasional: DPR Minta Anggaran Otonom
KOMPAS - Jumat, 25 Mei 2007
Jakarta, Kompas - Dewan Perwakilan Rakyat meminta agar anggaran yang diperuntukan bagi pelaksanaan tugas-tugas kelegislatifan dialokasikan secara otonom terpisah dari pemerintah karena amandemen Undang-undang Dasar 1945 menempatkan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam posisi sejajar.
Demikian keterangan resmi DPR yang disampaikan Ketua Komisi XI DPR Awal Kusumah kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (23/5) malam.
Menurut Awal, revisi Undanwah g-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara merupakan suatu keharusan. "Revisi itu harus diarahkan pada keseimbangan dalam pengelolaan keuangan negara," ujarnya.
Untuk mencapai keseimbangan itu, mekanisme anggaran DPR harus diubah menjadi, pertama, Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR menampung usulan anggaran dari fraksi, komisi, dan Sekretariat Jenderal (Sekjen) DPR.
Kedua, BURT mengajukan usulan itu kepada Sidang Paripurna DPR (sebelumnya BURT menyerahkan ke Sekjen).
Ketiga, hasil sidang Paripurna DPR mengamanatkan kepada Ketua DPR untuk menyampaikan usulan anggaran itu langsung kepada presiden.
Padahal sebelumnya, dari Sekjen DPR, mengusulkan anggaran DPR itu kepada Menteri Keuangan lalu Menkeu memasukannya ke Panitia Anggaran DPR.
Maunya DPR dipertanyakan
Secara implisit, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menolak keinginan DPR itu. Menurut dia, UU Nomor 17 ditetapkan setelah amandemen keempat UUD 1945, sehingga tidak perlu direvisi.
"Berdasarkan UUD 1945, Presiden menyusun APBN, kemudian dalam pelaksanaannya harus disetujui DPR. Di sini letak asas keseimbangan antar lembaga negara," katanya.
Presiden Direktur Indef Fahdil Hasan mengatakan, jika perubahan UU Nomor 17 dimaksudkan hanya untuk mendapatkan pengelolaan anggaran secara otonom, maka maksud DPR itu perlu dipertanyakan.
"Tujuan itu terlalu sempit. Di beberapa negara memang ada legislatif yang otonom dalam soal anggaran, namun diikuti oleh status Sekjen-nya yang otonom, bukan bagian dari pemerintah," katanya. (OIN)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:36 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
BAHASA: Duren
KOMPAS - Jumat, 25 Mei 2007
Jos Daniel Parera
Sebagian besar orang Indonesia bagian barat mengenal duren dan menyukai buah duren. Pada musim duren tampak banyak ibu yang muda-muda mencicipi duren di pinggir jalan. Sekarang duren malah dapat diperoleh di pasar swalayan yang besar. Ada duren aceh, ada duren bangkok. Akan tetapi, duren yang satu ini tidak dijual di pinggir jalan, di pasar-pasar tradisional, atau di pasar swalayan. Duren apa itu?
Duren ini sangat digemari ibu-ibu dan malah oleh para remaja putri. Nah, ini dia duren alias duda keren. Makin banyak terjadi perceraian para artis muda, makin bertambah pula duren yang satu ini. Duren asli berbau kurang enak, tetapi isinya sedap. Duren tidak asli alias manusia pasti berbau harum penuh wewangian dan isi kantongnya sudah pasti tebal (mudah-mudahan begitu). Akan tetapi, terdapat duren tiga yang bukan duren berbiji tiga, melainkan duda keren tiga anak.
Dari segi bahasa, orang Indonesia cenderung menyenangi kata berdua suku. Di samping duren, terdapat kata jablai (jarang dibelai), pede (percaya diri), curhat (mencurahkan isi hati), dan tentu saja masih banyak lagi. Mudah diingat, gampang diucapkan, dan enak didengar.
Nama koran dan majalah yang berdua suku lebih digemari: Kompas, Tempo, Matra, Kalam, Basis, Nova, dan Gadis. Nama koran dan majalah yang lebih dari satu kata akan dikenal dengan satu kata yang berdua suku: Media (Indonesia), Sinar (Harapan), Sindo dari Seputar Indonesia. Rasanya orang Indonesia kurang sreg mengucapkan yang panjang-panjang: Pembaruan, Republika, Suara Karya, atau Berita Yudha. Kata informasi dijadikan info, demonstrasi dijadikan demo, selebritis dijadikan seleb. Kecenderungan ini tentu memerlukan penelitian apakah konstatasi saya ini berterima.
Nama presiden pun lebih disukai yang berdua suku: Bung Karno, Pak Harto, Pak Beje (BJ Habibie), Gus Dur, dan Ibu Mega. Nama presiden SBY agak canggung dieja karena kepanjangan, malah nama wapres lebih dikenal dengan nama Pak Jusuf atau Pak Kalla. Nama ketua DPR RI pun lebih disenangi yang berdua suku: Pak Akbar (Tandjung) dan Pak Agung (Laksono) daripada Pak Harmoko.
Nama orang, nama tempat, nama apa saja yang berdua suku akan lebih laku bagi penutur bahasa Indonesia. Singkatan dan akronim yang disukai pun cenderung berdua suku. Oleh karena itu, calon pemimpin Indonesia harus bersiap-siap dengan nama yang berdua suku. Itulah ciri khas bahasa Indonesia, yakni bahasa dengan kosakata dasar alias Naturname (kata orang Jerman) berdua suku. Termasuk duren tadi. Jadi, kembali ke alam.
Jos Daniel Parera Munsyi
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:33 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas