Thursday, August 23, 2007

Prasarana Buruk Hambat Pelayanan Kesehatan

KOMPAS - Kamis, 23 Agustus 2007

Petugas Kesehatan Enggan Bertugas di Daerah Terpencil

Banjarmasin, Kompas - Pelayanan kesehatan bagi masyarakat di daerah terpencil terhambat oleh minimnya infrastruktur perhubungan. Kendala itu kadang-kadang mengakibatkan satu penyakit terlebih dahulu mewabah di satu kampung sebelum dapat ditangani.
Selain itu, banyak petugas kesehatan, termasuk dokter, enggan bertugas di wilayah terpencil.
Litbang Kompas mendata ada 267 kabupaten dan kota memiliki daerah dengan akses pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang sulit. Sebanyak 85 persen di antaranya berada di luar Pulau Jawa dan Bali. Adapun 173 kabupaten dan kota memiliki akses puskesmas yang mudah dan separuhnya berada di Jawa dan Bali. Akibatnya, petugas kesehatan atau warga harus menempuh perjalanan selama beberapa jam hingga beberapa hari untuk memberikan atau memperoleh pelayanan kesehatan.
Petugas Puskesmas Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan (Kalsel), misalnya, harus berjalan kaki melintasi hutan dan ladang selama 10 jam untuk mencapai salah satu kampung. "Kami berjalan sambil memikul obat-obatan," kata Rudy, petugas kesehatan, akhir pekan lalu.
Kondisi serupa juga terjadi di sebagian wilayah Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru, Kalsel. Petugas harus bergiliran mengunjungi kampung-kampung terpencil dengan berjalan kaki, naik sepeda motor, atau perahu.
Hambatan prasarana perhubungan juga terjadi di Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Untuk melayani 12.300 penduduk yang tersebar di empat desa di kecamatan itu, petugas puskesmas Rambay harus berjalan kaki naik-turun bukit. Saat hujan waktu tempuh bisa lima jam. Mobil puskesmas keliling bukan solusi karena jalan tanah berbatu.
Persoalan jarak juga ada di kecamatan kepulauan, seperti Anambas, Kepulauan Riau, yang terdiri atas sekitar 240 pulau. Di sana perahu atau kapal bermotor menjadi sangat penting bagi petugas kesehatan.
Namun, pelayanan kesehatan terhambat jika ombak besar dan cuaca buruk. Jika masih mungkin berangkat, petugas membawa rombongan besar. "Saya ke sana (Pulau Air Sena) naik pompong (perahu motor) dan dikawal dua pompong lain," kata Kepala Puskesmas Kecamatan Siantan Tajri menceritakan pengalaman melayani pasien serangan jantung.
Sesungguhnya, banyak pula bangunan puskesmas dengan fasilitas yang cukup terawat dengan baik. Di Kalsel, misalnya, dinas kesehatan mencatat, hanya 15 persen gedung puskesmas kecamatan yang rusak. Sebagian di antara puskesmas itu, seperti di Halong, bahkan sudah berkategori puskesmas rawat inap. Dinas Kesehatan Kalimantan Barat juga mendata, semua 211 puskesmas dalam kondisi baik.
Namun, tidak semua fasilitas penunjang yang dibutuhkan untuk menjangkau daerah terpencil, seperti puskesmas pembantu, mobil, dan kapal puskesmas keliling, berkondisi prima.
Daya jangkau
Di pelosok, persoalan berkutat pada daya jangkau layanan kesehatan. Hambatan sarana dan prasarana perhubungan kerap membuat warga tak dapat segera memeriksakan penyakitnya.
Lebih dari itu, penyakit di satu permukiman terpencil lebih dulu mewabah dan memakan banyak korban sebelum petugas kesehatan tiba. Di Desa Paramasan Atas, Banjar, Kalsel, umpamanya, malaria telah menewaskan 14 penderita karena terlambat dipantau, beberapa waktu lalu. Saat wabah melanda warga di sana tak berdaya ke puskemas karena ongkos ojek saja Rp 200.000.
Lokasi yang terasing juga menjadi tantangan berat bagi dokter yang bertugas. Banyak di antara mereka yang tak betah bertugas, seperti di Kabupaten Natuna (Kepulauan Riau) dan Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur).
Menurut Wakil Ketua DPRD Natuna Wan Zuhendra, pada 2006 ada 40 dokter yang bekerja di kabupaten itu dan setelah delapan bulan kontrak kerja mereka diperpanjang. Namun, hanya empat dokter yang tetap ingin memperpanjang kontrak.
Kepala Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara Abdurachman juga mengakui hal serupa. Akibatnya, dalam catatan Kompas, sebanyak 21.000 keluarga miskin di daerah terkucil kabupaten itu tak mendapatkan pelayanan kesehatan optimal. Walau secara umum baik, tetap ada puskesmas yang rusak dan perlu diperbaiki.(EGI/FUL/AHA/BRO/ FER/WHY/YUl/WSI)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Kebutuhan pokok: Pemerintah Amankan Empat Komoditas

KOMPAS - Kamis, 23 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Pemerintah siap amankan pasokan dan harga empat komoditas utama yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Upaya ini dilakukan agar tidak terjadi lonjakan harga yang akan membebani masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah.
Demikian Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu kepada pers, seusai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (22/8) malam. Rapat yang dilakukan di luar agenda Wapres itu dihadiri antara lain oleh Menko Perekonomian Boediono dan Menteri Pertanian Anton Apriyantono serta pejabat eselon satu Departemen Keuangan.
Empat bahan pokok itu meliputi beras, gula, minyak tanah, dan minyak goreng. Menurut Mari, terhadap tiga komoditas, yakni beras, gula, dan minyak tanah, pemerintah akan menjaganya dengan instrumen impor jika stoknya berkurang.
Akan tetapi, di sisi lain agar kebijakan itu tidak berdampak negatif bagi produsen tiga komoditas itu, pemerintah akan mengenakan bea masuk dan meningkatkan produktivitas.
Namun, khusus untuk komoditas minyak goreng, pemerintah belum memutuskan apa kebijakan yang akan diambil. Saat ini pemerintah masih terus mengkaji dan mengevaluasi kebijakan yang efektif untuk mengatasi kenaikan harga di pasar eceran.
Pekan depan baru akan diputuskan langkah yang pasti. Namun, kata Mari, salah satu opsi yang akan diambil adalah membatasi ekspor tanpa mengabaikan keamanan stok. Kemungkinan adalah dengan cara penyesuaian pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO).
"Pemerintah memfokuskan pada produk yang banyak dikonsumsi, apalagi bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh sebab itu, empat komoditas itulah yang akan diutamakan diintervensi dan dijaga harga dan stoknya," kata Mari.
Pemerintah memiliki instrumen untuk menjaga empat komoditas itu. "Beras kita harus jamin suplainya cukup sehingga harganya stabil. Instrumennya adalah tarif atau bea masuk impor untuk melindungi produsen, dan peningkatan produksi," tambah Mari.
Untuk komoditas gula, pemerintah akan membuka kuota untuk impor jika suplai dalam negeri tidak cukup. "Untuk melindungi petani, kita punya instrumen bea masuk. Kita juga punya program revitalisasi pabrik gula untuk meningkatkan produksi," katanya.
Instrumen yang sama juga diberlakukan atas minyak tanah. Jika terjadi kekurangan pasokan minyak tanah, pemerintah akan impor dan mengenakan tarif bea masuk.
Tidak jalan
Di tempat terpisah, guru besar ilmu ekonomi pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin mengatakan, kenaikan harga kebutuhan pokok akibat sistem birokrasi yang belum berubah.
Reformasi ekonomi yang dikehendaki bisa mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak diimbangi dengan perubahan cara penanganan oleh birokrat. Akibatnya, timbul berbagai persoalan seperti kenaikan harga kebutuhan pokok dan terjadinya kelangkaan barang. Kondisi buruk yang terus berulang itu bisa diatasi bila birokrasi bekerja secara efektif dan tidak bekerja hanya jika ada insentif.
"Kenaikan harga kebutuhan pokok dan melonjaknya harga minyak goreng hanyalah dampak dari sistem birokrasi yang tidak jalan," katanya. (har/mas)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Calon Perseorangan: Pemerintah dan DPR Setujui Langkah Bersama

KOMPAS - Kamis, 23 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Pemerintah dan unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat mengambil lima langkah bersama dan satu langkah berikutnya untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi tentang keikutsertaan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah. Kesepakatan itu diambil dalam rapat konsultasi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (22/8).
Hal itu disampaikan Ketua DPR Agung Laksono dalam jumpa pers bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seusai pertemuan lebih dari dua jam. Saat jumpa pers, semua pendamping Presiden dan pendamping Ketua DPR ikut berdiri berbaris di belakang podium.
Lima langkah bersama itu adalah, pertama, perlu segera dilakukan revisi terbatas terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan tindak lanjut dari usul inisiatif DPR yang disampaikan dalam rapat paripurna, 16 Agustus 2007.
Kedua, jangka waktu pembahasan revisi UU No 32/2004 selambat-lambatnya akhir tahun 2007.
Ketiga, pemberlakuan UU No 32/2004 hasil revisi adalah pada saat diundangkan, yang diharapkan pada awal 2008.
Keempat, dengan dibahasnya revisi UU No 32/2004, pilkada yang telah berlangsung dan yang akan berlangsung tetap berjalan sampai diberlakukannya revisi UU No 32/2004.
Kelima, substansi dari materi pembahasan revisi UU No 32/2004, seperti syarat dukungan untuk calon perseorangan, akan dibahas pada saat pembahasan bersama antara pemerintah dan DPR dalam waktu dekat.
Untuk pembahasan bersama DPR, Presiden telah menunjuk Menteri Dalam Negeri yang akan ditunjuk minggu depan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, dan sejumlah menteri terkait untuk mewakili pemerintah.
Meskipun ada urgensi dan kemendesakan, revisi UU No 32/ 2004 akan dilakukan dengan melibatkan sejumlah pihak untuk memberikan masukan.
Dalam rapat konsultasi, Presiden antara lain didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Boediono, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta, Panglima TNI Jenderal Djoko Suyanto, dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto. Ketua DPR didampingi semua ketua fraksi, pimpinan komisi II, dan anggota Badan Legislasi.
Dukung inisiatif DPR
Setelah penjelasan Agung, Presiden berujar, "Pemerintah menyambut baik inisiatif DPR menyiapkan rancangan undang-undang untuk revisi terbatas terhadap UU No 32/2004."
Mengenai calon perseorangan yang sudah mendaftarkan diri di beberapa daerah melalui Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dengan dasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Presiden mengemukakan, hak politik itu harus dikesampingkan dulu karena aturan pelaksanaannya untuk calon perseorangan menindaklanjuti putusan MK belum dibuat.
"Kita melihat ada urgensi melakukan revisi terbatas atas UU No 32/2004 untuk memungkinkan calon perseorangan," ujarnya.
Presiden mengemukakan, untuk kepentingan keberlangsungan sistem yang baik, kepentingan masyarakat yang lebih luas harus diutamakan dibandingkan dengan kepentingan orang per orang.
Mengenai syarat dukungan bagi calon perseorangan, tidak disebut besaran persentasenya. "Revisi akan diupayakan betul-betul adil untuk semua, baik untuk calon perseorangan maupun partai politik. Syarat dukungan harus pas, bisa dijalankan, tetapi tidak merusak rasa keadilan," ujar Presiden.
Untuk itu, dalam revisi akan dibicarakan juga mengenai implikasi pelaksanaan, verifikasi KPUD, waktu yang dibutuhkan, dan pembiayaan untuk pengumpulan dukungan. "Sekali kita revisi UU No 32/2004, harus bisa dijalankan dan harus menjunjung demokrasi," ujarnya.
Langkah bersama MK
Setelah sepakat soal lima langkah bersama, pemerintah dan DPR juga setuju untuk menggelar pertemuan segitiga yang melibatkan pemerintah, DPR, dan MK. Pertemuan ini untuk membahas berbagai hal yang berkaitan dengan sistem ketatanegaraan yang telah banyak berubah.
Di lingkup internal DPR sendiri masih terjadi perbedaan pendapat soal pelaksanaan pilkada dalam waktu dekat pascakeputusan MK.
Kemarin siang Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR Mahfudz Siddiq berpendapat pilkada terdekat lebih baik ditunda hingga revisi terbatas atas UU No 32/2004 selesai sehingga calon perseorangan bisa berpartisipasi, sedangkan Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin berpendapat jangan ada penundaan atas jadwal pelaksanaan pilkada. Alasannya, DPR, atau Presiden tidak dalam posisi menentukan atau menunda pilkada karena itu adalah kewenangan penuh KPU.
Soal besar dukungan bagi calon perseorangan pun, di internal DPR belum ada kesepakatan. F-PKS berpendapat, calon perseorangan mesti mendapatkan minimal dukungan 3 persen dari jumlah penduduk, sebagaimana juga berlaku di Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan UU No 11/2006.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa Abdurrahman Wahid menilai syarat dukungan bagi calon perseorangan yang akan maju dalam pilkada sebesar 5-10 persen sebagai hal yang wajar. Dia menganggap syarat tersebut mampu dipenuhi calon perseorangan yang tidak memiliki mesin politik seperti partai. (INU/DIK/MZW)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Potensi Bahari: Nelayan Santun di Padaido

KOMPAS - Kamis, 23 Agustus 2007

Samuel Oktora dan B Josie Susilo Hardianto

Laut terhampar biru. Sinar matahari pagi menghunjam menembus permukaan laut. Bilah-bilah cahaya berkelebat menari di permukaan karang. Ikan-ikan kecil berwarna hitam segera menyusup ke balik karang.
Perahu Melki Morin dan Nico melintas di atas karang. Perahu tradisional itu khas di Biak dan pesisir Papua. Bentuknya panjang, ramping, dan berujung runcing.
Pagi itu Melki dan Nico merapat ke Pantai Bosnik di Distrik Padaido, Kabupaten Biak Numfor. Selasa adalah hari pasar. Karena itu, sejak sore sebelumnya mereka telah melaut dan hasilnya dibawa ke Pasar Bosnik. Tidak mengecewakan, meskipun dini hari hujan turun cukup deras, pasar tetap ramai.
Pedagang sayur, sagu, hingga penjual burung tumpah di pasar kecamatan itu. Di seberang, sejumlah nelayan telah menggelar hasil tangkapan mereka di deretan bangku panjang, berpayung anyaman daun kelapa.
Pondok-pondok mirip lapak itu milik Gereja. Untuk menggunakannya, mereka wajib membayar retribusi sebesar Rp 2.000 kepada Gereja.
Melki dan Nico, nelayan muda asal Pulau Wundi, segera mengeluarkan ikan hasil tangkapan. Seutas tali terbuat dari daun kelapa ditusukkan ke arah insang hingga menembus ke mulut ikan.
Hari itu mereka memperoleh ikan yang banyaknya sekitar setengah kotak pendingin berukuran 100 x 60 sentimeter. Di dalam kotak putih yang biasa disebut cool box itu ada beragam jenis ikan, seperti gutila, samandar ekor kuning, dan kakaktua. Ikannya segar-segar. Insangnya masih merah.
Beberapa pembeli yang telah menanti sabar menunggu Melki dan Nico selesai menyatukan ikan-ikan ke tali daun kelapa itu. Serenteng dihargai Rp 15.000. Untuk ikan ukuran kecil, serenteng bisa berisi 12 ekor, sedangkan untuk yang lebih besar, hanya empat atau enam ekor.
"Setiap hari pasar rata-rata kami mendapatkan keuntungan bersih Rp 300.000. Tapi, hasil itu dibagi dua. Kalau tangkapan bagus dan ikan tak banyak di pasar, bisa sampai Rp 700.000," kata Melki kepada tim Ekspedisi Tanah Papua Kompas 2007.
Pada hari-hari pasar, yaitu Selasa, Kamis, dan Sabtu, memang banyak nelayan pulau merapat. Mereka datang dari Wundi dan Owi. Setiap ke Bosnik, untuk mengangkut ikan hasil tangkapan, Melki menyewa perahu motor Rp 50.000. Selain menjaring ikan di sekitar pantai Pulau Wundi, Melki juga mencari ikan dengan perahu dayung.
Menurut laki-laki tamatan SMA itu, jaring biasa ditebarkan sore hari. Ketika ditarik sekitar pukul 20.00, jaring biasanya sudah penuh ikan. Jika cuaca baik dan air laut surut, Melki dan Nico biasa mencari ikan dengan perahu pada siang hari.
Menjaga terumbu
Para nelayan seperti Melki memang beruntung. Mereka tidak perlu menyetorkan hasil tangkapan kepada tengkulak. Mereka senang menjadi nelayan yang bebas menjual ikan langsung kepada pembeli, apalagi ikan juga melimpah.
Bagi mereka, hanya cuaca seperti angin kencang sekitar bulan November-Desember dan gelombang tinggi pada bulan Agustus yang menjadi hambatan. Selebihnya, alam memberi anugerah yang luar biasa, terutama sejak para nelayan tidak lagi menggunakan bom laut untuk mencari ikan.
"Ikan di sini mudah didapat. Dulu nelayan di Pulau Wundi banyak menggunakan bom ikan, tapi sejak ada penyuluhan dan larangan keras, kami tak lagi pakai bom ikan," tutur Melki.
Dulu bom-bom ikan diracik dari bom-bom sisa Perang Dunia II yang banyak ditemukan di Pulau Wundi, yang pernah menjadi basis Angkatan Laut Amerika dari Armada Ketujuh.
Benyamin Inarkombu, nelayan asal Pulau Owi, menambahkan, sejak tahun 1997 nelayan dari pulau-pulau di sekitar Biak berangsur tidak lagi mengebom ikan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Coremap terus-menerus memberi penyuluhan tentang pentingnya menjaga kelestarian terumbu karang.
Di tempat lain, pada umumnya tingkat sosial ekonomi kehidupan nelayan rendah, bahkan sering kalah dibandingkan dengan kelompok masyarakat seperti petani. Mereka sering mengeluh tidak dapat mencukupi kehidupan rumah tangga, bahkan dililit banyak utang, terutama pada musim paceklik ikan.
Tidak demikian dengan nelayan di Pulau Wundi dan Owi. Mereka tampak begitu menikmati pekerjaan sebagai nelayan. Hal itu tentu tak lepas dari sikap mereka yang semakin memahami pentingnya menjaga keberadaan karang-karang laut sehingga biota laut tetap lestari.
Meski demikian, kata Benyamin, beberapa nelayan dari Pulau Owi saat ini masih menemukan nelayan-nelayan dari daerah lain mengebom ikan. Para nelayan asal Buton, misalnya, sering kedapatan membuang bom ikan di dekat pulau-pulau yang tidak berpenghuni.
Selain itu, ada pula nelayan lain dengan perahu besar mencari ikan menggunakan pukat harimau. Tentu saja dua cara itu membuat terumbu karang yang selama ini dijaga nelayan Pulau Wundi dan Owi terancam.
Kadang, mereka melaporkan kejadian itu ke pos Polisi Perairan dan Udara di dekat Pasar Bosnik, tetapi sering kali mereka harus kecewa karena polisi tampaknya enggan mengejar pelaku pengeboman. Meski demikian, para nelayan tetap patuh pada imbauan. Mereka setia pada jaring dan pancing.
Tak menjadi serakah ternyata memberi keuntungan. Meskipun sederhana, para nelayan nyatanya mampu mengelola kemurahan alam dan sumber lain dengan santun.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Karangetang Kembali Muntahkan Lava Pijar

KOMPAS - Kamis, 23 Agustus 2007

Siau Timur, Kompas - Setelah sempat mereda, Gunung Karangetang (1.784 meter) di Kecamatan Siau Timur, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara, kembali meletus dan memuntahkan lava pijar, Selasa (21/8) pukul 23.02. Muntahan lava yang disertai suara gemuruh itu mengalir sampai kebun penduduk.
Pengamat Gunung Karangetang Daniel Hinondaleng yang ditemui di Pos Pengamatan Karangetang di Desa Salili, Siau Timur, Rabu, mengatakan, suara letusan terdengar cukup keras sehingga sebagian warga panik dan langsung keluar rumah untuk melihat lava pijar yang keluar dari puncak Gunung Karangetang.
Daniel memperkirakan ketinggian semburan mencapai 400 meter. Setelah letusan terjadi, lava pijar yang suhunya lebih dari 600 derajat Celsius itu meluncur ke Sungai Kahetang dan Sungai Batu Awang. Dari kedua sungai itu, lava terus mengalir ke kebun-kebun warga Desa Bebali dan Kelurahan Tarorane yang berjarak sekitar 2 kilometer. Belum diketahui berapa luas kebun penduduk yang rusak akibat terjangan lava panas itu.
Kepala Subbidang Pengamatan Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Agus Budianto, yang juga ditemui di Pos Pengamatan Karangetang, mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan masih atau tidaknya Gunung Karangetang mengeluarkan lava dalam beberapa hari ke depan. Tim yang ia pimpin sedang mengevaluasi data terakhir aktivitas gunung itu.
Melihat pola aktivitas atau getaran Karangetang dalam beberapa hari terakhir, kemungkinan gunung api itu akan mengeluarkan lava masih tinggi. (REI)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Anggota DPRD Jayawijaya Dikeroyok

KOMPAS - Kamis, 23 Agustus 2007

Wamena, Kompas - Anggota DPRD Jayawijaya, Naligi Kurisi, beserta empat rekannya, Rabu (22/8) pagi, diserang dan dianiaya oleh massa yang diperkirakan berjumlah 50 orang. Mereka mengalami luka-luka akibat lemparan batu dan pukulan.
Hingga kemarin siang, massa pelaku yang diduga dipimpin seorang perwira Kepolisian Resor (Polres) Jayawijaya ditahan di markas kepolisian setempat, sementara tiga personel Polres Jayawijaya sudah diterbangkan ke Jayapura untuk diperiksa di bagian Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Papua.
Hasil visum di Rumah Sakit Umum Daerah Wamena menunjukkan, Naligi Kurisi, Jhon Wetipo, Deki Doga, Agus Kurisim, dan Wemis Kurisi mengalami luka memar di bagian muka dan lecet-lecet di tangan dan kaki.
Menurut keterangan sejumlah saksi mata dan keterangan Polres Jayawijaya, pengeroyokan itu terjadi saat Naligi Kurisi dan empat rekannya akan mengikuti rapat di Kantor DPRD, sekitar pukul 09.30. Tiba-tiba saja sekelompok orang menyerang mereka.
Menurut Naligi Kurisi, dalam kerumunan warga terdapat seorang perwira Polres Jayawijaya berpangkat ajun komisaris berinisial AM serta beberapa polisi lain. "AM menunjuk-nunjuk saya. Ia juga menyuruh massa menyerang saya. Ia yang memimpin massa serta berteriak, ’Hajar saja’," ujar Naligi Kurisi.
Empat rekan Naligi dan beberapa orang yang kebetulan berada di halaman Gedung DPRD berusaha melindungi Naligi Kurisi, tetapi kemudian terjadi saling lempar batu antara massa di halaman gedung dan massa yang di luar. Sebelum aksi mereka bertambah parah, puluhan aparat keamanan dari Polres Jayawijaya datang melerai.
Kepala Polres Jayawijaya Ajun Komisaris Besar Manolop Manik menjelaskan, penyerangan itu diduga terkait masalah utang piutang yang permasalahannya telah dilaporkan kepada polisi malam sebelum kejadian.
Kasus utang piutang itu sendiri terjadi saat kampanye Partai Golkar tahun 2004 di Kurulu, sekitar 20 kilometer dari Wamena. Saat itu ada peserta yang jatuh dari truk.
Partai lalu berjanji akan membayar denda adat berupa babi. Namun, hingga tiga tahun, denda adat tak segera dibayar.
(ICH/BEN)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...