KOMPAS - Kamis, 16 Agustus 2007
Kualitas Pertumbuhan Masih Mengkhawatirkan
Jakarta, Kompas - Perekonomian nasional cenderung membaik. Namun, pertumbuhan ekonomi masih didorong konsumsi dan permintaan eksternal yang tercermin pada kinerja ekspor. Kinerja ekspor pun masih dikatrol tingginya harga komoditas, sementara hambatan produksi dan investasi belum terurai.
Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (15/8), mengumumkan perekonomian tumbuh 6,3 persen pada triwulan II-2007 dibandingkan dengan triwulan II-2006 dan tumbuh 2,4 persen dari triwulan sebelumnya. Secara kumulatif, perekonomian pada paruh pertama tahun ini tumbuh 6,1 persen dibandingkan dengan semester I-2006.
Laju pertumbuhan ekonomi ini ditunjukkan perkembangan produk domestik bruto (PDB). PDB merekam semua kegiatan ekonomi. Secara umum, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibutuhkan untuk menciptakan lapangan kerja guna mengatasi pengangguran dan mengurangi kemiskinan. Berdasarkan data Bappenas, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 menciptakan 265.000 lapangan kerja baru.
Deputi Kepala BPS Bidang Neraca dan Analisis Statistik Slamet Sutomo menjelaskan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2007 sebagian besar bersumber dari komponen ekspor barang dan jasa.
"Ekspor, khususnya nonmigas, tumbuh karena harga komoditas ekspor Indonesia masih tinggi di pasar internasional. Perekonomian negara-negara mitra dagang Indonesia, seperti Amerika Serikat dan China, juga membaik. Ini menyebabkan permintaan meningkat," ujar Slamet.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga domestik jadi penyumbang terbesar kedua dengan porsi 2,7 persen. BPS mencatat pertumbuhan konsumsi ini antara lain ditunjukkan oleh peningkatan penjualan otomotif dan peningkatan penggunaan telepon seluler, termasuk pulsanya.
Investasi masih lemah
Pembentukan modal tetap bruto yang menunjukkan investasi fisik menyumbang 1,5 persen. Pertumbuhan investasi ini justru melemah dibandingkan dengan triwulan I-2007. Pada triwulan II, investasi fisik terhitung tumbuh 6,9 persen, sedangkan pada triwulan sebelumnya tercatat tumbuh 7,5 persen.
Pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan II-2007 tumbuh 24,18 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun, konsumsi pemerintah berkontribusi paling kecil, yakni 0,3 persen terhadap PDB.
Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia M Chatib Basri mengatakan, investasi yang cenderung turun menunjukkan hambatan kegiatan produksi belum teratasi.
Keterbatasan pasokan energi, infrastruktur, hingga kekakuan pasar tenaga kerja membuat investasi belum tumbuh. Kegiatan produksi semata hanya memanfaatkan kapasitas terpasang yang ada. "Sisi permintaan, seperti ditunjukkan konsumsi domestik ataupun permintaan di pasar ekspor terus menguat. Jika ini tidak segera diimbangi dengan peningkatan produksi melalui investasi, bisa terjadi pemanasan (overheating) ekonomi, inflasi bakal naik," ujar Chatib.
Secara terpisah, Direktur InterCafe Institut Pertanian Bogor Iman Sugema berpendapat, kualitas pertumbuhan ekonomi masih mengkhawatirkan. Hal ini tampak pada masih lambatnya pertumbuhan sektor-sektor penyerap tenaga kerja banyak, terutama pertanian dan industri pengolahan.
Subsektor pertanian tanaman pangan dan peternakan tumbuh negatif pada triwulan II-2007, sementara industri pengolahan belum bertumbuh signifikan, hanya naik tipis dari 5,3 persen pada triwulan I-2007 menjadi 5,5 persen pada triwulan II. "Padahal sebelum krisis, manufaktur bisa tumbuh dua digit," ujar Iman.
Industri pengolahan paling besar menyumbang PDB, selain pertanian dan perdagangan. Akan tetapi, masih lemahnya pertumbuhan industri pengolahan mengakibatkan perannya dalam PDB melemah pada triwulan II-2007, yakni 27,7 persen, dari 28,2 persen pada periode yang sama tahun 2006.
Target tumbuh lebih tinggi
Dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi sampai semester pertama, memungkinkan pemerintah mencapai target tahun 2007. DPR memperkirakan target pertumbuhan ekonomi tahun 2008 bakal lebih tinggi dibandingkan dengan target pertumbuhan dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2007 sebesar 6,3 persen. Tingginya target pertumbuhan itu didorong optimisme pemerintah terhadap kecenderungan membaiknya kondisi iklim investasi di dalam negeri.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan, pada tahun 2008 terdapat kecenderungan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Hal itu sudah terlihat dari tingginya pertumbuhan ekonomi pada semester I-2007 yang lebih besar dari 6 persen.
Didorong belanja modal
Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Hafiz Zawawi mengatakan, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerintah akan mengefisienkan penggunaan anggaran dengan menggeser sebagian anggaran belanja barang ke belanja modal. Langkah itu dilakukan karena belanja modal jauh lebih produktif.
Anggaran belanja modal tahun 2008 diperkirakan akan mencapai Rp 101,5 triliun jauh di atas target anggaran belanja modal tahun 2007, yakni Rp 68,3 triliun. Adapun anggaran belanja barang justru turun dari Rp 62,5 triliun di APBN-P 2007 menjadi Rp 52,4 triliun di RAPBN 2008.
Dirjen Perbendaharaan Negara Depkeu Herry Poernomo menyebutkan, daya serap kementerian dan lembaga pengguna anggaran belanja modal hingga saat ini baru mencapai Rp 16,6 triliun atau 22,74 persen dari target APBN-P 2007 senilai Rp 73,1 triliun. (DAY/OIN/HAR/LKT/REN)
Menurut Lapangan Usaha Semester I-2007 terhadap Semester I-2006
LAJU PERTUMBUHAN PDB
1. Pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan = 0,7 persen
2. Pertambangan, penggalian = 4,9 persen
3. Industri pengolahan = 5,4 persen
4. Listrik, gas, air bersih = 9,5 persen
5. Konstruksi = 8,6 persen
6. Perdagangan, hotel, restoran = 8,2 persen
7. Pengangkutan, komunikasi = 11,6 persen
8. Keuangan, real estat, jasa = 7,8 persen
9. Jasa-jasa = 7 persen
Thursday, August 16, 2007
Ekonomi Tumbuh 6,1 Persen
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:14 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Setelah 10 Tahun Krisis Berlalu
KOMPAS - Kamis, 16 Agustus 2007
suryopratomo
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset Mohammad Syahrial boleh tersenyum puas. Menjelang akhir keberadaan perusahaan yang dipimpinnya pada tahun 2008, PT PPA berhasil menjual satu per satu aset yang berada dalam pengelolaannya.
Terakhir yang dilepas oleh PT PPA adalah aset properti di Tabanan, Bali, yakni Bali Nirwana Resort (BNR). Aset tersebut diperebutkan empat perusahaan asing, yaitu Korea Asset Management Corporation (Kamco), perusahaan batu bara Kideko, Emirates Capital dari Uni Emirat Arab, dan perusahaan Singapura E-Crisps Trading Ltd. E-Crisps akhirnya memenangi tender penjualan aset BNR senilai Rp 501,8 miliar.
Ketika krisis moneter menimpa Indonesia 10 tahun lalu, BNR merupakan salah satu aset yang diambil Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai bagian dari tanggung jawab obligor untuk membayar Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah mereka terima. Total kewajiban BNR sebesar 35,46 juta dollar AS.
Aset properti di bagian barat Pulau Bali itu sangat bagus. Resor itu bukan hanya lengkap dengan sarana hotel dan lapangan golf, tetapi juga indah karena terletak di pinggir laut dan dekat Pura Besakih, salah satu pura terkenal di Bali.
Tidaklah mudah bagi BPPN maupun PPA, yang kemudian dibentuk untuk menggantikan tugas BPPN, saat mencoba melepas aset itu. Sangat sedikit perusahaan yang berminat menawar aset properti tersebut. Kalaupun ada yang berminat, harga penawarannya sangat rendah.
Dengan berjalannya waktu, memang, kondisi ekonomi Indonesia yang sempat terpuruk begitu dalam pada tahun 1998 dan 1999 secara perlahan mulai pulih. Paling tidak sejak tahun 2003 pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan tendensi ke arah perbaikan.
Itulah yang membuat kepercayaan para investor berangsur-angsur tumbuh kembali. Beberapa aset BPPN yang semula tidak dilirik investor, seperti BNR, akhirnya dilirik dan bahkan ditawar dengan harga yang lebih layak.
Harga komoditas
Keadaan seperti itu dirasakan juga oleh orang luar seperti mantan PM Singapura Lee Kuan Yew ketika beberapa waktu lalu mengunjungi Indonesia.
Menurut Lee, bangsa Indonesia tidak perlu berkecil hati. Negeri ini menunjukkan perbaikan dan dibandingkan dengan ketika krisis moneter pertama kali terjadi tahun 1997, keadaan jauh lebih baik.
Keadaan ini ditopang oleh perekonomian dunia yang memang sangat mendukung. Terutama membaiknya harga-harga komoditas, baik itu hasil pertambangan maupun pertanian, ikut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Semua harga komoditas naik dengan sangat signifikan. Timah, nikel, tembaga, bahkan juga minyak kelapa sawit, dan karet harganya sangat baik sehingga ikut menopang upaya perbaikan keadaan ekonomi.
Pertanyaan lebih lanjut, apakah pertumbuhan ekonomi kita sudah merupakan yang paling optimum? Apakah keadaannya sebenarnya bisa lebih baik dari sekarang ini?
Itulah sebenarnya inti persoalan yang harus dipecahkan setelah 10 tahun krisis berlalu. Dengan kondisi perekonomian dunia yang mendukung, sebenarnya pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih baik lagi dari ini. Perekonomian Indonesia seharusnya mampu tumbuh lebih pesat apabila ditopang oleh kebijakan yang lebih terencana dengan baik.
Ketika krisis moneter pertama kali terjadi, sebenarnya itu merupakan momentum yang baik untuk melakukan konsolidasi ke dalam. Kita memperbaiki sistem yang tidak berjalan baik, mulai dari ekonomi, sosial, politik, hingga hukum. Itu juga kesempatan emas untuk membenahi sumber daya manusia, yang merupakan kunci untuk kemajuan.
Kita kekurangan manusia-manusia yang memiliki jiwa wirausaha. Salah satu penyebabnya adalah sistem pendidikan yang tidak mencerdaskan, apalagi mencerahkan. Terutama sekolah-sekolah umum yang kita miliki tidak mampu meningkatkan kualitas SDM.
Mahalnya pendidikan membuat rata-rata angkatan kerja bangsa ini hanya berpendidikan sekolah dasar (SD).
Oleh karena itu, tidaklah keliru apabila ada yang mengingatkan agar kita mengatasi ketertinggalan dalam mempersiapkan SDM yang dibutuhkan untuk kondisi ekonomi masa depan.
Lee Kuan Yew mengingatkan Indonesia untuk berhati-hati karena sekarang ini dunia bergerak begitu cepat dan sepertinya dunia sekarang ini datar. Nyaris tidak dikenal lagi batas negara dan investasi bisa dilakukan di mana saja.
Harus berubah
Indonesia harus melakukan perubahan yang mendasar apabila tidak ingin ditinggal oleh negara-negara sekawasan. Krisis besar yang sudah dialami 10 tahun ini harus mengentakkan kesadaran seluruh bangsa untuk mengubah sikap dan perilaku.
Secara politik bangsa ini memang sudah melakukan lompatan besar dengan menggantikan sistem otokrasi menjadi demokrasi. Namun, demokrasi baru dipahami sekadar sebagai sebuah kebebasan. Demokrasi baru sebatas dipahami sebagai hak asasi manusia di bidang hukum.
Terasa sekali selama 10 tahun reformasi berjalan semua seperti dibiarkan berjalan sendiri. Sangat terbatas pendidikan politik yang diberikan kepada rakyat untuk membuat mereka bisa memahami esensi dari demokrasi dan kehidupan demokrasi yang kita jalankan ini, serta tujuan besar yang sebenarnya ingin kita capai sebagai bangsa.
Tidak salah apabila kemudian semua orang menerjemahkan sendiri demokrasi itu. Sekarang ini kita rasakan bagaimana semua orang berbicara tentang demokrasi atas pemahamannya sendiri, bahkan menerjemahkan tujuan hidup berbangsa dan bernegara ini sesuai dengan keinginannya.
Sepanjang sikap dan perilaku seperti itu tak pernah berubah, sulit bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari situasi serba krisis. Kita akan sulit untuk memenangi persaingan di tingkat global yang semakin ketat dan cepat tanpa ditopang tata kelola pemerintahan dan juga perusahaan yang baik (good governance dan good corporate governance).
Sepuluh tahun krisis yang telah kita lalui seharusnya membuat kita segera tersadar untuk segera membenahi diri.
Kita perlu menetapkan visi bersama yang menjadi pegangan bagi kita semua untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Kamar Dagang dan Industri merumuskan visi industri Indonesia 2030. Indonesia Forum juga melontarkan gagasan Visi Indonesia 2030. Tugas kita sekarang bagaimana menyatukan semua konsep itu menjadi satu dan itu kemudian disepakati sebagai visi kita bersama.
Kebersamaan itu menjadi sangat penting karena tidaklah mungkin kita membangun bangsa dan negara ini secara sendiri-sendiri. Yang terpenting kita mau melakukan itu semua dengan pikiran terbuka, dengan hati terbuka, dan juga dengan kemauan terbuka.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:13 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Laporan Kekayaan: Hakim dan Jaksa Tergolong Kelompok yang Paling Tidak Patuh
KOMPAS - Kamis, 16 Agustus 2007
jakarta, kompas - Aparat penegak hukum, terutama hakim dan jaksa, tergolong penyelenggara negara yang paling tidak patuh melaporkan harta kekayaan.
Mereka menempati urutan terakhir dalam tingkat kepatuhan melaporkan kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah pejabat badan usaha milik negara/daerah (BUMN/BUMD), kaum legislatif, dan eksekutif.
Berdasarkan data KPK per 15 Agustus 2007, tingkat kepatuhan bidang yudikatif hanya 43,77 persen. Dari total 20.991 penyelenggara negara, baru sebanyak 9.188 orang yang telah melaporkan kekayaan.
Penyelenggara negara yang paling patuh adalah pejabat BUMN dan BUMD. Sebanyak 73,09 persen atau 5.418 dari total 7.413 pejabat BUMN/BUMD wajib lapor telah melaporkan kekayaan.
Di urutan kedua adalah kalangan legislatif dengan tingkat kepatuhan 70,06 persen. Sebanyak 16.666 dari total 23.787 orang telah melaporkan kekayaannya.
Sementara tingkat kepatuhan pejabat pemerintah (eksekutif) mencapai 67,564 persen atau sebanyak 41.564 dari total 61.809 pejabat wajib lapor.
Menurut Direktur Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara KPK M Sigit, Rabu (15/8), bidang yudikatif terdiri dari semua hakim (hakim agung, hakim banding, hakim tingkat pertama, dan hakim konstitusi), jaksa, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (hanya anggota. Jika pegawai BPK, masuk bidang eksekutif), dan Komisi Yudisial.
Sigit mengatakan, di antara komunitas hakim, hakim agama termasuk yang paling patuh dan rajin melaporkan kekayaan.
Saat dikonfirmasi mengenai ketidakpatuhan aparat penegak hukum di bawahnya, Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan mengatakan, laporan kekayaan merupakan tanggung jawab pribadi. Ia tak dapat memberikan sanksi apa pun, termasuk sanksi administratif jika ada hakim atau aparat pengadilan yang belum melaporkan kekayaan.
"Itu tanggung jawab pribadi. Masak orang lain yang membuat peraturan, MA yang memberi sanksi," kata Bagir yang melaporkan kekayaannya pada 2006.
Wakil Ketua MA Mariana Sutadi tercatat belum memperbarui laporannya (2001). Saat dikonfirmasi, Mariana mengakui hal itu. Ia baru menyusun laporan setelah sakit selama dua minggu.
Perlu sanksi
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menilai perlu ada sanksi administrasi, seperti dipindah atau tidak naik pangkat, bagi pejabat negara yang tidak melaporkan kekayaan secara tepat waktu. Sanksi administrasi, lanjutnya, dapat dilakukan karena pelaporan kekayaan di Indonesia, seperti halnya di sejumlah negara lain, lebih merupakan masalah administrasi.
Pembuatan sanksi administrasi dapat dimulai oleh KPK dengan membuat nota kesepahaman dengan lembaga negara lain, seperti Mahkamah Agung atau DPR. Dalam nota kesepahaman itu, misalnya, dapat diatur bahwa KPK akan melaporkan pejabat lembaga itu yang belum melaporkan kekayaan kepada atasannya dan kemudian atasannya ikut mengingatkan. Jika tetap tidak melaporkan kekayaannya, pejabat itu akan mendapat sanksi administrasi dari lembaganya.
Praktisi hukum Harry Ponto menuturkan, seharusnya memang ada sanksi bagi pejabat yang tidak melaporkan kekayaannya. Sanksi moral seperti diumumkan di media massa seperti sekarang ini harus diperbanyak. (ANA/NWO)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:12 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Cerita TKI di Korea: "Ngapain" Pulang, Saya Sudah Digaji Rp 10 Juta
KOMPAS - Kamis, 16 Agustus 2007
tjahja gunawan
Pada bulan Februari 2008, masa kontrak Syarif (29), salah seorang tenaga kerja Indonesia di Ansan, Korea Selatan, sudah tiga tahun dan akan segera jatuh tempo. Namun, ia tidak mau pulang.
Syarif tidak akan pulang ke kampung halamannya di Balongan, Indramayu, Jawa Barat, jika tidak ada jaminan dari Pemerintah Indonesia terhadap dirinya untuk bisa kembali lagi bekerja di Korea Selatan.
"Loh ngapain pulang, saya sekarang sudah mendapat gaji 1 juta won per bulan (sekitar Rp 10 juta). Pulang ke kampung, belum tentu saya mendapat pekerjaan, malah mungkin nganggur. Mendingan di sini (Korsel), perusahaan sudah percaya sama saya. Kerja sudah enak, saya bisa nabung dan kirim uang ke Indramayu," ujar Syarif, ketika ditemui Kompas di sebuah Warung Indonesia di daerah Ansan, awal Agustus lalu.
Lain cerita Syarif, lain pula penuturan pasangan suami istri Udin-Ny Markesot (bukan nama sebenarnya). Keduanya sudah tinggal di Suwon sekitar 10 tahun. Dua sejoli yang sudah memiliki satu anak ini termasuk TKI yang sudah melewati masa tinggal di Korsel (overstay).
Anehnya, kedua warga Indonesia ini tidak dideportasi oleh Pemerintah Korea. Warga Indonesia khususnya TKI yang bekerja di Korea dikenal sebagai orang yang gampang diatur, tidak neko-neko, dan tidak malas seperti halnya tenaga kerja asal negara lain.
"Makanya, setiap ada operasi dari imigrasi Korsel, kami selalu ’dilindungi’ karena orang Korsel mengetahui benar karakter orang Indonesia," ujar Udin.
Namun, adakalanya para TKI ini justru kesal dengan ulah oknum pejabat Kedutaan Besar Republik Indonesia di Seoul terutama yang menangani paspor.
Para TKI ini sering dijadikan obyek oleh mereka yang ingin mencari keuntungan tambahan. "Masak pengurusan perpanjangan paspor di KBRI resminya 30.000 won bisa melonjak hingga 200.000 won. Untungnya pejabat tersebut sekarang sudah dipindahkan," ungkap Udin.
Tutup mata
Sebaliknya, petugas imigrasi di Korea justru sering "tutup mata" terhadap sejumlah TKI yang overstay. Meski secara administratif suami-istri itu bermasalah, mereka masih tetap bekerja di perusahaan kabel di Suwon.
"Malah kalau ada operasi ke pabrik, misalnya, TKI yang overstay diminta petugas imigrasi untuk keluar lebih dulu agar tidak terkena operasi," kata Udin.
Ia menyimpulkan, perusahaan dan Pemerintah Korea sebenarnya sangat membutuhkan tenaga kerja manual yang terampil, tetapi mereka juga membutuhkan pekerja yang baik dan bisa diatur.
"Masalah TKI sering terjadi pada saat pengiriman dari Indonesia karena banyaknya pungutan dan birokrasi di dalam negeri," ungkap Udin.
Sementara Syarif yang bekerja di Ansan datang ke Korsel tahun 2004 dan termasuk salah satu TKI yang mengikuti sistem government to government (G to G), yakni mekanisme pengiriman TKI yang didasarkan pada perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara penempatan TKI, yakni Pemerintah Korsel.
Saat ini Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mengirim sejumlah TKI lalu diterima oleh Pemerintah Korsel.
Selanjutnya, Pemerintah Korea menawarkan dan menyalurkan TKI kepada perusahaan Korea yang membutuhkan. Sebelumnya, pengiriman TKI dilakukan perusahaan swasta, tetapi sering menimbulkan banyak masalah.
Kuota TKI
Ditemui di sela-sela kegiatan Promosi Investasi yang diselenggarakan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Seoul, Korsel, 6-7 Agustus 2007, Duta Besar Indonesia untuk Korsel Jakob Tobing menjelaskan, kuota TKI yang bisa bekerja di Korea jumlahnya 9.000 orang, tetapi kuota tersebut belum bisa dipenuhi seluruhnya. Pasalnya, masih ada beberapa persoalan dalam proses persiapan dan pengiriman TKI dari Indonesia.
Salah satu persoalan adalah sogok-menyogok. Seperti dituturkan Syarif, temannya dari Indramayu yang sudah memiliki paspor, visa, dan tiket pesawat nyaris tidak bisa berangkat ke Korea karena ada TKI lain yang berani menyogok petugas hingga Rp 40 juta agar bisa bekerja di Negeri Ginseng ini.
Jakob Tobing bisa memahami kondisi TKI seperti itu, namun yang ditangani KBRI di Seoul lebih pada manajemen kedatangan TKI. Di Korsel TKI lebih dihargai, tetapi di negeri sendiri mereka justru disia-siakan. Bahkan, para TKI sering dijadikan obyek pungutan liar oleh sejumlah petugas, padahal mereka termasuk kelompok "pahlawan devisa". Duh, malangnya nasib TKI.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:10 AM 1 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
MA Usulkan Hakim Agung Pensiun 70 Tahun
KOMPAS - Kamis, 16 Agustus 2007
Ketua Komisi Yudisial Khawatir Hambat Kaderisasi
jakarta, kompas - Mahkamah Agung mengusulkan agar usia pensiun para hakim agung diperpanjang dari 65 tahun menjadi 70 tahun. Alasannya, hal tersebut sesuai dengan kondisi di beberapa negara, yang hakim agungnya memasuki usia pensiun pada 70 tahun.
"Jangan dikira kalau Pak Bagir ingin diperpanjang, ya. Usulan ini diajukan dengan syarat hakim agung yang sudah berumur 65 tahun pada saat UU disahkan, tidak berlaku (tidak menggunakan ketentuan ini). Jadi, bukan untuk Pak Bagir," ujar Bagir Manan, usai melantik hakim agung baru di Gedung Mahkamah Agung, Rabu (15/8).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung mengatur bahwa usia pensiun hakim agung adalah 65 tahun. Namun, usia pensiun itu dapat diperpanjang jika hakim agung memiliki prestasi kerja yang luar biasa.
Dalam praktiknya, hampir semua hakim agung, termasuk Ketua MA, diperpanjang oleh Ketua MA Bagir Manan. Hanya seorang hakim agung, yaitu Prof Dr Muchsan, yang tidak diperpanjang karena sakit.
Bagir menginginkan agar ada ketentuan yang pasti mengenai usia pensiun. Ia mengusulkan agar tidak ada lagi perpanjangan usia pensiun.
Namun, usulan memperpanjang usia pensiun hakim agung itu dikritik oleh Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas. "Usulan tersebut disampaikan tanpa pertimbangan dan alasan hukum yang jelas," katanya.
Menurut Busyro, perpanjangan usia pensiun hakim agung akan menghambat proses kaderisasi. Padahal kaderisasi dibutuhkan mengingat hakim agung saat ini merupakan produk lama, hasil sebuah pendidikan ilmu hukum yang tidak memiliki mainstream tradisi hukum progresif.
"Saya khawatir akan ada pembusukan berpikir di sana. Bagaimana hakim agung mau menemukan hukum jika masih diisi dengan produk lama yang tidak memiliki tradisi berpikir progresif," ujar Busyro.
Rabu kemarin, Bagir Manan melantik enam hakim agung baru. Keenam hakim agung baru itu adalah Hatta Ali, Prof Komariah E Sapardjaja, Mukhtar Zamzami, M Zaharuddin Utama, M Soleh, dan Prof Abdul Gani Abdullah.
Dalam pidatonya, Bagir Manan meminta keenam hakim agung baru tersebut tidak banyak mengeluarkan komentar, terutama tentang putusan.
"Jabatan hakim itu jabatan diam. Tidak boleh memberi komentar terhadap putusannya atau putusan orang lain di depan publik," ujarnya. (ana)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:09 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
PEMILU PRESIDEND: PD Setuju Ada Capres Perseorangan di 2009
KOMPAS - Kamis, 16 Agustus 2007
Jakarta, Kompas - Dewan Perwakilan Daerah mendukung adanya calon perseorangan dalam Pemilu Presiden 2009. Dewan Perwakilan Daerah mengusulkan hal ini diatur dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu Presiden/Wakil Presiden, yang akan dibahas dalam waktu dekat ini antara Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ginandjar Kartasasmita (Jawa Barat) menegaskan, usulan DPD ini diajukan karena aspirasi masyarakat yang berkembang. Mengenai kaitannya dengan Undang-Undang Dasar 1945, para ahli tata negara mempunyai dua pendapat.
"Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang dalam UUD disebutkan dipilih secara demokratis saja kini telah membuka pintu bagi calon perseorangan. Semestinya, pemilihan presiden pun membuka ruang untuk calon perseorangan," kata Ginandjar, yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Periode 1999-2004 itu, Rabu (15/8).
Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Presiden dari DPD Bengkulu Muspani juga menegaskan bahwa Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 memang mengatur calon dari partai politik atau gabungan partai politik, tetapi juga tidak melarang calon perseorangan.
"Sesuatu yang tidak diatur dalam konstitusi tidak otomatis pasti inkonstitusional," kata Muspani.
Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 berbunyi, "Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum".
Namun, menurut Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Presiden di DPR Ferry Mursyidan Baldan dari Fraksi Partai Golkar, pansus tampaknya akan mengesampingkan usulan DPD ini.
"UUD sangat tegas menyebutkan yang mengusulkan calon presiden/wakil presiden adalah partai politik dan gabungan partai politik. Undang-undang tidak boleh buat norma baru," ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah, mantan Ketua MPR Amien Rais dan mantan Ketua DPP Partai Golkar Akbar Tandjung berpendapat peluang bagi calon perseorangan mengikuti pemilihan presiden ke depan perlu dibuka.
Di sela-sela acara syukuran gedung baru Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Amien mengajak semua pihak untuk mendukung peluang dibukanya calon perseorangan.(sut/ana)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:08 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Polisi Menduga Nadir adalah Aktor Utama
KOMPAS - Kamis, 16 Agustus 2007
PASURUAN, KOMPAS - Polisi menduga Nadir merupakan aktor utama dalam bisnis keluarga bom ikan, yang salah satu bomnya meledak di Gang Anggrek Nomor 1, Pasuruan, Sabtu (11/8). Polisi belum bisa mengungkapkan dari mana bahan peledak didapat dan juga jalur distribusi bom ikan.
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Herman Suryadi Sumawiredja mengatakan hal ini seusai rapat dengan Kepala Kepolisian Wilayah Malang Komisaris Besar Syahrizal Ahyar dan Kepala Kepolisian Resor Kota Pasuruan Ajun Komisaris Besar Jebul Jatmoko di Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pasuruan, Rabu.
Herman menjelaskan, sebagai aktor utama diduga Nadir dibantu keluarganya. Namun, untuk memastikan hal ini, polisi masih mendalami pemeriksaan terhadap saksi. Setidaknya sudah 27 saksi diperiksa, sebagian besar adalah anggota keluarga Nadir.
Saat ditanyakan apakah dari saksi yang diperiksa ada yang akan dijadikan tersangka, Herman menjawab masih mendalaminya. "Semuanya masih sebagai saksi karena mereka semua bilang tidak tahu," katanya.
Polisi masih menyelidiki asal bahan peledak dan daerah distribusi bom ikan. Begitu pula kemungkinan bom-bom ikan dibeli kelompok lain selain nelayan.
"Ada kemungkinan barang-barang tersebut dikirim ke luar Pulau Jawa karena barang sebanyak itu tidak mungkin dijual di Pasuruan saja," ujar Herman.
Polisi mengambil 47,1 kilogram bahan peledak TNT (trinitrotoluena), atau lebih banyak lagi dari yang diungkapkan Syahrizal pada Selasa lalu, yaitu 45,2 kilogram. Sebanyak 1,9 kilogram TNT tambahan ditemukan polisi saat penyisiran di daerah tempat tinggal Nadir di Ngemplakrejo, Pasuruan, Selasa sore. Selain itu, ditemukan pula sekitar 4.000 casing detonator.
Herman meminta Kepala Polwil Malang dan Kepala Polresta Pasuruan mengungkap bisnis bom ikan sekaligus menangkap Nadir.
Pengejaran terhadap Nadir dilakukan petugas Reserse dan Kriminal Polresta Pasuruan dengan menggeledah rumah Anissa (kakak Nadir) dan suaminya, Saiful. Juga rumah Nurbina (adik Nadir) dan suaminya, Atim, di Dusun Blusuk, Kecamatan Pohjentreh, Kabupaten Pasuruan, Selasa (13/8) pukul 21.00. Selain itu, polisi juga mencari barang bukti lain yang terkait bom ikan. Dalam penggeledahan ini polisi tidak menemukan Nadir atau satu pun barang bukti.
Garis polisi di sekitar lokasi ledakan di Gang Anggrek, Pasuruan, telah dicopot oleh polisi. Garis polisi hanya dipasang di sekeliling rumah dan gudang milik Ilham, tempat bom ikan meledak. Rumah dan gudang ini akhirnya menjadi tontonan warga. (APA)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:03 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas