KOMPAS - Kamis, 16 Agustus 2007
suryopratomo
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset Mohammad Syahrial boleh tersenyum puas. Menjelang akhir keberadaan perusahaan yang dipimpinnya pada tahun 2008, PT PPA berhasil menjual satu per satu aset yang berada dalam pengelolaannya.
Terakhir yang dilepas oleh PT PPA adalah aset properti di Tabanan, Bali, yakni Bali Nirwana Resort (BNR). Aset tersebut diperebutkan empat perusahaan asing, yaitu Korea Asset Management Corporation (Kamco), perusahaan batu bara Kideko, Emirates Capital dari Uni Emirat Arab, dan perusahaan Singapura E-Crisps Trading Ltd. E-Crisps akhirnya memenangi tender penjualan aset BNR senilai Rp 501,8 miliar.
Ketika krisis moneter menimpa Indonesia 10 tahun lalu, BNR merupakan salah satu aset yang diambil Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai bagian dari tanggung jawab obligor untuk membayar Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah mereka terima. Total kewajiban BNR sebesar 35,46 juta dollar AS.
Aset properti di bagian barat Pulau Bali itu sangat bagus. Resor itu bukan hanya lengkap dengan sarana hotel dan lapangan golf, tetapi juga indah karena terletak di pinggir laut dan dekat Pura Besakih, salah satu pura terkenal di Bali.
Tidaklah mudah bagi BPPN maupun PPA, yang kemudian dibentuk untuk menggantikan tugas BPPN, saat mencoba melepas aset itu. Sangat sedikit perusahaan yang berminat menawar aset properti tersebut. Kalaupun ada yang berminat, harga penawarannya sangat rendah.
Dengan berjalannya waktu, memang, kondisi ekonomi Indonesia yang sempat terpuruk begitu dalam pada tahun 1998 dan 1999 secara perlahan mulai pulih. Paling tidak sejak tahun 2003 pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan tendensi ke arah perbaikan.
Itulah yang membuat kepercayaan para investor berangsur-angsur tumbuh kembali. Beberapa aset BPPN yang semula tidak dilirik investor, seperti BNR, akhirnya dilirik dan bahkan ditawar dengan harga yang lebih layak.
Harga komoditas
Keadaan seperti itu dirasakan juga oleh orang luar seperti mantan PM Singapura Lee Kuan Yew ketika beberapa waktu lalu mengunjungi Indonesia.
Menurut Lee, bangsa Indonesia tidak perlu berkecil hati. Negeri ini menunjukkan perbaikan dan dibandingkan dengan ketika krisis moneter pertama kali terjadi tahun 1997, keadaan jauh lebih baik.
Keadaan ini ditopang oleh perekonomian dunia yang memang sangat mendukung. Terutama membaiknya harga-harga komoditas, baik itu hasil pertambangan maupun pertanian, ikut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Semua harga komoditas naik dengan sangat signifikan. Timah, nikel, tembaga, bahkan juga minyak kelapa sawit, dan karet harganya sangat baik sehingga ikut menopang upaya perbaikan keadaan ekonomi.
Pertanyaan lebih lanjut, apakah pertumbuhan ekonomi kita sudah merupakan yang paling optimum? Apakah keadaannya sebenarnya bisa lebih baik dari sekarang ini?
Itulah sebenarnya inti persoalan yang harus dipecahkan setelah 10 tahun krisis berlalu. Dengan kondisi perekonomian dunia yang mendukung, sebenarnya pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih baik lagi dari ini. Perekonomian Indonesia seharusnya mampu tumbuh lebih pesat apabila ditopang oleh kebijakan yang lebih terencana dengan baik.
Ketika krisis moneter pertama kali terjadi, sebenarnya itu merupakan momentum yang baik untuk melakukan konsolidasi ke dalam. Kita memperbaiki sistem yang tidak berjalan baik, mulai dari ekonomi, sosial, politik, hingga hukum. Itu juga kesempatan emas untuk membenahi sumber daya manusia, yang merupakan kunci untuk kemajuan.
Kita kekurangan manusia-manusia yang memiliki jiwa wirausaha. Salah satu penyebabnya adalah sistem pendidikan yang tidak mencerdaskan, apalagi mencerahkan. Terutama sekolah-sekolah umum yang kita miliki tidak mampu meningkatkan kualitas SDM.
Mahalnya pendidikan membuat rata-rata angkatan kerja bangsa ini hanya berpendidikan sekolah dasar (SD).
Oleh karena itu, tidaklah keliru apabila ada yang mengingatkan agar kita mengatasi ketertinggalan dalam mempersiapkan SDM yang dibutuhkan untuk kondisi ekonomi masa depan.
Lee Kuan Yew mengingatkan Indonesia untuk berhati-hati karena sekarang ini dunia bergerak begitu cepat dan sepertinya dunia sekarang ini datar. Nyaris tidak dikenal lagi batas negara dan investasi bisa dilakukan di mana saja.
Harus berubah
Indonesia harus melakukan perubahan yang mendasar apabila tidak ingin ditinggal oleh negara-negara sekawasan. Krisis besar yang sudah dialami 10 tahun ini harus mengentakkan kesadaran seluruh bangsa untuk mengubah sikap dan perilaku.
Secara politik bangsa ini memang sudah melakukan lompatan besar dengan menggantikan sistem otokrasi menjadi demokrasi. Namun, demokrasi baru dipahami sekadar sebagai sebuah kebebasan. Demokrasi baru sebatas dipahami sebagai hak asasi manusia di bidang hukum.
Terasa sekali selama 10 tahun reformasi berjalan semua seperti dibiarkan berjalan sendiri. Sangat terbatas pendidikan politik yang diberikan kepada rakyat untuk membuat mereka bisa memahami esensi dari demokrasi dan kehidupan demokrasi yang kita jalankan ini, serta tujuan besar yang sebenarnya ingin kita capai sebagai bangsa.
Tidak salah apabila kemudian semua orang menerjemahkan sendiri demokrasi itu. Sekarang ini kita rasakan bagaimana semua orang berbicara tentang demokrasi atas pemahamannya sendiri, bahkan menerjemahkan tujuan hidup berbangsa dan bernegara ini sesuai dengan keinginannya.
Sepanjang sikap dan perilaku seperti itu tak pernah berubah, sulit bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari situasi serba krisis. Kita akan sulit untuk memenangi persaingan di tingkat global yang semakin ketat dan cepat tanpa ditopang tata kelola pemerintahan dan juga perusahaan yang baik (good governance dan good corporate governance).
Sepuluh tahun krisis yang telah kita lalui seharusnya membuat kita segera tersadar untuk segera membenahi diri.
Kita perlu menetapkan visi bersama yang menjadi pegangan bagi kita semua untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Kamar Dagang dan Industri merumuskan visi industri Indonesia 2030. Indonesia Forum juga melontarkan gagasan Visi Indonesia 2030. Tugas kita sekarang bagaimana menyatukan semua konsep itu menjadi satu dan itu kemudian disepakati sebagai visi kita bersama.
Kebersamaan itu menjadi sangat penting karena tidaklah mungkin kita membangun bangsa dan negara ini secara sendiri-sendiri. Yang terpenting kita mau melakukan itu semua dengan pikiran terbuka, dengan hati terbuka, dan juga dengan kemauan terbuka.
Thursday, August 16, 2007
Setelah 10 Tahun Krisis Berlalu
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:13 AM
Labels: HeadlineNews: Kompas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment