Monday, July 09, 2007

Depkeu Jadi Percontohan Reformasi Birokrasi

KOMPAS - Senin, 09 Juli 2007

Pemerintah Belum Yakin Korupsi Akan Langsung Berhenti

Jakarta, Kompas - Reformasi birokrasi yang mulai dijalankan di Departemen Keuangan bertujuan memperbaiki kualitas pelayanan kepada publik dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi. Reformasi birokrasi juga untuk menciptakan aparatur yang bersih, profesional, dan bertanggung jawab.
"Intinya, keteraturan dan keterbukaan. Anda semua tahu bahwa citra lembaga publik, termasuk Depkeu, kurang baik. Jadi tujuan utama kami (dengan reformasi birokrasi) adalah membangun trust, kepercayaan," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pertemuan dengan sejumlah pimpinan media massa, Jumat malam pekan lalu, di Jakarta.
Dihubungi terpisah, Minggu (8/7), guru besar Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Miftah Thoha, menilai reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Keuangan atau Depkeu tidak akan efektif dalam memperbaiki pelayanan kepada masyarakat.
"Ini cara kuno dan bukan hal baru. Kalau Depkeu direformasi, apakah lalu departemen lain akan menjadi baik juga? Reformasi birokrasi itu untuk Depkeu sendiri atau untuk birokrasi di republik ini?" ujar Miftah.
Pemerintah gamang
Miftah menyarankan, pemerintah seharusnya memiliki desain yang lengkap untuk reformasi birokrasi. Tidak hanya satu-dua departemen yang direformasi.
"Sebelum melakukan reformasi birokrasi, Presiden seharusnya melakukan evaluasi terhadap semua lembaga pemerintah, apakah sudah efektif bekerja atau tidak," kata Miftah.
Dihubungi terpisah, Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia Todung Mulya Lubis mengatakan, reformasi birokrasi mutlak harus dilakukan jika bangsa Indonesia ingin memerangi korupsi.
"Tersedianya seperangkat undang-undang dan penegakan hukum tak cukup untuk bisa menciptakan birokrasi yang bersih jika tak ada reformasi birokrasi," ujar Mulya Lubis.
Namun, Mulya Lubis melihat, pemerintah tampaknya gamang untuk melakukan reformasi birokrasi sehingga reformasi birokrasi terus saja menjadi jargon politik yang tak kunjung diimplementasikan. Salah satu inti dari reformasi birokrasi adalah memperbaiki gaji yang diterima birokrat sipil.
"Di sinilah pemerintah tampak belum yakin apakah kalau gaji birokrasi sipil diperbaiki, maka korupsi akan juga langsung berhenti. Pemerintah ingin hasil yang cepat dan langsung dan ini yang tidak mungkin," katanya.
Mulya Lubis mengasumsikan tingkat kebocoran dalam penggunaan anggaran untuk pengadaan barang sebesar 20 persen.
Jika angka itu bisa ditekan dan digunakan untuk memperbaiki penghasilan birokrat sipil, sebenarnya anggaran yang diperlukan tidaklah terlalu besar. "Tapi ini membutuhkan kemauan dan keberanian politik pemerintah," katanya.
Ia mengingatkan salah satu faktor yang menjadi penghambat membaiknya indeks korupsi di Indonesia adalah masih melekatnya birokrasi yang korup di daerah maupun di pusat.
"Itu faktor krusial yang dihadapi Indonesia," katanya seraya tetap mendesak pemerintah untuk mengimplementasikan ide reformasi birokrasi sehingga tak hanya menjadi jargon politik.
Mestinya didukung
Sementara itu, dalam penjelasannya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang didampingi sejumlah direktur jenderal di lingkungan Depkeu mengemukakan, reformasi birokrasi ini untuk menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif sehingga dapat memberikan pelayanan kepada publik yang prima.
Latar belakang dijadikannya Depkeu sebagai percontohan reformasi birokrasi, kata Sri Mulyani, karena instansi yang dipimpinnya merupakan departemen strategis. "Hampir semua aspek perekonomian negara berhubungan langsung dengan kebijakan yang dikeluarkan Depkeu," katanya.
Di departemen ini sekitar 62.000 orang berkarya sebagai pelaksana birokrasi. Departemen ini juga merupakan pengumpul hampir 75 persen penerimaan negara, terutama dari pajak, serta bea dan cukai.
Menkeu mengakui, reformasi dengan segala konsekuensi ikutannya, seperti kenaikan tunjangan yang cukup tinggi bagi pejabat setingkat dirjen dan pejabat eselon satu, memang bisa dibikin macam-macam cerita oleh berbagai kalangan.
Program utama reformasi birokrasi Depkeu tahun 2007 meliputi penataan organisasi, perbaikan sistem tata laksana (business process), peningkatan manajemen sumber daya manusia, dan perbaikan struktur remunerasi.
Dengan sistem remunerasi berbasis kinerja, ada sebanyak 27 job grade di lingkungan Depkeu. Untuk memberikan kenaikan tunjangan khusus pembinaan keuangan negara (TKPKN), anggaran tunjangan Depkeu meningkat Rp 4,3 triliun dengan nilai yang bervariasi, mulai dari grade 27 sebesar Rp 1,33 juta sampai grade 1 (dirjen dan pejabat eselon satu) senilai Rp 46,95 juta.
"Kalau melihat nilai kenaikan tunjangan, ya, memang spektakuler dibandingkan sebelumnya. Namun, kami tidak menaikkan anggaran, tetapi hanya merelokasi anggaran yang ada," kata Menkeu. (GUN/BDM/DIS/RIK)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

ANALISIS EKONOMI: Tuntutan Pembangunan Infrastruktur

KOMPAS - Senin, 09 Juli 2007

FAISAL BASRI

Jika kita membaca dengan saksama Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 dan Perpres No 77/2007, mungkin akan muncul kesan mendua sebagaimana penulis alami. Di satu sisi, kedua peraturan itu menjanjikan era baru dalam pendekatan kebijakan publik. Hal ini terlihat dari pencantuman secara eksplisit prinsip-prinsip utama yang melandasi kebijakan yang diambil.
Kelima prinsip yang menjadi acuan mencerminkan tekad pemerintah untuk menciptakan kepastian hukum, konsistensi, transparansi, dan penyederhanaan peraturan.
Juga mencerminkan komitmen kuat pemerintah untuk memberlakukan seluruh wilayah Indonesia sebagai suatu kesatuan utuh, seraya pada waktu yang bersamaan menunjukkan kesungguhan untuk melaksanakan komitmen internasional.
Perpres No 76/2007 menekankan kesadaran pemerintah untuk tidak sepenuhnya bergantung pada mekanisme pasar (Pasal 7 Ayat 1), mengedepankan maksimalisasi kepentingan nasional (Pasal 7 Ayat 5), mendorong kemajuan pengusaha nasional dan pemberdayaan UMKMK (Pasal 7 Ayat 3 dan Ayat 4), dan menjaga tatanan sosial dan memelihara lingkungan hidup (Pasal 9).
Namun, di sisi lain, masih ada inkonsistensi antara apa yang diharapkan di dalam Perpres No 76/2007 dan rincian isi pada Perpres No 77/2007. Kita masih menemukan banyak kelemahan dari isi paket kebijakan itu. Ada kesan pemerintah gamang menghadapi perbedaan pandangan yang berbau ideologis.
Perpres No 76/2007 dan Perpres No 77/2007 dikeluarkan di tengah meningkatnya sentimen antiasing. Ada kasus perjanjian kerja sama pertahanan dengan Singapura yang dikaitkan dengan perjanjian ekstradisi. Dugaan pelanggaran persaingan tak sehat yang dilakukan PT Indosat dan PT Telkomsel yang kebetulan melibatkan perusahaan Singapura. Kritik sementara kalangan terhadap UU Penanaman Modal yang baru.
Beberapa UU yang berbau liberal atau kerap dituduhkan sebagai agenda kelompok Neoliberal telah ditentang dan diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan uji materi karena diyakini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Ternyata MK memenuhi sebagian materi pokok gugatan tersebut.
Dasar batasan kepemilikan
Tak pelak lagi, yang paling banyak mendapat sorotan ialah ketentuan penanaman modal berdasarkan batasan kepemilikan modal asing. Sekalipun Perpres No 76/2007 telah menjabarkan kriteria yang cukup rinci tentang bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan, termasuk dalam hal kepemilikan modal asing, masih saja sulit memahami senarai bidang-bidang usaha yang terbuka untuk asing, sebagaimana tertera pada Lampiran II Perpres No 77/2007.
Pertama, batasan maksimal kepemilikan modal asing sangat bervariasi: 25 persen hingga 95 persen. Selama ini yang lazim kita ketahui tentang pembatasan terhadap kepemilikan modal asing adalah maksimal 49 persen dan 99 persen. Ketentuan maksimal 49 persen untuk bidang-bidang tertentu menegaskan, saham mayoritas di atas kertas kendalinya harus berada di tangan warga negara Indonesia.
Ketentuan sebesar maksimal 99 persen memberikan penegasan, tak boleh ada bidang usaha yang sepenuhnya dimiliki warga negara asing. Untuk kasus PT Indosat, misalnya, sekalipun kepemilikan pemerintah minoritas, pemerintah punya opsi istimewa, sehingga saham pemerintah disebut "saham merah-putih".
Di dalam Perpres No 77/2007 kita menjumpai pembatasan modal asing yang maksimal 25 persen, 49 persen, dan 50 persen. Untuk pengusahaan pariwisata alam, kepemilikan asing maksimal 25 persen. Bidang usaha pengusahaan perburuan di taman buru dan blok buru, serta penangkaran/budidaya koral maksimal 49 persen.
Untuk pengusahaan obyek wisata budaya maksimal 50 persen. Muncul pertanyaan, adakah perbedaan mendasar antara maksimal kepemilikan asing sebesar 25 persen, 49 persen, dan 50 persen? Satu-satunya penjelasan yang bisa kita "raba" dari senarai yang tertera pada Lampiran II Perpres No 77/2007 adalah ketentuan maksimal 50 persen kepemilikan asing berlaku untuk bidang-bidang usaha yang berada di sektor kebudayaan dan pariwisata. Ketentuan maksimal 49 persen dijumpai pada bidang-bidang usaha di sektor kehutanan.
Yang lebih sulit lagi dipahami ialah latar belakang pemikiran mengapa bidang-bidang usaha yang terbuka bagi mayoritas kepemilikan asing (di atas 50 persen) sangat bervariasi. Jika variasi untuk kepemilikan minoritas hanya dua (25 dan 49 persen), kepemilikan mayoritas sampai mencapai tujuh (55, 60, 65, 75, 80, 85, dan 99 persen).
Lagi-lagi pola yang terlihat semata-mata berdasarkan bidang. Untuk yang maksimal 55 persen, seluruhnya berada di bawah bidang pekerjaan umum (PU). Untuk yang maksimal 65 persen hampir seluruhnya di bidang kesehatan dan yang maksimal 80 persen seluruhnya berada di sektor keuangan.
Jadi, sangat jelas bahwa pembatasan besaran maksimal kepemilikan asing sangat ditentukan oleh "selera" departemen masing-masing. Artinya, pemerintah tidak memiliki suatu standar baku tentang arti strategis suatu bidang usaha. Dengan kata lain, kita bisa menyimpulkan bahwa tak ada landasan ideologis yang kuat dalam menetapkan mana yang terbuka bagi kepemilikan asing dan seberapa terbukanya.
Tidak diusik
Kedua, karena tidak memiliki landasan ideologis yang kuat, pemerintah tidak akan mengusik perusahaan bermodal asing yang telah beroperasi, sekalipun kepemilikan modalnya telah melampaui ketentuan baru sebagaimana tercantum di dalam Perpres No 77/2007 (Kompas, 6 Juli 2007, halaman 15). Jika memang perpres bertolak dari landasan ideologis dan kepentingan nasional, pemerintah sepatutnya memberlakukan ketentuan baru itu tanpa pandang bulu.
Pemerintah bisa saja memberikan kesempatan kepada pemodal asing sampai waktu tertentu, katakanlah 1 sampai 2 tahun untuk menjual sebagian sahamnya agar memenuhi ketentuan baru. Ketentuan demikian tentu saja tak berlaku bagi bidang-bidang usaha yang kepemilikan asingnya diatur oleh UU tersendiri.
Ketiga, pragmatisme pemerintah juga terlihat kebebasan yang diberikan kepada pemodal asing untuk menguasai hingga 95 persen saham di perusahaan air minum. Menteri PU berhujah, bahwa peluang ini diberikan untuk memperluas pelayanan (Kompas, 6 Juli 2007, hal 15). Semangat yang relatif sangat liberal juga diberlakukan terhadap bidang kelistrikan.
Kenyataan menunjukkan, pelayanan yang sangat terbatas dan buruk tak hanya terjadi pada perusahaan air bersih dan kelistrikan, tetapi juga hampir merata di semua perusahaan milik negara (BUMN) yang menyediakan utilitas (gas), telekomunikasi, dan jasa pelabuhan.
Lantas, mengapa hanya perusahaan air minum dan kelistrikan saja yang diberikan keleluasaan kepada asing untuk menguasai sampai 95 persen saham? Sementara untuk jasa telekomunikasi pada umumnya hanya diperkenankan maksimal 65 persen, bahkan ada yang hanya boleh 49 persen.
Kehadiran dua perpres tak bisa diharapkan dengan serta-merta membuat investasi di Indonesia akan melonjak. Sebagaimana dikemukakan Duta Besar Komisi Uni Eropa di Jakarta, dari segi substansi sebenarnya tak terjadi banyak perubahan mendasar (Kompas, 7 Juli 2007, hal 15). Pendapat senada disampaikan Ketua International Business Chamber Peter G Fanning bahwa persoalan belum selesai dengan dikeluarkannya peraturan baru ini (Kompas, 6 Juli 2007, hal 21).
Daftar bidang usaha yang terinci hanya salah satu dari syarat bagi peningkatan investasi di Indonesia. Kita menunggu langkah yang lebih mendasar untuk meningkatkan daya saing perekonomian.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Kecelakaan: Piknik yang Menewaskan 4 Orang Lagi

KOMPAS - Senin, 09 Juli 2007

Ratih PS, Neli Triana dan AgusTinus Handoko

Beberapa jam setelah pemakaman belasan korban kecelakaan lalu lintas di Jembatan Cikundul, Desa Ciloto, Cianjur, Jawa Barat, hari Minggu (8/7) sekitar pukul 15.30 terjadi lagi sebuah kecelakaan lalu lintas yang menewaskan empat orang dan melukai tujuh orang.
Kecelakaan lalu lintas yang menewaskan empat orang dan melukai tujuh orang itu terjadi di tanjakan Cibalok, Kampung Gunung Peuteui, Desa Gunung Sari, Pamijahan, Kabupaten Bogor. Kecelakaan ini melibatkan dua bus. Korbannya adalah rombongan piknik dari Yayasan Al Amanah di kawasan Perumnas Karawaci II, Tangerang. Para korban baru saja berwisata alam ke Gunung Bunder, di kawasan wisata Salak Endah, Pamijahan.
Korban dalam kecelakaan kemarin adalah Evi Alfia (21), Mia Eka Putri (43), Apriatidian Mulyati (32), dan Loji (50). Apriatidian adalah kondektur bus Pusaka Jaya dan Loji adalah penduduk lokal yang saat itu tengah berjalan kaki.
Kecelakaan melibatkan bus Parung Indah B 2635 CQ yang disopiri Bambang dengan bus Pusaka Jaya B 7025 GC yang disopiri Kusmana (45). Kedua bus itu disewa Yayasan Al Amanah untuk membawa rombongan ke Gunung Bunder.
"Bus Pusaka Jaya ditabrak dari belakang oleh bus Parung Indah. Tabrakan terjadi karena rem bus Parung Indah blong," kata Kepala Polsek Cibungbulang Ajun Komisaris Ade S Hidayat, petang kemarin.
Baru saja dimakamkan
Sehari sebelumnya bus wisata Sekolah Menengah Pertama Islam Ar-Ridho, Depok, yang dikemudikan Helmy Mahmud (37) terjun ke dalam jurang di bawah Jembatan Cikundul.
Helmy, pengemudi bus Limas bernomor polisi B 7919 PW, kemarin akhirnya mengembuskan napas terakhir, menyusul 16 korban tewas lain yang dimakamkan Minggu kemarin.
Kepala Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung Tri Wahyu M mengatakan, kematian Helmy disebabkan banyaknya pendarahan yang diakibatkan patah kedua tungkai kaki. Pemberian cairan pengganti disertai donor darah juga tidak mampu menyelamatkan nyawanya.
Hingga Minggu siang, pihak RSHS masih merawat empat korban dari 10 pasien yang dirujuk. Empat korban ialah M Rafli (7) dan Sinta (16) yang menderita cedera kepala ringan, Rifki (14) dan M Esra (14) yang sedang dalam tahap pemulihan.
Suasana duka di Depok
Suasana duka menyelimuti rumah Dedy (47) di Kampung Sawah RT 01 RW 04 Nomor 34, Sukmajaya, Depok, Minggu. Pagi itu ia dan keluarganya baru saja menguburkan putri sulungnya, Desy Aryanti (14). Desy termasuk dalam 16 korban tewas kecelakaan bus di Jembatan Cikundul, Ciloto, Sabtu.
"Ia itu anak yang manja, tetapi pintar. Di umur 14 tahun ini ia sudah lulus SMP dengan nilai ujian rata-rata 8,7. Kami sudah berencana memasukkan Desy ke SMA Manunggal atau SMK Ar-Ridho. Desy bersemangat sekolah dan ingin kuliah. Desy ingin kuliah sambil kerja untuk membantu kami, orangtuanya," kata Dedy.
Kabar tewasnya Desy diterima bagai petir menyambar dirinya di siang bolong.
Najah (39), istri Dedy, tak mampu berkata apa-apa. Air mata masih menetes sedih ditinggal putri sulungnya. Pandangan matanya selalu jatuh ke adik Desy yang masih duduk di bangku sekolah taman kanak-kanak. Wajah itu mengingatkannya pada wajah Desy.
Pasangan suami-istri ini sempat melarang Desy ikut acara wisata sekaligus perpisahan anak-anak kelas III SMP Ar-Ridho yang baru saja lulus ujian. Namun, karena Desy tampak begitu gembira dan bersemangat, Dedy mengizinkan dengan syarat harus selalu mengabarkan kondisinya dan cepat pulang, Sabtu malam itu juga.
Kegembiraan yang berubah menjadi kesedihan itu terlihat sangat nyata setelah bus Limas masuk jurang berkedalaman 30 meter itu. Tangisan membahana di tengah keluarga besar dan alumni SMP tersebut.
"Ini seperti mimpi. Tadi pagi kami masih bersenda gurau, siang ini mereka sudah terbujur kaku dan meninggalkan kami," tutur Umi, alumnus kelas IIIB Sekolah Menengah Pertama Islam Ar-Ridho Depok 2007, Sabtu (7/7) siang di Rumah Sakit Umum Cimacan.
Setelah bertutur, Umi kembali menangis. Seorang teman lain yang berbalut perban di kepala dengan mata kanan biru lebam mencoba menenangkannya. Umi masih tak percaya atas apa yang mereka alami beberapa jam sebelumnya. Rombongan alumnus dan guru yang semula akan menghabiskan akhir pekan di Kebun Raya Cibodas harus mengakhiri rencana mereka di dasar Jembatan Cikundul.
Sabtu siang itu, Umi memang serasa hidup dalam mimpi kendati dia dalam keadaan sadar. Umi baru saja kehilangan tujuh teman yang semuanya akrab dengannya, dua guru, seorang penjaga sekolah, dan seorang petugas administrasi. Kecelakaan maut itu juga merenggut dua anak balita, anak para guru dan korban yang tertabrak bus.
Umi bertutur, selepas mereka lulus dari SMP Islam Ar-Ridho, mereka ingin meninggalkan kenangan manis bersama guru-guru mereka yang telah mendidik mereka selama tiga tahun. Kenangan itu mereka torehkan karena sebentar lagi mereka akan beranjak menjadi manusia lebih dewasa ke jenjang sekolah yang lebih tinggi.
"Sungguh, kami ingin meninggalkan sekolah dengan kenangan yang indah," kata Umi sambil terisak. (CHE/MKN)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Piala Asia 2007: Suporter Siap Bakar Semangat Pemain

KOMPAS - Senin, 09 Juli 2007

Jakarta, Kompas - Para suporter akan mengerahkan seluruh kekuatan untuk membakar semangat para pemain Indonesia yang berjuang di ajang Piala Asia 2007. Mereka yakin, pemain Indonesia mampu berbicara banyak di pentas akbar sepak bola Asia itu mengingat mereka tampil di kandang sendiri.
"Kami sudah siap berada di belakang pemain. Kehadiran kami semoga menambah kepercayaan diri mereka, setidaknya mereka tidak sendirian di lapangan," kata Pancoko Sandi, Wakil Ketua Komunitas Suporter Garuda (Kosuga), seusai menyemangati pemain Indonesia saat berlatih di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (8/7).
"Melihat cara mereka berlatih, kami optimistis Indonesia bisa mengatasi lawan-lawannya, termasuk Bahrain di laga pertama," ujar Pancoko. "Pemain jangan ragu untuk memperlihatkan permainan terbaik mereka."
Pancoko belum dapat memastikan jumlah suporter yang akan datang ke Senayan, tetapi ia memperkirakan mereka akan datang dari suporter klub-klub di Indonesia. Faktor suporter ini sering disebut-sebut oleh kubu Bahrain, Arab Saudi, dan Korea Selatan—tiga lawan Indonesia di Grup D—menjadi kekuatan terbesar Indonesia.
Kejutan tidak mustahil
Pelatih Indonesia Ivan Kolev mengatakan, meski timnya dikatakan terlemah di Grup D, kejutan bukan hal mustahil dilakukan saat menghadapi Bahrain, Korea Selatan, atau Arab Saudi. "Mengapa tidak? Tak ada yang mustahil di sepak bola," katanya menjawab pertanyaan wartawan soal ambisi sejumlah pemainnya yang ingin meloloskan Indonesia ke babak kedua.
Para pemain Indonesia tak perlu kecil hati karena hal tak terduga bisa muncul. Kejutan sudah dihadirkan oleh tim yang dinilai terlemah di Grup B, Vietnam. Dengan dukungan suporter fanatik mereka, tim Negeri Paman Ho itu menjungkirkan prediksi banyak pengamat dengan menaklukkan Uni Emirat Arab, 2-0.
Keyakinan Kolev didasarkan pada latihan keras para pemain Indonesia dalam menghadapi Piala Asia. "Sudah banyak yang kami persiapkan guna menghadapi turnamen ini," kata Kolev.
(SAM/RAY)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Petugas Keamanan Tertabrak Konvoi Wapres

KOMPAS - Senin, 09 Juli 2007

Jusuf Kalla: Protokoler Perlu Disederhanakan, tetapi Tetap Aman

Padang, Kompas - Dua petugas keamanan yang bertugas mengatur lalu lintas dan seorang warga sipil mengalami luka serius setelah tertabrak sebuah kendaraan minibus milik DPRD Sumatera Barat yang ikut dalam iring-iringan rombongan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Rombongan Wapr es kembali dari Tanah Datar menuju Padang untuk menghadiri pembukaan Pekan Budaya Sumatera Barat 2007, Minggu (8/7).
Dua korban dirawat di Rumah Sakit Umum Selasih, Padang, yaitu Sersan Kepala Yosrizal, anggota Koramil 06 Kodim 0312 Kota Padang, dan Brigadir Akmal, anggota Satuan Lalu Lintas Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Padang. Satu orang lagi, yaitu Warfendri, mengalami patah kaki sehingga harus mendapat perawatan lanjutan di Rumah Sakit Umum Pusat M Djamil, Padang.
Salah seorang saksi mata, Lola (26), ketika ditemui di RSU Selasih, kemarin, menyatakan melihat kejadian itu di sekitar Simpang Tabing.
"Dari jauh mobil itu sudah oleng. Sepertinya jalannya sudah tidak lurus lagi. Tahu-tahu, setelah melewati rel kereta api, bagian muka mobil itu sudah mengarah ke tempat kami berhenti dan menabrak orang-orang di depan kami," ujarnya. Bahkan, lanjutnya, sebuah tiang reklame patah akibat kejadian tersebut.
Kepala Poltabes Padang Komisaris Besar Tri Heru Agung, yang ditemui di tempat yang sama, menyatakan, surat izin mengemudi (SIM) milik sopir kendaraan tersebut sudah ditahan. Namun, ujarnya, sang sopir tetap diizinkan melanjutkan perjalanan karena sedang menjalankan tugas mengantar rombongan kenegaraan. "SIM-nya kami tahan. Besok pemeriksaannya akan dilanjutkan," tutur Heru.
Selain terdiri dari rombongan resmi yang berisi pejabat dari Jakarta dengan menggunakan 25 kendaraan, iring-iringan kendaraan Wapres juga berisi puluhan kendaraan lain yang mengikuti di belakang.
Soal protokoler
Soal kecelakaan, Wapres Kalla menilai kejadian seperti itu bisa saja terjadi. "Rombongan kami sudah sangat kecil. Para menteri pakai bus dan itu sudah sederhana sekali," ujarnya dalam jumpa pers sebelum kembali ke Jakarta.
Mengenai perubahan protokoler kepresidenan yang dituntut menyusul sejumlah insiden dalam kunjungan kerja presiden dan wakil presiden ke daerah, Wapres mengatakan, hal itu memang perlu disederhanakan. "Namun, penyederhanaan harus tetap memerhatikan unsur-unsur keamanan," katanya. (INU/MHD)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

PENDIDIKAN: Orangtua Keluhkan Pungutan Murid Baru

KOMPAS - Senin, 09 Juli 2007

Bengkulu, Kompas - Orangtua murid di Bengkulu, Provinsi Bengkulu, mengeluhkan pungutan terhadap murid baru yang direstui Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Bengkulu. Pungutan berupa dana partisipasi untuk murid baru itu dirasakan memberatkan orangtua.
Orangtua murid yang ditemui di beberapa daerah, Jumat dan Sabtu (6-7/7), mempertanyakan soal pungutan masuk ke jenjang baru tersebut.
Masalah biaya masuk juga dihadapi orangtua murid baru di Medan, Sumatera Utara, dan Mataram, Nusa Tenggara Barat. Biaya masuk ke sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas Rp 500.000-Rp 750.000 per murid, belum termasuk biaya seragam, sepatu, dan lainnya.
Di Medan, biaya pendaftaran rata-rata belum diketahui, sementara uang buku dan seragam bisa mencapai Rp 500.000, antara lain untuk bayar buku Rp 90.000, baju olahraga Rp 40.000, belum lagi sepatu, dan lain-lain.
Pernyataan kesanggupan
Di Bengkulu, para orangtua terkejut saat mereka diminta menandatangani pernyataan kesanggupan membayar dana partisipasi. Besar pungutan Rp 1,5 juta hingga Rp 5 juta per murid. Mereka kaget karena disodori formulir pernyataan kesanggupan untuk membayar dana partisipasi jika anaknya lolos seleksi penerimaan siswa baru (PSB).
"Lebih kaget lagi besarnya sudah dipatok Rp 1,5 juta-Rp 5 juta," ujar Nurhaida, salah satu orangtua murid yang mendaftar di sebuah SMA di kawasan Padang Jati. "Padahal, sejak awal para pejabat diknas menyatakan tidak ada pungutan dalam PSB di Bengkulu tahun ini," katanya.
Menanggapi keluhan itu, Wakil Kepala Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Bengkulu Gitar Sirait menyatakan, sesuai dengan ketentuan, sama sekali tidak ada pungutan dalam penerimaan siswa baru di Bengkulu. Ketentuan ini berlaku mulai tingkat SD hingga SMA dan sekolah menengah kejuruan.
Ia tidak membantah sejumlah sekolah meminta dana partisipasi jika siswa sudah diterima. "Pungutan sah saja asal ada kesepakatan dengan orangtua murid. Pasalnya, dana partisipasi itu akan digunakan untuk peningkatan kualitas belajar di sekolah bersangkutan. Besarnya pungutan diserahkan kepada kebijakan setiap sekolah bersama komite sekolah," ujar Gitar.
(WSI/RUL/ZUL)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...