BISNIS - Selasa, 26/06/2007
JAKARTA: Pemerintah, melalui Perum Bulog, diam-diam menandatangani kontrak dengan Vietnam untuk mengimpor 250.000 ton beras senilai US$82,49 juta. Dirut Perum Bulog Mustafa Abubakar mengungkapkan BUMN itu telah menandatangani kontrak impor 250.000 ton beras bersama dengan pemasok asal Vietnam, Vina Food II, pada 19 Juni 2007. "Kami tidak membukanya [mengumumkan], karena ini merupakan lanjutan dari sisa izin impor 1,5 juta ton yang belum terpenuhi," tuturnya di Jakarta, akhir pekan lalu.Sumber Bisnis di lingkungan Bulog mengungkapkan nilai kontrak tersebut sebesar US$329,97 per ton (cif). Jika kuota impornya sebesar 250.000 ton, maka nilainya mencapai US$82,49 juta.Mustafa menjelaskan kontrak impor beras itu merupakan bagian dari izin impor 1,5 juta ton yang mekanisme pengadaannya belum ditentukan oleh pemerintah dan Perum Bulog.Mengenai sisa izin impor beras sebanyak 1,5 juta yang belum ada kontraknya, yakni sekitar 132.000 ton, masih akan ditentukan mekanisme pengadaannya dan akan dicari negara mana yang menjadi pemasok."Kami akan teruskan, evaluasi, dan lihat asal negara mana yang tepat, karena India menawarkan diri, selain China ada peluang. Juga Vietnam dan Thailand," ujar Mustafa.Berdasarkan catatan Bisnis, impor beras Bulog masih kurang sekitar 382.000 ton dari yang diizinkan impor sebanyak 1,5 juta ton. Jumlah ini meliputi mekanisme pengadaan G to G, tender langsung (100.000 ton), dan izin ke swasta 200.000 ton.Tender dan izin swasta itu bagian dari impor tahap IIA pada Maret, sementara lelang tersebut terjual sebanyak 75.000 ton. (lihat tabel).Sebelumnya, Mustafa mengatakan kekurangan impor beras sekitar 382.000 ton yang belum ada mekanisme pengadaannya akan ditentukan setelah pemerintah mengevaluasi produksi padi nasional. Namun, Bulog telah menandatangani kontrak impor beras pada 19 Juni dengan Vietnam, mendahului evaluasi bersama yang dilaksanakan pada 22 Juni. Padahal, dari evaluasi bersama pemerintah disimpulkan bahwa untuk sementara ini Indonesia tidak perlu mengimpor beras lagi. Hal ini karena produksi beras dalam negeri dinilai cukup untuk kebutuhan rakyat Indonesia. Menjawab pertanyaan mengenai kondisi itu, Mustafa kembali mengaskan bahwa itu merupakan rangkaian dari izin impor sebelumnya. Berdasarkan catatan Bulog, pengadaan beras dari dalam negeri telah mencapai 1,2 juta ton dari target baru yang ditetapkan, yaitu 1,73 juta ton. Sementara itu, impor beras yang masuk mencapai 700.000 ton. Menanggapi kontrak impor 250.000 ton, Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Rachmat Pambudi mengaku dia justru mempertanyakan kebijakan tersebut."Persoalan ini menjadi tanda tanya bagi saya. Pemerintah menyatakan intinya [produksi dalam negeri] sudah cukup, kenapa impor mesti dilanjutkan?" ujarnya kepada Bisnis, kemarin.Dia meminta pemerintah agar menjelaskan kondisi produksi gabah nasional, sehingga memilih untuk melanjutkan impor, meskipun sebelumnya HKTI juga diminta pertimbangan untuk kelanjutan impor tersebut.Ketua Umum Kerukunan Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir meminta Badan Pusat Statistik, menghitung ulang produksi dalam negeri secara rinci.Karena dengan melihat evaluasi saat ini, menurut dia, produksi nasional cenderung aman untuk delapan bulan ke depan. "Tetapi, kenapa sekarang kok meneruskan impor." Produksi bertambahSecara terpisah, Mentan Anton Apriyantono optimistis produksi beras tahun ini meningkat cukup signifikan, kendati belum maksimal dari target 32,96 juta ton beras atau setara dengan 58,18 juta ton gabah kering giling.Menurut dia, Agustus 2007 Indonesia memasuki panen raya. Kekurangan produksi masa tanam Januari-April 2007 tertutupi oleh panen Agustus. Sebab ada kenaikan produktivitas menyusul digunakannya benih unggul yang diambil dari stok benih 110.000 ton."Saat ini, musim pun berpihak kepada petani. Jumlah tanaman yang diserang banjir dan hama masih di bawah rata-rata lima tahunan," ujar Mentan.Mentan mengungkapkan sinyal positif itu setelah melihat harga beras saat ini yang bagus. Harga beras kelas menengah saat ini sebesar Rp4.500 per kg.Namun, Mentan menolak berbicara mengenai apakah impor beras masih diperluakn atau tidak. "Keputusan tersebut bukan pada saya."
(m02/ Martin Sihombing) (redaksi@ bisnis.co.id)
Bisnis Indonesia
Tuesday, June 26, 2007
Bulog diam-diam impor beras 250.000 ton
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:39 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
Defisit anggaran 2007 membengkak
BISNIS - Selasa, 26/06/2007
JAKARTA: Pemerintah memperkirakan defisit APBN 2007 bakal membengkak menjadi 1,6% atau Rp62 triliun dari semula 1,1% (Rp40,5 triliun) akibat penurunan pendapatan dan hibah negara. Menkeu Sri Mulyani Indrawati melaporkan dalam APBN-P 2007, pendapatan dan hibah negara diperkirakan menurun menjadi Rp684,5 triliun dari target sebesar Rp723,1 triliun. "Penurunan disebabkan anjloknya penerimaan pajak, dari Rp509,5 triliun menjadi Rp489,9 triliun," katanya usai sidang kabinet paripurna membahas APBN 2007 di Kantor Kepresidenan, kemarin.Hadir dalam sidang itu a.l. Wapres Jusuf Kalla, Menko Perekonomian Boediono, Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto, Mentan Anton Apriyantono, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi, Kepala Bappenas Paskah Suzetta, Kapolri Jend. Pol. Sutanto, dan Kepala BIN Syamsir Siregar.Penerimaan pajak berasal dari Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) yang diperkirakan Rp250 triliun (dari target Rp261,7 triliun), PPN Rp152 triliun (dari Rp161 triliun), dan penerimaan negara bukan pajak Rp191,9 triliun (dari semula Rp210 triliun). Cukai dan hibah, masing-masing tetap Rp42 triliun dan Rp2,7 triliun. Untuk penerimaan pajak perdagangan internasional naik sedikit dari Rp14,9 triliun menjadi Rp17,1 triliun. Selanjutnya, belanja negara diproyeksikan juga bakal mengalami penurunan, dari Rp763,6 triliun menjadi Rp746,4 triliun. Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah diproyeksikan sebesar Rp493,9 triliun (dari target Rp504,8 triliun) dan belanja daerah sekitar Rp252,5 triliun (dari semula Rp258,8 triliun).Menkeu menjelaskan penerimaan pajak turun karena karena masalah kurs, suku bunga, dan harga minyak. "PPh final mengalami penurunan yang memberikan kontribusi penurunan. PPh minyak turun karena harga minyak turun." Pemerintah mematok nilai tukar rupiah terhadap US$ sebesar Rp9.100, suku bunga SBI (3 bulan) 8%, harga minyak US$60 per barel, dan produksi minyak 950.000 barel per hari dalam asumsi makro APBN-P 2007.Sementara itu, target pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam APBN 2007 tidak berubah, yaitu masing-masing tetap 6,3% dan 6,5%.Sri Mulyani menyatakan asumsi-asumsi makro yang baru tersebut akan segera disampaikan kepada DPR begitu realisasi semester I APBN 2007 berakhir pada awal Juli 2007."Realisasi pertumbuhan ekonomi sepanjang semester I/2007 diperkirakan 6%, inflasi 6%, nilai tukar Rp8.970/US$, SBI 3 bulan 8%, asumsi harga minyak US$61,4 per barel, dan produksi minyak 950.000 barel per hari," katanya.Dalam APBN 2007, asumsi nilai tukar terhadap US$ dipatok Rp9.300, SBI 3 bulan 8,5%, asumsi harga minyak US$63 per barel, dan produksi minyak 1 juta barel/hari.
(gajah.kusumo@ bisnis.co.id/erna.girsang@bisnis.co.id)
Oleh Gajah Kusumo & Erna S.U. Girsang
Bisnis Indonesia
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:33 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
RI-Australia jajaki FTA
BISNIS - Selasa, 26/06/2007
JAKARTA: Indonesia dan Australia mulai menjajaki pembentukan kesepakatan perdagangan bebas (free trade area/FTA). Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan Indonesia-Australia sepakat untuk mengkaji kemungkinan pembentukan kerja sama kemitraan ekonomi yang diharapkan mendongkrak arus perdagangan dan investasi kedua negara. "Harapannya ada kerja sama yang lebih fokus. Kalau ada seperti EPA [kesepakatan kerja sama kemitraan ekonomi] akan lebih terarah seperti dengan Jepang," katanya seusai Pertemuan Ke-7 Tingkat Menteri Perdagangan Indonesia-Australia yang dihadiri Mendag Australia Warren Truss di Jakarta, kemarin.Mendag melanjutkan hasil pertemuan menteri perdagangan itu a.l. kesepakatan untuk mengajukan rekomendasi tim ahli untuk membuat pengkajian pembentukan FTA Indonesia-Australia kepada kepala negara masing-masing. Sementara itu, siaran pers kementerian perdagangan Australia yang diterima Bisnis menyebutkan studi kelayakan FTA itu akan dilakukan oleh kelompok pakar Kerangka Perdagangan dan Investasi (TIF) Australia-Indonesia.Pola kemitraan menuju FTA, lanjut Mari, akan memudahkan peningkatan daya saing dan akses ke pasar ke Negeri Kanguru itu. Mendag menuturkan kerja sama peningkatan kapasitas SDM melalui bantuan teknis di sejumlah sektor sehingga produk dari Tanah Air bisa memenuhi standar internasional dan lebih mudah masuk ke negara lain.Pada kesempatan yang sama, Truss mengatakan kedua negara sudah bekerja sama dalam membentuk FTA antara Asean dengan Australia dan Selandia Baru. Dia juga mendorong Indonesia untuk memperbaiki kinerja ekspor ke negerinya karena sampai saat ini volume dan nilai perdagangan dari Jakarta masih rendah dibandingkan dengan negeri jiran di kawasan Asia Tenggara.Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan Indonesia mencatatkan defisit perdagangan dengan Australia setidaknya dalam tiga tahun terakhir. (lihat tabel).Pada kesempatan berbeda, Ketua Umum Gabungan Industri Makanan dan Minuman Indonesia Thomas Dharmawan mengingatkan pemerintah mesti waspada dengan tren defisit perdagangan nonmigas terutama di sektor pangan."Hampir 100% terigu kita impor. Sebagian besar dari Australia. Daging sapi dan susu juga impor dari sana. Pemerintah sebaiknya mengikat perjanjian tertentu paling tidak kalau ada sesuatu seperti isu Timor-Timur, kita tidak kekurangan pasokan," katanya.
(m02/Nana Oktavia Musliana) (lutfi.zaenudin@bisnis.co.id/ diena.lestari@bisnis.co.id)Oleh Lutfi Zaenudin & Diena Lestari
Bisnis Indonesia
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:29 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
Presiden Diminta Tegas pada Lapindo
KORAN TEMPO - Selasa, 26 Juni 2007
"Menangis tujuh ember pun percuma."
Jakarta - Ketua Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Emir Moeis mendesak agar status hukum kasus lumpur Lapindo diputuskan lebih dulu sebelum uang negara dikeluarkan untuk menanganinya. "Presiden harus lebih tegas pada Lapindo," katanya kemarin.
Emir membandingkan dengan kasus yang melibatkan PT Newmont Minahasa Raya, yang pernah dituduh mencemarkan Teluk Buyat, Sulawesi Utara. Menurut dia, kasus Newmont "yang lebih abu-abu saja" direktur utamanya, yang orang Amerika (Richard Ness), sempat masuk tahanan. "Kasus Lapindo kan lebih jelas, kenapa pengadilan tidak jalan?" ujarnya.
Ia menunjuk surat peringatan yang pernah dikeluarkan PT Medco E&P Brantas, salah satu investor Lapindo Brantas Inc., tentang adanya kesalahan teknis pengeboran karena dilakukan tanpa casing pengaman. Dari situ saja, kata anggota Fraksi Partai Demikrasi Indonesia Perjuangan ini, sudah jelas siapa yang menyebabkan bencana di Porong, Sidoarjo, itu terjadi.
Tanpa ketegasan, menurut Emir, pemerintah membuktikan diri tidak menerapkan perlakuan yang sama terhadap semua investor pertambangan. "Kenapa waktu menyangkut investor asing polisi begitu cepat memasukkan orang dalam tahanan, sedangkan begitu terkait orang yang berkuasa jadi begini?" katanya. "Pemerintah terlalu jelas menunjukkan ada yang busuk di sini. Dan itu membuat para investor lain yang mau masuk takut."
Tentang langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memutuskan turun langsung ke Sidoarjo dan berencana berkantor sementara di sana, Emir mengatakan hal itu baik sebagai upaya lebih dekat dengan masyarakat korban. Tapi, dia menegaskan, yang lebih penting adalah keputusan dan kebijakan lebih tegas.
"Tanpa ketegasan itu, menangis tujuh ember pun percuma," ucapnya, mengomentari berita tentang Presiden yang sampai menangis ketika mendengar pengaduan para korban lumpur di kediaman Yudhoyono di Puri Cikeas, Ahad malam lalu.
Komentar senada disampaikan anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR, Dradjad H. Wibowo. Dia mengatakan, tanpa kejelasan tentang siapa yang bertanggung jawab secara hukum atas kesalahan pengeboran, porsi pembagian beban antara Lapindo dan pemerintah seperti ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 akan selalu dipertanyakan. "Dari mana dasarnya?" katanya. "Kalau proses pengadilan berjalan dan memutuskan Lapindo bersalah, mungkin pemerintah tidak perlu menanggung."
Bertolak dari Jakarta pukul 14.00 WIB kemarin, Presiden semalam menginap di mes perwira di Pangkalan Udara Juanda, Surabaya. Selama di mes, Presiden mendengarkan pemaparan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, Bupati Sidoarjo Win Hendrarso, Kepala Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Soenarso, perwakilan Lapindo Brantas Inc., dan perwakilan korban Lapindo.
Menurut Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Sidoarjo Ajun Komisaris Andi Yudianto, pagi ini Presiden dijadwalkan akan mengunjungi korban lumpur di Porong dengan helikopter. Di kawasan sekitar lokasi semburan di Porong itulah Presiden rencananya akan menginap selama dua hari. "Tapi tempatnya belum ditentukan," ujarnya.
TOMI A ROHMAN TAUFIK SUTARTO
Sulitnya Dapat Ganti Rugi
Biarpun Presiden Bambang Susilo Yudhoyono meneteskan air mata mendengar derita korban lumpur panas Lapindo, pekerjaan mencairkan ganti rugi tetap saja rumit. Lapindo memberi aneka syarat tambahan untuk mencairkan ganti rugi. Mereka juga tak mau membayar tunai karena keputusan presiden membolehkan hal itu. Inilah kerumitan pencairan dana:
Warga ingin ganti rugi dibayar sekaligus, tapi Lapindo "berlindung" di balik keputusan presiden, yang menyatakan 20 persen dibayar tahun ini, 80 persen dalam dua tahun. Siapa yang salah?
Lapindo meminta peta kretek dan buku kerawangan dari desa atau kelurahan untuk tanah tanpa sertifikat.
Lapindo meminta dokumen pembelian tanah mereka ditandatangani kepala kepolisian resor dan kejaksaan negeri.
Tanah nonsertifikat belum satu pun dibayar ganti ruginya.
Lapindo meminta dokumen balik nama jika surat tanah tidak atas nama warga terkait.
Lapindo meminta sertifikat, meski ditahan bank karena mereka mengambil kredit saat membeli rumah di Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera.
Baru 522 sertifikat milik 129 orang yang dibayar. Lainnya ada perbedaan KTP dengan sertifikat.
Lapindo hanya membayar pada ganti rugi pada Rabu dan Jumat, tidak setiap hari kerja, sehingga lamban.
"Mereka (para korban) mendapat uang yang jauh lebih besar daripada harta mereka sebelumnya?"Aburizal Bakrie, Menko Kesejahteraan Rakyat, yang juga anggota keluarga pemilik Lapindo Brantas Inc.
SUTARTO SUNUDYANTORO ROHMAN TAUFIQ
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:10 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
KPK Periksa Akbar Tandjung
KORAN TEMPO - Selasa, 26 Juni 2007
Ikut juga diperiksa Saifullah Yusuf.
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin memeriksa mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Akbar Tandjung terkait dengan kasus dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang diterimanya. "Saya ditanya, apa betul menerima dana DKP? Saya katakan tidak pernah," kata Akbar seusai pemeriksaan sekitar pukul 12.10 WIB. Akbar diperiksa karena diduga menerima dana dari Departemen Kelautan dan Perikanan sebesar Rp 100 juta pada 27 Agustus 2004, seperti tercantum dalam dokumen pemeriksaan Kepala Biro Umum dan Tata Usaha Departemen Kelautan dan Perikanan Didi Sadili.
Menurut Akbar, dana itu diterima oleh seseorang yang bernama Barlan Lubis. "Ketika saya tanya, dia juga katakan tidak pernah memberikan uang itu kepada saya," ujar Akbar, tanpa menjelaskan hubungannya dengan Barlan.
Berdasarkan penelusuran Tempo, Barlan saat ini menjabat Direktur Usaha PT Bahtera Adiguna (Persero), salah satu badan usaha milik negara yang bergerak di bidang pelayaran. Barlan juga pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif wilayah pemilihan Jawa Timur IX dari Partai Golkar. Adapun berdasarkan kesaksian Didi dalam persidangan akhir Mei lalu, Barlan adalah anggota staf khusus Menteri Rokhmin.
Akbar mengaku mengenal mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri. "Waktu dia menteri, saya Ketua DPR," kata mantan Ketua Umum Partai Golkar itu. Akbar juga mengaku turut menandatangani surat permohonan penangguhan penahanan terhadap Rokhmin Dahuri. "Itu kaitannya karena kami sama-sama alumni Himpunan Mahasiswa Islam," ujarnya.
Setelah Akbar, Komisi juga memeriksa mantan Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Saifullah Yusuf dalam kasus yang sama. "Saya diminta dan kebetulan memang ingin mengklarifikasi," kata Ketua Umum Gerakan Pemuda Anshor itu sebelum memasuki ruang pemeriksaan di gedung KPK. "Belum pernah saya terima langsung dana itu."
Dalam sidang korupsi Departemen Kelautan dan Perikanan, nama Saifullah ikut disebut menerima dana nonbujeter departemen itu sebesar Rp 60 juta. Uang tersebut diberikan dalam dua kesempatan, masing-masing Rp 50 juta dan Rp 10 juta.
Menurut Saifullah, dana Rp 50 juta itu diterima oleh salah seorang Ketua Anshor bernama Umarsyah dan sudah diakui. "Dana itu tidak dilaporkan dan langsung dibagi-bagi kepada teman-teman sebagai hadiah Lebaran," ujarnya.
Sementara itu, yang Rp 10 juta dikatakan diterima oleh Saifullah ketika ia menjabat Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa. "Makanya saya ingin klarifikasi," katanya.
Setelah diperiksa, Saifullah mengatakan ternyata total dana Departemen Kelautan yang diterima Anshor mencapai Rp 153,2 juta. Tapi dia menyatakan tidak tahu siapa saja pengurus yang menerima dana selebihnya. "Soalnya, tidak pernah dilaporkan ke bendahara untuk dicatat."
Saifullah mengakui bahwa Anshor memang sering meminta dan menerima bantuan. "Kalau Anda mau nyumbang juga boleh," ujarnya sambil tertawa. "Saya minta KPK juga memeriksa Umarsyah untuk mengklarifikasi."
TITO SIANIPAR
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:08 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Lapindo Dinilai Persulit Pembayaran Ganti Rugi
KORAN TEMPO - Selasa, 26 Juni 2007
“Saya bukan pemilik Grup Bakrie. Saya Menko Kesra.”
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sidoarjo menilai Lapindo Brantas Inc. berbelit-belit dalam proses pembayaran ganti rugi kepada korban lumpur. Perusahaan yang ditunjuk Lapindo menjadi kasir, PT Minarak Lapindo Jaya, kerap menetapkan persyaratan yang sulit dipenuhi warga.
"Kami melihat ada upaya dari PT Minarak untuk berkelit dengan berbagai persyaratan yang tidak masuk akal," ungkap Khoirul Anam, Ketua Panitia Khusus Lapindo DPRD Sidoarjo, kemarin.
Persyaratan itu meliputi bukti surat kepemilikan tanah dan bangunan, yang semula cukup diketahui kepala desa dan camat setempat, lalu ditambah harus ada jaminan dari Bupati Sidoarjo. "Terakhir, Minarak minta ada tanda tangan kepolisian serta kejaksaan."
Hingga sekarang, masih menurut Khoirul, dari 522 sertifikat tanah yang diajukan, baru 338 sertifikat milik 129 warga yang dibayar Minarak. Untuk sisanya, pembayaran menunggu proses balik nama sesuai dengan KTP penerima ganti rugi. "Ini baru yang sertifikat, belum termasuk surat tanah seperti petok D dan letter C yang jumlahnya mencapai 14 ribu lebih," Khoirul Anam memaparkan. Dana yang sudah dibayarkan Lapindo kepada warga baru sekitar Rp 20 miliar.
Kepala Desa Renokenongo Mahmudah mengungkapkan, belum lama ini ia menyetorkan enam lembar petok D yang lengkap dibubuhi tanda tangan bupati, tapi toh Minarak tetap menolak. Minarak meminta bukti kepemilikan tanah disesuaikan dengan nama yang tertera dalam kartu tanda penduduk penerima ganti rugi.
Menanggapi tuduhan tersebut, Direktur Operasional PT Minarak Lapindo Jaya Bambang Prasetyo Widodo menjelaskan bahwa semua persyaratan yang diminta untuk melindungi proses jual-beli haruslah sah menurut hukum. "Notaris kami membutuhkan tanda tangan kepolisian dan kejaksaan," katanya.
Menurut Bambang, pada sejumlah surat tanah yang bukan sertifikat, seperti petok D dan letter C, didapati kejanggalan tentang luas bangunan dan tanahnya. "Ini harus diklarifikasi. Yang berbelit-belit bukan kami," Bambang balik menuding.
Di tempat terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan pemerintah berencana menyediakan dana talangan bagi Lapindo Brantas Inc. untuk pembayaran ganti rugi korban lumpur. "Dana itu dari Anggaran Tahun 2007. Angkanya tanya Menteri Keuangan," ujarnya.
Menurut dia, selain untuk membayar ganti rugi, dana talangan itu diperuntukkan buat memperbaiki infrastruktur yang rusak. "Dalam keputusan presiden dinyatakan, masalah sosial ditanggulangi Lapindo. Apabila Lapindo belum sanggup membayar, pemerintah akan membayar dulu," Menteri Purnomo menjelaskan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pemerintah belum memutuskan akan menyediakan dana talangan. Jika Lapindo mengalami kesulitan keuangan, menurut Menteri Sri, pemerintah akan mengkajinya dulu sebelum mengambil keputusan. "Kajian itu berupa kajian legalitas, akuntabilitas, dan implikasinya terhadap anggaran. Itu semua perlu dikonsultasikan ke Dewan," ia menegaskan.
Senada dengan Menteri Sri, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan, "Kami belum membicarakan dana talangan itu." Menurut dia, pemerintah hanya berkewajiban membiayai pemindahan infrastruktur, seperti jalan tol, rel kereta api, dan jalan raya.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie mengelak menjawab apakah Lapindo bersedia membuat pernyataan sanggup membayar ganti rugi. "Saya bukan lagi pemilik Grup Bakrie. Saya Menko Kesra," ujarnya.
ROHMAN TAUFIK SUTARTO
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:07 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
15 Orang Diperiksa pada Kasus Asian Agri
KORAN TEMPO - Selasa, 26 Juni 2007
Dari kasus ini, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 1,1 triliun.
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak tengah memeriksa 15 wajib pajak terkait dengan kasus penggelapan pajak Asian Agri Group. "Dokumen yang harus diperiksa ada 1.143 boks. Ini yang membuat penyidikan kelihatan lambat," kata Direktur Intelijen dan Pemeriksaan Pajak Tjiptardjo kepada Tempo kemarin.
Dia menolak menyebutkan ke-15 wajib pajak yang dimaksud, termasuk apakah wajib pajak ini karyawan Asian Agri Group atau anak perusahaan grup ini. Tjiptardjo juga tidak mau menyebutkan status hukum ke-15 wajib pajak tersebut.
Dugaan penggelapan pajak itu pertama kali diungkapkan oleh Vincentius Amin Sutanto, bekas group financial controller dari induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, milik Sukanto Tanoto.
Pada pertengahan Mei lalu, Direktorat Pajak sudah menetapkan lima anggota direksi Asian Agri Group menjadi tersangka penggelapan pajak. Mereka berinisial LA, WT, ST, TBK, dan AN. Dari kasus ini, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 1,1 triliun.
Tjiptardjo tidak menampik kemungkinan terlibatnya aparat pajak dalam kasus penggelapan itu. "Penemuan kami memang belum sampai ke sana. Kalau ditemukan, ya, risikonya. Akan kami mintakan pertanggungjawaban," ujarnya.
Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution enggan menjelaskan lebih detail ihwal perkembangan penyidikan kasus ini. "Rasanya kami belum mau menjelaskannya. Nantilah, kalau sudah selesai proses verbal, termasuk (pemeriksaan) Vincent," katanya.
Pengacara Vincentius, Petrus Bala Pattyona, secara terpisah mengatakan kliennya sudah disidik Direktorat Jenderal Pajak enam kali. "Dijadwalkan ada enam kali pertemuan lagi dengan tim Ditjen Pajak," ucapnya kepada Tempo.
Dia menjelaskan, penyidik terutama menyoroti soal metode penghematan dan pembuatan dokumen untuk memanipulasi pajak. "Yang paling serius tentang proses transfer pricing, management fee untuk Raja Garuda Mas," tutur Petrus.
RR ARIYANI
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:04 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Listrik Baru Normal Esok Hari
KORAN TEMPO - Selasa, 26 Juni 2007
Di kawasan padat ini bermukim sedikitnya seribu warga.
JAKARTA - PT PLN menjanjikan pasokan listrik untuk kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, dan sekitarnya paling cepat normal esok hari. "Kami targetkan Rabu pulih," kata Direktur Transmisi dan Distribusi PLN Jakarta Raya dan Tangerang Herman Darnel Ibrahim kemarin.
Menurut PLN, ledakan gardu induk Setiabudi, Ahad lalu, mengganggu pasokan listrik ke 128 gardu distribusi. Listrik di kawasan Menteng, Manggarai, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Karet Pedurenan pun sempat padam.
Embut Subianto, Manajer Komunikasi PLN Jakarta Raya, mengatakan telah menurunkan 100 petugas untuk mengatasi gangguan itu. Hasilnya, hingga kemarin siang, baru 60 persen wilayah dengan listrik yang padam kembali menyala. "Kami masih mengerjakan (perbaikan) 41 gardu," kata Embut.
Sementara itu, pelanggan listrik pun mulai mengeluh. Warga Kelurahan Karet Kuningan, misalnya, kesulitan mendapat air bersih. Untuk mandi dan mencuci saja, mereka harus antre air di kantor kelurahan dari pagi sampai siang.
Asmadi, Lurah Karet Kuningan, mengatakan terpaksa menghidupkan genset selama berjam-jam untuk menghidupkan pompa air. Tapi, menjelang tengah hari, genset dan pompa pun dimatikan. "Agar tak kepanasan," katanya.
Di Karet Kuningan, ada empat rukun warga yang listriknya padam total, yakni RW 1, RW 2, RW 6, dan RW 7. Di kawasan padat ini bermukim sedikitnya seribu warga. "Saya terpaksa menginap di tempat teman," ujar Ratih Widowati, 24 tahun, karyawati yang menyewa kamar kos di kawasan ini.
Kemarin dini hari, seorang korban ledakan gardu meninggal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Asroni, 30 tahun, meninggal dengan luka bakar pada hampir 95 persen tubuhnya. Adapun Darwono, 20 tahun, korban dengan luka bakar pada hampir 60 persen tubuhnya, masih dirawat.
Tim ahli dari Pusat Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian RI masih menyelidiki penyebab kebakaran. "Dugaan kami, ledakan terjadi karena hubungan arus pendek," kata Embut.
IBNU MARLINA SOFIAN INDRIANI
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:00 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
'Lapindo Kesulitan Uang'
REPUBLIKA - Selasa, 26 Juni 2007
Presiden berkantor di Sidoarjo itu berlebihan dan retorik
SURABAYA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemarin petang tiba di Bandara Juanda, Surabaya, dalam rangkaian kunjungan kerja selama tiga hari terkait penyelesaian penanganan korban lumpur Lapindo. Namun, kunjungan kerja itu tak mengagendakan tatap muka dengan warga Sidoarjo yang rumah dan tanahnya terendam lumpur.
Presiden dijadwalkan melihat situasi lumpur Lapindo dari udara menggunakan helikopter. Bahkan, selama di Surabaya, SBY memilih menginap di Wisma Perwira di Kompleks Pangkalan Udara TNI AL yang dijaga ekstraketat.
Menanggapi tak adanya agenda tatap muka dengan pengungsi, juru bicara Presiden, Andi Mallarangeng, mengatakan, pada Ahad (24/6) Presiden telah bertemu perwakilan pengungsi di Puri Cikeas. ''Sekarang, dua pokok masalah harus diselesaikan,'' katanya di Surabaya, Senin (25/6). Yakni, mengatasi semburan lumpur dan soal kompensasi.
Turut dalam rombongan Presiden ke Surabaya, antara lain, Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro; Menteri PU, Djoko Kirmanto; Mensos, Bachtiar Chamsyah; Menkominfo, M Nuh; Menneg LH, Rachmat Witoelar; Kepala Bappenas, Pazkah Suzetta; Seskab, Sudi Silalahi; dan Kepala BPN, Joyo Winoto.
Agar masalah ini tak berlarut-larut, Gubernur Jatim, Imam Utomo, berharap SBY menekan Lapindo mempercepat pembayaran ganti rugi. ''Saya harap pemerintah pusat mengambil alih proses pembayaran ganti rugi dan relokasi korban lumpur Lapindo. Baru dibayarkan 20 persen saja sulitnya minta ampun, apalagi nanti yang 80 persen.''
Belum tuntasnya pembayaran ganti rugi warga korban lumpur, terang Mensos, Bachtiar Chamsyah, diakui karena Lapindo kesulitan keuangan. ''Verifikasi lancar, sudah 30 persen. Tersendat itu sewaktu pembayaran,'' kata Mensos usai sidang kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (25/6). Jika syarat sudah terpenuhi, tapi ganti rugi belum juga dibayarkan, maka itu yang harus dituntaskan. ''Itu intinya Presiden ke Surabaya.''
Mengacu pada Perpres 14/2007, jelas Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro, dari 522 warga korban lumpur yang harus mendapat ganti rugi, 303 orang telah dibayar dengan jumlah total Rp 18 miliar. Sebanyak 219 warga lainnya belum diganti. ''Mereka ini punya bangunan, tapi ada masalah dengan IMB-nya. Semestinya, teknis operasional bisa diselesaikan bupati, Lapindo, dan BPLS,'' kata dia.
Bila Lapindo kesulitan keuangan untuk membayar ganti rugi, pemerintah, kata Purnomo, siap memberi dana talangan. ''Pemerintah dulu yang bayar, tapi nanti ditagihkan ke Lapindo.'' Namun, Menteri PU, Djoko Kirmanto, menegaskan tak ada dana talangan itu. ''Sampai hari ini belum ada. Di Perpres 14/2007 tidak ada bunyi dana talangan itu,'' jelasnya. Penegasan serupa juga dikemukakan Menkeu, Sri Mulyani. Pengalokasian dana talangan dari APBN butuh proses panjang karena harus mendapat persetujuan DPR.
Kalaupun Lapindo benar-benar tak punya dana, pemerintah baru sebatas mengkaji usulan tersebut. Kajian itu meliputi aspek hukum, akuntabilitas, dan implikasi pada anggaran. Wakil Ketua MPR, AM Fatwa, menilai upaya SBY berkantor di Sidoarjo hanya untuk menyenangkan korban lumpur, tanpa ada hasil konkret. Ini menunjukkan SBY tidak punya kebijakan komprehensif.
''Melihat langsung memang perlu guna menumbuhkan empati. Tapi, kalau sampai berkantor di sana, ini berlebihan dan hanya bersifat retorik,'' katanya. Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi, mengingatkan Presiden agar segera menyelesaikan tragedi lumpur Lapindo. ''Negara tak boleh menelantarkan rakyatnya sendiri dengan membiarkan mereka menderita.'' osa/tok/djo/eye/rto/wed
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:56 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Indonesia akan Jadi Pemerintahan yang Probisnis
REPUBLIKA - Selasa, 26 Juni 2007
SINGAPURA -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Muhammad Lutfi, menyatakan UU Investasi yang baru menawarkan sebuah kebijakan progresif. UU ini menjamin perlakuan yang sama dan memberi kepastian hukum bagi investor asing maupun lokal.
''Indonesia akan menjadi pemerintahan yang probisnis,'' papar Lutfi di hadapan para pemimpin politik dan bisnis se-Asia Timur dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Singapura, Senin (25/6). UU itu, sambungnya, juga memangkas birokrasi yang berbelit-belit, memudahkan pengaturan imigrasi bagi pekerja asing, dan menyediakan tax holiday untuk sektor-sektor tertentu.''Pemerintah telah bertekad memerangi korupsi dan menciptakan pemerintahan yang bersih,'' tegasnya. Pemerintah, kata Lutfi, berkomitmen memperkuat ekonomi nasional. Kepentingan ekonomi nasional dilindungi dan aturan yang dianggap menyulitkan diperbarui.
Investasi asing di bidang transportasi, pertambangan, penyiaran, dan industri alat perang akan dibatasi. Investor asing hanya diizinkan memiliki saham sebesar 45 persen di proyek dan perusahaan transportasi. Di sektor penyiaran, investor asing hanya diperbolehkan menguasai saham tak lebih dari 20 persen. Sedangkan industri alat-alat perang tertutup untuk investasi asing.
Sementara, investasi di bidang pertambangan dan industri lainnya yang menghasilkan polusi sangat besar, bakal diatur secara ketat. Meski begitu, kata dia, Indonesia tetap membuka pintu lebar-lebar bagi investor asing untuk membenamkan modal di industri lainnya. ''Untuk industri lainnya, semua akan dibuka untuk investor asing.''
Sebagai negara yang kaya sumber daya alam, menurut Lutfi, pemerintah akan menggarap serius industri petrokimia, baja, dan besi. Dua pabrik baja dan dua kilang minyak baru akan dibangun di Kalimantan Selatan. ''Kami tak ingin hanya menjual bahan mentah. Kami juga ingin menjual paling tidak barang setengah jadi untuk meningkatkan value chain,'' ungkapnya. Target investasi asing dan domestik antara 2004-2009 dipatok sebesar 426 miliar dolar AS. Pemerintah juga menargetkan 123 miliar dolar AS untuk membangun infrastruktur yang baru bagian terbesar didanai swasta. ap/hri
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:55 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Praperadilan untuk Uji Kejujuran Yusron
REPUBLIKA - Selasa, 26 Juni 2007 8:09:00
JAKARTA -- Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Pusat, Mahendradatta, mengatakan, tujuan gugatan mempraperadilan Polri adalah untuk membuktikan apakah Yusron Mahmudi alias Ainul Bahri (oleh polisi disebut sebagai Abu Dujana), berbohong atau tidak. Sebab, dalam tahanan polisi, Yusron mengaku melakukan perlawanan ketika ditangkap.
''Tapi kesaksian anaknya yang polos itu kan bilang kalau bapaknya ditembak dari belakang tanpa perlawanan. Jadi dia (Yusron) berbohong karena dipaksa polisi atau tidak, itu yang akan kita buktikan,'' tegas Mahendradatta. Sementara soal sikap Polri yang terkesan enggan menanggapi gugatan praperadilan TPM, Mahendradatta menambahkan, itu membuktikan mereka tidak pernah peduli terhadap korban pelanggaran HAM. Sikap itu pun menunjukkan bahwa kontra terorisme yang dijalankan sudah menjadi program `mata gelap' yang tidak dipertanggungjawabkan kepada hukum dan publik tetapi kepada kekuatan tertentu.
DidaftarkanProses penahanan dan penangkapan Yusron menjadi materi praperadilan yang didaftarkan TPM ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, kemarin. ''Praperadilan atas nama Ainul Bahri didaftarkan terhadap institusi Polri,'' ujar anggota TPM, Achmad Kholid. Surat gugatan praperadilan tersebut diantarkan tiga anggota TPM, yaitu Achmad Kholid, Qadhar Faisal, dan Achmad Michdan ke PN Jakarta Selatan. Mereka kemudian diterima Panitera Muda Pidana, Richard Nasution. Surat gugatan praperadilan tersebut terdaftar dengan nomor 10/PID/PRAP/07/PN Jaksel.
Sesuai Pasal 28 D UUD 1945, menyatakan, tiap warga negara mempunyai hak untuk hidup dan sama di hadapan hukum. Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) saat penangkapan, menurut Kholid, terjadi saat Yusron tidak mengenali petugas sebagai anggota Detasemen Khusus 88 (Densus) karena petugas saat itu berpakaian preman. Ketika menangkap, Densus juga tidak menunjukkan surat penangkapan resmi.
Sementara ihwal penahanan Yusron, dalam surat dari Mabes Polri, tersangka akan ditahan di rumah tahanan (rutan) Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta. Namun hingga kini, keterangan yang diperoleh TPM dari Bareskrim, Yusron masih ditahan di Yogyakarta. ''Surat penangkapan diterima baru seminggu setelah klien kami ditangkap,'' imbuh Kholid.
Meski secara resmi telah mendaftarkan gugatan praperadilan, TPM belum mau menginformasikan siapa saja saksi kunci yang akan dihadirkan ke ruang sidang nanti. ''Kalau dijelaskan saksi-saksinya, nanti diamankan polisi," tukas Kholid. Kepala Polri Sutanto mempersilakan TPM menggugatnya. Namun kembali ia menegaskan, penembakan yang dilakukan anak buahnya terhadap Yusron, diyakininya sudah sesuai prosedur tetap (protap). dri/djo
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:54 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Dikaji Dana Talangan APBN; Presiden Meninjau Porong
KOMPAS - Selasa, 26 Juni 2007
Jakarta, Kompas - Pemerintah akan mengkaji kemungkinan digunakannya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN sebagai talangan untuk membantu Lapindo Brantas Inc melakukan kewajibannya membayar warga Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang menjadi korban meluapnya lumpur panas.
Hingga saat ini pemerintah masih terus memonitor dan sekaligus melihat kemampuan finansial, terutama dari sisi arus kas Lapindo Brantas Inc yang menjalankan tanggung jawab sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang didampingi Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto saat memberikan keterangan pers seusai sidang kabinet paripurna yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (25/6).
"Kalau seandainya ada mekanisme lain yang diperlukan, kami akan melakukan kajian dari sisi legalitas, aspek akuntabilitas, dan bagaimana implikasinya pada anggaran. Selain mengacu pada rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan dan surat Komisi Pemberantasan Korupsi kepada pemerintah mengenai penanganan Lapindo, kami juga akan berkonsultasi kepada DPR," ujar Sri Mulyani.
Ia menambahkan, pemerintah juga akan menunggu pendapat dari Kejaksaan Agung yang akan memberikan opini tentang penanganan semburan lumpur panas oleh Lapindo Brantas selama ini.
Tidak berkomentar
Sementara itu, Vice President PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla yang dimintai komentar perihal rencana pemerintah itu menolak berkomentar. "Saya tidak dalam kapasitas mengomentari hal itu," kata Andi semalam.
Kemarin, Djoko mengaku pemerintah belum mengambil keputusan soal dana talangan yang bakal disediakan dalam APBN-P 2007. "Sampai hari ini belum ada. Kami masih belum bicara dana talangan. Dalam Perpres No 14/2007 tidak ada disebut-sebut dana talangan. Semuanya sudah dibagi tugas-tugasnya. Lapindo menanggung biaya ganti rugi dan pemerintah relokasi infrastruktur," kata Djoko.
Akan tetapi, diakui Djoko, meskipun sudah ada perpres, pelaksanaannya di lapangan macet dan tersendat-sendat. "Untuk itulah, Presiden berangkat ke Porong," ujar Djoko.
Ditanya apakah Presiden kecewa dengan apa yang terjadi di lapangan, Djoko menjawab, "Yang pasti, dengan adanya perpres, semuanya diharapkan berjalan dengan baik. Akan tetapi, belum jalan, ada kemacetan dan bahkan kemandekan proses. Presiden tentu tanya kenapa? Wong perpresnya jelas, kok prosesnya tersendat."
Mengenai pengaduan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo kepada Wapres Muhammad Jusuf Kalla ketika meninjau Sidoarjo, pekan lalu, karena adanya dana sebesar Rp 500 miliar yang dijanjikan untuk didepositkan oleh Lapindo Brantas di Bank Pembangunan Daerah hingga kini belum juga dilakukan, Djoko mengakui itu salah satu masalah yang membuat Presiden ingin meninjau Sidoarjo.
Presiden di Sidoarjo
Semalam dilaporkan, Presiden telah mendengarkan pemaparan dari Bupati Sidoarjo Win Hendrarso terkait pembayaran ganti rugi tanah dan bangunan yang terendam lumpur di Ruang Dakota, Wisma Perwira, Pangkalan Udara TNI AL Juanda, Sidoarjo.
Hadir di lokasi itu antara lain Djoko Kirmanto, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Sri Mulyani, Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi.
Menurut Djoko, pemaparan dari Bupati Sidoarjo, kemarin malam, barulah tahap pertama dari pencarian informasi yang dibutuhkan Presiden sebelum mengeluarkan kebijakan. Presiden juga akan mendengarkan pimpinan Lapindo Brantas Inc dan Badan Pelaksana (BP) BPLS.
Selain mendengarkan dari Lapindo dan BP BPLS, Presiden juga akan meninjau lokasi luapan lumpur Lapindo Brantas Inc melalui udara. "Setelah itu semua dilakukan oleh Presiden, kami (Presiden bersama menteri-menteri terkait) akan rapat untuk mengambil kebijakan agar penyelesaian dipercepat," kata Djoko.
Sementara itu, sejumlah korban lumpur Lapindo berharap Presiden ke Sidoarjo memberi hasil baik bagi mereka.
"Saya berharap turunnya Presiden ke Sidoarjo ini tidak hanya tebar pesona, tetapi betul-betul bisa mempercepat pembayaran ganti rugi," kata Nasiruddin, warga korban lumpur dari Desa Jatirejo, Porong, Sidoarjo.
Sementara itu, dalam rapat kerja antara Panitia Khusus (Pansus) Lumpur Lapindo Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo dan PT Minarak Lapindo Jaya, perusahaan yang dibentuk Lapindo Brantas Inc untuk mengganti rugi tanah dan bangunan milik korban lumpur, dan perwakilan korban lumpur, PT Minarak kembali menegaskan perlunya aspek yuridis formal terpenuhi sebelum ganti rugi diberikan kepada korban lumpur.
"Permintaan ini bukan berarti kami mengulur-ulur pembayaran, tetapi kami butuh kepastian hukum," ujar Direktur Operasional PT Minarak Lapindo Jaya Bambang Prasetyo Widodo.
Pernyataan Bambang ini kemudian mengundang protes dari perwakilan warga dan sejumlah anggota pansus. Menurut Wakil Ketua Pansus Lumpur Lapindo DPRD Sidoarjo Tri Endroyono, situasi yang terjadi di Porong bukanlah situasi normal sehingga seharusnya PT Minarak tidak ngotot meminta seluruh aspek yuridis formal terpenuhi.
Di saat Presiden pergi ke Porong, sebanyak 166 warga Porong korban lumpur panas kemarin sekitar pukul 06.30 tiba di Jakarta untuk mendesak pemerintah supaya ganti rugi segera dibayarkan. Mereka antara lain berasal dari Desa Siring, Kedungbendo, dan Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perumtas) 1. "Kami terpaksa ke sini lagi karena ganti rugi yang sudah berkali-kali dijanjikan itu belum juga dibayar," kata Sudiono, mantan warga Perumtas I.
Agus Haryanto, korban lainnya, menuturkan, hari ini mereka akan berunjuk rasa di Istana Presiden. "Terima kasih jika Presiden ke Porong. Namun, yang lebih penting, segera bayar ganti rugi yang selama ini dijanjikan," kata Agus.
(HAR/INU/ANA/NWO/ MZW/IDR/APA/ina)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:24 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Kebakaran Gardu: Seorang Meninggal, Kerugian PLN Capai Rp 11 Miliar
KOMPAS - Selasa, 26 Juni 2007
Jakarta, Kompas - PT Perusahaan Listrik Negara memperkirakan kerugian akibat kebakaran di Gardu Induk Setiabudi Rp 11 miliar. Akibat ledakan itu, seorang korban bernama Asrori (27) meninggal dunia.
Direktur Transmisi dan Distribusi PLN Herman Darnel Ibrahim, Senin (25/6), mengemukakan, kerugian sebesar itu mencakup Rp 3 miliar untuk fasilitas kabel 20 kiloVolt (kV) dan Rp 8 miliar untuk peralatan kontrol dan proteksi sistem 150 kV. "Angka kerugian itu belum termasuk kerusakan fisik di GI (Gardu Induk) Setiabudi," kata Herman.
Kebakaran di GI Setiabudi yang terjadi pada Minggu siang menghanguskan seluruh isi fasilitas distribusi di lantai satu dan dua. Akibat kejadian itu, listrik di sebagian kawasan Setiabudi, Karet, dan Kuningan padam. Sampai kemarin malam kawasan Dukuh Atas dan Setiabudi masih gelap gulita. Upaya penormalan masih terus dilakukan.
Pihak PLN belum bisa memastikan pemicu ledakan di gardu tersebut yang kemudian merembet menjadi kebakaran. Sebelum ledakan di GI Setiabudi, terjadi ledakan di Gardu Distribusi (GD) Pedurenan. Kedua gardu itu berjarak sekitar 200 meter. Semula, PLN menduga terjadi hubungan arus pendek akibat putusnya kabel penghubung kedua gardu.
Direktur Manajer Komunikasi dan Bina Lingkungan PT PLN Wilayah Jakarta Raya dan Tangerang Azwar Lubis mengatakan, ledakan kabel atau gardu bisa terjadi jika terjadi kelebihan beban muatan listrik.
Akan tetapi, ledakan terjadi pada hari Minggu saat pemakaian listrik jauh lebih sedikit dibandingkan dengan hari kerja.
Korban
Ledakan di GD Pedurenan itu mengakibatkan empat orang luka bakar. Seorang di antaranya, Asrori, yang mengalami luka bakar sampai 100 persen akhirnya meninggal dunia Senin dini hari. Dua korban lainnya, yaitu Darono (20) dan Lambang (27), masih dirawat intensif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat. Kondisi Darono, teman Asrori, sudah semakin membaik. Namun, pemuda yang menderita luka bakar 70 persen itu belum bisa berkomunikasi. Korban lainnya, Romli (45), sudah diperbolehkan pulang.
Belasan teman dan keluarga Asrori yang berasal dari Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, berkumpul di RSCM.
Saat Asrori sedang makan di warung sekitar 500 meter dari rumah kontrakannya, tiba-tiba gardu di depan warung tersebut meledak. (DOT/NEL)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:22 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Membangun Desa: Listrik Belum Juga "Nyetrum" Koperasi
KOMPAS - Selasa, 26 Juni 2007
Ahmad Arif dan Hariadi Saptono
Tiga jam bermobil dari Kota Sukabumi menuju Dusun Pandan Arum, Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, ternyata membuat perut mulas. Aspal telah menghilang berganti batu atau lumpur. Jalan sempit itu naik-turun berkelokan, diapit tebing dan Sungai Cisalimar yang mengalir deras.
Tetapi, bagi sebagian orang Jakarta, pedesaan dengan jalan buruk dan "ndeso" itu dianggap eksotik. Buktinya, di jembatan bambu yang melintang di Sungai Cisalimar, satu keluarga terdiri dari tujuh orang dari Jakarta dengan berfoto-foto dan turun ke kali dengan ceria. Mobil Avanza berpelat-B, diparkir di pinggir kali. Waktu kami pulang melintasinya kembali beberapa jam kemudian, lagi-lagi satu keluarga dari Jakarta dengan dua anak mereka menggelar tikar dan makan nasi di dekat Nissan Terrano yang diparkir di situ.
Malah saat menuju sasaran, kami harus mendorong mobil KIA Sportage—yang terbenam lumpur di selokan—tumpangan laki-laki berwajah dan berlogat Jepang. Warga Dusun Pandan Arum, yang melintas, serta merta membantu. Orang desa berlepotan lumpur, mendorong dan menarik sebisanya.
"Hari Minggu ada saja orang kota lewat. Ada yang berekreasi, berburu babi hutan, atau mau beli tanah. Banyak tanah di sini yang sudah dibeli orang Jakarta," kata Adi Laksono, staf Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka), sebuah LSM yang dipimpin pasangan insinyur, Iskandar dan Tri Mumpuni. Adi sendiri, sejak 2004 bolak-balik ke Pandan Arum untuk transfer teknologi dan manajemen listrik desa.
Ibeka ibarat "dewa sosial" bagi warga Pandan Arum, yang bermukim di kaki Taman Nasional Gunung Halimun/Salak itu. Oktober 2004, Ibeka membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di sana—pekerjaan dan tanggung jawab yang harusnya dikerjakan negara. Pandan Arum lantas benderang dengan lampu listrik.
Kondisi yang lebih-kurang sama, sebelumnya telah dimulai oleh Ibeka di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Segalaherang, Kabupaten Subang, Jawa Barat, April tahun itu. Pandan Arum dan Cinta Mekar keduanya merupakan desa terpencil, dan kategori tertinggal (IDT) pula.
Sungai Ciasem di Desa Cinta Mekar yang semula hanya mengaliri sawah diberi nilai tambah oleh Ibeka sebagai pembangkit generator listrik berkapasitas 120 kilowatt (kW). Daya listrik itu kemudian dijual kepada PT PLN. Maka, Cinta Mekar pun menjadi tonggak revolusi dari desa. Jika biasanya warga tergantung pada PLN, sejak itu desa mereka justru bisa menjual listrik ke negara melalui Koperasi Cinta Mekar yang dibentuk bersamaan dengan berputarnya generator listrik itu.
Setiap bulan, rata-rata PLTMH Cinta Mekar mendapat uang Rp 22 juta dari PLN. Setelah dipotong untuk tabungan biaya depresiasi dan membayar pada investor, koperasi desa itu dapat pemasukan bersih Rp 6 juta per bulan. Pemakai listrik di Cinta Mekar 200 keluarga, sedangkan di Pandan Arum 300 keluarga.
Listrik desa telah memacu gairah. Irigasi dan air minum ada, gorong-gorong diperbaiki, anak sekolah dapat beasiswa, usaha kecil bisa pinjam uang, sampai budidaya sayuran. Dua desa itu juga punya radio komunitas, sarana komunikasi, dan hiburan warga.
Namun, listrik juga memompa konsumerisme. Lomba membeli televisi, pemutar DVD, dispenser, kulkas, dan parabola pun terjadi. "Kalau punya uang, maunya beli parabola," kata Ahim (58), Kepala Dusun Pandan Arum, sekaligus Ketua Koperasi Cisalimar. Menurut Ahim, sudah dua KK memiliki kulkas, kalau dispenser hampir 30 persen warga punya.
Pengaruh turbin PLTMH begitu nyata, tetapi kedua desa juga merasakan, teknologi listrik itu tetap belum bisa menggerakkan sesuatu yang lebih dalam, yakni usaha yang produktif, dan keuntungan yang lebih besar. "Sebenarnya, ada bank yang mau meminjami untuk modal, tetapi saya takut berisiko," ujar Yuningsih, Sekretaris Koperasi Cinta Mekar.
Sama dengan Yuningsih, Ahim juga dikenal jujur dan rajin di dusunnya. Itu alasan orang desa memilih keduanya mengurus koperasi.
Namun, sinergi orang-orang baik ini tetap belum mampu mendongkrak kemiskinan warga. Desa Cinta Mekar tak juga mekar. Karena Yuningsih hanya memperoleh honor Rp 37.500/ bulan sebagai pengurus koperasi. Ahim dapat Rp 100.000/ bulan, dan pasokan listrik 100 watt. Iyan sopian, anak Yuningsih, yang menjadi operator listrik dapat honor Rp 750.000/bulan. Pandan Arum pun setali tiga uang, tak beranjak "harum" dalam ekonomi desa.
Kedua desa masih menyandang predikat sebagai daerah tertinggal. Di Pandan Arum, masih juga anak-anak perempuan selepas sekolah dasar merantau ke Jakarta sebagai pembantu rumah tangga.
Dengan sisa utang Rp 6 juta pada bank saat membiayai kWh, Koperasi Cinta Mekar cenderung sepenuhnya menunggu pembayaran listrik warga dan tidak berani berusaha apa pun di luar itu. Padahal, desa itu bisa membuat sendiri mesin hidran, pompa air otomatis seharga Rp 250.000-an, yang bisa ditawarkan ke desa-desa yang kekurangan air untuk air minum.
"Koperasi mau bikin keramba di sungai, tetapi kami takut kalau modal koperasi malah bangkrut," kata Ahim.
Kejujuran dan baik hati—dua hal yang sulit ditemui pada masa sekarang ini—ternyata belum cukup untuk "menyetrum" warga untuk menggairahkan produksi....
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:19 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Pemerintah Tidak Risau Interpelasi
KOMPAS - Selasa, 26 Juni 2007
Kalangan DPR Tetap Akan Persoalkan Lumpur Lapindo
Jakarta, Kompas - Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie mengungkapkan, pemerintah tak mencemaskan rencana sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengajukan hak interpelasi terkait kasus lumpur panas Lapindo. Pemerintah juga tak menganggap pengajuan interpelasi itu sebagai masalah.
Aburizal menandaskan, kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, bukan tanda pemerintah cemas akan rencana pengajuan hak interpelasi DPR.
"Itu tinggal dijawab. Sebetulnya pemerintah sudah banyak menjelaskannya. Semua sudah mengambil langkah. Kalau masalah substansi, saya kira penjelasan dari Presiden sudah cukup," ujar Aburizal seusai rapat kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (25/6).
Presiden, menurut Aburizal, memiliki perhatian besar untuk menangani masalah rakyat. "Presiden ingin detail tahu ada apa? (Instruksinya) Tak jalan kenapa? Apa tak dilaksanakan atau belum verifikasi? Jika belum ada verifikasi, tidak mungkin dilaksanakan penggantian," ujarnya.
Interpelasi dilanjutkan
Sejumlah anggota DPR yang memprakarsai pengajuan hak interpelasi atas kasus lumpur panas Lapindo, Senin, bertekad melanjutkan usulan itu. Langkah Presiden Yudhoyono ke Sidoarjo tak menyurutkan rencana itu.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) Zulkifli Hasan mengutarakan, "Kami jalan terus saja. Interpelasi kan sepenuhnya hak anggota DPR. Kalau sudah selesai (ganti rugi), malah bagus. Pemerintah jadi gagah saat tampil di DPR."
Jacobus Mayang Padang, interpelator kasus Lapindo dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), malah menyangsikan kedatangan Presiden ke Sidoarjo mampu menyelesaikan seluruh aspek persoalan lumpur yang terjadi karena persoalan itu bukan ganti rugi semata.
Sebaliknya, Ade Daud Nasution, interpelator kasus Lapindo dari Fraksi Partai Bintang Reformasi (F-PBR), mengemukakan, esensi persoalan lumpur Lapindo adalah pembayaran ganti rugi. Jika ini bisa diatasi pemerintah, korban tidak lagi menuntut, ia tidak melihat lagi adanya urgensi interpelasi dari DPR.
Berdasarkan hasil kesepakatan Badan Musyawarah DPR pekan lalu, jadi tidaknya pengajuan interpelasi kasus lumpur Lapindo, termasuk jadwal pemanggilan Presiden, akan diputuskan pada 10 Juli 2007. Interpelasi ini didukung mayoritas fraksi.
Sementara itu, kuasa hukum PT Lapindo Brantas, Akhmad Muthosim, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, menolak rekaman video berisi kesaksian ahli geologi tentang penyebab semburan lumpur yang diputar kuasa hukum penggugat, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. (inu/jon/sut/ana)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:17 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
ANALISIS POLITIK: Berharap dari Silaturahmi Golkar-PDI-P
KOMPAS - Selasa, 26 Juni 2007
J Kristiadi
Dalam berpolitik dikenal ungkapan politics is the art of the possible. Dalam praktiknya, itu dapat berarti politik adalah seni yang bisa mengubah sesuatu yang tak mungkin menjadi mungkin karena politik dianggap sebagai pagelaran segala kemungkinan. Politik selalu berpeluang menciptakan kejutan yang kadang tak mudah dicerna.
Silaturahmi Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di Medan, 20 Juni lalu, adalah peristiwa politik yang mengejutkan, membingungkan, dan menghebohkan, mengingat kedua partai politik (parpol) berseberangan secara diametral. Golkar adalah partai pemerintah, sedangkan PDI-P berniat menjadi partai oposisi.
Masyarakat menebak ke mana arah silaturahmi politik itu akan menggelinding. Namun, terlepas dari spekulasi terhadap peristiwa itu, masyarakat juga punya harapan yang perlu dan harus diperhatikan elite kedua parpol.
Bagi sementara kalangan yang gandrung semangat kebangsaan, silaturahmi diharapkan menjadi awal dari koalisi yang bisa memperkuat posisi spirit kebangsaan. Harapan itu berdasar persepsi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di bawah ancaman perpecahan. Pemberlakuan otonomi khusus Papua dan penerapan syariat Islam di Aceh dijadikan indikasi pudarnya semangat kebangsaan. Selain itu, munculnya beberapa peraturan daerah dianggap sebagai menguatnya politik sektarian. Agenda koalisi harus diterjemahkan dalam kebijakan yang mengutamakan kepentingan orang banyak, tanpa membedakan ciri primordialistiknya.
Persepsi semangat kebangsaan ini tentu bisa diperdebatkan. Misalnya, sebagian masyarakat lain berpendapat kekhususan di Papua dan keistimewaan Aceh adalah bentuk dan manifestasi dari kebangsaan yang lebih menekankan pluralitas. Bagi kalangan ini, semangat kebangsaan yang overdosis akan terjebak dalam sikap menafikan keragaman bangsa.
Sementara kalangan yang lebih pragmatis mengharapkan silaturahmi Golkar dan PDI-P mengarah pada proses penyederhanaan kepartaian, sebagai satu syarat penting bila ingin mendesain pemerintahan presidensiil yang efektif.
Kehadiran partai yang banyak terbukti mempersulit konsensus politik, bahkan kadang ditambah dengan manuver politik elite yang dianggap tidak ada urgensinya, misalnya, tarik-menarik kehadiran presiden di DPR soal interpelasi Iran dan Lapindo.
Kasus itu menunjukkan perseteruan pemerintah dan DPR bukan mengenai substansi, melainkan sekadar adu gengsi dan kekuatan untuk menunjukkan siapa yang lebih berkuasa. Komunikasi politik yang dibangun kedua partai diharapkan dapat diperluas dengan melibatkan partai lain sehingga terjadi kristalisasi kelompok kekuatan politik yang mempunyai ideologi kebijakan sebagai identitas perjuangan yang lebih jelas, sebagai antitesa atas ideologi primordial.
Dalam menentukan pilihan ideologi, partai dapat memperjelas identitasnya dengan menentukan keberpihakannya kepada masyarakat yang akan dijadikan basis dukungannya. Dengan begitu, perdebatan ideologis akan menjadi perdebatan garis kebijakan partai dan bukan berkenaan sentimen primordial.
Bagi kalangan masyarakat ini, komunikasi politik kedua parpol diharapkan tidak hanya menyederhanakan jumlah partai, tetapi juga meningkatkan kualitas partai. Ideologi kebijakan secara bertahap akan menekan serendah mungkin ideologi primordialistik karena isu yang diusung adalah yang memihak semua warga. Sebab itu, diharapkan silaturahmi kedua parpol itu benar-benar dilakukan atas dasar kejujuran, jiwa besar, serta hasil refleksi yang mendalam.
Namun, harus diakui, harapan rakyat terkadang dihantui iklim pragmatisme politik berlebihan, yang berpengaruh negatif pada perilaku elite partai. Dalam praktik politik, terlalu kentara elite politik bermain dengan retorika muluk sekadar untuk mengejar kepentingan kekuasaan jangka pendek dan demi kejayaan kelompok. Kesan tak berhubungannya aspirasi rakyat dan wakilnya sangat dirasakan.
Inilah yang mendesak perlunya ideologi kebijakan yang memihak kepada masyarakat. Namun, keraguan masyarakat terhadap makna silaturahmi Golkar dan PDI-P lebih dalam lagi, dengan pernyataan beberapa petinggi partai itu bahwa acara itu terutama ditujukan untuk agenda memenangi pemilihan kepala daerah (pilkada). Alasannya sangat pragmatis, jika PDI-P dan Golkar bersatu, kemungkinan besar mereka dapat memenangi pilkada di banyak wilayah.
Semangat yang melandasinya sangat dangkal dan mudah ditebak ujung silaturahmi itu tak lebih dari awal proses merebut kekuasaan pada pemilihan presiden tahun 2009. Jika dugaan itu benar, silaturahmi hanya akan memperdalam keterpurukan kedua parpol karena semakin memicu pragmatisme politik, yang akan merusak nilai kebangsaan.
Ideologi dijadikan instrumen, bahkan disalahgunakan hanya untuk memperoleh kekuasaan. Harus diingat, rakyat tidak bodoh lagi. Ideologi kebangsaan yang pernah diusung dalam bentuk koalisi kebangsaan untuk menyukseskan pasangan Megawati Soekarnoputri-KH Hasyim Muzadi kalah telak oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Itu berarti, rakyat tak mau dikelabui oleh politisi dengan retorika muluk dan janji kosong.
Semoga dugaan itu tak benar dan silaturahmi Golkar-PDI-P adalah hasil kontemplasi mendalam elite partai dalam menghayati keprihatinan, kesengsaraan, dan kesabaran rakyat menunggu elite membuktikan keberpihakannya kepada mereka.
J Kristiadi Peneliti CSIS
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:15 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
POLITIKA: Menunggu Demokrasi
KOMPAS - Selasa, 26 Juni 2007
BUDIARTO SHAMBAZY
Seorang calon presiden atau capres ibarat produk baru yang mau dipasarkan. Produk itu lebih bermutu dibandingkan dengan produk-produk sejenis dan ditawarkan dengan strategi pemasaran mutakhir yang butuh dana besar.
Produk itu bisa disajikan lewat berbagai cara konvensional, misalnya dipajang dengan packaging yang mewah dan menarik perhatian di etalase. Bisa juga melalui cara-cara radikal, seperti dijajakan langsung dari rumah ke rumah.
Di Amerika Serikat (AS) kini berlangsung pemasaran capres- capres Partai Demokrat maupun Republik. Perbedaan ideologi nyaris tak jadi topik dan program kedua partai politik (parpol) mirip alias berbeda nuansa saja.
Setiap orang harus kaya dulu untuk jadi capres karena butuh minimal 150 juta dollar AS per tahun untuk kampanye. Dana terbesar habis untuk iklan—terutama televisi—yang memasang tarif ratusan ribu dollar AS per menit.
Favorit terkuat Demokrat, Hillary Clinton, mulai disukai perempuan (the soccer mum). Dulu ia dibenci karena "mengalah" setelah suaminya ketahuan selingkuh di Gedung Putih.
Cara yang dipakai Hillary sederhana: tak menggunakan nama belakang "Clinton" sebagai embel-embel. "Hillary for President," kata situs resmi dia.
Capres John McCain (Republik) anjangsana ke pelosok-pelosok dengan bus berwarna-warni bernama "Straight Talk Express". Ini tema kampanye dia yang ingin dipandang apa adanya.
Mereka belum resmi jadi capres parpol masing-masing. Kedua parpol akan mengadakan konvensi mengesahkan capres/cawapres medio 2008—sekitar lima bulan sebelum "hari H" Selasa pertama November.
Capres membentuk "komite eksplorasi" sekitar akhir 2006 atau awal 2007. Tiap capres menghubungi tokoh-tokoh parpol, calon-calon donatur, sampai para pakar kampanye untuk menjajaki kemungkinan.
Kalau semua OK, barulah mereka membentuk tim yang selama 2007 bekerja keras "menjual produk". Dalam proses ini capres sudah mandi peluh karena tak berhenti tebar pesona.
Capres lebih bugar dibandingkan dengan atlet karena pidato empat kali sehari beraneka topik. Pagi bertemu pengusaha, siang warga kota, sore jumpa pers, dan malam bersua bintang-bintang Hollywood.
Capres menjual sarapan, makan siang, atau malam dengan harga ribuan dollar AS sepiringnya. Setiap hari ia menyalami ribuan orang dan juga ribuan kali pasang senyum dalam acara foto bersama.
Tim sukses capres puluhan ribu orang di seluruh negeri, mulai dari yang orang bayaran sampai relawan. Capres memanfaatkan teknologi internet, seperti blogging atau YouTube, untuk menyiarkan aktivitas ke seluruh negeri.
Hillary baru buka lowongan lewat YouTube untuk voting lagu tema kampanye dan hasilnya diusulkan antara lain Beautiful Day (U2) dan Get Ready (The Temptations). Lagu tema suami dia waktu menang tahun 1992 Don’t Stop (Fleetwood Mac).
Capres-capres sudah dua kali debat internal di televisi. Medium ini efektif karena Fred Thompson (Republik) memanfaatkan Tonight Show mengumumkan mau ikut pemilihan presiden—McCain melalui David Letterman.
Perang kampanye hitam sudah dimulai. Barack Obama sudah "ngaku dosa" pernah mencoba narkoba sebelum dikerjai, Rudy Giuliani siap menanggapi pertanyaan soal kenapa ia bercerai dua kali.
Mulai awal tahun depan capres memasuki babak awal kampanye (primary) di New Hampshire dan kaukus di Iowa. Sudah ada desakan babak awal ini diperbanyak di minimal enam negara bagian, menuntut pekerjaan yang makin berat.
Pada babak awal ini sebagian capres biasanya gugur sebelum bertanding. Mereka rugi ratusan juta dollar AS, tetapi memetik pengalaman untuk mencoba lagi empat tahun mendatang.
Setelah sekitar enam bulan lagi ikut debat, jumpa calon pemilih, lobi kanan-kiri, barulah capres masuk ke konvensi. Hillary mungkin jadi capres, Obama cawapres, karena mereka berguru ke orang yang sama, Saul Alinsky "Sang Liberal Sejati."
Persaingan di Konvensi Republik akan berjalan ketat. Setelah sah jadi capres, capres keliling lagi ke 50 negara bagian.
Apa yang dikerjakan tahun 2007 dan paruh pertama tahun 2008 diulang dan dipertajam sejak musim panas November 2008. Program capres terinci karena menyebut harga obat murah untuk manula, gaji minimal guru, dan sebagainya.
Andaikan proses di AS ditiru di sini, akhir tahun ini rakyat sudah punya bayangan siapa saja capres yang maju. Tak perlu malu-malu mengatakan "saya ingin memimpin bangsa ini".
Sepanjang tahun 2008 mereka menyiapkan diri sehingga pada akhir tahun rakyat tahu capres yang menawarkan program-program terinci. Mereka yang gombal pun pasti akan tahu diri, yang malu-malu mengundurkan diri.
Setiap pekerjaan yang ditekuni serius akan membuahkan hasil. Capres-capres yang berkeringat dan mau masuk ke lumpur pasti sudah siap memimpin tahun 2008.
Apalagi mayoritas calon pemilih generasi muda kritis dan lugas. Para pelajar dan mahasiswa ogah mendengar slogan "manusia Indonesia yang seutuhnya", lebih suka dapat diskon karcis bus—kalau perlu malah gratis.
Capres yang bukan Satria Piningit/Ratu Adil yang dipilih rakyat yang sadar bahwa politik sebenarnya sederhana dan logis akan menciptakan demokrasi yang kuat. Tak ada pemakluman "demokrasinya belum matang" atau "rakyatnya belum siap berdemokrasi".
Jangan menunda-nunda demokrasi karena ia takkan menunggu siapa pun. Ia bisa langsung dipraktikkan di sini dan sekarang juga.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:10 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas