Tuesday, June 26, 2007

'Lapindo Kesulitan Uang'

REPUBLIKA - Selasa, 26 Juni 2007

Presiden berkantor di Sidoarjo itu berlebihan dan retorik

SURABAYA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemarin petang tiba di Bandara Juanda, Surabaya, dalam rangkaian kunjungan kerja selama tiga hari terkait penyelesaian penanganan korban lumpur Lapindo. Namun, kunjungan kerja itu tak mengagendakan tatap muka dengan warga Sidoarjo yang rumah dan tanahnya terendam lumpur.
Presiden dijadwalkan melihat situasi lumpur Lapindo dari udara menggunakan helikopter. Bahkan, selama di Surabaya, SBY memilih menginap di Wisma Perwira di Kompleks Pangkalan Udara TNI AL yang dijaga ekstraketat.
Menanggapi tak adanya agenda tatap muka dengan pengungsi, juru bicara Presiden, Andi Mallarangeng, mengatakan, pada Ahad (24/6) Presiden telah bertemu perwakilan pengungsi di Puri Cikeas. ''Sekarang, dua pokok masalah harus diselesaikan,'' katanya di Surabaya, Senin (25/6). Yakni, mengatasi semburan lumpur dan soal kompensasi.
Turut dalam rombongan Presiden ke Surabaya, antara lain, Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro; Menteri PU, Djoko Kirmanto; Mensos, Bachtiar Chamsyah; Menkominfo, M Nuh; Menneg LH, Rachmat Witoelar; Kepala Bappenas, Pazkah Suzetta; Seskab, Sudi Silalahi; dan Kepala BPN, Joyo Winoto.
Agar masalah ini tak berlarut-larut, Gubernur Jatim, Imam Utomo, berharap SBY menekan Lapindo mempercepat pembayaran ganti rugi. ''Saya harap pemerintah pusat mengambil alih proses pembayaran ganti rugi dan relokasi korban lumpur Lapindo. Baru dibayarkan 20 persen saja sulitnya minta ampun, apalagi nanti yang 80 persen.''
Belum tuntasnya pembayaran ganti rugi warga korban lumpur, terang Mensos, Bachtiar Chamsyah, diakui karena Lapindo kesulitan keuangan. ''Verifikasi lancar, sudah 30 persen. Tersendat itu sewaktu pembayaran,'' kata Mensos usai sidang kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (25/6). Jika syarat sudah terpenuhi, tapi ganti rugi belum juga dibayarkan, maka itu yang harus dituntaskan. ''Itu intinya Presiden ke Surabaya.''
Mengacu pada Perpres 14/2007, jelas Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro, dari 522 warga korban lumpur yang harus mendapat ganti rugi, 303 orang telah dibayar dengan jumlah total Rp 18 miliar. Sebanyak 219 warga lainnya belum diganti. ''Mereka ini punya bangunan, tapi ada masalah dengan IMB-nya. Semestinya, teknis operasional bisa diselesaikan bupati, Lapindo, dan BPLS,'' kata dia.
Bila Lapindo kesulitan keuangan untuk membayar ganti rugi, pemerintah, kata Purnomo, siap memberi dana talangan. ''Pemerintah dulu yang bayar, tapi nanti ditagihkan ke Lapindo.'' Namun, Menteri PU, Djoko Kirmanto, menegaskan tak ada dana talangan itu. ''Sampai hari ini belum ada. Di Perpres 14/2007 tidak ada bunyi dana talangan itu,'' jelasnya. Penegasan serupa juga dikemukakan Menkeu, Sri Mulyani. Pengalokasian dana talangan dari APBN butuh proses panjang karena harus mendapat persetujuan DPR.
Kalaupun Lapindo benar-benar tak punya dana, pemerintah baru sebatas mengkaji usulan tersebut. Kajian itu meliputi aspek hukum, akuntabilitas, dan implikasi pada anggaran. Wakil Ketua MPR, AM Fatwa, menilai upaya SBY berkantor di Sidoarjo hanya untuk menyenangkan korban lumpur, tanpa ada hasil konkret. Ini menunjukkan SBY tidak punya kebijakan komprehensif.
''Melihat langsung memang perlu guna menumbuhkan empati. Tapi, kalau sampai berkantor di sana, ini berlebihan dan hanya bersifat retorik,'' katanya. Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi, mengingatkan Presiden agar segera menyelesaikan tragedi lumpur Lapindo. ''Negara tak boleh menelantarkan rakyatnya sendiri dengan membiarkan mereka menderita.'' osa/tok/djo/eye/rto/wed

0 comments: