KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007
Pemerintah: Jalan Tol untuk Lalu Lintas Jarak Jauh
Jakarta Kompas - Penerapan sistem terbuka pembayaran tarif tol lingkar luar Jakarta, Rabu (29/8), dinilai tak adil. Itu karena pengguna tol jarak dekat membayar tarif yang sama dengan pengguna jarak jauh. Penerapan sistem terbuka itu juga mengagetkan konsumen karena tarif yang dibayar melonjak drastis dari biasanya.
Lonjakan pembayaran bakal membengkak lagi jika rencana kenaikan tarif tol di luar tol lingkar luar Jakarta (Jakarta Outer Ring Road/JORR) terlaksana.
Dalam sistem terbuka, pengguna jalan tol membayar tarif ketika memasuki gerbang tol, seperti pada ruas dalam kota. Adapun pada sistem tertutup, pembayaran baru dilakukan saat pengguna jalan keluar dari tol dengan tarif sesuai jarak.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 365 Tahun 2007, tarif tol JORR bervariasi. Tarif untuk golongan I, misalnya, sebesar Rp 6.000 untuk jarak terjauh 45 kilometer. Namun, walaupun pengguna hanya melintas sejauh 1 kilometer di ruas JORR, mereka tetap dikenai tarif Rp 6.000.
Dengan sistem lama, pengguna tol yang biasanya hanya membayar Rp 3.000, misalnya, untuk jarak yang sama dalam sistem baru mereka terpaksa membayar Rp 10.500. Itu karena adanya perpindahan antartol.
Kekesalan pengguna tol karena sistem baru itu tidak pernah disosialisasikan sebelumnya. Akibatnya, sepanjang Rabu pagi hingga siang hari terjadi kemacetan di gerbang tol. Itu karena terjadi dialog antara pengemudi dan petugas pintu tol pada saat transaksi. Ada pula pengemudi yang marah-marah kepada petugas soal pembayaran tersebut. Sejauh pemantauan Kompas, kondisi seperti itu terjadi di berbagai gerbang tol.
Raditya, warga Serpong yang bekerja di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, mengungkapkan, sungguh tidak masuk akal tarif tol naik drastis seperti itu.
Jaya, warga Jakarta Timur, menyatakan, penerapan tarif jauh-dekat sama sangat tidak adil, apalagi tanpa sosialisasi terlebih dulu. "Saya kaget dan merasa tertipu," lanjutnya.
Keluhan sama diungkapkan para sopir angkutan perkotaan (angkot) trayek Kranggan-Kampung Rambutan. Mereka mengaku sangat terbebani dengan tarif tol JORR sebesar Rp 6.000 untuk setiap kali melintas. Dalam satu hari, para sopir itu rata-rata harus melewati JORR sampai delapan kali.
Akan tetapi, tidak semua pengguna tol mengeluh. Sugianto Pandi setiap hari kerja melintasi tol dan biasanya harus mengeluarkan sedikitnya Rp 14.000, hanya untuk tol. "Sekarang turun menjadi Rp 12.000," kata Sugianto.
Akui terlambat
Manajemen PT Jasa Marga mengaku terlambat menyosialisasikan besaran tarif pada sistem tarif terbuka di JORR.
"Rentang waktu antara penetapan tarif dan peresmian Tol Cikunir-Jatiasih terlalu dekat sehingga PT Jasa Marga tidak sempat menyosialisasikan besaran tarifnya," kata Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga Okke Merlina.
Okke menegaskan bahwa tarif tol JORR sebesar Rp 6.000 untuk Golongan I, Rp 7.000 untuk golongan II A, dan sebesar Rp 8.500 untuk golongan II B bukan merupakan kenaikan tarif.
"Itu tarif baru. Jadi, saat Menteri PU mengumumkan kenaikan tarif akhir Agustus ini tarif JORR tidak akan naik lagi," ujar Okke.
Belum layak naik
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR tentang Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol dan Rencana Penyesuaian Tarif Tol, di Jakarta, Rabu, DPR meminta pemerintah membatalkan sistem terbuka pada JORR dan mengubahnya menjadi sistem tertutup, sekaligus menunda kenaikan tarif tol. Standar pelayanan minimal jalan tol di Indonesia dinilai masih kurang.
Anggota Komisi V dari Fraksi Golkar, Suharsoyo, menyesalkan sikap pemerintah yang menetapkan tarif JORR baru di tengah pengkajian DPR tentang perubahan sistem dari sistem tertutup menjadi terbuka.
Sementara itu, pemerintah dalam waktu dekat bahkan akan menaikkan tarif 13 ruas jalan tol di Indonesia. "Kami tidak bisa memahami kenaikan tarif JORR dan 13 ruas jalan tol, apalagi masyarakat. Pemerintah harus meninjau ulang kenaikan itu," kata Suharsoyo.
Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Hermanto Dardak mengatakan, tarif baru JORR itu merupakan konsekuensi dari perubahan sistem. Ia menegaskan, jalan tol diprioritaskan untuk lalu lintas jarak jauh dan bukan sebagai jalan alternatif untuk lalu lintas jarak dekat.
"Fungsi jalan tol hakikatnya adalah untuk lalu lintas jarak jauh. Apabila masyarakat keberatan dengan mahalnya tarif tol untuk lalu lintas jarak dekat, mereka tidak usah menggunakan fasilitas jalan tol," kata Hermanto Dardak.(KSP/cok/tri/muk/ryo/lkt)
Thursday, August 30, 2007
Sistem Tarif Tol Dinilai Tak Adil
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:38 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Mendagri Baru: Komunikasi Intensif untuk Memperkuat NKRI
KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007
Jakarta, Kompas - Untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto akan mengembangkan komunikasi intensif dengan gubernur. Komunikasi intensif itu sebagai syarat utama, selain juga adanya pemahaman yang sama antara pusat dan daerah terhadap Undang-Undang Otonomi Daerah.
Mardiyanto mengutarakan hal itu, Rabu (29/8) di Istana Negara, Jakarta, seusai dilantik menjadi Mendagri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia diangkat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 77/P Tahun 2007, yang dikeluarkan Selasa lalu.
"Dalam pelaksanaan otonomi daerah, yang paling utama adalah membangun dan mengembangkan komunikasi yang intensif dengan para gubernur. UU Otonomi daerah adalah payung hukum. Sepanjang pusat dan daerah saling memahami UU itu, yang dikhawatirkan dalam hubungan pusat dan daerah tak akan terjadi," tutur Mardiyanto.
Soal peraturan daerah (perda) bermasalah, Mardiyanto mengatakan, jika bertentangan dengan aturan di atasnya, memang harus diubah atau dicabut. "Banyak sekali memang perda yang perlu diperbaiki. Saya harapkan, di sini juga perlunya komunikasi intensif dilakukan dengan daerah," katanya lagi.
Secara terpisah, Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Suryadharma Ali berharap Mardiyanto mencabut atau merevisi perda yang menghambat perkembangan koperasi dan UKM. Pergantian Mendagri seharusnya menjadi awal komitmen pemerintah untuk kembali menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Calon perseorangan
Mardiyanto juga menegaskan bahwa ia akan menyelesaikan revisi terbatas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang terkait dengan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah, seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan revisi empat UU bidang politik.
"Bagaimana implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (soal calon perseorangan), nuansa ini sangat terasa di masyarakat untuk diselesaikan. Saya berpegang pada aturan dan norma. Tentu, setelah ada kesepakatan dengan DPR, langkah cepat diperlukan untuk menyelesaikan revisi terbatas UU itu," ujarnya.
Mendagri ad interim Widodo AS, dalam serah terima jabatan dengan Mardiyanto, mengatakan, jabatan Mendagri tidak dapat dirangkap dengan jabatan lain. Hal itu karena Mendagri memiliki peranan penting dan strategis bagi bangsa. Mendagri berkewajiban membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan politik serta penyelenggaraan pembangunan di daerah. (har/osa/mzw)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:36 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Antrean Truk: Pemerintah Libatkan TNI AL dan Pelni
KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007
Jakarta, Kompas - Pemerintah terpaksa memberdayakan kapal milik TNI Angkatan Laut dan PT Pelayaran Nasional Indonesia untuk mengatasi masalah kurangnya kapal penyeberangan di lintasan Merak-Bakauheni. Namun, karena kapal bantuan itu tidak dimungkinkan bersandar di dermaga Merak dan Bakauheni, kegiatan penyeberangan dilakukan di dermaga Pelabuhan Cigading Ciwandan, Banten, dan dermaga Panjang, Bakauheni, mulai Kamis (30/1) ini.
Dengan demikian, jika kapal yang akan diperbantukan pada Kamis ini (Kompas, 29/8) masuk ke jalur penyeberangan Merak- Bakauheni, total kapal bantuan yang akan beroperasi di jalur tersebut sebanyak 14 kapal.
Menteri Perhubungan Jusman Safeii Djamal, Rabu di Merak, Banten, menyebutkan, kapal TNI Angkatan Laut (AL) yang diberdayakan adalah KRI 537 dan KRI 538. Adapun dua kapal PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) yang dikerahkan adalah KM Gunung Egon, yang saat ini berada di Semarang, dan KM Ganda Dewata yang berada di Tanjung Priok, Jakarta.
Selain empat kapal itu, ada tiga kapal lagi yang diperbantukan, yakni KM Dharma Ferry II dari Surabaya dan dua kapal milik PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP). Dua kapal milik ASDP itu adalah KM Raja Enggano yang sudah beroperasi hari ini dan KM Belanak, yang saat ini masih berada di Sumatera Utara melayani Sibolga-Nias.
"Dengan demikian, kami harapkan kondisi lintasan penyeberangan Merak-Bakauheni akan kembali normal secepatnya dalam waktu dua hari," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Menteri Perhubungan Jusman Safeii Djamal untuk berkoordinasi dengan tiga daerah untuk mencari jalan keluar bagi penyelesaian masalah antrean panjang dalam penyeberangan dari Merak menuju Bakahueni. Ketiga daerah itu adalah Banten, Lampung, dan DKI Jakarta.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Iskandar Abubakar menjelaskan, pihaknya telah mengevaluasi kapal-kapal yang dimasukkan dalam kategori tidak layak lagi untuk melayani penyeberangan Merak-Bakauheni.
Tak berpengaruh
Sementara itu, sampai sore kemarin antrean truk masih sepanjang lebih kurang 12 kilometer dari pintu pelabuhan hingga Kilometer 91 Jalan Tol Jakarta-Merak. Kendaraan hanya bisa maju sekitar 100 meter per jam. Semakin malam, jumlah kendaraan yang menuju Pelabuhan Merak bertambah banyak. Akibatnya, kendaraan akan terus tertumpuk di ruas jalan tol hingga pintu Pelabuhan Merak.
Dari Pelabuhan Bakauheni dilaporkan, penumpukan kendaraan di pelabuhan itu sampai kemarin petang hanya terjadi di pelataran parkir pelabuhan. Selain itu, layanan penyeberangan Bakauheni-Merak sudah mendapat tambahan satu armada kapal. "Semalam satu kapal milik PT ASDP yang biasa beroperasi di Bengkulu, KM Raja Enggano, yang berkapasitas 100-an kendaraan, bertolak ke Merak. Sejak pagi tadi kapal itu sudah dioperasikan untuk melayani penyeberangan Merak-Bakauheni," kata Manajer Operasional PT ASDP Bakauheni Jailis.
Di Pelabuhan Tanjung Priok, tidak terlihat lonjakan jumlah kendaraan truk barang di dermaga Nusantara Pura, yang merupakan pelabuhan antarpulau. Pelabuhan Tanjung Priok belum dijadikan rute alternatif.
Operator tol rugi
Antrean panjang kendaraan yang umumnya angkutan barang menyebabkan operator tol PT Marga Mandalasakti (MMS) mengalami potensi kehilangan pendapatan Rp 140 juta per hari.
Pemantauan Kompas, Rabu pagi, kemacetan di ruas tol telah mencapai 7 kilometer dari Gerbang Tol Merak (Km 98). "Ini kemacetan terparah. Kami tidak dapat mengatasinya karena bergantung pada penyeberangan di Pelabuhan Merak," kata General Manager PT MMS EB Suwela.
Suwela mengatakan, pihaknya juga berupaya menyeleksi kendaraan agar tidak tertahan semuanya di jalan tol. "Untuk kendaraan bus, sedan, jip, minibus keluar di Gerbang Tol Cilegon Barat. Kendaraan truk penyeberangan keluar di Gerbang Tol Merak. Kendaraan pembawa sembako kami utamakan," ujarnya.
Dalam upaya menjaga keamanan, PT MMS dibantu sekitar 30 personel Brigade Mobil Polri. Di sepanjang jalan tol dari Kebon Jeruk hingga Merak telah diumumkan terjadinya kemacetan panjang di Gerbang Tol Merak.
Sementara itu, sejumlah distributor dan pedagang sembako di Kota Palembang merugi karena keterlambatan pengiriman barang dari Pulau Jawa ke Sumatera. Kerugian keterlambatan ini masih ditambah dengan tidak diperolehnya keuntungan penjualan karena mereka tidak bisa mendapatkan dan menjual sembako kepada konsumen.(NTA/HLN/RYO/ONI/har/OTW)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:35 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Macet di Merak: Sopir Truk Pun Kehabisan Ongkos
KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007
Anita Yossihara
Tiga sopir truk berdiri mengelilingi dua pedagang minuman dan penganan kecil di tepian jalan, tepat di atas Pintu Tol Cilegon Barat. Hari Rabu (29/8) siang itu jam menunjukkan waktu tepat pukul 14.00.
Ketiga sopir tersebut memesan satu gelas kopi hitam dan dua gelas kopi susu. Mereka juga membeli tahu dan tempe goreng tepung yang dijajakan seorang nenek tua.
Sesekali mereka berteriak, "Suruh balik saja.… Jangan boleh lewat," saat melihat satu-dua truk pengangkut barang yang nekat keluar Pintu Tol Cilegon Barat, mencoba menerobos masuk Pelabuhan Merak melalui jalan negara. Maksudnya, mereka ingin semua sopir truk turut merasakan susahnya mengantre masuk pelabuhan.
Tiba-tiba dari arah barat seorang lelaki kurus berlari sambil berteriak, "Ada yang bagi-bagi nasi, ya?" Lelaki yang kemudian diketahui bernama Yanto itu mengira para sopir berkerumun karena ada yang sedang membagikan nasi bungkus gratis. Ternyata ia keliru.
"Saya pikir ada yang bagi-bagi nasi. Lapar nih… siang ini belum makan," kata sopir truk pengangkut barang kelontong itu.
Yanto kemudian bercerita, ia sudah kehabisan ongkos untuk makan. Maklum saja, ia sudah dua hari satu malam menunggu giliran masuk pelabuhan. Ayah dua anak itu mulai terjebak macet saat memasuki Kilometer 91 Jalan Tol Jakarta-Merak, Selasa siang lalu. Selama dua hari truk yang dibawanya baru bisa berjalan sekitar 3 kilometer saja.
"Nanti malam juga belum tentu bisa sampai pelabuhan. Masih sekitar 8 kilometer lagi sampai pintu. Jadi ya sudah hampir dua malam ini tertahan di sini," katanya.
Ongkos makan yang diberikan pemilik truk sudah habis sejak Selasa malam lalu. Maklum saja, ia hanya diberi Rp 50.000 untuk makan selama perjalanan Jakarta-Bandar Lampung yang membutuhkan waktu lebih kurang satu hari satu malam.
Satu hari terakhir ia terpaksa memakai uang jatah upah angkut dari pemilik truk Rp 100.000 untuk makan dan minum selama mengantre. Itu artinya, keluarga di rumah tidak akan kebagian hasil kerjanya selama satu hari satu malam.
"Bisa-bisa sampai ke Lampung malah ngebon (berutang) sama yang punya truk. Bukan dapat upah, tetapi malah dapat utang lebih banyak. Kalau dihitung kondisi sekarang, bisa sampai Rp 200.000 utang saya," katanya.
Pengalaman serupa dialami Ismail, sopir truk lain, meski tidak separah yang dialami Yanto. Sopir pengangkut barang kelontong dari Bandung menuju Banda Aceh itu pun mulai kehabisan ongkos.
Pergi-pulang Bandung-Aceh selama 12 hari, ia mendapat upah Rp 700.000 saja. "Kalau kondisinya seperti ini, mana bisa dapat utuh. Sekarang saja sudah berkurang buat makan-minum di sini, semuanya mahal. Belum lagi ongkos untuk bayar polisi di sepanjang jalan dari Lampung sampai Aceh. Bisa sampai 20 orang sekali jalan," katanya.
Dua hari terakhir rata-rata dia mengeluarkan uang Rp 50.000 per hari untuk membeli nasi bungkus, air mineral, kopi, rokok, dan jajanan lain. Jadi jika ditotal, saat ini uang jatah upah Ismail sudah berkurang Rp 100.000.
Begitu pula upah Dulham, sopir truk pengangkut tepung terigu dan gula pasir yang parkir di dekat truk yang dikemudikan Ismail. Upah kerja selama 10 hari pergi-pulang Jakarta-Medan sebesar Rp 600.000 juga sudah berkurang Rp 100.000.
"Pastilah kalau buat keluarga sudah tak utuh lagi Rp 600.000. Padahal kami-kami ini kebutuhannya banyak. Belum lagi, anak pasti minta mainan pas kami datang ke rumah. Kalau macet seperti ini, mana dapat uang buat beli mainan," tutur Dulham sambil tertawa.
Nasib Agus, sopir truk asal Bengkulu, lebih memprihatinkan lagi. Ia terpaksa harus menombok hingga Rp 400.000, untuk mengantar truk berukuran besar yang dipesan seorang pejabat tinggi di Polda Bengkulu.
"Saya ini disuruh mengambil truk ke Jakarta, saya bawa ke Bengkulu. Sudah tiga hari dua malam mesin truk terus-terusan saya hidupkan. Soalnya kalau dimatikan, tidak bisa jalan lagi," katanya, yang saat itu sudah berada di Pintu Tol Merak.
Selama terjebak macet, bahan bakar seharga Rp 450.000 yang dibelinya di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) Karang Tengah, Tangerang, sudah hampir habis.
Dalam kondisi lalu lintas macet seperti itu, Agus memperkirakan tangki bahan bakar truk yang dibawanya akan habis tepat di pintu masuk dermaga. Jadi, ia harus kembali membeli bahan bakar paling tidak Rp 450.000 di SPBU yang berjarak sekitar 2 kilometer dari Pintu Tol Merak. Padahal uang di tangan hanya cukup untuk beli tiket kapal.
Serba mahal
Ada saja yang mengambil keuntungan saat para sopir sengsara karena berhari-hari terjebak kemacetan sejak enam hari terakhir. Warga di sekitar Jalan Tol Merak hingga Cilegon Timur pun beramai-ramai beralih profesi menjadi pedagang keliling. Tidak tanggung-tanggung, mereka memasang harga tinggi untuk minuman dan penganan yang dijajakan.
Satu gelas kopi hitam dijual dengan harga Rp 2.000 hingga Rp 5.000. Adapun kopi susu dijual beragam, Rp 3.000-Rp 7.000 per satu gelas berukuran 250 mililiter. Jauh di atas harga pada hari-hari biasa, yaitu Rp 1.000- Rp 1.500 untuk satu gelas kopi hitam dan Rp 2.000-Rp 3.000 untuk satu gelas kopi susu. Harga satu gelas es cendol juga naik, dari biasanya Rp 2.000 menjadi Rp 4.000.
Harga satu potong tahu-tempe tepung dan bakwan juga naik dua kali lipat. Jika biasanya sepotong gorengan dijual Rp 250, pada saat macet harga gorengan menjadi Rp 500 per potong.
Begitu pula harga nasi bungkus. Nasi bungkus dengan lauk telur pun dijual Rp 6.000 per bungkus atau naik Rp 1.000 daripada harga pada hari-hari biasa. Harga nasi bungkus dengan lauk sepotong kecil ayam juga dinaikkan dari yang biasanya Rp 6.000 per bungkus, menjadi Rp 7.000 per bungkus. Nasi bungkus dengan lauk daging sapi dijual Rp 8.000, dari yang biasanya seharga Rp 7.000.
Belum lagi harga air mineral, yang biasanya dijual dengan harga Rp 3.000-Rp 3.500 per satu botol ukuran satu liter, dalam hari terakhir dijual Rp 6.000- Rp 8.000 per botol.
Jika ingin sedikit murah, para sopir membeli air isi ulang yang dijajakan keliling lokasi kemacetan. Satu liter air isi ulang, dijual Rp 3.000-Rp 8.000.
Belum lagi jika ingin mandi atau buang air. Para sopir harus membayar Rp 2.000 untuk mandi dan Rp 1.000 untuk buang air di sejumlah toilet umum milik warga sekitar.
Lonjakan harga minuman dan makanan itulah yang juga ikut memberatkan para sopir. Jika Pelabuhan Merak tetap macet, berarti para sopir terpaksa mengeluarkan uang lebih banyak untuk keperluan makan dan minum.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:34 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Perbankan Nasional agar Perluas Jangkauan Kredit
KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007
Presiden Minta Bandara Dibebaskan dari Pungli
Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kalangan perbankan nasional agar memberikan kredit lebih luas kepada pengelola usaha-usaha kecil dan mikro. Selain itu, para bankir diminta tidak takut dalam mengambil keputusan bisnis secara mandiri, tidak perlu bergantung pada pihak lain.
"Saya minta betul, sektor yang sungguh produktif tolong dialiri kredit. Jangan pagi-pagi dikatakan ini tidak produktif. Jangan diyakini terlalu dini, siapa tahu produktif dan mereka dapat mengembangkan (bisnis). Kalau tidak didanai, rugi kita," ujar Presiden di hadapan bankir yang ikut serta dalam Forum Strategis Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (29/8).
Presiden juga meminta agar penyaluran kredit diperluas sehingga dapat menjangkau banyak pihak yang memerlukannya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah mengatakan, BI tengah membangun proyek percontohan pusat data usaha kecil dan menengah yang dibangun di delapan Kantor BI di beberapa daerah.
"Selain itu, BI mengembangkan pula data informasi bisnis di Indonesia," ujar Burhanuddin, seraya menuturkan bahwa salah satu penyebab kurang berjalannya intermediasi adalah kurangnya data mengenai bisnis.
Dalam kesempatan terpisah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan patung Proklamator Soekarno-Hatta di pintu gerbang jalan utama Bandar Udara (Bandara) Internasional Soekarno-Hatta.
Hapuskan pungli
Dalam kesempatan itu, presiden meminta agar PT (Persero) Angkasa Pura II, selaku pengelola Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Provinsi Banten, Departemen Perhubungan, dan pemerintah daerah Tangerang segera membebaskan bandara dari praktik pungutan liar, khususnya di terminal bagi tenaga kerja Indonesia.
Praktik pungli dinilai akan dapat mengganggu nama baik bandara sebagai pintu gerbang turis mancanegara.
"Tolong pimpinan AP II, Menhub, dan pihak terkait lainnya untuk mengecek praktik tersebut. Kalau masih ada, tolong diperbaiki. Jangan sampai terjadi karena sangat mengganggu penumpang dan citra kita," ujar Presiden.
Tiru bandara Changi
Presiden juga meminta agar bandara dikembangkan menjadi bandara yang terbaik, seperti bandara internasional Changi di Singapura dan lainnya.
Di lokasi itu, Direktur Utama PT AP II Edie Haryoto dan Direktur Utama PT (Persero) Adhi Karya Saiful Imam menandatangani kontrak dimulainya pembangunan Terminal III Bandara Soekarno-Hatta.
Pembangunan terminal tersebut dijadwalkan selesai pada akhir tahun 2008. Total investasinya mencapai Rp 359 miliar, dengan dana sendiri sebesar Rp 250 miliar. (har/joe)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:33 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Ribuan Korban Lumpur Masih Menganggur
KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007
Sidoarjo, Kompas - Hingga kini belum ada solusi bagi ribuan korban lumpur Lapindo di Sidoarjo yang menganggur akibat tempat kerja mereka terendam lumpur. Sebagian dari mereka tidak sempat mencari pekerjaan baru karena sibuk mengurus berkas ganti rugi.
Korban yang menganggur itu sebelumnya bekerja di industri dan sawah di Porong dan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, yang kini terendam lumpur. Di lokasi itu, setidaknya terdapat 30 tempat usaha dan sawah dari 3.000 warga terendam lumpur. Sampai saat ini sebagian dari mereka belum bekerja.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka mencari uang dengan beragam cara, seperti menjadi tukang ojek di sekitar tanggul lumpur Lapindo, tukang parkir, atau menjadi pengutip uang dari pengguna kendaraan bermotor.
Dugi (30), salah seorang korban lumpur Lapindo dari Desa Jatirejo, Porong, Sidoarjo, Rabu (29/8), mengatakan, sebelum lumpur menyembur ia bekerja di pabrik. Begitu pabrik terendam, ia menganggur dan sampai sekarang belum mendapatkan pekerjaan lain. Ia tidak sempat mencari pekerjaan lain karena disibukkan dengan pengurusan berkas ganti rugi tanah dan bangunan yang terendam lumpur.
"Prosesnya panjang dan syarat acap berganti. Kasihan kalau ini diurus orangtua saya yang sudah tua. Saya terpaksa menganggur sampai proses pengurusan berkas selesai," kata Dugi.
Untuk menutupi biaya pengurusan ganti rugi dan kebutuhan hidup sehari-hari, Dugi berutang kepada saudara atau teman-temannya dengan janji akan dibayar saat uang muka ganti rugi diterima. Dari "pekerjaan sebagai polisi cepek", tidak mungkin ia memenuhi semua biaya itu.
Cerita serupa dikemukakan Yudi (35) dan Samsul (38), korban lumpur dari Desa Siring, Porong. Kini Yudi bekerja sebagai tukang ojek yang mengantar orang-orang yang ingin melihat semburan lumpur. Samsul menjual compact disc (CD) yang bercerita soal semburan lumpur kepada para pengunjung. (APA)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:31 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Patung Proklamator Rp 4 Miliar Diresmikan Presiden
KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007
Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno dan Muhammad Hatta, merupakan tokoh besar dunia yang lekat dengan bangsa Indonesia. Keduanya, bukan hanya the founding fathers dan pahlawan kemerdekaan dengan semangat nasionalisme yang tinggi, melainkan juga peletak dasar-dasar konstitusi dan diplomasi Indonesia.
Demikian disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum meresmikan patung Proklamator Soekarno dan Muhammad Hatta, Rabu (29/8) di pintu gerbang Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta yang berlokasi di Tangerang, Banten.
"Karena itu, saya menyerukan agar generasi muda Indonesia menghormati para pahlawan pendahulu kita. Kalau kita menghormatinya, tepatlah jika kedua pahlawan itu kita abadikan seperti sekarang ini di Bandara Internasional Soekarno-Hatta," lanjut Presiden.
Dana Rp 4 miliar
Di tempat yang sama, Direktur Utama PT Angkasa Pura (AP) II Edie Haryoto, yang membangun patung Proklamator RI itu, menyatakan, pembangunan patung tersebut dikerjakan seniman patung asal Bandung, Sunaryo. Patung setinggi 12,6 meter itu terbuat dari perunggu.
Pembangunan patung Proklamator RI itu, lanjut Corporate Secretary AP II Sudaryanto, dibangun dengan dana milik AP II, yang jumlahnya mencapai Rp 4 miliar. (har/tri)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:30 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas