Tuesday, July 10, 2007

Keamanan di Jalan Raya Terabaikan

KOMPAS - Selasa, 10 Juli 2007

Jumlah Korban Meninggal

Jakarta, Kompas - Jumlah kasus, korban luka dan korban tewas akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya tinggi, dan dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan menurut data, jumlah korban tewas di Indonesia akibat kecelakaan di jalan raya rata-rata per tahun mencapai 30.000 orang atau 82 orang per hari.
Ironisnya, faktor keamanan dan keselamatan di sektor ini masih terabaikan. Bahkan, sampai saat ini, belum ada standarisasi yang baku terhadap kompetensi pengemudi dan kelaikan kendaraan pribadi.
Kondisi setali tiga uang juga di perushaan angkutan umum. Sektor publik jasa angkutan darat ini, meski, tidak memiliki tempat penampungan bus, bengkel khusus, dan mess untuk karyawan, pengusaha tetap dengan mudah mendapatkan izin pendirian perusahaan angkutan umum.
"Lemahnya kontrol petugas terhadap implementasi regulasi di jalan raya semakin meningkatkan potensi pelanggaran yang berujung kepada kecelakaan," kata Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Bambang Susantono, ketika diminta tanggapan seputar keselamatan dan kecelakaan di jalan raya, Senin (9/7) di Jakarta.
Bambang lalu mengutip data dari perusahaan asuransi Jasa Raharja. Menurut perusahaan asuransi plat merah itu, jumlah korban meninggal akibat kecelakaan di jalan raya mencapai ada sekitar 82 orang per hari.
Pernyataan itu pun diperkuat data yang dikeluarkan oleh Kepolisian RI (Polri), yang dilansir oleh Departemen Perhubungan. Menurut data tersebut, jumlah semua jenis kendaraan yang mengalami kecelakaan pada tahun 2003 mencapai 19.091 unit. Tahun 2004, naik menjadi 26.187 unit kendaraan, tahun 2006 melompat menjadi 70.308 unit kendaraan.
Dari jumlah tersebut, dominasi kecelakaan terjadi pada jenis sepeda motor. Tahun 2004 sepeda motor yang mengalami kecelakaan mencapai 14.223 unit. Dua tahun kemudian melompat menjadi 47.591 sepeda motor. Kenaikan itu, seiring dengan tingginya peningkatan pengguna sepeda motor.
Pada jenis angkutan umum bus tahun 2004 jumlahnya mencapai 1.650 unit. Tahun 2006 melompat hingga 78,48 persen menjadi 2.945 unit bus.
Data kumulatif korban meninggal akibat kecelakaan juga terus meningkat dari 11.204 jiwa di tahun 2004 menjadi 15.762 jiwa di tahun 2006.
Ironisnya, kata Bambang, kepedulian pemerintah dan masyarakat dengan fakta ini jauh lebih rendah, jika dibandingkan dengan kecelakaan pesawat. Pemerintah seharusnya membuat standardisasi yang jelas. Dengan demikian keselamatan dan keamanan di jalan raya bisa lebih terjamin.
Dia mencontohkan, akibat belum adanya standardisasi, selama ini, orang yang hanya berbekal surat izin mengemudi B1, sudah boleh mengendarai bus berpenumpang. Padahal, kompetensi orang itu belum pasti teruji.
Selain faktor kelaikan kendaraan dan kelalaian pengemudi, kecelakaan di jalan raya juga bisa diakibatkan kondisi infrastruktur jalan dan sistem pengelolaan lalu lintas. "Kondisi badan jalan yang berlubang atau jembatan yang menyempit sangat berpotensi menyebabkan kecelakaan. Demikian juga dengan jalan yang tidak dilengkapi rambu-rambu lalu lintas yang memadai," katanya.
Tidak pernah diuji
Di sisi lain, kesadaran para pengusaha angkutan umum untuk menguji dan memelihara kelayakan armada juga patut dipertanyakan. Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Pulogadung, DKI Jakarta, AL Tobing, sebanyak 5.610 unit dari 14.710 unit bus umum, atau sebanyak 38,1 persen, tidak pernah diuji kelayakannya.
Selain tidak pernah diuji kelayakannya, banyak angkutan umum yang diduga menggunakan surat keterangan uji kelayakan (kir) palsu. Uji kelayakan bus umum, kata Tobing, sebenarnya membantu pengusaha angkutan untuk menentukan kelemahan armada mereka.
Biaya uji kelayakan untuk bus ukuran besar mencapai Rp 239.000 per unit dan harus dilakukan setiap enam bulan. Apabila tidak lulus uji, pengusaha dapat memperbaiki busnya lagi dan menguji ulang secara gratis.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Murphy Hutagalung meminta semua pihak untuk tidak memojokkan pengusaha angkutan. Pengusaha sendiri sudah berupaya untuk mempertahankan kondisi armada yang prima di tengah kondisi bisnis usaha yang sulit. Kenaikan bahan bakar menyebabkan biaya operasional meningkat 40 persen.
"Untuk peremajaan armada memang sangat sulit dilakukan. Pendapatan kami terus menurun karena kalah bersaingan dengan pesawat. Tingkat keterisian penumpang kami tinggal 40 persen. Sementara harga bus baru sudah mencapai Rp 800 juta sampai Rp 1 miliar," papar Murphy.
Pengusaha juga sulit mendapatkan pinjaman karena perbanka mengenakan suku bunga yang tinggi.
Direktur Keselamatan Transportasi Darat Departemen Perhubungan Suripno mengatakan, selain melalui pengujian kir, pemeriksaan kelaikan kendaraan angkutan umum juga harus dilakukan secara internal oleh perusahaan. Disebutkan, jumlah bus yang beroperasi sudah terlalu banyak, sehingga tidak semua diperiksa.
"Karena itu, sampai sekarang kendaraan pribadi pun belum diuji kir-nya. Untuk mengatasi masalah ini, ke depan pemerintah akan melibatkan pihak swasta untuk uji kir kendaraan," kata Suripno.
Sementara itu, mengenai bus PO Limas yang jatuh ke sungai di Cianjur, Suripno mengatakan, pengusaha bus Limas telah melanggar izin trayek. Bus itu berizin trayek dengan rute yang yang ditentukan dan bukan bus pariwisata. "Izin trayeknya sudah kami cabut," kata Suripno.(ECA/AHA/OTW)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Angkutan Umum: Mempertaruhkan Nyawa di Tangan Calo

KOMPAS - Selasa, 10 Juli 2007

Adhi Kusumaputra

Begitu masuk kawasan uji kir kendaraan bermotor di wilayah Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, Oka Putra (30), pemilik Colt bak terbuka, langsung "dihadang" sejumlah lelaki yang menawarkan jasa mengurus perpanjangan uji kir kendaraan.
Pedagang kelontong keliling tersebut sudah tiga tahun ini mengaku terpaksa menggunakan jasa calo untuk mengurus uji kir mobilnya. "Itu artinya sudah enam kali saya menggunakan calo. Saya tak bisa menolak. Calo-calo itu langsung datang," kata Oka Putra, warga Kabupaten Serang, Banten, tersebut kepada Kompas, Senin (9/7) siang.
Menurut Oka, dia harus mengeluarkan Rp 160.000 untuk biaya uji kir. Padahal biaya resmi uji kir "hanya" sekitar Rp 50.000 kalau mengurus sendiri.
"Bukannya saya tak mau mengurus sendiri, tapi calo-calo itu sangat ganas," kata Oka.
Hal senada disampaikan Budi (32), pengemudi Colt diesel pengangkut mebel. "Saya sudah tiga kali ini mengurus uji kir lewat calo. Mereka minta bayaran Rp 140.000. Satu jam langsung selesai," ungkap Budi, yang buru-buru naik ke mobilnya setelah mendapatkan buku uji kir.
Kehadiran calo-calo di tempat uji kir kendaraan bermotor di Serpong, bersebelahan dengan Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Tangerang, itu memang tak dapat disangkal.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Pengujian Kendaraan Bermotor (UPT PKB) Dishub Kabupaten Tangerang Osman Jayani mengakui, saat ini sulit menertibkan calo-calo di tempatnya.
"Dari pengalaman sebelumnya, para calo itu malah balik mengancam," ungkap Osman, yang baru 1,5 bulan menjabat Kepala UPT PKB. Ia berjanji menertibkan calo-calo yang menawarkan jasa uji kir. "Kalau ada anggota Dishub yang jadi calo, kami lebih mudah menindaknya. Namun, banyak calo dari orang luar. Ini yang susah," kilahnya.
Agresif
Pengamatan menunjukkan, calo-calo yang beroperasi di lokasi uji kir Serpong sangat agresif dan agak memaksa. Merekalah yang kemudian berhubungan dengan petugas kir di dalam, yang memeriksa buku induk dan mengurus administrasi. Bahkan seorang calo mengaku selalu berhubungan dengan "orang dalam" agar lebih lancar.
Namun, petugas uji kir, Abdul Cholik, berkilah," Siapa yang suruh mereka menggunakan calo? Kan sudah ada papan pengumuman yang mengimbau agar warga mengurus sendiri?"
Lalu apakah cepatnya layanan jasa uji kir ada kaitannya dengan lolosnya pemeriksaan uji kir yang dapat berdampak pada keselamatan?
Penguji kir, Mumu Muniardi, mengaku tak bisa sembarangan meloloskan uji kir kendaraan bermotor. "Sanksinya berat. Jika salah, kualifikasi sebagai penguji bisa dicabut. Kami tak boleh menguji lagi," kata Mumu, yang dibenarkan rekannya, Ferdaus.
"Kami harus sesuai prosedur karena ini menyangkut keselamatan. Kalau kami main-main, berbahaya karena terkait nyawa orang. Kurang satu baut saja, kalau dibiarkan, bisa bahaya," tutur Mumu.
Proses uji kir yang paling utama dan penting ada pada pemeriksaan kendaraan. Seorang pengemudi harus tahu kondisi kendaraannya. Kalau ada getaran, si pengemudi harus merasakan hal itu sejak dini.
Seorang penguji kir melakukan pengecekan pada rem dan pemeriksaan di bagian bawah mobil, yang meliputi sasis, sistem kemudi, sistem persneling, dan sistem suspensi. "Bisa saja ketika diperiksa, semuanya dalam kondisi bagus. Namun, jika setelah itu kondisinya jelek, siapa yang tahu? Misalnya, ada kendaraan bak terbuka seharusnya untuk barang, tapi untuk angkut orang. Kalau terjadi kecelakaan, itu tanggung jawab pengemudi," kata Mumu.
Ferdaus menambahkan, pihaknya menggunakan rumus untuk mencatat uji kir.
Sementara itu, di UPT PKB Pulo Gadung, Jakarta Timur, bus yang akan diuji kelaikannya harus didaftarkan di loket administrasi. Retribusi dibayarkan di loket kas daerah. Namun, tidak terlihat calo di sekitar loket karena semua perwakilan perusahaan bus berada di kantor itu untuk mengurus proses kir bus-bus tersebut.
Bus yang datang dicek kelengkapan surat dan nomor rangkanya, untuk menentukan identitas kendaraan. Setelah itu bus akan diuji emisi dengan detektor gas yang terhubung dengan komputer. Hasil uji dicetak pada kertas yang akan menjadi bukti kelayakan dan ketidaklayakan.
Proses dilanjutkan dengan uji pengukur kecepatan (spidometer). Roda bus diputar dengan mesin di bawah roda untuk mencocokkan kecepatan di komputer dengan di bus.
Uji yang hampir sama diterapkan pada rem. Rem bus diuji kekuatannya, untuk menghentikan mesin yang berputar di bawah. Hasil uji kekuatan rem akan terlihat di ukuran komputer. Untuk roda, peredam kejut, kaki-kaki roda, dan semua bagian bawah bus diperiksa secara manual. Dua petugas turun ke bagian bawah bus dan mengamati semua elemen untuk memastikan semua laik jalan.
Seorang penguji, Djoko Thomas, mengatakan, pemeriksaan secara mekanis diperlukan agar hasil ujinya obyektif. Satu uji saja tidak lolos, bus harus diperbaiki lagi dan diuji ulang. "Sulit untuk lolos dari pengujian ini jika kendaraan memang tak laik. Semua menggunakan komputer sehingga terukur dengan tepat," kata H Manurung, seorang pemilik bus. (eca)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Piala Asia 2007: Warga Optimistis Indonesia Bisa Atasi Bahrain

KOMPAS - Selasa, 10 Juli 2007

Jakarta, Kompas - "Indonesia bisa menang!" teriak Brian (10), siswa kelas V sekolah dasar homeschooling, menyemangati para pemain tim nasional Indonesia yang melintas di depannya dan baru selesai berlatih di Lapangan PSSI, Senayan, Senin (9/7) sore. Ditemani bapaknya, bocah bertubuh subur itu tak beranjak dari balik pagar lapangan sebelum bus pengangkut pemain timnas lenyap dari pandangannya.
"Saya percaya, Indonesia pasti menang," lanjut Brian. Menurut sang ayah, ia telah mengantongi tiga tiket laga Indonesia di penyisihan Grup D, termasuk Indonesia versus Bahrain di Gelora Bung Karno, Selasa sore.
Seperti sekitar 220 juta warga negeri ini, Brian mendambakan sepak bola Indonesia mengakhiri masa paceklik prestasi di ajang Piala Asia 2007. Dukungan warga pada perjuangan tim Merah-Putih tercermin dari antusiasme dan kesetiaan mereka mendampingi pemain timnas saat berlatih di Lapangan PSSI sore itu.
Ponaryo Astaman dan kawan- kawan juga mendapat suntikan motivasi dari Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla yang menengok latihan pada sore itu. "Saya harapkan, kalian mempertahankan martabat bangsa. Anda pasti bisa," ujar Wapres, didampingi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault.
"Jika menang, Anda pasti dielukan-elukan di daerah. Akan tetapi, kalau kalah, Anda mungkin agak dilupakan orang." Wapres pun membakar semangat juang dan memompa kepercayaan diri pada pemain.
"Kalian ini terpilih dari 200 juta penduduk Indonesia. Mereka hanya terpilih dari sekitar satu juta penduduk. Mereka berlatih di pasir, kalian berlatih di lapangan rumput. Apa yang bisa mereka lakukan untuk menang dalam pertarungan melawan kalian?" kata Wapres retoris.
Danurwindo dan Widodo Cahyono Putro, mantan pelatih dan pemain timnas di Piala Asia 1996, menyatakan, Indonesia bisa memenangi laga melawan Bahrain jika punya motivasi tinggi. "Di Piala Asia 1996 kami diremehkan banyak orang, tetapi itu membuat motivasi kami berlipat ganda dan kami bisa mengimbangi Kuwait 2-2 yang baru juara Teluk," ujar Danurwindo.
"Jangan pernah merasa kalah dulu, jangan gugup, dan konsentrasi jangan lepas," tambah Widodo, pemain Indonesia pertama yang mencetak gol di Piala Asia. Gol pertama yang dibuatnya itu ialah gol terbaik Piala Asia 1996.
Danurwindo dan Widodo juga mengingatkan para pemain agar mampu menjaga tempo permainan. "Persoalan timnas sebenarnya bukan soal stamina yang selama ini didengungkan, tetapi karena mereka tidak mampu mengatur ritme permainan," ujar Danurwindo yang diamini Widodo.
Menurut keduanya, Indonesia kali ini lebih beruntung karena menjadi tuan rumah. Kapten tim, Ponaryo Astaman, berharap pada dukungan suporter. "Merah-Putihkan Senayan. Dukungan penonton akan membuat pemain lebih bersemangat," ujarnya.
(HAR/RAY/SAM)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

ANALISIS POLITIK: Mengejar Pujian

KOMPAS - Selasa, 10 Juli 2007

SUKARDI RINAKIT

Dua jam lebih kami duduk minum kopi, di sudut kota Hilversum, Belanda. Lelaki di depan saya itu adalah Prof Salim Said, duta besar kita untuk Ceko. Ia menanyakan persoalan politik yang sedang hangat di Tanah Air, lengkap dengan konfigurasi politiknya. Kami lalu mendiskusikan masalah itu dengan santun. Tanpa kritik, apalagi celaan.
Diskusi yang hangat dan netral, dengan sudut pandang prospektif-optimistis itu, meleleh perlahan saat saya masuk kamar hotel yang hangat. Telepon genggam yang tertinggal ternyata dipenuhi layanan pesan singkat (SMS) dari Jakarta. Pengirimnya macam-macam: jenderal, mantan menteri, tokoh partai, pengamat, aktivis, wartawan, anggota parlemen, dan lain-lain.
Merasa berkuasa
Bunyi SMS itu macam-macam, yang pasti, semua bernada pesimistis dan kesal dengan berlarut-larutnya masalah interpelasi Iran. Seorang anggota DPR, misalnya, dengan kecewa mengirim pesan, Presiden ternyata bukan sedang rapat konsultasi dengan DPR, tetapi pidato menyambut kemerdekaan Amerika Serikat di depan pimpinan DPR. Pengamat yang kritis umumnya berkomentar sama.
Seorang wartawan mengabarkan, Mbah Tardjo (Soetardjo Soerjogoeritno) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan walkout dari rapat konsultasi dengan Presiden. Ketika ditanya, Mbah Tardjo menjawab, "Saya kurang sehat. Kuping saya sakit!" Membaca SMS itu saya tersenyum.
Relasi Presiden dan DPR yang kurang mulus, khususnya setelah dipicu ketidakhadiran Presiden dalam interpelasi DPR menyangkut dukungan Indonesia terhadap Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 1747 tentang Perluasan Sanksi terhadap Iran, terasa melelahkan. Drama politik tanpa skrip yang berjalan selama sebulan lebih itu menyita energi Presiden dan DPR.
Akibatnya, hak rakyat untuk hidup layak sebagiannya terambil secara paksa oleh pusaran arus hubungan panas mereka. Upaya mengurangi kemiskinan, pengangguran, mahalnya harga beras dan minyak goreng tersendat. Karena itu, jika elite peduli kepada rakyat dan tidak ingin membuat mereka tambah pesimistis, ketegangan politik karena interpelasi Iran harus segera diakhiri.
Presiden tak perlu memanggul waham merasa berkuasa karena dipilih langsung oleh 63 persen suara pada pemilu lalu. Memang tidak ada legitimasi sehebat ini. Namun, legitimasi itu bukan untuk sekadar menahan langkah Presiden datang ke parlemen. Sebaliknya, anggota DPR tidak perlu dikerangkeng oleh waham merasa berkuasa karena menjadi wakil rakyat. Posisi eksekutif dan legislatif adalah sejajar. DPR tidak perlu merasa "dikecilkan" oleh Presiden.
Sejauh ini harus jujur diakui, posisi sejajar kedua lembaga itu ternyata bukan menjadikan fungsi check and balances bekerja dengan baik, tetapi justru membuat mereka terserang penyakit angkuh. Presiden tahan gengsi untuk hadir di interpelasi; DPR karena merasa diremehkan Presiden, sikapnya menjadi mengeras.
Mengejar pujian
Keberadaan Presiden ataupun DPR adalah untuk kepentingan rakyat. Waham merasa berkuasa di setiap tarikan napas mereka sebaiknya ditekan sekecil mungkin. Di masa depan sebaiknya Presiden hadir jika diundang DPR untuk memberi penjelasan. Dengan begitu, masalah bisa cepat tuntas. Jika DPR terkesan mengada-ada, rakyat akan menghabisinya. Emosi rakyat jangan dibiarkan tak terkendali, hanya karena waham para pemimpinnya.
Jika emosi itu berlarut-larut dan menjadi akut, kemungkinan besar akan mengalir mengikuti pola ngalah-ngalih-ngamuk. Artinya, selama ini rakyat ngalah (mengalah) terhadap apa pun yang dilakukan elite politik terhadap mereka. Bahkan, mereka tidak keberatan untuk ngalih (menyingkir), termasuk mengungsi, agar tidak mengganggu ruang gerak elite. Namun kalau terus ditekan, akan tiba saatnya mereka ngamuk (mengamuk). Ibarat banteng terluka, ia akan menyeruduk siapa saja.
Oleh karena itu, agar gelombang gejolak sosial tidak terjadi, elite politik sebaiknya tidak hanya mengejar pujian kalau memang tulus bekerja untuk rakyat. Mereka harus bisa seperti ibu-ibu Jepang yang dengan sepenuh hati mempersiapkan masa depan anak-anak mereka melalui pendidikan. Daoed Joesoef menyebut mereka sebagai nurani cahaya di tengah pekatnya kegelapan. Sekecil apa pun nurani cahaya itu, ia tetap bermakna besar dan menggetarkan (Kompas, 7/7).
Politisi sebaiknya tidak ribut berlarut-larut seperti sekarang. Ketegangan politik sebulan lebih, apa pun alasannya, sudah lebih dari cukup. Khusus untuk Presiden dan orang-orang di lingkaran dalam Presiden, sebaiknya jangan terus-menerus terjebak pada politik pencitraan diri. Sampai saya gagap saat ditanya seorang petugas cleaning service tentang alasan Presiden naik kereta api ekonomi double-track Jakarta-Serpong.
"Mungkin Presiden ingin tahu denyut nadi dan penderitaan rakyat," jawab saya. Namun anak itu membantah dengan sopan, jika itu alasannya mengapa Presiden tak mau menemui korban lumpur Lapindo di Pasar Porong agar bisa benar-benar merasakan penderitaan pengungsi. "Jangan-jangan sekadar mburu aleman (mengejar pujian)," komentarnya. Saya pun terkesiap.
Sukardi Rinakit, Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Soeharto Digugat Perdata

KOMPAS - Selasa, 10 Juli 2007

Penyelesaian Harus Melihat Realitas

Jakarta, Kompas - Jaksa pengacara negara dari Kejaksaan Agung, mewakili negara cq Presiden RI, mendaftarkan gugatan perdata terhadap mantan Presiden Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Beasiswa Supersemar (tergugat II) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (9/7). Gugatan ini segera mendapat reaksi dari berbagai pihak.
Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais di Jakarta kemarin mengatakan, "Niat Jaksa Agung menggugat perdata Soeharto dan Yayasan Supersemar harus dihargai. Namun, realitas yang ada juga harus dipahami."
Realitas itu, lanjut Amien, antara lain data dan bukti yang ada mungkin sudah tidak seutuh 10 tahun lalu. Selain itu, mantan Presiden Soeharto juga sudah uzur. "Untuk itu, ambil jalan tengah saja. Caranya, apa yang masih bisa diselamatkan, seperti Tapos, diambil alih saja oleh negara dan kemudian tutup buku. Sebab, jika kita tidak pernah menyelesaikan kasus ini, sebagai bangsa kita juga tidak akan pernah selesai," ujar Amien.
Direktur Eksekutif Reform Institut Yudi Latief juga mengusulkan penyelesaian politik. Caranya, pimpinan negara memanggil mereka yang terlibat dalam kasus ini untuk diajak mengembalikan uang atau harta yang mereka miliki kepada negara.
Ketika ditanya apakah pengajuan gugatan tersebut hanya untuk menunjukkan kejaksaan telah bekerja, Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno menjawab, "Anda cukup cerdas membaca situasi."
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita di Jakarta kemarin mengatakan, upaya Kejaksaan Agung mendaftarkan gugatan perdata itu sebagai hal yang sia-sia.
Menurut dia, kasus korupsi Soeharto hanya dapat diungkap jika Jaksa Agung membuka kembali kasus pidana Soeharto dengan mencabut Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Gedung Granadi
Gugatan didaftarkan ketua tim jaksa pengacara negara Dachamer Munthe sekitar pukul 13.00 yang diterima panitera muda perdata Sobari Achmad. Gugatan itu menyebutkan ganti rugi materiil sebesar Rp 185 miliar dan 420 juta dollar AS serta ganti rugi imateriil Rp 10 triliun. Disebutkan juga sita jaminan yang dimohonkan oleh penggugat, yakni tanah dan bangunan Gedung Granadi di Jalan HR Rasuna Said, Kavling 8-9, Jakarta. (idr/MZW/NWO)
Penerima dana Dari Yayasan Supersemar
1. Bank Duta: 125 juta dollar AS (1990), 19 juta dollar AS (1990), dan 275 juta dollar AS (1990)2. PT Sempati Air: Rp 13 miliar (1989-1997)3. PT Kiani Sakti & PT Kiani Lestari: Rp 150 miliar (1995)4. PT Kalhold Utama, PT Essam Timber, & PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri: Rp 12 miliar (1982-1993)5. Kelompok Usaha Kosgoro: Rp 10 miliar (1993)
Sumber: Kejaksaan Agung

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Gaung Suara Anda

KOMPAS - Selasa, 10 Juli 2007

Survei Flight International membuktikan maskapai penerbangan RI paling tak aman. AdamAir jatuh di Laut Sulawesi menewaskan 102 penumpang, 1 Januari 2007, dan Garuda terbakar di Yogyakarta memakan korban 21 tewas, Maret 2007.
Sama dengan RI, Kongo mengalami dua kecelakaan fatal. Namun, kecelakaan dialami dua pesawat baling-baling (non-jet) dan salah satunya pesawat pengangkut barang.
Kecelakaan terburuk dialami Boeing 737-800 Kenya Airways yang jatuh sekitar 5 kilometer dari Bandara Douala, Kamerun, belum lama ini. Seluruh 114 penumpang pesawat itu tewas.
Flight International mengatakan, kecelakaan fatal pesawat mencapai titik terendah pada paruh pertama 2007. Total terjadi 11 kecelakaan yang dialami seluruh kategori penerbangan komersial, termasuk penerbangan kargo.
Rekor kecelakaan fatal terendah pernah tercatat pada enam bulan pertama 2003 dan 1984. Namun, jumlah total penerbangan 2007 tiga kali lipat dibandingkan angka tahun 1984.
Keselamatan penerbangan RI divonis lebih buruk dibandingkan dengan dua negara Afrika itu. Dan, Flight International adalah institusi yang bergengsi yang jadi rujukan internasional.
Rekor buruk itu yang membuat Uni Eropa (UE) mulai 4 Juli 2007 melarang 51 maskapai RI terbang di udara Eropa. UE juga menyarankan warganya yang berkunjung ke RI jangan naik pesawat maskapai RI—pakailah kereta api atau bus.
Tak sedikit turis Eropa urung berkunjung ke sini. Pemerintah Australia dan Amerika Serikat (AS) telah mengeluarkan peringatan senada tentang RI sebagai no fly zone untuk sementara.
Ada beragam reaksi menanggapi keputusan UE, organisasi yang menaungi 25 negara. Ada yang merasa di-fait accompli, ada yang menilai keputusan itu unilateral, ada yang merasa tak adil, bahkan ada yang ingin membalasnya.
UE bukan "anak kemarin sore". Sejak 2004 mereka bertekad menciptakan "Satu Wilayah Udara" atau Single European Sky (SES) untuk menghemat biaya penerbangan, meningkatkan keselamatan, dan mengefisienkan lalu lintas udara.
Jika SES berjalan, UE berpotensi mengurangi biaya penerbangan di Eropa yang mencapai 4,4 miliar dollar AS per tahun. Berbagai aturan yang diterapkan akan terasa "kejam" bagi maskapai yang terbang dari Asia, AS, atau Afrika.
Salah satu aturan ketat yang berlaku sejak Maret 2006 mengatakan, setiap penumpang wajib mendapat informasi tentang maskapai yang masuk daftar tidak aman. Andai Garuda masih terbang ke Eropa, dijamin tak ada warga UE yang membeli tiketnya.
Setiap penumpang Eropa bisa meminta kembali uang yang dikeluarkan untuk membeli tiket maskapai yang tidak aman. Jika penumpang tetap ngotot mau terbang, UE wajib mencarikan tiket maskapai alternatif lain yang masuk kategori aman.
Jadi, tak ada manfaatnya emosional menghadapi UE, organisasi yang dibentuk berdasarkan aturan. Pemerintah RI lebih baik introspeksi dirilah.
Tanggal 21 Mei 2006, atau sekitar satu tahun lalu, Kedutaan Besar RI di Brussels (Belgia) sudah meminta Departemen Perhubungan (Dephub) menanggapi pertanyaan UE tentang kondisi keselamatan penerbangan di sini. Permintaan sama diulang lagi April dan Mei 2007.
Namun, Dephub tidak pernah menjawab. Juni 2007 delegasi Dephub sempat ke Brussels minta bertemu dengan Komite Keselamatan Udara UE untuk menjelaskan apa saja yang sudah dilakukan Dephub.
Tiba-tiba beredar berita di media massa, termasuk di harian ini, bahwa permintaan Dephub terlambat. Lalu Menhub Jusman Safeii Djamal memberikan gambaran seolah-olah keputusan UE diambil tanpa melalui dialog dengan Pemerintah RI.
Nasi sudah jadi bubur. Simak isi pernyataan UE butir 21 yang berbunyi, "Terdapat bukti yang telah diverifikasi tentang berbagai kekurangan keselamatan yang serius di maskapai-maskapai penerbangan di Indonesia".
"Berbagai kekurangan itu telah diidentifikasi otoritas penerbangan sipil Indonesia... yang mengungkapkan tak ada maskapai penerbangan negara itu yang memenuhi standar keselamatan yang relevan".
Pada butir 25 tertulis, "Oleh karena itu, berdasarkan kriteria umum dapat dinilai seluruh maskapai penerbangan yang bersertifikasi di Indonesia harus dilarang beroperasi di Eropa".
Itu pun UE masih mau mengirimkan tim ahli yang diminta RI. "UE siap membatalkan keputusan jika laporan tim ahli menunjukkan perbaikan," kata Kepala Delegasi Komisi Eropa Jean Breteche.
Dalam KTT Keselamatan Penerbangan Strategis di Bali, 2 Juli, Pemerintah RI dan International Civil Aviation Organization (ICAO) menandatangani deklarasi. Isinya mewajibkan Dephub memperbaiki keselamatan penerbangan. Bagi UE dan ICAO, nyawa manusia di atas segala-galanya.
Pemerintah RI gemar bersikap reaktif dalam pergaulan internasional yang diikat aturan main yang universal dan disepakati bersama.
Coba Anda masuk ke sumur gelap, lalu teriak keras-keras. Beberapa detik kemudian terdengarlah gaung suara Anda.
Anda puas lalu mau keluar, tetapi baru sadar tak ada tangga atau tali. Anda teriak minta tolong... tapi tak seorang pun mendengar gaung suara Anda.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...