KOMPAS - Selasa, 10 Juli 2007
Adhi Kusumaputra
Begitu masuk kawasan uji kir kendaraan bermotor di wilayah Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, Oka Putra (30), pemilik Colt bak terbuka, langsung "dihadang" sejumlah lelaki yang menawarkan jasa mengurus perpanjangan uji kir kendaraan.
Pedagang kelontong keliling tersebut sudah tiga tahun ini mengaku terpaksa menggunakan jasa calo untuk mengurus uji kir mobilnya. "Itu artinya sudah enam kali saya menggunakan calo. Saya tak bisa menolak. Calo-calo itu langsung datang," kata Oka Putra, warga Kabupaten Serang, Banten, tersebut kepada Kompas, Senin (9/7) siang.
Menurut Oka, dia harus mengeluarkan Rp 160.000 untuk biaya uji kir. Padahal biaya resmi uji kir "hanya" sekitar Rp 50.000 kalau mengurus sendiri.
"Bukannya saya tak mau mengurus sendiri, tapi calo-calo itu sangat ganas," kata Oka.
Hal senada disampaikan Budi (32), pengemudi Colt diesel pengangkut mebel. "Saya sudah tiga kali ini mengurus uji kir lewat calo. Mereka minta bayaran Rp 140.000. Satu jam langsung selesai," ungkap Budi, yang buru-buru naik ke mobilnya setelah mendapatkan buku uji kir.
Kehadiran calo-calo di tempat uji kir kendaraan bermotor di Serpong, bersebelahan dengan Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Tangerang, itu memang tak dapat disangkal.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Pengujian Kendaraan Bermotor (UPT PKB) Dishub Kabupaten Tangerang Osman Jayani mengakui, saat ini sulit menertibkan calo-calo di tempatnya.
"Dari pengalaman sebelumnya, para calo itu malah balik mengancam," ungkap Osman, yang baru 1,5 bulan menjabat Kepala UPT PKB. Ia berjanji menertibkan calo-calo yang menawarkan jasa uji kir. "Kalau ada anggota Dishub yang jadi calo, kami lebih mudah menindaknya. Namun, banyak calo dari orang luar. Ini yang susah," kilahnya.
Agresif
Pengamatan menunjukkan, calo-calo yang beroperasi di lokasi uji kir Serpong sangat agresif dan agak memaksa. Merekalah yang kemudian berhubungan dengan petugas kir di dalam, yang memeriksa buku induk dan mengurus administrasi. Bahkan seorang calo mengaku selalu berhubungan dengan "orang dalam" agar lebih lancar.
Namun, petugas uji kir, Abdul Cholik, berkilah," Siapa yang suruh mereka menggunakan calo? Kan sudah ada papan pengumuman yang mengimbau agar warga mengurus sendiri?"
Lalu apakah cepatnya layanan jasa uji kir ada kaitannya dengan lolosnya pemeriksaan uji kir yang dapat berdampak pada keselamatan?
Penguji kir, Mumu Muniardi, mengaku tak bisa sembarangan meloloskan uji kir kendaraan bermotor. "Sanksinya berat. Jika salah, kualifikasi sebagai penguji bisa dicabut. Kami tak boleh menguji lagi," kata Mumu, yang dibenarkan rekannya, Ferdaus.
"Kami harus sesuai prosedur karena ini menyangkut keselamatan. Kalau kami main-main, berbahaya karena terkait nyawa orang. Kurang satu baut saja, kalau dibiarkan, bisa bahaya," tutur Mumu.
Proses uji kir yang paling utama dan penting ada pada pemeriksaan kendaraan. Seorang pengemudi harus tahu kondisi kendaraannya. Kalau ada getaran, si pengemudi harus merasakan hal itu sejak dini.
Seorang penguji kir melakukan pengecekan pada rem dan pemeriksaan di bagian bawah mobil, yang meliputi sasis, sistem kemudi, sistem persneling, dan sistem suspensi. "Bisa saja ketika diperiksa, semuanya dalam kondisi bagus. Namun, jika setelah itu kondisinya jelek, siapa yang tahu? Misalnya, ada kendaraan bak terbuka seharusnya untuk barang, tapi untuk angkut orang. Kalau terjadi kecelakaan, itu tanggung jawab pengemudi," kata Mumu.
Ferdaus menambahkan, pihaknya menggunakan rumus untuk mencatat uji kir.
Sementara itu, di UPT PKB Pulo Gadung, Jakarta Timur, bus yang akan diuji kelaikannya harus didaftarkan di loket administrasi. Retribusi dibayarkan di loket kas daerah. Namun, tidak terlihat calo di sekitar loket karena semua perwakilan perusahaan bus berada di kantor itu untuk mengurus proses kir bus-bus tersebut.
Bus yang datang dicek kelengkapan surat dan nomor rangkanya, untuk menentukan identitas kendaraan. Setelah itu bus akan diuji emisi dengan detektor gas yang terhubung dengan komputer. Hasil uji dicetak pada kertas yang akan menjadi bukti kelayakan dan ketidaklayakan.
Proses dilanjutkan dengan uji pengukur kecepatan (spidometer). Roda bus diputar dengan mesin di bawah roda untuk mencocokkan kecepatan di komputer dengan di bus.
Uji yang hampir sama diterapkan pada rem. Rem bus diuji kekuatannya, untuk menghentikan mesin yang berputar di bawah. Hasil uji kekuatan rem akan terlihat di ukuran komputer. Untuk roda, peredam kejut, kaki-kaki roda, dan semua bagian bawah bus diperiksa secara manual. Dua petugas turun ke bagian bawah bus dan mengamati semua elemen untuk memastikan semua laik jalan.
Seorang penguji, Djoko Thomas, mengatakan, pemeriksaan secara mekanis diperlukan agar hasil ujinya obyektif. Satu uji saja tidak lolos, bus harus diperbaiki lagi dan diuji ulang. "Sulit untuk lolos dari pengujian ini jika kendaraan memang tak laik. Semua menggunakan komputer sehingga terukur dengan tepat," kata H Manurung, seorang pemilik bus. (eca)
Tuesday, July 10, 2007
Angkutan Umum: Mempertaruhkan Nyawa di Tangan Calo
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:42 AM
Labels: HeadlineNews: Kompas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment