KOMPAS - Jumat, 24 Agustus 2007
Tak Bisa Dipahami Tingkat Kemiskinan Tinggi, tetapi Dana Ditaruh di Bank
Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai simpanan pemerintah daerah di perbankan yang mencapai Rp 96 triliun sebagai ironi di tengah keperluan dana yang besar untuk pembangunan. Pemerintah daerah diharuskan memanfaatkan dana itu untuk mendorong lebih cepat perekonomian di daerah.
"Di tengah-tengah keperluan modal finansial yang besar untuk kepentingan pembangunan infrastruktur, serta untuk kepentingan berbagai usaha sektor riil, terdapat dana yang parkir atau menganggur dalam jumlah yang besar," ujar Presiden Yudhoyono saat memberikan keterangan di hadapan Sidang Paripurna Khusus Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Kamis (23/8).
Menurut Presiden, pada awal triwulan II tahun ini, posisi total simpanan seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia yang ditempatkan di perbankan sekitar Rp 96 triliun.
Sebagian besar simpanan pemda biasanya ditempatkan di bank pembangunan daerah (BPD) masing-masing.
Sebagai bagian dari manajemen portofolionya, dana pihak ketiga yang belum terpakai, termasuk dana pemda, disimpan dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang bunganya dibayar Bank Indonesia. Hingga pertengahan Agustus 2007, simpanan semua BPD dalam bentuk SBI sekitar Rp 50 triliun.
Presiden menginstruksikan agar pemda memanfaatkan dana tersebut untuk pembangunan di daerah. "Kalau tidak, kita berada dalam posisi yang merugi. Rakyat juga akan kecewa karena mereka tahu bahwa pemdanya bisa berbuat lebih banyak lagi untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan mereka," papar Presiden.
Presiden menilai rendahnya pemanfaatan dana oleh pemda terkait adanya hambatan dalam penyusunan dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hambatan tersebut menyebabkan terlambatnya pengesahan APBD di beberapa daerah sehingga akhirnya pelaksanaan program peningkatan kesejahteraan rakyat di setiap daerah juga terlambat.
Untuk itu, Presiden meminta dilakukan konsultasi dan koordinasi antara gubernur, bupati, wali kota dengan menteri dan para pejabat pemerintah pusat agar tidak ada keraguan dan ketakutan pejabat di daerah menggunakan dana APBD-nya.
"Lembaga BPKP juga dapat memberikan asistensi dan konsultasi agar tidak ada kekeliruan dalam pengelolaan dana," kata Presiden.
Terkait rendahnya penyerapan anggaran, Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita meminta pemerintah pusat dan pemda memperbaiki pengelolaan keuangan negara dan sistem penganggarannya agar lebih efektif dan efisien lagi.
Langkah tersebut untuk menghindari penyerapan anggaran yang sangat rendah pada semester I-2007, dan penggunaan anggaran yang besar dalam waktu sangat singkat pada semester II.
"Ini bisa menghasilkan kualitas pekerjaan yang rendah dan merangsang penyalahgunaan anggaran karena ingin cepat dihabiskan," kata Ginandjar.
Pakar ekonomi daerah yang juga Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pemerintah pusat dan pemda sama-sama berkontribusi atas rendahnya penyerapan dana oleh pemda.
Menurut Bambang, sejumlah pemda selalu terlambat dalam mengesahkan APBD-nya, rata-rata enam bulan. "Bahkan ada daerah yang APBD-nya baru disahkan setelah tahun fiskal APBD tersebut berjalan sembilan bulan," katanya.
Di sisi lain, dana perimbangan, terutama dana bagi hasil, telah dikirim pemerintah pusat tepat waktu. Terkait pemerintah pusat, Bambang menilai aturan pencairan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran terlalu rumit.
Ketua Asosiasi Bank Pembangunan Daerah Winny E Hasan menjelaskan, besarnya dana pemda di bank terjadi karena proses persetujuan APBD cukup panjang.
Setelah APBD disetujui, proyek pun harus ditenderkan terlebih dahulu sehingga juga butuh waktu. Setelah ditentukan pemenangnya, pemenang tender harus mengurus bank garansi atau modal kerja ke bank yang biasanya memerlukan waktu beberapa minggu.
Dikritik Menkeu
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengkritik sikap sejumlah pejabat pemda dalam urusan anggaran. Menurut dia, ada pemerintah daerah yang anggarannya surplus, tetapi pejabatnya masih minta uang. Sebaliknya, ada yang mengaku defisit, tetapi simpanannya di bank ternyata besar.
Menurut Menkeu, jika suatu daerah yang memiliki kebutuhan pembangunan sangat besar tetapi anggarannya tetap ditanamkan di perbankan, itu berarti ada persoalan dalam perencanaan anggaran.
"Sungguh tidak bisa dipahami kalau daerah tersebut tingkat kemiskinannya tinggi, infrastrukturnya jelek, tapi dananya ditaruh di bank," ujarnya.
Menkeu juga mengatakan, untuk daerah yang memang sarana infrastruktur, pendidikan, dan kesehatannya bagus, penggunaan anggaran biasanya akan lebih hemat sehingga surplus anggaran harus dijaga dengan baik. "Mungkin daerah yang surplus anggarannya perlu fund manager (pengelola dana)," katanya.
Daerah yang mencatat surplus antara lain Kalimantan Timur sebesar Rp 2,5 triliun, sedangkan daerah yang defisit antara lain DKI Jakarta sebesar Rp 2,7 triliun, Jawa Tengah Rp 23,9 miliar, dan Irjabar Rp 150 miliar.
"Uang itu kan dikumpulkan dari masyarakat dalam bentuk pajak, seharusnya dikembalikan lagi ke masyarakat," ujarnya. (FAJ/HAR/JOE)
Friday, August 24, 2007
Paculah Ekonomi Daerah
Posted by RaharjoSugengUtomo at 2:05 PM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Otonomi Daerah: Presiden Ajak DPR dan DPD Berani Tolak Pemekaran
KOMPAS - Jumat, 24 Agustus 2007
Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan Sidang Paripurna Khusus Dewan Perwakilan Daerah, Kamis (23/8), mengajak DPR dan DPD bersama pemerintah mengevaluasi daerah otonom baru. Diperlukan kecermatan dan kearifan merespons tuntutan pemekaran daerah. Jika dinilai tidak memiliki urgensi dan tidak memberi manfaat nyata bagi rakyat, tuntutan pembentukan daerah otonom baru itu harus dengan tegas dan berani ditolak.
Presiden menyampaikan, hingga tahun 2007 terbentuk 173 daerah otonom baru, yakni 7 provinsi, 135 kabupaten, dan 31 kota. Evaluasi terhadap 148 daerah otonom baru menunjukkan adanya permasalahan, antara lain penyerahan pembiayaan, personel, peralatan, dan dokumen (P3D), batas wilayah, dukungan dana, mutasi pegawai, serta pengisian jabatan dan tata ruang.
Presiden juga mengingatkan tokoh di daerah bahwa pemekaran wilayah tak boleh dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan seseorang, apalagi untuk mengejar kekuasaan belaka.
"Sudah saatnya saya menggunakan bahasa yang lebih terang menyangkut isu pemekaran daerah. Saya mengajak pemimpin dan tokoh politik untuk bersama mencegah terjadinya kesalahan pendekatan dan tujuan pemekaran wilayah," kata Presiden.
Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita juga menekankan perlunya evaluasi terhadap daerah otonom baru. Hasil evaluasi diperlukan untuk penyempurnaan pengaturan pemekaran daerah, baik soal prosedur maupun substansi. Perlu ketegasan prinsip dalam pemekaran wilayah daerah. Meski ada masalah pada sebagian besar daerah otonom baru, minat pembentukan daerah baru tetap saja tinggi.
Dalam sidang yang dihadiri pula oleh Ny Ani Yudhoyono serta Wakil Presiden M Jusuf Kalla dan Ny Mufidah Kalla, Presiden menegaskan, tujuan utama pemekaran daerah adalah untuk kepentingan rakyat. Karena itu, pemekaran harus membawa manfaat nyata bagi rakyat.
Secara terpisah, anggota DPR Mujib Rohmat (Fraksi Partai Golkar, Jawa Tengah IX), Kamis siang, menyebutkan, wacana penghentian sementara atau sikap kritis atas usul pemekaran bukanlah hal baru. Setahun lalu Presiden menyebutkan hal yang sama, tetapi kenyataannya pemekaran terus terjadi.
"Jadi, jika betul, sampaikan secara serius dalam rapat konsultasi. Jangan hanya dipidatokan saja," kata Mujib.
Menurut Mujib, agenda Pemilihan Umum 2009 dapat dijadikan momentum untuk menghentikan sementara pembentukan daerah baru seraya menata perangkat hukum dan evaluasi. Akan banyak kendala jika pemekaran diteruskan sampai mendekati penyelenggaraan pemilu. (DIK/INU)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 2:03 PM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Kesehatan: Insentif Pelayan Harus Ditingkatkan
KOMPAS - Jumat, 24 Agustus 2007
Palembang, Kompas - Pemerintah harus memberikan insentif yang menarik kepada tenaga kesehatan jika ingin meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di daerah terpencil. Sarana primer, seperti pusat kesehatan masyarakat, dan bidan desa juga harus diperbaiki.
Demikian diutarakan Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Kemal Siregar di sela-sela Kongres Nasional X IAKMI di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (23/8). Kongres diikuti ratusan ahli kesehatan masyarakat dari seluruh Indonesia.
Menurut Kemal, persoalan mendasar pada pelayanan kesehatan di Indonesia adalah tidak ada insentif yang menarik bagi tenaga kesehatan yang bertugas di daerah terpencil. Padahal, mereka hanya memerlukan kebutuhan dasar, seperti tempat tinggal yang layak, air bersih, dan sarana transportasi untuk memudahkan pekerjaan.
"Pemerintah daerah juga harus memberikan insentif. Kalau semua dibebankan ke pusat akan memberatkan. Kalau insentifnya menarik, orang asing pun mau jadi tenaga kesehatan di daerah terpencil," ujar Kemal. Dokter di daerah terpencil juga memerlukan kesempatan berkembang setelah mengabdi beberapa tahun di daerah terpencil.
"Masa depan dokter di daerah terpencil masih gelap. Seharusnya dokter yang telah bertugas tiga tahun dapat kesempatan mengambil spesialis atau pindah ke rumah sakit besar," kata Kemal. Dia menambahkan, semangat pengabdian para tenaga kesehatan di daerah terpencil tak perlu diragukan, tetapi tanpa insentif, semangat tidak cukup. Menurut Kemal, sistem pelayanan kesehatan di puskesmas dan bidan desa juga memprihatinkan.
Honor Rp 50.000
Kartini, bidan yang mengampu Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Sungai Nipah, Kecamatan Siantan, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), mengatakan, pemerintah memberikan honor Rp 50.000 per bulan kepada dua kader kesehatan yang membantunya. Padahal, mereka bekerja lima jam per hari di poskedes dan harus siap 24 jam untuk membantu persalinan.
Selain itu, ada kader kesehatan di pos pelayanan terpadu yang diberi biaya transportasi Rp 10.000 per bulan. "Dengan honor yang tidak mungkin untuk memenuhi kebutuhan, kader kesehatan poskesdes sulit bertahan lama," kata Kartini.
Kader kesehatan di Sungai Nipah yang merupakan desa siaga percontohan di Kalbar juga tidak pernah memperoleh pelatihan mengenai perilaku hidup sehat maupun pengelolaan kesehatan masyarakat. Sejak direkrut, dua kader kesehatan hanya bekerja membantu bidan dalam persalinan dan pengelolaan administrasi poskesdes.
Kepala Dinas Kesehatan Kalnar Oscar Primadi mengakui, insentif untuk kader kesehatan yang dialokasikan dari APBN sangat minim. Oleh karena itu, kader kesehatan diberi insentif berupa pelayanan kesehatan gratis.
Sementara itu, 300 dari 1.336 desa di Kalimantan Tengah belum memiliki sarana pelayanan kesehatan, seperti pondok bersalin desa dan puskesmas pembantu beserta tenaga kesehatannya. Diperkirakan, semua kekurangan itu baru terpenuhi pada 2011.
Adapun sejumlah puskesmas di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, harus menyediakan obat secara swadaya karena cadangan obat, terutama antibiotik, habis.
Seperti diutarakan Kepala Puskesmas Sumbang II Dwi Mulyanto, Kamis, cadangan obat dipastikan habis akhir Agustus ini. "Biasanya pasokan obat ke puskesmas dilakukan setiap tiga bulan sekali. Tapi, sampai sekarang, sudah tiga bulan lebih, tak ada pengiriman," ujarnya.
Puskesmas dimungkinkan menyediakan obat secara swadaya. Hanya saja, pagu harga obat yang ditentukan oleh pemerintah kabupaten sangat rendah.
Secara terpisah, Kepala Gudang Farmasi Kabupaten Banyumas Sony Arsanto membenarkan, cadangan tiga macam antibiotik, yaitu amoxicillin, kotrimoxasole, dan tetrasiklin sudah habis. Ketiganya adalah kebutuhan vital puskesmas karena efek sampingnya relatif lebih sedikit. "Karena kosong, kami menggantinya dengan antibiotik jenis lainnya, seperti kloraphenicol, ciprofluxacin, dan eritromisin," kata Sony.
Untuk sementara, setiap puskesmas dapat memenuhi kekurangan pasokan dengan memanfaatkan 40 persen dana retribusi karcis puskesmas.
Sony mengakui, pengadaan obat yang menurut jadwal pada Mei 2007 belum dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Banyumas Gempol Suwandono juga mengatakan, jika terjadi keterlambatan pengadaan obat, puskesmas diperbolehkan membeli sendiri.
"Dana di setiap puskesmas cukup banyak, apalagi kami baru mengucurkan dana askes miskin Rp 4 miliar untuk seluruh puskesmas," katanya.(WAD/WHY/CAS/MDN/WIE)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 2:01 PM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Urbanfest 2007: Gairah "Indie" di Panggung Licin Globalisasi
KOMPAS - Jumat, 24 Agustus 2007
Irma Tambunan dan Ester Lince Napitupulu
Independen ternyata tidak sekadar berani tampil beda. Untuk sebagian, tampil jadi tidak penting, tetapi sebagian lagi tampil masih penting karena yang hadir toh bisa berbeda dengan ideologi mereka. Namun mereka sebenarnya tengah berhadapan—menentang, atau "kucingkucingan"—dengan globalisasi.
Orang-orang indie paling banter hanya bisa men-drive 30 persen tren pasar. Pemilik modal dan media massa tetap akan menentukan," kata Kill the DJ, pemusik asal Yogyakarta yang mampu mengarahkan publiknya sejak tahun 1997, dengan proyek Parkinsound-nya saat itu.
Kalau di Jakarta dan di mana-mana, lagu-lagu The Upstairs yang ngerock disko, awalnya terdengar aneh di telinga sebagian orang. Momentumnya belum tiba saja. Radio Prambors Jakarta yang jeli melirik musik hits, mulai sering memasang lagu-lagu mereka. "Kualitas musik The Upstairs memang bagus, wajar kalau cepat jadi hits," ujar Imran Amir (50-an), mantan Music Director Prambors.
Sebagian publik pun sepakat The Upstairs layak jadi raja band indie. "Saat orang bertangis-tangisan, kami ingin berjingkrak-jingkrakan karena ingin beda. Akan tetapi, kami serius membuat setiap lagu sehingga orang jadi suka," tutur Jimi Upstairs, sang vokalis.
Bagi penganut indie, kebebasan bukan berarti asal-asalan. Logikanya jelas, yakni mereka berdiri di depan etalase budaya global. Jadi harus khas, artinya bisa beda, unik, berskala serba mega, atau berkualitas.
Ketika mengawalinya, personel The Upstairs jatuh-bangun menjalani proses penciptaan sampai rekaman. Mereka menjajakan sendiri CD lagu mereka, sampai penggemar mencari-cari CD mereka karena diproduksi terbatas.
Begitu juga White Shoes & The Couples Company. Awalnya mereka juga berusaha membangun jaringan dengan musisi dan situs musik dunia. Lagu-lagu White Shoes lalu masuk situs www.AllMusicGuides.com, yang me-review band-band dunia, sebagai yang direkomendasikan untuk didengar. Majalah Rolling Stone di Amerika Serikat akhirnya menempatkan lagu Tentang Kita dari White Shoes tadi dalam "25 Best Band in My Space". "Bener kan, cari saja ke myspace.com. Kami ini lahir di tengah kuasa-kuasa maya seperti itu. Kalau dibilang berideologi, ideologinya ya antara pasar dan kreativitas yang unik. Klik myspace.com, kita akan tahu globalisasi itu riil," kata Kill the DJ.
Pengertian tampil di situ itu tentu tidak selalu menegangkan. Varian genre, juga bunyi yang tampil, mirip belantara raya. Seperti teks SMS-lah, yang banyak menyalahi EYD, kosakatanya ngaco, dan sering tak bisa dimengerti artinya.
Jambronk n The Woles, band indie eksponen Institut Kesenian Jakarta (IKJ), dan salah satu lagunya masuk album Kampus 24 Jam Hits, toh tetap setia bermusik meski tanpa sponsor. Latihan jalan terus. "Untuk nyewa studio dan beli peralatan, biayanya ya urunan. Dari hasil manggung, honor masuk kas untuk kegiatan operasional band," tutur Rengga, Manajer Jambronk.
Dalam konteks interaksi sosial, pengaruh-memengaruhi, budayawan Sardono W Kusumo, Rektor IKJ dan pemrakarsa gagasan pergelaran musik ala Woodstock ini mengemukakan, peradaban baru selalu hasil dari interaksi nilai-nilai berbeda.
Karena itu, kata Sardono di depan pers Rabu (22/8), peran anak muda sangat besar dalam proses terbentuknya peradaban karena mereka itu aktif, reaktif, dan tengah berusaha terus-menerus meneguhkan identitas mereka atau identitas komunitas mereka.
Situasi ini kian kuat, khususnya di wilayah perkotaan yang nyaris tak mendapat warisan budaya masa lalu. Jakarta jelas berbeda dengan kota Solo atau Yogyakarta yang publiknya memiliki warisan budaya klasik. Warga urban di Jakarta lalu mencoba mengadopsi berbagai nilai yang datang, diolah menjadi nilai-nilai baru yang sesuai dengan seleranya. Tapi Jakarta, Indonesia, atau sebutlah Asia pun, tidak bisa lepas dari interaksi global tadi.
"Argumentasi bahwa indie bertolak dari sebuah sumber kegelisahan yang sama tidak bisa dijual. Ada yang jujur mengakui niat menjadi grup yang top dan berlabel, ada yang merasa cukup dengan ’sekadar hadir sebagai alternatif’. Tapi tak sedikit yang hadir karena dalih yang ada pun tidak meyakinkan sebagai sejarah pergulatan kreatif mereka. Yang paling netral, sekali lagi, terhamparlah ekspresi dan konsep yang tidak seragam," kata musisi jazz Syaharani (Kompas, 11 Mei 2007).
Interaksi dan interrelasi yang "serba licin" dan "serba penuh perhitungan" dan bermuara dalam produk musik indie seperti itu bisa saja jadi tren. Tren baru itu diadopsi lagi, lalu membentuk hybrid culture baru lagi. Tapi Sardono tetap rada yakin bahwa setiap pribadi—oleh tuntutan kebutuhan identitas budayanya—bertanggung jawab dalam sumbangannya terhadap peradaban.
Mengapa tak bisa ditarik dalam satu argumentasi tunggal, jawabannya adalah karena globalisasi adalah kekuatan modal dan seluruh produk gaya hidup yang menyertainya mirip amuba: berganti-ganti selera dan nafsu, berganti-ganti moralnya, karena terus diarahkan kepentingan modal-kapital tadi. Ada pamrih global di sana. Karena itu, wajah globalisasi—misalnya kebutuhan megamal dan industri rekaman—juga harus licin.
Ketika minat dan kreativitas anak muda dalam berbagai ranah kebudayaan tadi diberi ruang, maka musik, busana, gaya, hobi, bahkan olahraga urban tadi terlihat ragamnya. Sebagian di antara budaya cangkokan itu akan kita lihat pada Urbanfest 2007 di Pantai Carnaval Ancol, Jumat-Minggu (24-26/8).
Urbanfest 2007 dengan semangat "all u can act!!!" akan menjadi wahana tempat kaum muda urban mengekspresikan dan menyelami macam-macam produk gaya hidup dan budaya dengan berbagai argumen tadi. Mulai dari band-band X-over indie music dengan gaya dan busana yang kebanyakan tak biasa, sampai puluhan stan urbantooth activities, seperti euro bungy, face painting, urban tattoo, dan uji nyali. Pencinta olahraga akan dipuaskan dengan urban futsal, urban 3 on 3, urban volley, soccer shooting contest. Ada juga kompetisi grafiti dan mural, kontes harajuku dan cosplay, serta kegiatan indie offroad dan modif bike.
"Kalau semua band yang berbeda ini dikumpulkan dalam Urbanfest, mungkin menjadi kejutan," ujar Jimi Upstairs.
"Orang mau pakai baju apa pun ke kampus, terserah saja. Mereka semua mencari, dan mereka bukannya sendiri, di tempat lain—dengan internet—itu sudah terjadi. Yo’i aja," kata John Malau, Koordinator Seksi Musik Urbanfest 2007.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 1:59 PM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
DPD Ingin Maksimal 3 Persen
KOMPAS - Jumat, 24 Agustus 2007
Pelaksanaan Calon Perseorangan Butuh Jiwa Besar
Jakarta, Kompas - Dewan Perwakilan Daerah atau DPD menginginkan persyaratan dukungan calon perseorangan untuk maju dalam pemilihan kepala daerah cukup 3 persen dari jumlah pemilih yang sah dalam pemilihan umum sebelumnya.
Namun, untuk daerah yang penduduknya banyak, DPD menginginkan persyaratan persentase itu direndahkan karena jumlah absolutnya yang besar. Hal yang sama juga diberlakukan untuk daerah yang wilayahnya sangat luas dan terpencil.
Hal itu disampaikan Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita (Jawa Barat) saat berpidato dalam Sidang Paripurna Khusus DPD, Kamis (23/8). Ia merujuk pengalaman di Nanggroe Aceh Darussalam dengan besaran syarat dukungan sudah ditetapkan undang-undang dan sudah berjalan baik. Jika besaran dukungan awal itu tidak bisa ditetapkan oleh siapa pun, termasuk tokoh yang sangat dikenal, akan muncul prasangka dan tuduhan terhadap pembuat aturan.
Namun, catatan Kompas, DPD keliru karena acuan untuk calon perseorangan di Aceh adalah jumlah penduduk dan bukannya jumlah pemilih. Pasal 68 Ayat (1) UU No 11/2006 mengenai Pemerintahan Aceh menyebutkan, calon perseorangan harus memperoleh dukungan minimal 3 persen dari jumlah penduduk yang tersebar sekurang-kurangnya 50 persen jumlah kabupaten/kota untuk pemilihan gubernur atau 50 persen kecamatan untuk pemilihan bupati/wali kota.
Secara terpisah, Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum menekankan, keseimbangan soal syarat calon dari jalur perseorangan dan partai politik disebutkan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Yang mesti dipikirkan bukanlah bagaimana meringankan syarat yang justru akan menyebabkan kesulitan teknis dan politis ketika calon perseorangan terlalu banyak. Justru ketika patokan calon perseorangan adalah persentase, tingkat kesulitan menjadi adil.
Mantan Ketua Panitia Khusus RUU Pemerintahan Aceh Ferry Mursyidan Baldan (Fraksi Partai Golkar, Jawa Barat II) pun menilai tidak pas jika Aceh dijadikan rujukan untuk syarat calon perseorangan. Klasifikasi persentase persyaratan antardaerah pun tidak diperlukan. Menurut Ferry, pengaturan tentang Aceh merupakan lex specialis dan itu pun hanya berlaku untuk sekali. Persentase untuk calon perseorangan di Aceh disusun dalam atmosfer reintegrasi dan mempertimbangkan kondisi Aceh pascatsunami.
Sementara itu, kemarin, pengajar Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andrinof A Chaniago, mengatakan, menyiapkan perangkat hukum sebagai dasar pelaksanaan putusan MK tentang calon perseorangan sebenarnya merupakan masalah kecil. Namun, untuk melaksanakan putusan itu dibutuhkan jiwa besar, terutama dari kalangan partai politik.
"Sebenarnya tidak perlu ada pertemuan tingkat tinggi atau waktu berbulan-bulan untuk membahas pelaksanaan putusan MK itu. Yang sebenarnya dibutuhkan adalah jiwa besar," kata Andrinof. (DIK/NWO)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 1:57 PM 2 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
CALON MENDAGRI: Dalam Memilih Mendagri Hindari Kepentingan Parpol
KOMPAS - Jumat, 24 Agustus 2007
Bandung, Kompas - Penetapan pengganti definitif Menteri Dalam Negeri Moh Ma’ruf hendaknya lepas dari tekanan kepentingan partai politik. Pemilihan harus didasarkan pada kemampuan dan kapasitasnya dalam menangani persoalan dalam negeri
Pakar hukum tata negara Universitas Padjadjaran I Gde Pantja Astawa, Kamis (23/8), mengatakan, penunjukan Mendagri adalah hak sepenuhnya Presiden. Akan tetapi, dalam penetapannya, Presiden harus obyektif karena Mendagri mendatang akan menghadapi tugas yang sangat berat.
Secara terpisah, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa menuturkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengantongi nama calon Mendagri yang akan diumumkan pekan depan. Namun, hingga kini, hanya Presiden yang mengetahui nama itu. Ia juga menjawab "tidak tahu" saat ditanya apakah benar Presiden pernah memanggil Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional Letjen Muhamad Yasin ke Cikeas sekitar tiga hari lalu.
Tiga pilihan
Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, Presiden punya tiga pilihan tipe Mendagri.
Jika ingin Mendagri yang punya loyalitas tinggi, Presiden dapat memilih Muhamad Yasin atau Ketua Komisi II DPR EE Mangindaan. Jika ingin Mendagri yang populer tetapi berisiko secara politik, dapat memilih Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso atau Ryaas Rasyid. Namun, jika ingin yang kalem dan berpengalaman, pilihan ada pada Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto.
"Dari semua calon, feeling saya yang punya peluang Pak Mardiyanto," katanya.
Mardiyanto yang ditemui di Jakarta mengaku belum pernah berbicara dengan Presiden tentang hal tersebut. (NWO/CHE)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 1:53 PM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Bahasa: Proklamator
KOMPAS - Jumat, 24 Agustus 2007
TD ASMADI
Tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka. Pernyataan merdeka diproklamasikan oleh Soekarno pukul 10 pagi di halaman rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur (kini Jalan Proklamasi) 56, Jakarta. Naskah proklamasi ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta "atas nama bangsa Indonesia".
Karena menandatangani naskah proklamasi itu, Soekarno dan Hatta disebut "Proklamator Kemerdekaan Indonesia".
Berkaitan dengan proklamator, bolehlah ditanyakan, kapan istilah itu digunakan untuk menyebut kedua pahlawan tersebut. Lalu, apa arti kata itu?
Untuk pertanyaan kedua ini ada jawaban pasti. ’Orang yang memproklamasikan’ kata Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sampai edisi III tak ada perubahan arti untuk lema itu. Kamus lain, seperti Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu–Zen) atau Kamus Umum Bahasa Indonesia (Yandianto), juga memaktubkan ungkapan yang sama.
Kamus Kata Serapan (Surawan Martinus) dan Kamus Kata Serapan Asing (JS Badudu) menyebut kata itu berasal dari bahasa asing. Martinus menulis proklamator berasal dari bahasa Inggris proclamator dengan kata dasar proclaim ditambah dengan –ator yang berarti orang atau pelaku.
Yang aneh, kamus-kamus bahasa Inggris yang disusun oleh penutur aslinya tidak memasukkan kata proclamator. Oxford Advanced Learners’s Dictionary (2000), Concise Oxford Dictionary (1954), dan Chamber’s Children Illustrated (1977) tidak memuat kata itu.
Kamus Inggris–Indonesia yang dibuat di sini juga tidak memunculkan proclamator. Contemporary English Indonesia Dictionary (Peter Salim, 1987) tidak mencantumkan kata itu. Di situ hanya ada proclamatory. Kamus Inggris-Indonesia (John M Echols dan Hassan Shadily, 1995) juga tak mengandung proclamator. Yang mengherankan, The Contemporary Indonesia–English Dictionary (juga oleh Peter Salim, 1997) menerjemahkan proklamator dengan proclamator.
Apa mungkin dari bahasa Belanda? Kamus Indonesia, Indonesisch–Nederlands, Nederlands–Indonesisch (ALN Kramer Sr, 1951) hanya mencantumkan proklamasi (proclamatie) dan proklamir, memproklamirkan (proclameren) atau sebaliknya.
Barangkali dari bahasa Latin? Kamus Latin–Indonesia (K Prent cm, J Adisubrata, WJS Purwadarminta, 1969) ternyata memuat kata yang mirip. Pada halaman 682 ada proclamator. Namun, kok artinya lain sekali: ’tukang teriak (dikatakan soal pengacara yang kurang baik)’. Wah!
Sebenarnya apa sih arti -or yang membentuk proklamator? Dalam bahasa Latin, akhiran –or menunjuk pada pelaku laki-laki dari sebuah kata benda, kata H Witdarmono, penyusun Proverbia Latina. Ia menunjuk kata regio (wilayah) yang, setelah ditambah –or, menjadi rector (rektor) yang berarti penguasa wilayah. Harimurti Kridalaksana (Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonsia, 2007) menyebut –or sebagai salah satu cara membentuk kata dalam bahasa Indonesia, seperti muncul dalam deklamator, koruptor, dan agresor. Ia tidak menyebut proklamator.
Tampaknya kita perlu memahami proklamator sebagai kata bentukan asli Indonesia, yang mungkin "menyimpang" dari kaidah yang biasa. Ia hanya ada dan dimengerti di Indonesia. Seperti juga cara kita merdeka, kata ini pun unik.
TD ASMADI Wartawan, Tinggal di Jakarta
Posted by RaharjoSugengUtomo at 1:45 PM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Kecerdasan sosial
BISNIS - Jumat, 24/08/2007 10:28 WIB
oleh : Anthony Dio Martin
Director HR Excellency
Ada kejadian menarik. Seorang pelawak terkenal Indonesia dicegat serombongan wartawan. Ia ditodong dengan pertanyaan seputar privasinya. Awalnya ia mengelak. Tapi, saking kesal dan jengkelnya, ia tidak bisa menahan diri. Lalu, dengan gesit ia menarik pistol dari balik bajunya, menarik pelatuk, dan melepaskannya ke udara. Akibat ulahnya itu, ia pun harus berurusan dengan polisi.
Di lain cerita, seorang pelawak lain lantaran hidungnya pesek disudutkan dalam sepotong talkshow. Ia ditanya seputar hidungnya. Acara yang dipandu oleh presenter pelawak juga itu penuh acara ejekan, sindir menyindir. Tapi tetap hangat dan menghibur.
Dengan enteng, pelawak berhidung pesek itu berkomentar. "Hidungku memang pesek. Tapi ada manfaatnya. Kalau tidak ada yang pesek, kamu tidak tahu mana yang indah kan?" jawabnya ringan. Jawaban filosofis yang memukau. Di sisi lain, percakapan tetap berlangsung dengan nyaman dan penonton merasa senang.
Dua contoh kecil itu menggambarkan bagaimana reaksi orang bisa berbeda dalam menanggapi situasi sosial yang tidak mengenakkan. Satu pelawak sangat emosional. Satu lagi bisa mengendalikannya dengan santai. Nah, kemampuan orang untuk mampu merasakan, mengelola dengan bijak sebuah situasi sosial itulah yang kita namakan kecerdasan sosial.
Ada cerita lain. Seorang pejabat sedang menjamu tamu dari luar negeri. Jamuan resmi itu dihadiri banyak undangan terhormat. Sang tamu tidak begitu familiar dengan makanan dan minuman yang disajikan. Sampai dirinya meminum air yang disediakan untuk cuci tangan.
Sontak tamu lain heran. Ini agak memalukan. Demi menghormati tamu agung itu, si pejabat ikutan meminum air cuci tangan itu. Menurut si pejabat, sang tamu tidak boleh kehilangan muka. Ia mencoba menunjukkan empatinya. Lagi pula air itu juga bukan air yang kotor. Nah, kemampuan bereaksi cepat menghadapi situasi sosial yang tidak menyenangkan juga membutuhkan kecerdasan sosial yang tinggi.
Bicara soal kecerdasan sosial, kita tidak bisa lepas dari pemikiran Daniel Goleman. Setelah sukses dengan buku Kecerdasan Emosional pada 2006, Goleman membuat terobosan baru seputar kecerdasan sosial. Ada yang menarik. Ada indikasi kemampuan sosial kita semakin melemah.
Banyak persoalan di seputar korosi sosial (social corrotion) maupun diskoneksi sosial (social diconnection) terjadi di era sekarang. Survei mengatakan, 40% anak-anak di AS rata-rata menonton TV selama 3 jam sehari. Rata-rata di dunia, pada 2004 (survei di 72 negara) adalah 3 jam 39 menit per hari.
Sekarang juga muncul Ipod, yang membuat orang semakin terisolasi. Mereka lebih doyan mendengarkan musik ketimbang melihat, mendengarkan dan merasakan dunia sekelilingnya.
Hal yang menarik. Berbagai temuan neuroscience justru menunjukkan bahwa otak dirancang untuk menjadi makhluk yang gemar bergaul. Beberapa penelitian mutakhir menjelaskan dalam otak kita terdapat banyak sekali neuron cermin (mirror neuron).
Ini berfungsi untuk ikut merasakan orang lain dengan seksama. Celakanya, neuron cermin ini seringkali dimatikan dengan sengaja lantaran dua alasan, yakni takut terlibat jauh dan merasa kekurangan waktu.
Ada sifat mimikri pada manusia. Mirip bunglon yang beradaptasi dengan bergonta-ganti warna. Manusia mampu beradaptasi secara emosional. Turut untuk merasakan. Hal ini merupakan insting untuk bertahan hidup, yang khas diberikan pada manusia.
Dengan mimikri, manusia mampu menilai apakah seseorang berhati tulus atau tidak, berbahaya atau aman. Otak menyesuaikan diri lalu mengirimkan sinyal.
Kecerdasan sosial muncul dalam interaksi sosial, manusia mampu saling memengaruhi. Kita bisa memengaruhi orang lain. Orang lain mampu memengaruhi emosi kita. Contohnya, seorang kasir di sebuah gerai swalayan selalu bersikap ceria. Keceriaan si kasir mampu membuat para pengunjung bahagia dan nyaman berbelanja.
Cegah diskoneksi
Ada beberapa catatan penting sebagai kesimpulan terkait dengan kecerdasan sosial dari Daniel Goleman ini.
Pertama, jangan biarkan terjadi diskoneksi sosial pada anak kita. Anak yang demikian akan bermasalah di kemudian hari.
Hati-hatilah dengan Play Station dan over menonton TV. Anak yang minus dalam relasi sosial di masa kecil, kemungkinan besar akan punya masalah dalam hidup sosialnya.
Kedua, pada dasarnya emosi kita selalu dalam kondisi 'on' (menyala) dan kita senantiasa menerimanya dari lingkungan maupun dari orang di sekitar kita. Jadi, kelilingi diri kita dengan suasana maupun orang yang positif. Mulai dari pengaturan ruangan, baik lukisan, sofa, dan pernik interior lainnya. Bila Anda bosan dengan situasi mood yang buruk, hindari mereka yang sedang ber-mood negatif. Energi negatif bisa menulari Anda kalau Anda tidak kuat.
Ketiga, bayangkan energi kita itu senantiasa mengalir. Dalam interaksi, terjadilah pertukaran energi. Bayangkan bagaimana energi kita keluar dan memengaruhi orang lain dan bagaimana orang lain memengaruhi kita. Bayangkanlah hal itu terjadi saat kita berkomunikasi. Ada saran menarik dari Nicholas Boothman dalam bukunya How to Connect in Business in 90 Seconds or Less.
Boothman mengatakan bukalah sikap tubuh kita. Lakukan kontak mata Lihat warna matanya. Dahului dengan senyum. Bicaralah dengan suara yang hangat dan lakukan penyelarasan suara maupun bahasa tubuh yang Anda berikan. Kembangkan, latih dan tingkatkan terus kemampuan interaksi sosial Anda. Terapkan dan rasakan buah-buahnya!
Posted by RaharjoSugengUtomo at 1:27 PM 0 comments
Labels: MOTIVASI: Kolom BISNIS Minggu