Kalau Anda punya anak masih balita, terus merengek minta mandi hujan. Apa yang akan Anda lakukan? “Hujan nak, masuk ke rumah. Nanti sakit lo, … masuk angin!” Begitu?
Wah… ini tidak berlaku buat anak-anak saya. Mereka malah sering saya suruh mandi air hujan. Ada dua syarat: hujannya lebat dan bukan hujan yang pertama datang. Artinya kalau dah seminggu gak turun hujan, maka mereka terlarang untuk mandi hujan pada kesempatan pertama datang hujan. Air hujan ini pasti menerbangkan debu dan penyakit yang menempel di tanah. Mungkin…..
Sakit? Flu? Siapa takut… justru saya ingin melatih tubuh anak-anak untuk menciptakan kekebalan tubuhnya sendiri. Lha wong saya dulu waktu masih kecil sukanya minta ampun bila bermain di sungai dengan naik kapal: pohon pisang !!!. Padahal hujan masih gerimis. Bahkan kadang-kadang masih deras.
Nah, biar selepas mandi hujan ini anak-anak kembali fit saya langsung suruh mereka mandi dengan keramas. Tidak perlu pakai air hangat. Yang penting mandi keramas!!!.
Hasilnya baru terasa sekarang …. Meski kehujanan, jarang tuh anak-anak saya kena bengek…
Berani? Sila cuba .....
Wednesday, May 16, 2007
Mandi Hujan Yuk . . .
Posted by RaharjoSugengUtomo at 4:10 PM 0 comments
Labels: MyFamily
Hari ini, Empat tahun lalu
Ini foto anak-anakku persis empat tahun lalu: 16 Mei 2003. Abang masih kurus, Kakak masih suka nangis, dan si Adik masih kelihatan montok. Lokasinya masih di rumah kontrakkan lama: Depok Mulya I Blok A-3, DEPOK 16421.
Jangan tanya seperti apa mereka hari ini ...
Posted by RaharjoSugengUtomo at 3:22 PM 0 comments
Labels: MyFamily
IPDN Tidak Akan Dibubarkan
Rabu, 16 Mei 2007
Calon mahasiswa IPDN harus dari S-1.
SUMEDANG -- Tim evaluasi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang dibentuk Presiden tidak akan merekomendasikan pembubaran lembaga kedinasan tersebut. "Ada tiga alternatif, tapi tidak ada opsi pembubaran," kata Ryaas Rasyid, ketua tim itu, di kampus IPDN, Jatinangor, Sumedang, kemarin.
Tim kemarin kembali bertemu dengan pengelola dan mahasiswa sebelum menyerahkan rekomendasi pembenahan kampus itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan depan. "Saya sudah minta waktu bertemu Presiden melalui juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng," ujar Ryaas.
Mantan Menteri Otonomi Daerah ini menolak menjelaskan lebih terperinci rencananya dan hanya menyebutkan dua dari tiga alternatif pembenahan yang direkomendasikan timnya.
Rekomendasi pertama, pemerintah dianjurkan mengubah penyelenggaraan pendidikan kedinasan di kampus itu sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. "Tim akan merumuskan format dan bentuknya nanti."
Anggota Tim Evaluasi, Supeno Djanali, menjelaskan penyelenggaraan lembaga pendidikan kedinasan seperti IPDN melanggar Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. "Menurut undang-undang, lembaga pendidikan kedinasan merupakan pendidikan bidang keprofesian sebagai kelanjutan jenjang pendidikan S-1 (sarjana)." Adapun IPDN selama ini menyelenggarakan pendidikan sebagaimana perguruan tinggi, dengan lulusan setingkat sarjana.
Menurut Supeno, timnya menyiapkan beberapa opsi menyangkut hal ini. Jika sistemnya disesuaikan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, nantinya rekrutmen calon mahasiswa IPDN harus dari jenjang pendidikan S-1. "Masa pendidikannya pun bisa dipangkas menjadi beberapa semester saja."
Opsi lainnya mengacu pada Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang masih digodok Dewan Perwakilan Rakyat.
Rekomendasi pembenahan lainnya ialah dengan mengakomodasi usul beberapa gubernur untuk mendirikan Akademi Pendidikan Dalam Negeri Regional di setiap daerah. Bahkan, kata dia, ada pemerintah daerah yang sudah membeli lahan untuk menyiapkan lembaga pendidikan itu di wilayahnya.
Beberapa usul seperti itu di antaranya disampaikan oleh Gubernur Kalimantan Tengah, Gubernur Papua, dan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam. "Alasannya, mereka butuh kader dalam jumlah lebih banyak," kata Ryaas.
Dia mengatakan jumlah mahasiswa yang diterima di IPDN sejauh ini belum memenuhi kebutuhan pegawai setiap daerah. Sebagai gambaran, ia menjelaskan, lembaga pendidikan ini tiap tahunnya hanya mampu menerima mahasiswa baru paling banyak 1.500 orang. "Padahal jumlah kabupaten/kota di seluruh Indonesia saat ini sudah 450 lebih," ujarnya. "Jadi cuma ada 3 orang per kabupaten."
Ryaas Rasyid meminta pengelola IPDN bekerja sama agar timnya bisa merumuskan rekomendasi yang benar-benar diperlukan untuk membenahi lembaga pendidikan itu. Dia memperkirakan pembenahan ini akan memakan waktu minimal dua tahun.
Yang pasti, katanya, "Sekolah calon kader pemerintahan tetap jalan."
AHMAD FIKRI
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:42 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang Gagal Putuskan Nasib Kaban
Rabu, 16 Mei 2007
"Yang meminta Kaban mundur adalah Bengkulu," ujar Ali Mochtar Ngabalin, salah satu ketua Dewan Pengurus Pusat.
JAKARTA - Mayoritas Dewan Pengurus Wilayah Partai Bulan Bintang meminta ketua umumnya, Malam Sabat Kaban, tetap bertahan menjadi Menteri Kehutanan.
Rapat pleno Pengurus Pusat Partai Bulan Bintang hingga pukul 00.00 dini hari belum mencapai kata sepakat untuk memutuskan apakah ketua umumnya, Malam Sabat Kaban, tetap menjadi Menteri Kehutanan atau mundur dari kabinet.
Pertemuan dilakukan karena partai itu tersinggung dua kadernya, Yusril Ihza Mahendra dan Abdul Rahman Saleh, dicopot dari kabinet oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Rapat pleno tertutup tersebut dilakukan setelah mendengarkan aspirasi dari 34 daerah. Mayoritas pengurus daerah, menurut Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang, Sahar L. Hassan, ingin mempertahankan Kaban di kabinet. Bisa saja rapat pleno pengurus pusat memutuskan Kaban harus mundur. Tapi, kata Sahar, "Jadi lucu kalau (pleno) berbeda dengan suara Dewan Pengurus Wilayah."
Dalam pleno, jika pertentangan cukup keras, tidak tertutup kemungkinan ada proses pengambilan suara, kata Yusron Ihza Mahendra, adik Ketua Dewan Pengurus Pusat partai, sekaligus adik Yusril. Ia sendiri memilih Kaban mundur dari kabinet. "Tapi saya tidak mau mendahului pleno," katanya.
Saat istirahat pertemuan, misalnya, enam daerah dari sembilan daerah yang sudah berbicara meminta Kaban tetap bertahan. Mereka adalah Aceh, Banten, Yogyakarta, Jawa Barat, Gorontalo, dan Irian Jaya Barat. "Yang meminta Kaban mundur adalah Bengkulu," ujar Ali Mochtar Ngabalin, salah satu ketua Dewan Pengurus Pusat.
Adapun Bangka Belitung dan Jakarta menyerahkan keputusan kepada pengurus pusat. "DKI juga memberikan catatan, Ketua Umum (Kaban) menggunakan hati nuraninya," kata Ali.
Keputusan apa pun yang diambil pengurus pusat akan mengikat, termasuk jika meminta Kaban mundur. "Kalau sampai bertahan, bisa jadi dia (Kaban) keluar dari partai," ucap Yusron.
Keputusan pengurus pusat ini juga berarti nasib dukungan terhadap pemerintah Yudhoyono. "Kalau Kaban mundur, otomatis kami jadi oposisi," kata Ali.
Kaban sendiri ingin tetap menjadi menteri. Ia optimistis pleno akan mendukungnya. "Kalaupun berubah di pleno, saya kembalikan lagi kepada pengurus wilayah, karena forum tertinggi adalah muktamar dan musyawarah dewan partai," katanya.
Partai Bulan Bintang memutuskan bersekutu dengan Yudhoyono sebelum Pemilihan Presiden 2004 masuk tahap kampanye. Dukungan sejak awal ini membuat Yusril sangat dekat dengan Yudhoyono.
Setelah menang dalam pemilihan umum, Yudhoyono mengandalkan Yusril untuk membuat koalisi dengan partai-partai lain. Saat melakukan perombakan pertama pada 2005, Yudhoyono juga meminta pertimbangan Yusril.
Itu sebabnya, Partai Bulan Bintang merasa terluka saat Yusril dan Abdul Rahman Saleh dipecat dengan hanya menyisakan Kaban di kabinet.
Ali mengatakan pencopotan Yusril telah menyinggung harga diri partai. "Meski kami partai kecil, kami harus ambil sikap," katanya.
Begitu pula kata Yusron. "Jika PBB tetap mendukung SBY, mau dikemanakan muka kita," ujarnya.
GUNANTO ES STEFANUS TEGUH PRAMONO
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:40 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Pemerintah Harus Jadi Penengah
Rabu, 16 Mei 2007
Alasannya, dalam sengketa lahan 44 hektare itu belum ada yang bisa dinyatakan mutlak salah atau sebaliknya.
JAKARTA -- Kalangan ahli hukum pertanahan menyarankan agar sengketa tanah Meruya Selatan diselesaikan dengan menguntungkan semua pihak. Alasannya, dalam sengketa lahan 44 hektare itu belum ada yang bisa dinyatakan mutlak salah atau sebaliknya.
Profesor Endriatmo Sutarto, ahli hukum agraria dari Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, mengatakan pemerintah harus menjadi penengah. Langkah awal, pemerintah harus meneliti ulang kebenaran status kepemilikan tanah.
Jika ada bukti kepemilikan yang tumpang-tindih, masalah berarti ada di lembaga yang mengurusi penerbitan dokumen tanah, yakni Badan Pertanahan Nasional. "Sistemnya bermasalah. Itu harus diperiksa," katanya.
Dalam situasi begitu, pemerintah harus melihat kemaslahatan bagi kepentingan umum. Warga Meruya harus dilindungi. Tapi Porta Nigra pun tak harus menanggung semua kerugian akibat kesalahan sistem. "Pemerintah harus mencari solusi terbaik," ujarnya.
Pengajar hukum agraria Universitas Indonesia, Suparjo Sujadi, mengatakan, untuk sementara, semua pihak harus menghormati keputusan Mahkamah Agung, yang menyatakan Porta Nigra sebagai pemilik lahan sengketa.
Namun, menurut Suparjo, Porta Nigra tak serta-merta bisa mengusir ribuan warga. Sebab, dalam hukum agraria berlaku asas pemisahan horizontal. Kalaupun Mahkamah Agung memenangkan Porta Nigra, perusahaan itu hanya berhak atas tanah. Porta Nigra tak berhak atas bangunan yang dibangun dan pohon yang ditanam oleh warga. "Itu harus dipatuhi," katanya.
Secara hukum agraria, menurut Suparjo, baik Porta Nigra, Badan Pertanahan Nasional, maupun warga sama-sama dalam posisi salah. Kesalahan Porta Nigra, setelah membebaskan lahan, tak segera mengajukan permohonan hak atas tanah kepada negara. Tanah adat dengan bukti girik, menurut dia, harus dikonversi ke tanah milik dengan bukti sertifikat.
Badan Pertanahan, kata Suparjo, juga keliru karena mengeluarkan ribuan sertifikat atas tanah sengketa di kawasan Kembangan, Jakarta Barat, itu.
Adapun warga, menurut dia, keliru karena kurang berhati-hati saat membeli tanah. Kalaupun kini warga memiliki sertifikat, kekuatannya tidak mutlak. Jika ada bukti penerbitannya cacat hukum, sertifikat bisa digugat. "Itu sesuai sistem publikasi negatif," kata Suparjo.
ZAKY ALMUBAROK ENDANG PURWANTI
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:39 AM 1 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
KPK Usut Dugaan Korupsi Asian Agri
Rabu, 16 Mei 2007
Apabila bukti-bukti pendukung sudah lengkap, kata pejabat KPK itu, akan dilanjutkan ke tahap penyidikan.
JAKARTA -- Tak hanya dituding menggelapkan pajak, PT Asian Agri juga dituduh melakukan korupsi dalam pembelian sejumlah aset melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional pada 2003. Komisi Pemberantasan Korupsi kini sedang menyelidiki dugaan ini.
Menurut seorang pejabat KPK, anak perusahaan kelompok bisnis Raja Garuda Mas itu diduga membeli bekas asetnya sendiri lewat perusahaan fiktif. "Pembelian aset dengan harga murah itu sudah masuk ke penyelidikan," katanya.
Penyelidikan tersebut meliputi identifikasi dan alamat perusahaan yang terlibat pembelian aset. Apabila bukti-bukti pendukung sudah lengkap, kata pejabat KPK itu, akan dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Dalam majalah Tempo edisi 15 Januari 2007 diungkapkan aset yang dibeli Asian Agri melalui BPPN itu adalah kredit Rp 9,7 miliar untuk Koperasi Unit Desa Tuah Sakato milik petani perkebunan sawit di Muara Bulian, Jambi.
Kredit berasal dari Unibank, yang juga milik Sukanto Tanoto. Penjaminnya PT Inti Indosawit Subur, anak perusahaan Asian Agri. Adapun pembelinya adalah PT Asia Nusa Prima, yang diwakili oleh PT Trust Securities.
Dalam surat Trust Securities kepada Asia Nusa Prima disebutkan bahwa perusahaan ini beralamat di Teluk Betung 31, Jakarta Pusat.
Alamat di atas ternyata markas tiga perusahaan induk Raja Garuda Mas, yakni Asian Agri Group (sektor perkebunan), PEC-Tech (logistik dan pelayanan), serta Pacific Oil & Gas (energi dan pertambangan).
Aset itu kemudian disita BPPN setelah Unibank dibekukan pemerintah pada 2001. Melalui program penjualan aset kredit tahap V, Asia Nusa Prima membelinya seharga Rp 1,45 miliar atau hanya 15 persen dari harga nominalnya.
Diduga ada karyawan BPPN yang turut memuluskan pembelian aset tadi. Dalam surat elektronik yang dikirim Direktur Korporasi Asian Agri Group Eddy Lukas kepada sejumlah petinggi Raja Garuda Mas pada 3 Oktober 2003 disebutkan bahwa proses pembelian akan dibantu oleh karyawan itu.
Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., ketika dimintai konfirmasi mengaku belum mengetahui kelanjutan penyelidikan kasus tersebut. "Nanti saya cek dulu," kata Johan kemarin. Adapun juru bicara Asian Agri, Rudi Sinaga, enggan menanggapi pengusutan KPK. "Kami belum bisa berkomentar," ujar Rudi ketika dihubungi Tempo.
TITO SIANIPAR SANDY INDRA PRATAMA
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:34 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
DPR Loloskan 'Interpelasi Iran'
Rabu, 16 Mei 2007
Presiden dipastikan tak akan datang memenuhi undangan.
JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya menyetujui interpelasi terhadap dukungan pemerintah pada Resolusi 1747 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang memberi sanksi kepada Iran. Keputusan diambil dalam rapat paripurna di gedung MPR/DPR kemarin.
Pengambilan keputusan sempat berlangsung tegang. Dinamika terjadi karena ada beberapa fraksi yang mendukung interpelasi, sedangkan Fraksi Partai Demokrat menolak interpelasi. Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua DPR yang memimpin sidang, sempat menskors sidang selama 10 menit guna menggelar forum lobi.
Setelah lobi, hanya dua fraksi, yakni Partai Demokrat dan Partai Damai Sejahtera, yang menolak. Fraksi Bintang Reformasi memutuskan abstain. Sisanya, tujuh fraksi, mendukung penggunaan interpelasi atas resolusi yang memberi sanksi Iran karena program nuklir mereka.
Abdillah Toha, yang menggagas interpelasi, menyatakan nantinya Presiden harus memberikan penjelasan langsung di hadapan sidang wakil rakyat. Mengenai jadwal pemanggilan, kata Abdillah, masih akan dibicarakan melalui rapat Badan Musyawarah besok.
Juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng memastikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak akan hadir memenuhi undangan DPR itu. "Dilihat dari presedennya, tidak harus Presiden yang jawab," ujar Andi kemarin. Andi yakin interpelasi kali ini tidak akan berujung pada pemakzulan, karena tata cara pemakzulan sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut Abdillah, interpelasi bergulir karena adanya ketidakpuasan anggota DPR atas penjelasan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda di depan Komisi Luar Negeri, April lalu. "Kalau Presiden (nanti) mewakilkan kepada pembantunya, itu tidak menghormati DPR," kata Abdilah seusai rapat paripurna.
Penggagas interpelasi lainnya, Yuddy Chrisnandi, mengatakan ketidakpuasan anggota DPR terbukti dengan kian bertambahnya dukungan terhadap usul justru setelah Menteri Luar Negeri memberikan penjelasan. "Artinya, (nanti) Presiden sendirilah yang harus memberikan penjelasan langsung."
Anggota Dewan yang juga menyokong, Sidharto Danusubroto, menilai keputusan Dewan ini mencerminkan dinamika demokrasi makin hidup. "Presiden harus legowo memberikan jawaban secara langsung," ujarnya.
Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan tidak ada keharusan bagi Presiden Yudhoyono untuk datang sendiri ke DPR memberikan penjelasan. "Sesuai tata tertib DPR, Presiden bisa mewakilkan kepada pembantunya, dalam hal ini Menteri Luar Negeri," kata Syarief.
Penjelasan lain diberikan Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Max Sopacua. Max menyatakan fraksinya merasa penjelasan Menteri Luar Negeri mengenai masalah ini sudah sangat cukup. "Kami yakin tindakan pemerintah 100 persen benar," ujarnya. Dia juga mencontohkan interpelasi dalam kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan di era Presiden Megawati. "Waktu itu Presiden Megawati diwakili Menteri Koordinator Politik dan Keamanan."
ERWIN DARIYANTO GUNANTO ES BADRIAH
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:33 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Aparat Pajak Akan Buru Sukanto Tanoto
Rabu, 16 Mei 2007
"Kalau ada buktinya, kenapa tidak?"
JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan akan berkonsentrasi memburu aktor utama kasus penggelapan pajak Asian Agri Group, termasuk pemilik perusahaan, Sukanto Tanoto, dan para pemegang saham lainnya.
Direktur Intelijen dan Penyidikan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Mochamad Tjiptardjo tidak menampik kemungkinan pemilik Asian Agri itu bisa dijerat hukum. "Kalau ada buktinya, kenapa tidak? Ini kan sudah masuk pidananya," kata Tjiptardjo di Jakarta kemarin. "Bisa saja jumlah tersangka dan jumlah kerugian negara bertambah."
Ketika ditanya hal yang sama, apakah Direktorat Jenderal Pajak juga akan memburu Sukanto Tanoto, dalam kesempatan terpisah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, "Nanti akan kami lihat penanganannya oleh Direktorat Jenderal Pajak. Tapi yang jelas, pemerintah tetap akan menagih seluruh utang pajak plus denda."
Direktorat Jenderal Pajak pada Senin lalu telah menetapkan lima anggota direksi Asian Agri Group sebagai tersangka penggelapan pajak. Lima orang itu berinisial LA, WT, ST, TBK, dan AN. Asian Agri adalah induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto, orang terkaya di Indonesia pada 2006 versi majalah Forbes.
Menurut Tjiptardjo, 18 anggota tim investigasi Direktorat Jenderal Pajak sudah disebar ke dalam dan luar negeri untuk mencari temuan baru dari kasus itu. Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pihak-pihak yang terlibat, termasuk aktor yang meminta dilakukannya manipulasi, kata dia, tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Sejauh ini, menurut dia, perkembangan kasus itu baru sebatas keterlibatan lima anggota direksi Asian Agri. Sinyalemen adanya calon tersangka baru belum ada di tingkat penyidikan. Kerugian negara untuk sementara masih sekitar Rp 786,3 miliar atau 30 persen dari total biaya yang digelembungkan perusahaan, yang mencapai Rp 2,62 triliun.
Menurut Direktur Penyidik Kejaksaan Agung M. Salim, kejaksaan masih menelaah laporan pengaduan masyarakat soal dugaan korupsi dalam praktek penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri. "Kami baru menerima laporan itu pekan lalu," ujar Salim.
Untuk unsur tindak pidana lainnya, seperti memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan kerugian negara, dia mengatakan, bisa ditelaah secara faktual.
Mengenai rencana pemeriksaan terhadap Sukanto, Corporate Communication Manager Asian Agri Rudi Victor Sinaga mengatakan kepada Tempo, "Kalau soal itu, saya belum bisa berkomentar."
Namun, dia menegaskan manajemen perusahaan selalu mematuhi ketentuan perpajakan dengan menyampaikan laporan pajak rutin tiap tahun. Manajemen, menurut dia, juga menghormati hasil pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak dan akan kooperatif terhadap semua proses yang harus dilalui sesuai dengan prosedur.
"Yang menjadi calon tersangka juga bersedia menjalani proses pemeriksaan. Mereka akan didampingi konsultan hukum," ujar Rudi.
Berdasarkan pantauan Tempo, kantor Asian Agri di gedung Uniplaza, Medan, kemarin tidak tampak dijaga ketat. Hal berbeda terlihat di kantor Yayasan Bhakti Tanoto di lantai dasar gedung yang sama. Tiga orang polisi berada tak jauh dari pintu masuk ke kantor yayasan sosial Sukanto Tanoto itu. ANTON APRIANTO BUDIRIZA SURYANI IKA SARI SANDY INDRA PRATAMA SAHAT SIMATUPANG
Noda di Kerajaan Sang Taipan
Asian Agri Group, yang sedang mendapat masalah penggelapan pajak Rp 786 miliar, adalah salah satu anggota kelompok Raja Garuda Mas, yang didirikan Sukanto Tanoto. Perusahaan ini sebenarnya tak rugi. Bahkan dia tergabung dalam kerajaan bisnis Sukanto Tanoto yang sangat kaya. Menurut majalah Forbes, tahun lalu Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). Jumlah pundi-pundi Tanoto masih di atas keluarga Sampoerna (bekas pemilik pabrik rokok Sampoerna), Eka Cipta Widjaja (Sinar Mas), atau Rahman Halim (Gudang Garam). Kekayaan keluarga ini tiga kali lipat kekayaan Liem Sioe Liong yang kawentar itu. Inilah pohon bisnis Sukanto Tanoto.
Raja Garuda Mas International
Didirikan Sukanto Tanoto
Aset US$ 8 miliar (72,5 triliun)
Anggota staf 50 ribu orang
Kelima anak perusahaan beroperasi secara terpisah dengan dewan direktur sendiri-sendiri. Salah satu unitnya, Unibank, sudah dilikuidasi saat krisis ekonomi.
Asian Agri
Industri pertanian ini, yang dituduh menggelapkan pajak, memiliki 200 ribu hektare lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, Asian Agri adalah salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar Asia. Mereka memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit metah selain tiga pabrik minyak goreng.
APRIL
(Asia Pacific Resources International Holdings Limited)
Beroperasi di Riau, Indonesia, dan Shandong, Cina, April adalah salah satu penghasil bubur kertas terbesar di dunia. Produksi di Indonesia 2,4 ton per tahun dan di Shandong 1,5 ton per tahun. Kertas bermerrk PaperONETM dijual di 51 negara. Merek lain yang banyak dipasarkan adalah PaperOne.
Indorayon
Perusahaan yang beberapa tahun silam namanya cemar akibat masalah lingkungan di Porsea, Sumatera Utara, ini adalah salah satu anak perusahaan April.
PEC-Tech
Pemasok teknologi yang melayani perusahaan bubur kertas, minyak sawit, rayon, minyak dan gas, serta sektor energi. Mereka menyediakan mulai desain sampai layanan logistik dengan operasi di Indonesia, Cina, dan Brasil.
Sateri International
Salah satu penghasil serat viscose dan dissolving pulp ini berpusat di Shanghai, Cina. Kapasitas pabrik 115 ribu ton dissolving pulp dan 60 ribu ton serat viscose per tahun. Sedang dikembangkan menjadi 365 ribu ton serat viscose dan 120 ribu ton serat viscose.
Pacific Oil & Gas
Beroperasi di Cina dan Indonesia. Mereka melakukan eksplorasi dan produksi di Blok Jambi-Merang dan Blok Kisaran. Mereka juga sedang membangun pabrik LNG.
SUMBER: RGMI.COM FORBES INVESTIGASI TEMPO
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:30 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
IMF: RI tak rentan lagi
Rabu, 16/05/2007
JAKARTA: Dana Moneter Internasional (IMF) percaya perekonomian Indonesia saat ini tidak lagi rentan terhadap krisis keuangan seperti 10 tahun silam meskipun menghadapi banjir 'uang panas'.
Kekuatan ekonomi Indonesia dinilai telah ditopang perbaikan kebijakan makro ekonomi, pengawasan bank serta pengelolaan moneter.
"Indonesia sudah mampu mengurangi tingkat kerentanan... dan ini jelas ditunjukkan dalam beberapa indikator ekonomi," kata Milan Zavadjil, asisten direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, dalam jumpa pers di Jakarta kemarin.
Indonesia, menurut dia,? mencatat beberapa kemajuan seperti persentase utang luar negeri yang menurun menjadi 30%-35% terhadap PDB.
Pengambangan mata uang dinilai juga turut membantu mengurangi risiko ketimbang kurs tetap seperti 1997 lalu. Sebab fluktuasi mata uang yang ditentukan oleh pasar itu membantu menyerap masuknya investasi portofolio dari aktivitas lindung nilai (hedge fund).
Paralel dengan pernyataan IMF itu, kemarin Wapres Jusuf Kalla menerima kunjungan Deputi Menlu Amerika Serikat Robert B. Zoellick, yang juga menjabat sebagai Vice Chairperson Goldman Sachs & Co.
Kalla mengatakan pertemuannya dengan Zoellick mempunyai nilai strategis karena akan berpengaruh terhadap para investor maupun kalangan fund manager.?
Zoellick, kata Kalla ingin mengetahui perkembangan ekonomi Indonesia. "Institusi seperti itu sangat berpengaruh kepada investor ataupun fund manager," tuturnya seusai merayakan hari ulang tahun ke-65 bersama pers.
Sebelum kedatangan petinggi IMF dan Zoellick itu, Gubernur The Fed Allan Greenspan pekan lalu berbicara dalam sebuah telekonferensi mengenai situasi ekonomi Asia yang diorganisasikan oleh Merryl Lynch, sebuah bank investasi asal AS. Dalam telekonferensi itu, Greenspan yakin Asia tidak akan kembali krisis seperti 1997/1998.
Terlalu berlebihan
Dari Semarang, sosiolog Universitas Melbourne Australia Arief Budiman menilai kekhawatiran terhadap krisis ekonomi terlalu berlebihan. "Itu biasa, karena negara ini menganut sistem ekonomi pasar. [Perekonomian] Gampang bergejolak, tapi nanti juga cepat pulih," ujarnya.
Menurut Arief, pemerintah Indonesia memang tidak cukup punya kekuatan finansial untuk mendikte pasar. Namun, katanya, pemerintah Indonesia memiliki kekuatan untuk membuat sejumlah aturan baru guna menghadang kemungkinan terjadinya gejolak ekonomi tersebut. Tak dijelaskan aturan baru seperti apa yang dibutuhkan Indonesia. (k42/ John A. Octaveri/Edy Barlianto)
nana.musliana@bisnis.co.id)
Oleh Nana Oktavia Musliana
Bisnis Indonesia
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:21 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
Pertumbuhan ekonomi triwulan I capai 6%
Rabu, 16/05/2007
JAKARTA: Badan Pusat Statistik mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi pada triwulan I/2007 mencapai 6% (year-on-year) dan 2% (quarter-on-quarter), lebih tinggi bila dibandingkan prediksi para ekonom.
Laju produk domestik bruto ini sedikit di atas prediksi Departemen Keuangan sebelumnya sebesar 5,7%-5,9% dan angka median perkiraan sejumlah ekonom. Hasil survai Bloomberg terhadap beberapa ekonom menyebutkan PDB sepanjang triwulanI/2007 tumbuh 5,7% (yoy) dan 1,8% (qoq).
Kepala BPS Rusman Heriawan menyatakan angka persis untuk laju PDB triwulan I/2007 secara tahunan adalah 5,97%, tetapi dibulatkan menjadi 6%. Laju PDB tersebut mendekati prediksi Citigroup sebelumnya yaitu 5,96% (yoy).
"Namun, angka pertumbuhan triwulan pertama secara tahunan ini masih defisit dibandingkan dengan target 6,3 persen," jelas dia di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan perekonomian berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan I mencapai Rp915,9 triliun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan yang dihitung pada 2000 sebesar Rp475 triliun.
PDB adalah nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. PDB merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan negara.
Rusman menyatakan beberapa sektor yang menyokong pertumbuhan terbesar adalah pertanian sebesar 16,8%, sebagai akibat faktor musim panen pada triwulan I. Pendukung lainnya yaitu sektor listrik-gas-air bersih, perdagangan-hotel-restoran, keuangan-real estate-jasa perusahaan dan sektor jasa.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan I/2007 dibandingkan triwulan IV/2006 secara riil menurun 0,5%. Demikian halnya dengan pengeluaran konsumsi pemerintah (-31,1%), pembentukan modal tetap bruto turun (-2,5%), ekspor barang dan jasa (-0,1%) dan komponen impor barang jasa (-1,4%).
Di sisi lain, BPS menyebut Pulau Jawa sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia pada triwulan ini sebesar 60,2%. PDB pulau Jawa didominasi secara berurutan oleh sektor industri pengolahan, perdagangan-hotel-restoran, dan sektor pertanian.
Di tempat terpisah, Menko Perekonomian Boediono menyatakan capaian PDB triwulan I/2007 mengonfirmasi telah terjadi kebangkitan ekonomi Indonesia pascakrisis 1997.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta para menteri ekonomi mencermati laporan BPS tersebut. (Erna S.U. Girsang/ Gajah Kusumo/Bastanul Siregar)
(diena. lestari@bisnis.co.id)
Oleh Diena Lestari
Bisnis Indonesia
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:18 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
Ikat eksportir CPO dengan regulasi
Rabu, 16/05/2007
JAKARTA: Pemerintah diharuskan menerbitkan regulasi yang mengikat eksportir CPO, sehingga mereka ikut bertanggung jawab mengamankan pasok di dalam negeri, sementara Depperin akan memperluas pungutan ekspor (PE) untuk stearin dan palm fatty acid distillates (PFAD).
Azam Azman, anggota Komisi VI DPR, mengatakan program stabilisasi harga (PSH) minyak goreng mesti diatur dengan regulasi, tidak bisa menggantungkan pada komitmen pengusaha crude palm oil (CPO).
"Saya sedih Presiden mesti turun tangan [mengatasi kenaikan harga minyak goreng]. Harus ada regulasi mengamankan pasokan dalam negeri," katanya pada rapat kerja antara pemerintah dan Komisi VI DPR di Jakarta, kemarin.
Kenaikan harga minyak goreng yang belum terkendali itu, menurut Azam, membuktikan kebijakan yang disusun Tim Ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu belum mampu membaca tren perkembangan di pasar internasional.
Rapat kerja yang dihadiri Menteri Perdagangan Mari E. Pangestu dan Menteri Perindustrian Fahmi Idris itu diagendakan membahas kebijakan stabilisasi harga minyak goreng, dan? perlindungan perdagangan produk pertanian.
Pada pembukaan rapat kerja itu Komisi VI DPR juga mengingatkan tim ekonomi kabinet belum menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumah a.l. illegal transshipment, tata niaga gula, dan impor beras.
Klaim turun
Mendag mengklaim harga CPO, pasca-PSH, cenderung turun. "Harga CPO sekarang cenderung stabil, mudah-mudahan turun.? Kerja sama pemerintah dan swasta diharapkan meningkatkan pasok domestik, sehingga harga turun."
Lonjakan harga minyak goreng pada April-Mei dalam pandangan Mendag disebabkan faktor ekternal a.l. kenaikan harga minyak bumi yang mendorong permintaan dunia, terutama China, India, dan AS? terhadap CPO sebagai sumber energi alternatif.
Meski mengantungi komitmen peningkatan PE CPO dari pengusaha jika stabilisasi harga gagal menurunkan harga minyak goreng pada kisaran Rp6.500-Rp6.800 per kg, Mari menilai kebijakan itu bukan jawaban tunggal? karena masih ada kebijakan lain yang disiapkan.
Kebijakan itu a.l. pengaturan tender khusus oleh KPB PTPN, kewajiban pelaporan produksi dan volume ekspor, dan pemberian insentif fiskal bagi investor pengembang industri hilir CPO.
Tender CPO di KPB PTPN selama ini, rata-rata? 2.000 ton-8.000 ton per minggu. Sementara itu, produksi CPO dari PTPN mencapai 4,827 juta ton atau 28,74% dari produksi nasional.
Sebagian besar produksi PTPN selama ini diketahui dibeli asing a.l. Cargill untuk tujuan AS dan Wilmar untuk Singapura.
Sumber Bisnis di Depdag mengungkapkan pembahasan kemungkinan pengaturan tender KPB PTPN untuk memenuhi pasar domestik sedang dijajaki. "Karena volume CPO yang ditenderkan di dalam negeri selama ini relatif kecil, tidak seimbang dengan produksi BUMN perkebunan itu."
Hal senada disampaikan? anggota Komisi VI DPR Yusuf Perdamaian. Dia mendesak PTPN menghentikan ekspor CPO sementara dan mengalokasikan pasok ke pasar domestik untuk menekan harga minyak goreng.
"Sejumlah PTPN seharusnya mementingkan layanan publiknya [PSO] dari pada menjualnya ke asing, dan jangan tergiur harga yang tinggi."
Yusuf mengatakan meski produsi PTPN memiliki kapasitas produksi CPO yang kecil, bisa memenuhi kebutuhan minyak goreng domestik? seandainya digelontorkan ke pasar.
Menperin Fahmi Idris menegaskan pemerintah sedang mengkaji perluasan cakupan PE untuk produk turunan CPO a.l. stearin dan PFAD guna menghindari pelarian pos tarif.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan asosiasinya mulai kemarin mendisposisikan surat kepada sejumlah produsen agar menyalurkan CPO kepada prosesor yang telah ditetapkan. (M02/Neneng Herbawati/ Erna S.U. Girsang/Gajah Kusumo) (lutfi.zaenudin@ bisnis.co.id/yusuf.waluyo@bisnis.co.id)
Oleh Lutfi Zaenudin & Yusuf Waluyo Jati
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:13 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
Ekstradisi dan DCA Terancam Kandas
Rabu, 16 Mei 2007
DPR akan kesulitan meratifikasi dua perjanjian RI-Singapura itu.
JAKARTA -- Proses legislasi untuk meratifikasi perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, berpotensi ditolak DPR. Kemungkinan kandas ini karena adanya penggabungan soal ekstradisi itu dengan perjanjian pertahanan (defence cooperation agreement/DCA) di antara kedua negara sehingga mempersulit legislasinya.
''Kemungkinan ini ditolak karena dijadikan satu paket. Soalnya, dalam perjanjian pertahanan, banyak keberatan yang muncul. Ini jadi potensi untuk penolakan itu,'' kata anggota Komisi I DPR dari Faksi PAN, Joko Susilo, Selasa (15/5). Dia mengungkapkan, dalam pembahasan jauh sebelumnya, perjanjian ekstradisi dan DCA dilakukan secara terpisah. Namun, dalam penandatanganannya April lalu di Tampak Siring, Bali, melibatkan dua bidang itu.
Pada pembahasan itu, menurut Joko, walaupun tak memuaskan soal perjanjian ekstradisi tak banyak mengundang perdebatan. Sedangkan pembahasan DCA banyak bolongnya dan dilakukan dengan kurang transparan. ''Karena itu, saya khawatir, ini nanti ditolak oleh DPR.'' Bila penolakan itu terjadi, akan menjadi sejarah bagi legislatif Indonesia. Soalnya, selama ini DPR tidak pernah menolak ratifikasi.
Joko juga menyayangkan pemerintah Indonesia yang sampai saat ini belum menyampaikan aau seolah menyembunyikan rancangan undang-undang (RUU) pengesahan perjanjian ekstradisi. Justru, Komisi I DPR mendapatkan naskah perjanjian itu dari pihak Singapura. ''Kita dapatkan yang dari Singapura itu dengan berbagai cara. Pokoknya, kita dapatlah.''
Tergantung ratifikasi DCAMenteri Pertahanan Juwono Sudarsono, mengatakan, Indonesia tidak rugi bila tidak meratifikasi DCA. Namun, ratifikasi perjanjian ekstradisi yang dibahas paralel satu paket dengan DCA tak akan bisa diratifikasi tanpa meratifikasi DCA.
''Kalau ratifikasi DCA terkatung-katung kita tidak ada kerugian apa-apa. Yang lebih butuh sebetulnya Singapura,'' kata Juwono usai serah terima jabatan Dirjen Perencanaan Pertahanan, dari Laksamana Muda Yuwendi kepada Laksamana Muda Tejo Eddy Purdiatno, dan jabatan Irjen Dephan dari Laksamana Madya Irman Zaky kepada Laksamana Madya Sumardjono, di Dephan, Selasa (15/5).
Namun Juwono akan mencoba meyakinkan DPR dan rakyat Indonesia bahwa isi DCA tidak mengurangi kedaulatan maupun kepentingan masing-masing negara. Ia mengingatkan, sejak Oktober 2005 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri (PM) Singapura, Lee Hsien Loong, sepakat kedua perjanjian dalam satu paket karena ada kesejajaran antara ekstradisi dengan kerjasama pertahanan.
Dengan begitu, lanjut Juwono, kemajuan salah satu perjanjian harus paralel waktunya dengan perjanjian lain walau tidak serta merta selalu terkait. ''Jadi jika ekstradisi tidak diratifikasi, DCA juga tidak, karena kesepakatannya seperti itu. Tapi kita akan lihat, namanya juga tawar-menawar,'' kata Juwono.
Dalam perjanjian ekstradisi, Indonesia berkepentingan mendapatkan kembali buronan konglomerat hitam dan aset yang di parkir di Singapura. Sementara lewat DCA, Singapura membutuhkan ruang darat, laut, dan udara untuk tempat latihan militer.n wed/rto
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:08 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Sebuah Dedikasi dari Kepulauan Aru
Rabu, 16 Mei 2007
Sesekali tatapannya menerawang. Kosong. Sedetik kemudian, seulas senyum tampak. Dengan suara agak parau lantaran lelah menempuh perjalanan panjang dari Kepulauan Aru, Maluku, menuju Surabaya, Jawa Timur, dokter Yohanis Parranuan berujar, ''Inilah hidup saya. Semua harus saya jalani apa pun keadaannya.''
Sebagai dokter di Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku, kehidupan Yohanis adalah kehidupan yang lekat dengan perjalanan jauh. Kehidupan yang akrab pula dengan laut lepas berombak tinggi, bermalam berhari-hari di sebuah pulau kecil, dan terombang-ambing di lautan tanpa bantuan selama beberapa hari.
Bagi Yohanis, itu hanyalah penggalan kisah dokter di daerah pedalaman. Penggalan demi penggalan lain bermunculan ketika bertutur tentang situasi sulit saat mengoperasi pasien di pulau-pulau kecil --dengan peralatan operasi yang minim, air bersih yang langka, lampu penerang seadanya hingga ketiadaan paramedis.
Namun, cobaan pria berusia 46 tahun ini tidak terhenti di situ. ''Saya sudah bercerai tiga tahun lalu,'' ucap Yohanis. Tiga tahun lalu, sang istri melayangkan gugatan cerainya. Berpisah dengan istri, pria kelahiran Tana Toraja, Sulawesi Selatan, pada 1 Agustus 1960 ini juga terpaksa tinggal terpisah dari anak-anaknya. ''Untuk saya, inilah ujian sesungguhnya,'' kata dia.
Tiga dari empat anaknya harus tinggal berjauhan. Anak pertama menempuh pendidikan kedokteran di Cina dan dua anaknya yang lain tinggal di Makassar. Hanya satu anak yang masih bersamanya. Namun, semua itu tidak lantas membuatnya gamang. Dokter Yohanis tetap bertahan dengan profesi yang sudah digelutinya selama 20 tahun. ''Inilah konsekuensi menjadi dokter di daerah terpencil,'' kata dia.
Secara geografis Kabupaten Kepulauan Aru merupakan kabupaten baru dimekarkan dan termasuk daerah terisolasi, tertinggal, serta kawasan perbatasan. Pelaksanaan pembangunan kesehatan di Kabupaten Aru dilaksanakan sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan peralatan kedokteran yang jauh dari memadai dan kondisi yang terbatas, beberapa dokter pegawai tidak tetap (PTT) yang sempat ditugaskan ke wilayah tersebut memilih pulang kampung.
Kondisi nyaris serupa juga terjadi di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, dengan enam kecamatan yang memiliki desa terpencil dan berbatasan dengan Malaysia. Karena ketiadaan dokter maupun puskesmas memadai, sejumlah warga terpaksa menyeberang ke Malaysia sekadar berobat.
''Kalau warga yang tidak punya uang, ya berobat ke dukun. Akan tetapi, yang berduit atau menengah ke atas, biasanya pergi ke poliklinik atau rumah sakit di Malaysia. Ini sangat menyedihkan. Namun, faktanya seperti itu,'' tutur Sjachrin Harahap, Kabid Yankes Subdinkes Sambas, Kalbar. ''Banyak warga yang meninggal karena terlambat ditangani,'' lanjut dia.
Dokter Edi Suranto, direktur Bina Kesehatan Komunitas Departemen Kesehatan, dalam pertemuan 'Koordinasi Pelayanan Kesehatan Daerah Perbatasan dan Pulau-pulau Kecil Terluar' di Surabaya, Kamis (3/5), mengatakan, masih banyak daerah yang kekurangan dokter atau tenaga paramedis.
Untuk memenuhinya, Departemen Kesehatan akan mengirimkan sekitar 4.000 dokter PTT ke daerah terpencil, berada di perbatasan, atau di pulau terluar. ''Tenaga dokter PTT yang dibutuhkan umumnya dokter umum, dokter spesialis gizi, dan bidan,'' kata Edi.
Setiap tahun sejumlah daerah meminta pemerintah pusat menyediakan tenaga dokter dan perawat. Namun, untuk memenuhinya kerap terkendala. Pada tahun 2006, sebanyak 1.236 dokter PTT telah dikirim ke daerah terpencil. ''Dari satu periode (enam bulan) dibutuhkan dua ribu. Jadi, kalau satu tahun setidaknya butuh empat ribu,'' kata Edi.
Dokter adalah cita-cita Yohanis sejak kecil. Di mata pria berkumis tipis ini, dokter adalah sosok mulia yang bertugas menyelamatkan orang lain. Selepas menyelesaikan pendidikan kedokteran di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Yohanis ditempatkan di Kepulauan Aru sebagai dokter PTT.
Berkat kinerjanya, terutama lantaran tidak ada dokter yang sanggup tinggal di daerah terpencil, dia diangkat menjadi salah satu kepala puskesmas di kabupaten tersebut. Jabatan itu dipegang setelah satu tahun dia mengabdi sebagai dokter setempat. Enam tahun jabatan itu diembannya, kemudian diangkat menjadi direktur RS Saparua hingga 10 tahun. Sekitar tiga tahun lalu, pemerintah setempat menunjuk dia sebagai Kepala Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Kepulauan Aru.
''Meski masih menjabat sebagai kepala dinas, tapi sehari-hari saya masih merawat sejumlah pasien. Ini yang membuat saya terkadang lelah, kecapaian. Sekarang saja, dua hari saya menderita demam setelah terkena malaria,'' katanya. Berkat dedikasinya pula, dokter Yohanis sudah menerima enam penghargaan dari Pemerintah Indonesia. Terakhir, dia menerima penghargaan Wirakarya Kencana di Bogor pada 1996 setelah berhasil melakukan tubektomi kepada 36 orang dalam waktu cepat --sejak pukul 10.00 pagi hingga pukul 03.00 dini hari.
Senyum sang dokter kembali terlihat. Kali ini, matanya turut berbinar. Dia mengungkap harapan agar makin banyak dokter PTT yang mengikuti jejaknya. ''Supaya warga miskin yang sakit tidak meninggal sia-sia karena terlambat ditangani.'' zaky al hamzah
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:05 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Angka Pengangguran Masih Tinggi
Rabu, 16 Mei 2007
JAKARTA -- Jumlah pengangguran selama tiga tahun terakhir ternyata hanya turun sekitar 300 ribu orang. Bila pada Februari 2005 jumlah pengangguran masih sebesar 10,85 juta orang, setahun kemudian angka itu naik menjadi 11,10 juta orang, dan pada Februari 2007 jumlahnya masih 10,55 juta orang.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan, mengakui masih tingginya jumlah pengangguran di Indonesia. ''Kita pahami memang pengangguran jumlahnya turun, tapi persoalan utama angkanya masih besar,'' kata Rusman, Selasa (15/5).
Berdasarkan catatan BPS, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2007 mencapai 108,13 juta orang, atau bertambah 1,74 juta orang dibanding Agustus 2006. Bila dibanding Februari tahun lalu, angka itu bertambah 1,85 juta. Sementara jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2007 mencapai 97,58 juta orang, bertambah 2,12 juta orang, dibanding Agustus 2006. Dengan demikian, jumlah penganggur pada Februari 2007, hanya mengalami penurunan sebesar 384 ribu orang, dibanding Agustus 2006, yaitu dari 10,93 juta orang pada Agustus 2006 menjadi 10,55 juta orang pada Februari 2007. (lihat grafik)
Sembari bergurau, Rusman menyentil pemerintah bahwa saat ini orang tanpa pekerjaan mudah ditemui. Karena jumlahnya masih di atas 10 juta orang. ''10,5 juta orang mah gampang dicari. Ini lebih dari dua kali jumlah penduduk Singapura yang mencapai empat juta orang,'' kata dia. Menanggapi data BPS tadi, Kepala Ekonom BNI, A Toni Prasetiantono, masih pesimistis. ''Untuk mencapai open unemployment lima persen berat sekali, paling banter delapan persen,'' katanya.
Sedangkan ekonom senior, Dradjad H Wibowo, menilai penurunan angka pengangguran itu tidak masuk akal. Ia jelaskan, jika pengangguran memang turun 556 ribu orang selama Februari 2006-2007, berarti selama periode itu tercipta sekitar 2,2 juta lapangan kerja. Padahal, saat yang sama tingkat pertumbuhan ekonomi 5,5 persen, yang artinya elastisitas lapangan kerjanya sekitar 400 ribu orang untuk setiap persen ekonomi tumbuh.
''Itu angka elastisitas yang luar biasa tinggi, yang hanya bisa dipenuhi kalau pertumbuhannya benar-benar padat karya. Faktanya, pertumbuhan terkonsentrasi di sektor konsumsi, sektor non-tradable dan sektor padat modal. Jadi, tidak sinkron dengan angka di atas,'' cetus dia. n evy
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:03 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Komisi IV: Pemerintah Harus Buat Regulasi Nasional CPO
Rabu, 16 Mei 2007
Meski kita produsen terbesar CPO, tapi tidak bisa melakukan intervensi harga.
JAKARTA -- Komisi VI DPR menilai kebijakan yang diterapkan pemerintah terkait dengan pengelolaan minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) belum tepat untuk mengantisipasi lonjakan harga CPO di pasar internasional. Karena itu, pemerintah diminta segera membuat regulasi CPO nasional yang tepat guna.
Hal tersebut merupakan rekomendasi yang disampaikan Komisi VI DPR dalam raker dengan Mendag, Mari Elka Pangestu; dan Menperin, Fahmi Idris; mengenai gejolak harga minyak goreng di dalam negeri, Selasa (15/5).
Selain meminta pemerintah membuat regulasi yang tepat guna, raker yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VI, Anwar Sanusi, ini juga mewajibkan pengusaha CPO di dalam negeri memenuhi pasokan bahan baku minyak goreng domestik (domestic market obligation/DMO) sebelum melakukan ekspor.
''Kami setuju ada semacam ketentuan memenuhi pasokan bahan baku minyak goreng di dalam negeri misalnya 10 persen,'' ujar Mari Pangestu, menanggapi usulan tersebut. Usulan pemenuhan pasokan bahan baku minyak goreng tersebut, jelas Mari, merupakan salah satu opsi regulasi tepat guna yang masih dibahas pemerintah selain opsi kenaikan pungutan ekspor (PE).
Sebelumnya Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Akmaluddin Hasibuan, mengatakan pihaknya tengah mengusulkan adanya kebijakan DMO untuk komoditas CPO. GAPKI mengusulkan agar setiap produsen CPO diwajibkan menyisihkan 15 persen dari hasil produksi mereka untuk kebutuhan dalam negeri.
Dalam menyusun regulasi yang tepat guna, lanjut Mari, pemerintah juga perlu memerhatikan kepentingan para petani kelapa sawit di dalam negeri. ''Karena sepertiga dari produksi CPO nasional dihasilkan dari petani kita (perkebunan rakyat),'' ungkapnya.
Menurut data yang disampaikan Mendag, dari total produksi 16,8 juta ton CPO yang ditargetkan di 2007, sebanyak 4,8 juta ton merupakan produksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Sedangkan 6,7 juta ton dari perkebunan yang dikelola swasta, dan sisanya 5,3 juta ton berasal dari perkebunan rakyat.
Menperin, Fahmi Idris, menambahkan pemerintah tidak bisa melakukan intervensi langsung dan menerapkan kebijakan yang kaku terkait komoditas CPO. Pasalnya CPO, saat ini sudah menjadi komoditas yang mendunia. ''Meski kita produsen terbesar CPO, tapi tidak bisa melakukan intervensi harga. Semuanya tetap dikendalikan mekanisme pasar internasional,'' paparnya. Karena itu, kebijakan yang diambil pemerintah terkait pengelolaan CPO nasional harus bersifat temporer. dia
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:00 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
SBY Didesak Beri Penjelasan Langsung
Rabu, 16 Mei 2007
JAKARTA -- Usulan hak interpelasi DPR lolos. Kemarin (Selasa, 15/5), rapat paripurna DPR menyetujui pengajuan interpelasi, terkait dukungan pemerintah terhadap Resolusi No 1747 DK PBB tentang sanksi terhadap Iran.
''Dengan disetujuinya hak interpelasi ini, Presiden harus memberi penjelasan langsung atas dukungan resolusi tersebut,'' ujar salah seorang penggagas interpelasi sekaligus Penasihat Fraksi PAN, Abdillah Toha, usai rapat paripurna, kemarin.
Menurut Abdillah yang juga anggota Komisi I DPR, usulan interpelasi bergulir karena ketidakpuasan anggota DPR, khususnya Komisi I, atas penjelasan Menlu Nur Hasan Wirajuda, April lalu. ''Kalau Presiden mewakilkan kepada pembantunya, itu tidak menghormati DPR,'' jelasnya.
Sesuai tata tertib DPR pasal 174 ayat 1-3, Presiden harus memberi penjelasan langsung, dilanjutkan sesi tanya jawab. ''Nah sesuai ayat 4 pasal 17, dalam sesi tanya jawab barulah Presiden bisa diwakili menterinya,'' tegas Abdillah.
Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar, yang memimpin rapat paripurna menyatakan, usulan interpelasi DPR ini akan diproses dulu ke Badan Musyawarah (Bamus) pada Kamis pekan depan (24/5). ''Dalam Bamus akan dibicarakan jadwal pemanggilan atau pengiriman surat ke Presiden, melalui pimpinan DPR,'' ujar Muhaimin.
Kemarin, kepastian penggunaan hak interpelasi sempat mengalami tarik-ulur. Setelah Abdillah membacakan usulan interpelasi yang didukung 280 anggota DPR, Muhaimin menawarkan kepada forum untuk melaksanakan pengambilan keputusan secara voting. Tapi, usulan pimpinan sidang itu diinterupsi oleh Penasihat Fraksi Partai Demokrat (FPD), Soekartono Hadiwarsito. ''FPD mendesak agar dukungan pemerintah atas Resolusi 1747 harus didalami di Komisi I. Bukan melalui sidang paripurna. Jadi, tidak perlu interpelasi,'' ujar Soekartono.
Namun, pernyataan mantan ketua FPD itu ditentang anggota komisi I dari Fraksi Partai Golkar (FPG), yang juga salah seorang penggagas interpelasi, Yuddy Chrisnandi; anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Saifullah Ma'shum; dan Ketua Fraksi PDIP, Tjahjo Kumolo. Muhaimin kemudian menskors sidang selama 10 menit agar pimpinan fraksi melakukan lobi.
Usai lobi, Muhaimin mengumumkan, penggunaan hak interpelasi sah setelah didukung tujuh fraksi. Dua fraksi, yaitu FPD dan Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS) menolak, sedangkan Fraksi Bintang Reformasi (FBR) abstain. Yang menarik, lolosnya usulan interpelasi kasus Iran di rapat paripurna DPR sekaligus mematahkan 'lobi' di luar parlemen yang selama ini selalu terjadi, menjelang pengajuan interpelasi di DPR. Pertemuan terakhir yang digelar untuk membendung interpelasi berlangsung di Hotel Dharmawangsa, Ahad malam (13/5).
Menurut sumber Republika, pertemuan Dharmawangsa itu, antara lain, dihadiri Menko Kesra, Aburizal Bakrie; dan Mensesneg, Hatta Rajasa. Sedangkan fraksi-fraksi DPR yang mengikuti pertemuan 'gelap' itu adalah FPG, FPD, Fraksi PAN, Fraksi PKS, Fraksi PBR, dan Fraksi PPP. ''Itu pertemuan gelap. Budaya politik yang tidak sehat seperti ini harus diakhiri,'' ujar Yuddy.
Di tempat terpisah, Jubir Presiden, Andi Malarangeng, memastikan Presiden akan menjawab hak bertanya DPR. Namun, Presiden tidak harus datang ke gedung DPR. Presiden, kata Andi, telah mendapatkan laporan perkembangan hak interpelasi. Presiden paham betul posisi DPR, dan sangat menghormati hak yang dimiliki dewan itu. ''Karena itu Presiden akan menjawabnya,'' ungkap Andi di kantor Presiden.
Soal kemungkinan interpelasi bisa berujung pemakzulan terhadap Presiden, dengan tegas Andi membantah. Baginya, tak ada pemakzulan dalam interpelasi atas resolusi Iran. `'Tidak ada pemakzulan, karena itu sudah diatur dengan UU,'' tandasnya. eye/djo
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:56 AM 2 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Dikaji, Tawaran Pinjaman dari Jepang
Kompas - 16052007
Jakarta, Kompas - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Selasa (15/5), mengatakan, pemerintah sedang mengkaji tawaran pinjaman dari Jepang untuk pembangunan dam penahan lumpur Lapindo.
Tawaran pinjaman itu antara lain datang dari Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC).
Biaya untuk membangun dam penahan lumpur itu diperkirakan di bawah Rp 1 triliun. "Dalam dua minggu ini kita sudah akan tahu berapa biaya persisnya. Pihak Jepang mengatakan, dam seperti itu sudah pernah diterapkan di Filipina dan sukses," katanya.
Tim dari Jepang sudah mempresentasikan proposalnya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan lalu. Dam penahan lumpur akan didirikan di pusat semburan lumpur. Bangunan berupa kolom beton setinggi 40 meter dengan diameter 120 meter itu diperkirakan akan bisa menahan semburan lumpur.
Dengan menampung lumpur yang keluar ke dalam kolom, akan terjadi keseimbangan tekanan dengan massa lumpur yang ada di bawah permukaan tanah.
Di Surabaya, Gubernur Jawa Timur Imam Utomo menyatakan belum mengantisipasi amblesnya tanah di sekitar semburan lumpur panas. "Masih menunggu hasil penelitian dan perhitungan para geolog," kata Imam seusai Sidang Paripurna DPRD Jatim.
Sementara itu, jaminan dari Bupati Sidoarjo untuk Petok D dan Letter C masih juga menjadi persoalan.(DOT/RYO/INA/APA)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:53 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Belanja Iklan di Koran Naik 21 Persen
Kompas - 16052007
Jakarta, Kompas - Belanja iklan di media massa pada kuartal I/2007 mencapai Rp 7 triliun, atau naik 19 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 5,9 triliun. Dalam periode itu belanja iklan di koran tumbuh 21 persen menjadi Rp 2,1 triliun.
Demikian hasil survei PT AC Nielsen Indonesia yang memonitor belanja iklan di 19 stasiun televisi, 82 koran, dan 127 majalah serta tabloid.
"Belanja iklan di televisi pertumbuhannya hanya 19 persen, sedangkan untuk majalah dan tabloid 5 persen," kata Senior Manager Client Service PT AC Nielsen Indonesia Ika Jatmikasari, Selasa (15/5) di Jakarta.
Menurut Ika, tingginya pertumbuhan belanja iklan di koran disebabkan masih banyak pemasang iklan yang mempertimbangkan karakteristik penyampaian pesan koran yang lebih terdokumentasi. "Artinya, pembaca koran masih bisa melihat iklan yang dipasang setiap saat dibutuhkan. Beda dengan karakter penayangan televisi yang sepintas," tuturnya.
Meski demikian, penayangan iklan tetap didominasi televisi dengan porsi 68 persen. Koran sebesar 30 persen, tabloid dan majalah sebesar 4 persen.
Lima besar
Banyaknya penayangan iklan komersial dan layanan masyarakat di televisi, berdasarkan survei PT AC Nielsen, yang masuk dalam lima besar adalah RCTI dengan 77.796 tayangan, Trans TV 77.393 tayangan, SCTV 68.176 tayangan, Trans 7 66.888 tayangan, dan Indosiar 53.329 tayangan.
Untuk koran, yang masuk lima besar, yaitu Kompas 18.477 tayang, Manado Post 11.398 tayang, Tribun Jabar 10.508 tayang, Batam Pos 10.108 tayang, dan Analisa 10.045 tayang.
Executive Business Development PT AC Nielsen Indonesia Tri Susanti Simangunsong menambahkan, iklan di televisi lebih didominasi produk perawatan rambut, sementara iklan di koran lebih didominasi ritel modern, seperti hypermart, supermarket, minimarket, toserba, dan swalayan. Hypermart menjadi produk terbesar dengan belanja iklan lebih dari Rp 24 miliar.
Berdasarkan survei, majalah dan tabloid adalah tempat yang paling banyak dilirik oleh pemasang iklan produk telekomunikasi. (OTW)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:51 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Presiden Diingatkan Ali Sadikin: Tak Ada Perubahan Ekonomi
Kompas- 16052007
Jakarta, Kompas - Sebanyak 13 purnawirawan TNI/Polri mengingatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang berbagai persoalan yang kini melanda bangsa dan rakyat Indonesia. Presiden menyambut baik dan berterima kasih atas masukan dan dukungan para purnawirawan tersebut.
Demikian Ketua Forum Komunikasi Purnawirawan TNI/ Polri Mayjen (Purn) Saiful Sulun, yang juga mantan Wakil Ketua MPR/DPR, kepada pers seusai bersama 12 purnawirawan TNI/ Polri sarapan pagi dan berdialog dengan Presiden di Istana Negara, Jakarta, Selasa (15/5). Para purnawirawan itu diundang oleh Presiden.
Menurut Saiful, yang disampaikan para purnawirawan adalah untuk mengingatkan Presiden agar tidak masuk jurang.
Saiful menambahkan, banyak hal yang ditanyakan para purnawirawan. "Seperti masalah penderitaan rakyat. Semakin banyak menderita itu. Presiden menggambarkan, secara bertahap, pemerintah berupaya menyejahterahkan rakyat," ujar Saiful.
Para purnawirawan itu adalah mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal (Purn) Wismoyo Arismunandar, mantan Kepala Sospol ABRI Letjen (Purn) Bambang Triantoro, Letjen (Purn) Sayidiman Suryohadiprodjo, Letjen (Purn) Ari Sudewo, Mayjen (Purn) Soekarno, Letjen (Mar) (Purn) Kahpi Suriadiredja, Laksdya Soegiatmo, dan Laksda Mahmud Subarkah.
Hadir pula mantan Kepala Staf TNI AU Marsekal (Purn) Saleh Basarah dan Marsekal (Purn) Ashadi Tjahyahdi serta Marsda (Purn) FX Soejitno dan mantan Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) (Purn) Moch Sanoesi dan Komjen (Pol) (Purn) Sabar Koembino. Presiden didampingi Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi.
Rakyat makin miskin
Ditanya apakah yang dimaksud dengan penderitaan rakyat yang semakin banyak, Saiful menjawab, "Loh, kamu lihat tidak. Rakyat itu semakin miskin dan pengangguran semakin tinggi."
Sementara itu, kemarin di tempat terpisah, salah satu tokoh Petisi 50 yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, menilai perjalanan bangsa Indonesia saat ini seperti tidak punya arah. Yang ada di pikiran elite politik sekarang juga bukan bagaimana menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.
"Kita seharusnya berpikir sederhana, bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil," kata Ali Sadikin saat peringatan 27 tahun Petisi 50 di Jakarta.
Ali Sadikin menuturkan bahwa cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. Gerakan reformasi 1998 bertujuan mengembalikan perjalanan bangsa ke arah cita-cita tersebut, tetapi sekarang justru semakin jauh dari cita-cita proklamasi.
"Tidak ada perubahan di bidang ekonomi dan sosial, padahal seharusnya bidang itu menjadi fokus utama pembenahan dan pemulihan. Sebab, di situlah rakyat hidup," ujar Ali Sadikin. (NWO/HAR)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:48 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Perjuangan Hidup: Rezeki dari Rumput Kala Laut Sedang Surut
Kompas - 16052007
Matahari yang bersinar tepat di atas kepala tak menyurutkan langkah Warinem (65) dan kawan-kawannya menuju Pantai Kukup, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi DI Yogyakarta. Setelah berjalan selama dua jam dari desanya, ia tiba di pantai untuk berburu rumput laut.
Kala laut tak lagi pasang naik, Warinem mengeluarkan sabit kecil dari keranjang kayu. Ia lalu mencongkel-congkel rumput kemerahan dari antara karang-karang pantai.
Selasa (15/5) siang, air laut masih cukup tinggi sehingga lahan garapan sangat terbatas. Hanya belasan perempuan yang mencari rumput laut. "Biasanya lebih banyak. Pantai bisa penuh," kata Warinem.
Tidak banyak yang didapat perempuan yang tinggal di Dusun Nekung, Desa Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Gunung Kidul, itu dari pekerjaan sepanjang siang hingga sore hari itu. Rata-rata hanya dua kilogram, yang kalau dijual hanya Rp 6.000.
Padahal, Warinem dan banyak perempuan lain harus berjalan kaki jauh untuk mencapai pantai. Selama bekerja, mereka juga harus membiarkan punggungnya terbakar terik matahari dari pukul 11.00 hingga sore.
Tangannya yang keriput sesekali harus beradu dengan kerasnya karang atau tersengat bulu babi. Meski demikian, senyum ceria terus menghias di wajah perempuan yang mengaku tak tahu persis berapa usianya itu.
Rumput laut yang telah terkumpul lalu mereka tebar di pinggir pantai atau dibawa pulang untuk dijemur. Jika dalam keadaan basah, harganya hanya Rp 1.500 per kg. "Butuh satu hari pengeringan supaya dapat duit lebih banyak," kata Warinem sambil tertawa.
Para pengepul dari Jakarta dan Semarang, secara teratur datang untuk membeli rumput laut. Selanjutnya, Warinem dan kawan-kawan tak tahu lagi bagaimana rumput laut mereka itu menjadi bahan baku untuk plastik hingga kosmetik.
Turun temurun
Bagi Warinem dan rekan-rekannya, mencari rumput laut adalah pekerjaan turun-temurun. Warinem sendiri mengaku sudah mencari laut sejak usia sangat muda. Anaknya juga menjalani profesi seperti itu.
Fitri (40), juga telah mengajak anaknya, Endang yang baru 11 tahun. Bagi Endang, pekerjaan itu juga menyenangkan. Sembari mencari rumput laut, sesekali dia bermain mencari bintang laut atau sekadar mengamati ikan-ikan yang berenang di ceruk karang.
Perjalanan panjang untuk sampai pantai dan kembali ke rumah, serta sengatan matahari tak dihiraukannya. "Jalannya ramai-ramai, jadi senang dan tidak capek," kata Endang.
Apakah tidak merasa bersalah memekerjakan anak di bawah umur? Fitri tampaknya tak berpikir sejauh itu. "Sejak kecil saya sudah belajar mencari rumput laut, tak ada salahnya anak saya juga belajar," kata Fitri polos. Ia senang karena dengan bantuan Endang bisa mendapatkan lebih banyak rumput laut.
Himpitan kemiskinan
Beban hidup yang berat kerap membuat banyak warga miskin tak lagi memerhatikan masa depan anak-anaknya. Mereka memang harus bekerja untuk bertahan hidup. Ketika laut bisa memberikan berkah, di sanalah mereka menyerahkan hidupnya.
Dengan pendidikan yang rendah, umumnya hanya SD, mereka memang tidak mempunyai banyak pilihan. Karena itu, mereka juga tak tahu kemana harus mencari pekerjaan lain yang bisa memberi penghasilan lebih baik.
Dalam skala lebih luas, jutaan orang di negeri ini, hidup dalam kesusahan seperti para pencari rumput laut di Pantai Kukup itu.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, 17,76 persen (39,05 juta jiwa) penduduk Indonesia masih hidup dalam garis kemiskinan. Mereka adalah kelompok dengan penghasilan di bawah 1,55 dollar AS atau Rp 13.950 per hari, seperti halnya Warinem dan kawan-kawan.
Sedikit lebih baik dari mereka, di negeri ini masih ada tujuh persen penduduk yang hidup dengan pengeluaran kurang dari Rp 9.000 per hari ( 1 dollar AS). Penelitian Bank Dunia menunjukkan sekitar 109 juta penduduk Indonesia hidup dengan pengeluaran kurang dari dua dollar AS atau kurang dari Rp 20.000.
Satu hal yang harus disyukuri, kelompok miskin seperti halnya pencari rumput laut di Pantai Kukup itu tidaklah cengeng. Tidak banyak menuntut.
Meski harus menjalani beban pekerjaan yang berat ibarat merumput di pantai, tiap perempuan perkasa tersebut tampak selalu bersuka cita. Kala raga mereka melunglai, suara debur ombak sudah cukup menjadi pelipur lara.
Apalagi, kegiatan mencari nafkah mereka itu juga sering menarik wisatawan. Foto bersama para turis lokal atau kadang-kadang mancanegara itu sudah merupakan hiburan tersendiri.
Ya, para perempuan desa yang lugu itu memang menarik. Meski seharian kerja keras dengan hasil tak seberapa, mereka selalu tersenyum gembira. Canda tawa tak pernah lepas dari mulut mereka. Juga ungkapan syukur bahwa pantai masih memberi mereka berkah meski tak seberapa. (AB9)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:46 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
IPTEK: Uang dan Ilmu Bahagia
Kompas - 16052007
Ninok Leksono
"Sebagian arti hidup adalah untuk mengalami senang dan susah. Hidup yang terus-menerus bahagia bukanlah hidup yang baik." (George Loewenstein, Ekonom di Carnegie Mellon University)
Satu hari, seorang rekan berseloroh, "Uang bukan segala-galanya, tetapi tanpa uang susah segala-galanya." Dalam ucapan yang mengundang senyum itu sesungguhnya terkandung falsafah atau kearifan hidup yang tidak saja mendalam, tetapi terasa aktual dan relevan. Terasa demikian barangkali justru karena kita menyaksikan perikehidupan masyarakat pada umumnya tak kunjung sejahtera, bahkan mungkin lebih buruk, sementara di pihak lain tidak sedikit pula pola hidup materialistis yang tampil menonjol, membuat uang seolah menjadi obsesi utama kehidupan.
Lalu, ketika uang yang amat diburu itu bisa diraih, benarkah bahagia datang mengiringi? Jawaban serta-merta tentu tidak kalau uang tersebut diperoleh dari praktik ilegal, dan badan pemburu seperti KPK lalu memperkarakannya. Namun, bagaimana kalau uang yang diraih tersebut halal?
Pertanyaan kuncinya: "apakah dengan itu kebahagiaan akan serta-merta datang?"
Pertanyaan ini secara tradisional masuk dalam wilayah psikologi dan dari waktu ke waktu terus menjadi topik riset. Namun, setidaknya sejak tahun 2004 telah muncul jawaban kuat bahwa "uang tak bisa membeli kebahagiaan" (Matthew Herper, Forbes, 21/9/2004).
Ketika seseorang yang membutuhkan tiba-tiba mendapat uang, memang saraf sukacita di otak akan bereaksi senang. Namun, kesenangan seketika tadi bagi sebagian besar orang tidak lalu menjadi kesenangan jangka panjang. Survei-survei yang pernah dilakukan mendapati bahwa tingkat kebahagiaan orang-orang superkaya yang masuk dalam daftar peringkat Forbes 400 lebih kurang sama dengan suku penggembala Maasai di Afrika Timur. Pemenang lotre pun akan kembali ke tingkat kebahagiaan semula setelah lima tahun.
"Hubungan antara uang dan kebahagiaan ternyata kecil saja," ujar Peter Ubel, seorang guru besar kedokteran di Universitas Michigan, seperti dikutip Forbes.
Tentu itu tidak bermaksud mengatakan bahwa penambahan penghasilan tidak ada artinya sama sekali. Namun, ada survei yang hanya mencatat korelasi 1 persen saja antara kekayaan dan kebahagiaan.
Para psikolog pun terus menyelidiki mengapa kekayaan tidak membawa perasaan senang yang terus-menerus. Satu kali diamati, pemenang lotre yang lalu berhenti bekerja dan membeli rumah bak istana, tetapi di tempat sepi tanpa tetangga, justru kesepian dan rasa tertekan yang ia peroleh, bukan kebahagiaan.
Di sisi lain muncul pertanyaan, jangan-jangan manusia terlalu berlebihan memersepsikan kebahagiaan? Apalagi kalau dikaitkan dengan apa yang dikemukakan Loewenstein yang diangkat sebagai kutipan di awal artikel ini?
Di luar pertanyaan kritis di atas, ada satu poin penting menyangkut hubungan antara uang dan kebahagiaan. Menurut Ed Diener, peneliti di Universitas Illinois yang melakukan survei atas Forbes 400 dan suku Maasai, orang yang bahagia nantinya cenderung punya penghasilan lebih tinggi dalam hidup. Jadi, meskipun uang mungkin tidak membantu manusia jadi bahagia, orang bisa lebih mudah mendapatkan uang kalau bahagia.
Ke ekonom dan politisi
Apabila penelitian di atas lebih terkait dengan pekerjaan psikolog, berikutnya para ekonom pun terpanggil untuk meneliti kaitan antara uang dan kebahagiaan. Ekonom pun kini menyadari bahwa uang tidak bisa membelikan kebahagiaan bagi seseorang. Dalam hal ini, ekonom, antara lain Andrew Oswald dari Universitas Warwick di Inggris, membandingkan data mengenai kekayaan, pendidikan, status perkawinan, dan hasil survei kebahagiaan.
Hasil survei menyebutkan, jika satu negara bisa menjadi cukup kaya—sekalipun masih jauh apabila dibandingkan dengan AS—maka pertumbuhan ekonomi lebih jauh mungkin tidak akan membuat warganya lebih bahagia lagi (Tim Harford, Forbes, 14/2/2006).
Itu sebabnya, Oswald dalam satu kuliahnya berani mengatakan, "Sekali satu negara sudah bisa mengisi gudang pangannya, tidak ada poinnya negara tersebut jadi lebih kaya."
Sekali lagi muncul penegasan, seperti diungkapkan Will Wilkinson dari Cato Institute, Washington DC, bahwa "dalam setiap masyarakat, pada waktu kapan pun, orang lebih kaya lebih bahagia". Namun, hal itu sendiri tidak bercerita banyak tentang hubungan antara uang dan kebahagiaan.
Terakhir, Newsweek (7/5/2007) menurunkan laporan utama "In Search of Happiness". Di sana dikemukakan pertanyaan penting, "mengapa politisi dan bahkan CEO mengkaji ulang pemikiran bahwa uang adalah ukuran tertinggi (ultimate) sukses nasional".
Pertanyaan di atas, seperti tertulis dalam laporan yang ditulis Rana Foroqhar, seolah menggugat hukum penting ekonomi yang mengatakan bahwa "kesejahteraan (well-being) merupakan fungsi sederhana penghasilan". Artinya, makin tinggi penghasilan, makin bahagia, demikian pula sebaliknya.
Kini, kebahagiaan tidak lagi dipandang sederhana dengan melihat "apa yang sudah kita punya, tetapi—misalnya saja—apakah kita punya lebih banyak dibandingkan dengan tetangga".
Dengan berubahnya tafsir atas kebahagiaan, para pembuat kebijakan kini banyak menyelidiki apa sesungguhnya yang membuat rakyat bahagia dan bagaimana mereka bisa menghadirkan itu bagi rakyat.
Kini, negara seperti Bhutan, Australia, China, Thailand, dan Inggris, telah memperkenalkan "Indeks Kebahagiaan" untuk digunakan bersama dengan produk domestik bruto (PDB) guna mengukur kemajuan satu masyarakat.
Para peneliti kebahagiaan terkemuka dunia saat berkongres di Roma belum lama ini memperdebatkan apakah sukacita itu bisa diukur, momentum untuk melangkah ke "negara bahagia" (well-being state) tampaknya sudah tak terbendung lagi. Musim panas ini, sejumlah tokoh penting, mulai dari Perdana Menteri Turki, ekonom kepala di Bank Dunia, dan pimpinan Google, akan bertemu untuk membahas cara guna beralih dari PDB sebagai ukuran kemajuan manusia.
Di era 1980-an, misalnya, slogan yang acap kita dengar adalah workaholic guna melukiskan bagaimana manusia demikian keranjingan kerja. Kini pun tema kompetisi banyak diangkat untuk memacu karyawan agar bekerja lebih keras lagi.
Pada sisi lain, yang juga telah banyak berkembang di negara maju, kalangan pekerja dan eksekutif top justru mulai mengendurkan laju kehidupan. Mereka mengatakan rela mendapat penghasilan lebih sedikit asal bisa menikmati hidup lebih nyaman, bisa punya waktu lebih banyak untuk berkumpul dengan keluarga, dan mengerjakan hal yang menyenangkan hati.
Buku-buku bertema How to Simplify Your Life atau How to Live A Simple Life karangan Elaine St James sempat menjadi bacaan yang menggugah. Namun, sekali lagi, tarik-menarik pastilah terus berlangsung antara hidup sederhana yang nyaman versus hidup dalam kelimpahan materi yang memberi kebebasan luar biasa. (Ninok Leksono)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:44 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Perubahan UUD 1945: Usul DPD Bisa Ubah Makna Pembukaan
Kompas - 16052007
Jakarta, Kompas - Ketua Forum Komunikasi Purnawirawan TNI/Polri Mayjen (Purn) Saiful Sulun menilai usulan perubahan Undang-Undang Dasar 1945, yang hanya menyangkut Pasal 22D, yang diusung Dewan Perwakilan Daerah atau DPD, parsial dan tidak menyeluruh. Usul itu bisa mengubah makna Pembukaan UUD 1945.
Kritik itu dilontarkan Saiful, Selasa (15/5) di Istana Negara, setelah bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia bersama 13 purnawirawan TNI/Polri lain.
"Perubahan UUD 1945 seperti yang dimaui DPD itu tidak benar karena parsial. Jadi, harus dilihat menyeluruh. Kita juga harus melihatnya apakah (perubahan UUD 1945) sekarang ini sudah keluar dari makna Pembukaan UUD 1945. Kalau keluar, ya harus dikembalikan lagi. Mari kita duduk bersama," ujar Saiful.
Saiful mengakui Pembukaan UUD 1945 merupakan abstraksi nilai perjuangan dan cita-cita yang harus tetap dipertahankan dan tak boleh keluar.
Ketua Umum Partai Golkar M Jusuf Kalla mengakui, dalam perubahan UUD 1945, partainya merasa mengenai pasal yang penting itu perlu dikaji kembali. "Kalau nantinya setuju, itu harus berhasil dan jangan sampai berhenti di tengah jalan," katanya.
Golkar dan PPP mencabut
Partai Golkar, Selasa, mengikuti langkah Partai Demokrat, menarik dukungan usul perubahan UUD 1945 yang diusung DPD. Sekretaris Fraksi Partai Golkar (F-PG) MPR Hajriyanto Y Thohari menyerahkan surat penarikan dukungan itu ke Sekretariat Jenderal MPR.
Tercatat 12 anggota F-PG yang menarik dukungan. Mereka adalah 10 orang dari Jawa Barat dan sisanya dari daerah pemilihan Jawa Timur.
Dengan penarikan itu, sidang MPR untuk membahas perubahan konstitusi kembali gembos, tak memenuhi syarat minimal, yaitu diusulkan oleh minimal sepertiga anggota MPR atau 226 anggota. Dukungan sebelumnya terkumpul 234 tanda tangan. Dengan penarikan F-PG, dukungan tinggal 222 tanda tangan.
Hajriyanto membantah penarikan dukungan itu dilakukan karena ada tekanan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Langkah itu dilakukan karena keinginan melakukan kajian lebih mendalam dan komprehensif.
Namun, surat DPP Partai Golkar tertanggal 14 Mei 2007 perihal "Sikap Politik Partai Golkar atas Rancangan Amandemen UUD 1945" secara eksplisit meminta kader dan jajarannya di seluruh Indonesia mematuhi sikap politik partai dan segera menyesuaikan dengan sikap politik Partai Golkar itu. Surat itu menegaskan, kini bukan saat yang tepat untuk membahas usul perubahan UUD 1945.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali dalam siaran pers, Selasa malam, menginstruksikan anggota Fraksi PPP MPR untuk menarik dukungan usul perubahan konstitusi. PPP melihat perubahan UUD 1945 belum saatnya dilakukan dan keberadaan DPD perlu dikaji lagi. Perubahan UUD 1945 selama ini juga belum dilaksanakan semua.
Mengenai penarikan dukungan itu, Wakil Ketua DPD Laode Ida prihatin. Sikap itu menunjukkan ketidakkonsistenan penyelenggara negara. "Ini tidak bagus untuk pembelajaran demokrasi," katanya. DPD melakukan evaluasi pula. (HAR/SUT/TRA)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:42 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Pertumbuhan Belum Mendasar; Hambatan Pengembangan Sektor Riil Belum Tertangani
Kompas - 16052007
Jakarta, Kompas - Perekonomian Indonesia pada triwulan I-2007 tumbuh 5,97 persen dibandingkan triwulan I-2006. Sektor pertanian, khususnya tanaman pangan, menjadi pendorong utama. Pada masa panen dan musim tanam, pertanian juga menyerap tenaga kerja baru sehingga tingkat pengangguran tercatat turun.
Jumlah penganggur turun 384.000 dari 10,93 juta orang pada Agustus 2006 menjadi 10,55 juta orang pada Februari 2007. Tingkat pengangguran terbuka turun dari 10,28 persen pada Agustus 2006 menjadi 9,75 persen pada Februari 2007.
Namun, pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang terjadi dikhawatirkan belum cukup kuat, karena tidak menjawab persoalan fundamental. Lapangan kerja yang terbentuk pada sektor pertanian saat ini lebih bersifat musiman. Sebaliknya pergerakan sektor riil belum tampak.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran tersebut di Jakarta, Selasa (15/5). Rusman mengatakan, arah pergerakan ekonomi dapat dilihat dengan memperhatikan pertumbuhan triwulanan. Dibandingkan triwulan IV-2006, komponen-komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, justru melorot.
Konsumsi rumah tangga tercatat minus 0,5 persen, konsumsi pemerintah turun minus 31,1 persen. Konsumsi pemerintah, menurut BPS, hanya didominasi belanja pegawai (gaji), bukan belanja barang.
Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) juga turun minus 2,5, sedangkan ekspor barang dan jasa turun minus 0,1 persen. PMTB merupakan gambaran riil investasi, bukan saja didorong penanaman modal asing dan dalam negeri, tetapi juga pengembangan usaha kecil, menengah, serta investasi skala rumah tangga.
Dibandingkan triwulan IV 2006, perekonomian tercatat tumbuh 2,0 persen pada triwulan I-2007. "Tidak aneh kalau semua komponen pertumbuhan turun tetapi total pertumbuhan yang didapat positif dua persen. Itu karena adanya faktor negatif yang mengurangi PDB, yakni impor yang tercatat minus 1,4 persen," ujar Rusman.
"Secara year on year, dibandingkan triwulan I-2006, pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah, PMTB, serta ekspor pada triwulan I-2007 tumbuh positif. Tapi perlu diingat, triwulan I-2006 merupakan titik nadir pertumbuhan setelah kenaikan harga BBM Oktober 2005," ujar Rusman.
Sektor Riil Tak Bergerak
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia Djimanto mengatakan, sektor riil terutama industri padat karya masih mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I-2007 ini.
"Kalau terjadi investasi pasti pada industri padat modal dan berteknologi tinggi, bukan pada industri padat karya," ujarnya.
Djimanto menegaskan, penyerapan tenaga kerja baru pada industri pengolahan saat ini hanya dilakukan untuk kontrak waktu tertentu.
"Kalau ada penurunan pengangguran, perlu dilihat lagi, apakah itu bersifat fundamental atau teknis saja, karena kontrak atau musiman," ujar Djimanto.
Ketua Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia Achmad Wijaya mengatakan, pada triwulan I-2007, industri manufaktur justru kesulitan mengakses kredit perbankan. Sektor riil juga masih terganggu ketidaklancaran suplai bahan baku. Pabrik keramik misalnya, bisa tutup kalau suplai gas seperti sekarang.
Rencana Kerja
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Boediono mengatakan, pemerintah mengubah haluan pengelolaan anggaran dan pembangunan pada tahun 2008.
"Dalam RKP (Rencana Kerja Pemerintah) 2008 terlihat kami akan banting stir mengarah ke sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi, yang akhirnya mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran," ujar Boediono.
Menurut Boediono, RKP 2008 disusun lebih detail, targetnya pun lebih jelas. Program yang tidak secara langsung mendorong perekonomian pagu anggarannya dibatasi. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 6,8 persen untuk mengurangi tingkat pengangguran ke posisi 8-9 persen dari jumlah angkatan kerja dan jumlah penduduk miskin menjadi 15-16,8 persen dari jumlah penduduk.
Untuk mencapai kondisi itu, pemerintah menargetkan defisit anggaran akan digelembungkan 1,6-1,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Investasi ditargetkan akan tumbuh 15,5 persen, lebih tinggi dibanding target 2007 sebesar 12,3 persen. Adapun ekspor ditargetkan tumbuh 12,7 persen lebih tinggi dari 2007 (9,9 persen). Sedangkan impor ditargetkan tumbuh 17,8 persen dibandingkan 14,2 persen 2007.
Setidaknya ada 30 program yang diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, tersebar di sejumlah departemen. Misalnya, pemeliharaan jalan nasional sepanjang 30.139 kilometer dan 47.500 meter jembatan. Pembangunan jaringan irigasi 104.765 hektar dan merehabilitasi irigasi yang rusak seluas 200.000 hektar.
Dalam kesempatan terpisah, menurut Tim Dana Moneter Internasional (IMF), keadaan makro ekonomi Indonesia makin membaik, karena manajemen ekonomi yang kuat dan keadaan eksternal yang juga terus membaik. Namun, perlu diperhatikan angka pengangguran dan kemiskinan yang masih tinggi sehingga perlu upaya lebih kuat lagi.
"Keadaan membaik, cadangan devisa naik dan utang publik turun. Diharapkan tingkat kemiskinan dan pengangguran akan turun," ujar Milan Zavadjil ketua tim IMF (DAY/JOE/oin
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:40 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas