Wednesday, May 16, 2007

Komisi IV: Pemerintah Harus Buat Regulasi Nasional CPO

Rabu, 16 Mei 2007

Meski kita produsen terbesar CPO, tapi tidak bisa melakukan intervensi harga.

JAKARTA -- Komisi VI DPR menilai kebijakan yang diterapkan pemerintah terkait dengan pengelolaan minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) belum tepat untuk mengantisipasi lonjakan harga CPO di pasar internasional. Karena itu, pemerintah diminta segera membuat regulasi CPO nasional yang tepat guna.

Hal tersebut merupakan rekomendasi yang disampaikan Komisi VI DPR dalam raker dengan Mendag, Mari Elka Pangestu; dan Menperin, Fahmi Idris; mengenai gejolak harga minyak goreng di dalam negeri, Selasa (15/5).
Selain meminta pemerintah membuat regulasi yang tepat guna, raker yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VI, Anwar Sanusi, ini juga mewajibkan pengusaha CPO di dalam negeri memenuhi pasokan bahan baku minyak goreng domestik (domestic market obligation/DMO) sebelum melakukan ekspor.
''Kami setuju ada semacam ketentuan memenuhi pasokan bahan baku minyak goreng di dalam negeri misalnya 10 persen,'' ujar Mari Pangestu, menanggapi usulan tersebut. Usulan pemenuhan pasokan bahan baku minyak goreng tersebut, jelas Mari, merupakan salah satu opsi regulasi tepat guna yang masih dibahas pemerintah selain opsi kenaikan pungutan ekspor (PE).
Sebelumnya Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Akmaluddin Hasibuan, mengatakan pihaknya tengah mengusulkan adanya kebijakan DMO untuk komoditas CPO. GAPKI mengusulkan agar setiap produsen CPO diwajibkan menyisihkan 15 persen dari hasil produksi mereka untuk kebutuhan dalam negeri.
Dalam menyusun regulasi yang tepat guna, lanjut Mari, pemerintah juga perlu memerhatikan kepentingan para petani kelapa sawit di dalam negeri. ''Karena sepertiga dari produksi CPO nasional dihasilkan dari petani kita (perkebunan rakyat),'' ungkapnya.
Menurut data yang disampaikan Mendag, dari total produksi 16,8 juta ton CPO yang ditargetkan di 2007, sebanyak 4,8 juta ton merupakan produksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Sedangkan 6,7 juta ton dari perkebunan yang dikelola swasta, dan sisanya 5,3 juta ton berasal dari perkebunan rakyat.
Menperin, Fahmi Idris, menambahkan pemerintah tidak bisa melakukan intervensi langsung dan menerapkan kebijakan yang kaku terkait komoditas CPO. Pasalnya CPO, saat ini sudah menjadi komoditas yang mendunia. ''Meski kita produsen terbesar CPO, tapi tidak bisa melakukan intervensi harga. Semuanya tetap dikendalikan mekanisme pasar internasional,'' paparnya. Karena itu, kebijakan yang diambil pemerintah terkait pengelolaan CPO nasional harus bersifat temporer. dia

0 comments: