Rabu, 16 Mei 2007
"Kalau ada buktinya, kenapa tidak?"
JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan akan berkonsentrasi memburu aktor utama kasus penggelapan pajak Asian Agri Group, termasuk pemilik perusahaan, Sukanto Tanoto, dan para pemegang saham lainnya.
Direktur Intelijen dan Penyidikan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Mochamad Tjiptardjo tidak menampik kemungkinan pemilik Asian Agri itu bisa dijerat hukum. "Kalau ada buktinya, kenapa tidak? Ini kan sudah masuk pidananya," kata Tjiptardjo di Jakarta kemarin. "Bisa saja jumlah tersangka dan jumlah kerugian negara bertambah."
Ketika ditanya hal yang sama, apakah Direktorat Jenderal Pajak juga akan memburu Sukanto Tanoto, dalam kesempatan terpisah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, "Nanti akan kami lihat penanganannya oleh Direktorat Jenderal Pajak. Tapi yang jelas, pemerintah tetap akan menagih seluruh utang pajak plus denda."
Direktorat Jenderal Pajak pada Senin lalu telah menetapkan lima anggota direksi Asian Agri Group sebagai tersangka penggelapan pajak. Lima orang itu berinisial LA, WT, ST, TBK, dan AN. Asian Agri adalah induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto, orang terkaya di Indonesia pada 2006 versi majalah Forbes.
Menurut Tjiptardjo, 18 anggota tim investigasi Direktorat Jenderal Pajak sudah disebar ke dalam dan luar negeri untuk mencari temuan baru dari kasus itu. Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pihak-pihak yang terlibat, termasuk aktor yang meminta dilakukannya manipulasi, kata dia, tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Sejauh ini, menurut dia, perkembangan kasus itu baru sebatas keterlibatan lima anggota direksi Asian Agri. Sinyalemen adanya calon tersangka baru belum ada di tingkat penyidikan. Kerugian negara untuk sementara masih sekitar Rp 786,3 miliar atau 30 persen dari total biaya yang digelembungkan perusahaan, yang mencapai Rp 2,62 triliun.
Menurut Direktur Penyidik Kejaksaan Agung M. Salim, kejaksaan masih menelaah laporan pengaduan masyarakat soal dugaan korupsi dalam praktek penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri. "Kami baru menerima laporan itu pekan lalu," ujar Salim.
Untuk unsur tindak pidana lainnya, seperti memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan kerugian negara, dia mengatakan, bisa ditelaah secara faktual.
Mengenai rencana pemeriksaan terhadap Sukanto, Corporate Communication Manager Asian Agri Rudi Victor Sinaga mengatakan kepada Tempo, "Kalau soal itu, saya belum bisa berkomentar."
Namun, dia menegaskan manajemen perusahaan selalu mematuhi ketentuan perpajakan dengan menyampaikan laporan pajak rutin tiap tahun. Manajemen, menurut dia, juga menghormati hasil pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak dan akan kooperatif terhadap semua proses yang harus dilalui sesuai dengan prosedur.
"Yang menjadi calon tersangka juga bersedia menjalani proses pemeriksaan. Mereka akan didampingi konsultan hukum," ujar Rudi.
Berdasarkan pantauan Tempo, kantor Asian Agri di gedung Uniplaza, Medan, kemarin tidak tampak dijaga ketat. Hal berbeda terlihat di kantor Yayasan Bhakti Tanoto di lantai dasar gedung yang sama. Tiga orang polisi berada tak jauh dari pintu masuk ke kantor yayasan sosial Sukanto Tanoto itu. ANTON APRIANTO BUDIRIZA SURYANI IKA SARI SANDY INDRA PRATAMA SAHAT SIMATUPANG
Noda di Kerajaan Sang Taipan
Asian Agri Group, yang sedang mendapat masalah penggelapan pajak Rp 786 miliar, adalah salah satu anggota kelompok Raja Garuda Mas, yang didirikan Sukanto Tanoto. Perusahaan ini sebenarnya tak rugi. Bahkan dia tergabung dalam kerajaan bisnis Sukanto Tanoto yang sangat kaya. Menurut majalah Forbes, tahun lalu Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). Jumlah pundi-pundi Tanoto masih di atas keluarga Sampoerna (bekas pemilik pabrik rokok Sampoerna), Eka Cipta Widjaja (Sinar Mas), atau Rahman Halim (Gudang Garam). Kekayaan keluarga ini tiga kali lipat kekayaan Liem Sioe Liong yang kawentar itu. Inilah pohon bisnis Sukanto Tanoto.
Raja Garuda Mas International
Didirikan Sukanto Tanoto
Aset US$ 8 miliar (72,5 triliun)
Anggota staf 50 ribu orang
Kelima anak perusahaan beroperasi secara terpisah dengan dewan direktur sendiri-sendiri. Salah satu unitnya, Unibank, sudah dilikuidasi saat krisis ekonomi.
Asian Agri
Industri pertanian ini, yang dituduh menggelapkan pajak, memiliki 200 ribu hektare lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, Asian Agri adalah salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar Asia. Mereka memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit metah selain tiga pabrik minyak goreng.
APRIL
(Asia Pacific Resources International Holdings Limited)
Beroperasi di Riau, Indonesia, dan Shandong, Cina, April adalah salah satu penghasil bubur kertas terbesar di dunia. Produksi di Indonesia 2,4 ton per tahun dan di Shandong 1,5 ton per tahun. Kertas bermerrk PaperONETM dijual di 51 negara. Merek lain yang banyak dipasarkan adalah PaperOne.
Indorayon
Perusahaan yang beberapa tahun silam namanya cemar akibat masalah lingkungan di Porsea, Sumatera Utara, ini adalah salah satu anak perusahaan April.
PEC-Tech
Pemasok teknologi yang melayani perusahaan bubur kertas, minyak sawit, rayon, minyak dan gas, serta sektor energi. Mereka menyediakan mulai desain sampai layanan logistik dengan operasi di Indonesia, Cina, dan Brasil.
Sateri International
Salah satu penghasil serat viscose dan dissolving pulp ini berpusat di Shanghai, Cina. Kapasitas pabrik 115 ribu ton dissolving pulp dan 60 ribu ton serat viscose per tahun. Sedang dikembangkan menjadi 365 ribu ton serat viscose dan 120 ribu ton serat viscose.
Pacific Oil & Gas
Beroperasi di Cina dan Indonesia. Mereka melakukan eksplorasi dan produksi di Blok Jambi-Merang dan Blok Kisaran. Mereka juga sedang membangun pabrik LNG.
SUMBER: RGMI.COM FORBES INVESTIGASI TEMPO
Wednesday, May 16, 2007
Aparat Pajak Akan Buru Sukanto Tanoto
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:30 AM
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment