Friday, August 31, 2007

DPR: Tinjau Besaran Tarif Tol JORR

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Warga Akan Mengajukan "Class Action"

Jakarta, Kompas - Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat meminta kepada pemerintah untuk tetap mengedepankan kepentingan masyarakat. Berkenaan dengan itu, Komisi V meminta pemerintah meninjau kembali besaran tarif Tol Lingkar Luar Jakarta yang diterapkan sama untuk jarak jauh ataupun jarak dekat.
Demikian rekomendasi Komisi V, sebagai hasil rapat dengar pendapat dengan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol dan Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, yang disampaikan Ketua Komisi V DPR Ahmad Muqowwam, Kamis (30/8) siang di Jakarta.
Ahmad mengatakan, respons negatif dari masyarakat atas besaran tarif baru Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) yang mengadopsi sistem terbuka mendorong DPR mengeluarkan rekomendasi itu. Kepentingan masyarakat tetap harus dipertimbangkan.
"Kami juga menyayangkan minimnya sosialisasi atas kebijakan baru tentang penerapan sistem terbuka dan besaran tarif itu. Jangankan masyarakat, Komisi V pun tidak diberi tahu tentang besaran tarif JORR," kata Ahmad.
Selain meminta tarif JORR ditinjau, Ahmad juga mengingatkan, ketika ruas Tol Kebon Jeruk-Penjaringan (W1) sepanjang 9,7 kilometer (km), dan Ulujami-Kebon Jeruk (W2 Utara) sepanjang 7 km selesai dibangun, tak boleh lagi ada kenaikan tarif.
"Apabila JORR rampung, tarif dari Cilincing ke Penjaringan, bila tarifnya Rp 6.000, ya tetap Rp 6.000, jangan naik," ujar Ahmad.
Dievaluasi
Ditemui seusai penyampaian rekomendasi Komisi V DPR, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Hisnu Pawenang mengatakan akan mengevaluasi kembali besaran tarif JORR.
Menurut Hisnu, angka Rp 6.000 itu didapat dari penghitungan tepat hasil perkalian antara average length trip (ALT) atau jarak rata-rata yang ditempuh pengguna tol dan tarif dasar tol Rp 430 per km.
Menurut Siswono Yudo Husodo, salah seorang pengusaha nasional yang saat ini mengelola Jalan Tol Cawang-Cikampek dan tengah membangun ruas jalan tol dari Kebon Jeruk ke Bandara Soekarno-Hatta, untuk membangun jaringan jalan tol yang berada di atas tanah berkonstruksi tiang beton berbiaya Rp 200 miliar per km.
Untuk jaringan jalan tol yang dibangun di atas tanah, investasinya sekitar Rp 50 miliar per km bergantung pada kondisi di lapangan. Investasi itu hampir sama nilainya dengan pembangunan jaringan tol di negara lain. Namun, tarif tol di Indonesia masih tetap yang paling rendah di Asia, yaitu terendah Rp 180 per km dan tertinggi Rp 600 per km. Adapun tarif tol terendah di Malaysia berkisar Rp 900 per km dan di China Rp 1.100 per km.
Ajukan "class action"
Warga Bintaro, Serpong, dan sekitarnya melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) akan mengajukan class action kepada Jasa Marga dan Menteri Pekerjaan Umum (PU) atas kenaikan tarif tol yang melambung tinggi.
Menurut Tjandra Tedja, salah seorang penggagas rencana tersebut, selain akan mengajukan class action, pihaknya dan pengguna jalan akan melakukan boikot untuk tidak memakai jalan tol, serta memobilisasi kendaraan untuk memarkirkan sekitar 1.000 mobil di depan pintu tol.
Di PU, Kepala Humas PT Jasa Marga Zuhdi Saragih mengatakan, khusus untuk keberatan yang diungkapkan pengguna tol terkait lonjakan tarif ruas Serpong-Pondok Aren yang terkoneksi dengan JORR menjadi Rp 10.500 (Golongan I) ada dasar hukumnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 374 Tahun 2005, tarif ruas Serpong-Pondok Aren Rp 3.000 (Golongan I). Untuk tarif ruas Pondok Aren-Ulujami, menurut Kepmen No 309/2005, besarnya adalah Rp 1.500. Berdasarkan Kepmen Nomor 365 Tahun 2007, tarif ruas JORR Rp 6.000.
"Dari situlah, tarif sebesar Rp 10.500 pada Gerbang Tol Pondok Ranji didapat," ujar Saragih.
Volumenya turun
Sehari setelah kenaikan tarif volume pengguna Jalan Tol Serpong-JORR menurun.
Kepala PT Jasa Marga Cabang Jakarta-Tangerang Hendro Atmojo, Kamis, membenarkan hal ini.
Pengamatan Kompas hari Kamis menunjukkan, arus lalu lintas kendaraan yang lewat Gerbang Pondok Ranji tidak seramai hari Rabu.
"Situasi lalu lintas di Gerbang Pondok Ranji mirip hari Minggu, dengan rata-rata pengguna tol sebanyak 15.000-an kendaraan," kata Kepala Gerbang Tol Pondok Ranji Kiman.
Pada hari biasa, sebelum tarif JORR diberlakukan, jumlah pengguna tol yang melintas di gerbang ini rata-rata 81.000 kendaraan untuk dua arah. Rabu lalu jumlahnya turun menjadi 72.000. Namun, kemarin jumlah kendaraan yang lewat Pondok Ranji turun drastis.
Dampak kenaikan itu juga dirasakan pengguna angkutan umum. Menurut Siman, sopir angkot K 28 AL, dirinya terpaksa menaikkan tarif angkutan.
Menyusul tarif baru itu, ujar Siman, sejak Rabu lalu, pimpinan peguyuban angkot K 28 AL mengeluarkan surat edaran mengenai kenaikan ongkos angkot sebesar Rp 1.000 untuk setiap jurusan.
Ongkos dari Kampung Rambutan, Jakarta Timur, ke Jatiwarna, Pondok Gede, kini menjadi Rp 5.000, naik Rp 1.000 dari ongkos sebelumnya. Begitu pula dari Kampung Rambutan ke Ujungaspal, dari semula Rp 3.000 kini naik menjadi Rp 4.000. Kenaikan ongkos angkot juga dibebankan ke pelajar. Para pelajar yang menumpang angkot kini harus membayar Rp 2.500 per sekali perjalanan.(ryo/gun/ham/ksp/cok/nta)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Penerima Uang Tol: Gaji Sudah Kecil, Eh Dimaki-maki Sepanjang Hari...

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

R Adhi Kusumaputra

Iswandi (31), pekerja outsourcing, hanya bisa mengelus dada. Personel penerima uang tol yang bertugas di Gerbang Tol Pondok Ranji, Tangerang, Banten, ini selama 17 jam berada di gardu tol sejak Rabu (29/8) pukul 14.00 hingga pukul 21.00, lalu dilanjutkan sampai Kamis (30/8) pukul 06.00.
Iswandi bercerita sepanjang bertugas ia dimaki dan didamprat oleh hampir semua pengguna jalan tol yang lewat loket tempatnya bekerja. Mereka mengeluarkan kata-kata kotor dan kasar sebagai pelampiasan atas kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap pemberlakuan tarif baru Tol Serpong-JORR.
Bayangkan, berjam-jam bertugas di loket tol, Iswandi tak henti-hentinya menerima makian dengan kata-kata menusuk hati. "Mendengar makian itu, saya hanya bisa bersabar dan tak bisa membantah," ungkap Iswandi yang setiap bulan menerima gaji Rp 900.000 itu.
Personel penerima uang tol outsourcing di Gerbang Tol Pondok Ranji tercatat 13 orang. "Mereka sebelumnya bertugas di Gerbang Tol Viaduct-Bintaro. Kami rekrut dari penyedia jasa tenaga kerja, Koperasi PT Jasa Marga Tangerang," kata Kepala Gerbang Tol Pondok Ranji Kiman kepada Kompas, Kamis.
Meskipun gajinya kurang dari Rp 1 juta per bulan, Iswandi mengaku makian yang diterimanya berjam-jam di loket merupakan risiko pekerjaan. Ungkapan senada disampaikan Dina Marwati (20), pekerja outsourcing lainnya. "Ah, saya tidak terlalu ambil pusing dengan kata-kata kasar yang disampaikan pengguna tol. Saya anggap bekerja, kan, ibadah. Ya fun-fun saja," kata Dina yang sudah dua tahun bekerja sebagai personel penerima uang tol.
Umumnya para pengguna Tol Serpong-JORR tidak bisa menerima bahwa mereka harus membayar tarif tol Rp 10.500 di Gerbang Tol Pondok Ranji.
"Saya ini profesor doktor, S-3. Pejabat yang menetapkan tarif tol enggak becus. Tak bisa hitung tarif tol dengan benar," umpat seorang pengguna tol dengan nada tinggi.
Ada juga yang nyeletuk, "Jasa Marga perampok." Atau bernada ancaman, "Belum pernah dibom, ya, gerbang tol ini?" Nada makian lainnya mengarah kepada pejabat negara yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat, merampas duit rakyat, ataupun hanya bisa korupsi.
"Berbagai makian dari pengguna tol itu kami terima dengan sabar. Kami ini seperti si Kabayan yang dimarahi majikan. Kami ini pelaksana di garda terdepan. Jadi, jangan tanya mengapa ada kebijakan tarif tol seperti ini. Sebab, kami tidak tahu-menahu soal kebijakan tarif itu," kata Kiman.
Menurut dia, kesabaran semua personel penerima uang tol atas maki-makian yang didengar karena sebelumnya mereka telah menjalani pendidikan dan pelatihan. "Anggaplah ini praktiknya, dimarahi dan dimaki pengguna tol dalam keadaan sebenarnya," kata Kiman.
Ketika Kompas berada di pos PT Jasa Marga di Pondok Ranji, ada dua pengguna tol turun dari mobil dan melampiaskan kemarahan mereka kepada petugas tol. Nada suaranya tetap tinggi meskipun petugas tol mengajak duduk dan bicara baik-baik.
Perlakuan pengguna tol terhadap personel penerima uang tol memang cenderung kasar. Ada yang melemparkan uang tol ke jalan sambil mengeluarkan kata-kata kotor. Bahkan, ada yang meludahi uang tol itu lebih dahulu.
"Sudah 13 tahun saya bertugas di Jasa Marga. Baru kali ini saya dimarah-marahi pengguna tol sepanjang hari," kata Untung Kusworo (40), yang tinggal di Serpong. Pria yang memiliki istri dan tiga anak ini bergaji Rp 2,5 juta per bulan.
Untung mengaku sempat shock mendengar makian pengguna tol. "Tapi setelah tahu hampir semua petugas tol mengalami hal yang sama, saya pun akhirnya harus bersabar," katanya.
Trisulo Adi (39), pengawas personel penerima uang tol, mengatakan, kemarahan pengguna tol terutama karena kurangnya sosialisasi atas informasi kenaikan tarif dan perubahan sistem tertutup menjadi sistem terbuka. "Wah, semua kata-kata Kebun Binatang Ragunan keluar," kata Trisulo menggambarkan.
Sri Wahyuti (34), personel penerima uang tol, mengatakan kaget mengalami situasi seperti ini terus-menerus. Bahkan Sri sempat menangis, tapi akhirnya ia sadar bahwa ia tak boleh emosi dan kemarahan pengguna jasa tol tak perlu ditanggapi.
"Yah, seandainya saya pemilik mobil yang lewat tol ini, mungkin saya juga marah seperti mereka," ungkap Sri.
Kepala PT Jasa Marga Cabang Jakarta-Tangerang Hendro Atmodjo mengatakan, tidak semua pengguna tol melampiaskan amarah. Ada juga yang tersenyum, mengacungkan jari jempol dan mengucapkan terima kasih. "Mereka adalah pengguna tol jarak jauh karena tarif tol turun," kata Hendro.
Nasib petugas tol dalam hari-hari ini, bahkan setelah tarif tol naik lagi, akan tetap jadi sasaran dan pelampiasan kemarahan pengendara kendaraan, terutama jarak dekat. Sebagian besar pengguna Jalan Tol Serpong-JORR hingga kini menuntut pengelola jalan tol memberlakukan kembali sistem lama, dengan memerhatikan jarak tempuh.
"Kalau setiap hari lewat tol dengan tarif ini, lama-lama bisa tekor. Pemerintah sekarang memang tidak berpihak kepada rakyat. Banyak kebijakan yang membuat rakyat jadi susah," ungkap seorang warga Pamulang.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Antrean di Merak: Sembako Sulit Diperoleh di Palembang

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Palembang, Kompas - Menyusul terjadinya antrean panjang di Pelabuhan Merak, Banten, beberapa jenis barang kebutuhan pokok mulai sulit diperoleh di pasar-pasar tradisional Kota Palembang. Itu terjadi karena pasokan baru dari Pulau Jawa masih tertahan di Merak.
Dari pemantauan Kompas di Pasar Cinde, Pasar Plaju, dan Pasar 26 Ilir Kota Palembang, Kamis (30/8), kebutuhan pokok yang mulai sulit diperoleh terutama jenis sayur-mayur dan buah-buahan, di antaranya kol, wortel, dan kentang. Selama ini jenis kebutuhan pokok tersebut selalu mengandalkan pasokan dari produsen-petani di Pulau Jawa.
Pasokan barang kebutuhan seperti sayur-mayur dari Pulau Jawa ke Bandar Lampung juga datang terlambat.
Dari Medan dilaporkan, 10 persen mangga arum manis yang dikirim dari Cirebon, Jawa Barat, tiba di Medan dalam keadaan busuk karena terlalu lama di jalan. "Ini sangat merugikan. Tingkat kebusukan meningkat menjadi 3-4 kilogram dalam satu peti (isi 30 kilogram). Padahal, biasanya hanya busuk 1 kilogram," kata pedagang buah di Jalan Air Bersih, Medan, Arif Budiman.
Keterlambatan datang barang kebutuhan itu memicu kekhawatiran masyarakat. Akibatnya, banyak pembeli yang membeli dalam jumlah banyak sehingga stok barang makin menipis.
Astiti (42), pedagang di Pasar Cinde, Palembang, menuturkan, selama dua hari ini ia tidak memiliki stok sayuran jenis wortel dan kentang. Ia juga kehabisan terigu. Barang yang ada sudah diborong pembeli dua-tiga hari lalu.
Wandi (35), pedagang di Pasar 26 Ilir, mengatakan, saat ini dia juga tidak memiliki stok kebutuhan pokok mulai seperti susu kemasan, terigu, buah, kentang, dan kol. Produk susu dan terigu biasanya dipasok dari distributor di Jakarta, sedangkan kentang dan kol selalu mengandalkan pasokan dari Bandung (Jawa Barat) dan Ungaran (Jawa Tengah).
"Pengiriman dilakukan dengan jalan darat menggunakan angkutan truk, dua kali seminggu. Seharusnya muatan sudah sampai kemarin. Hari ini kami baru dikabari bahwa muatan masih tertahan di Merak," kata Wandi.
Konsumen yang ditemui di pasar tradisional juga mengeluhkan sulitnya mencari jenis kebutuhan tersebut. Sebagian pembeli mengaku harus memesan terlebih dulu sehari sebelumnya kepada pedagang agar bisa mendapatkan kebutuhan yang diinginkan.
Belum dibuka
Untuk mengurangi risiko dan memperlancar distribusi barang, pihak PT ASDP Bakauheni, Lampung, dan PT ASDP Merak sebenarnya sudah berupaya memprioritaskan angkutan kebutuhan yang mudah rusak.
"Karena barang kebutuhan, terutama sayur dan buah, itu mudah busuk, setidaknya empat truk barang kebutuhan kami seberangkan lebih dulu," kata Kepala Cabang PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (PT ASDP) Bakauheni Prasetyo Bakti Utama.
Akan tetapi, hingga Kamis petang kemarin penyeberangan ternyata belum juga lancar.
Rencana mengoperasikan Pelabuhan Umum Ciwandan pada Kamis kemarin ternyata juga belum dilakukan karena dua kapal bantuan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) belum tiba di Pelabuhan Merak. Akibatnya, penumpukan kendaraan menuju pelabuhan bertambah parah hingga mencapai lebih kurang 12 kilometer dari pintu masuk pelabuhan.
Seperti diberitakan, Menteri Perhubungan Jusman Safeii Djalal menyatakan akan membuka Pelabuhan Ciwandan pada hari Kamis. Sebagian truk akan dialihkan agar menyeberang melalui pelabuhan milik PT Pelindo II Banten, dengan menggunakan dua kapal milik TNI AL dan dua kapal milik PT Pelni.
Dua kapal milik TNI AL, yakni KRI Teluk Manado dan Teluk Hading, sudah datang di Pelabuhan Indah Kiat, Cilegon, sejak Rabu lalu. Kedua kapal itu juga sudah diminta untuk merapat ke Pelabuhan Ciwandan Kamis sore. Namun, hingga petang kedua kapal itu belum juga dioperasikan.
"Prinsipnya, kami siap membantu kapan pun dibutuhkan. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan kapan akan mulai dioperasikan," kata Komandan Pangkalan TNI AL Banten Kolonel Laut (P) Imron Junaedi, kemarin sore.
Kedua KRI itu hanya mampu mengangkut 4-5 truk sekali jalan. Dengan laju kecepatan sekitar 12 knot, diperkirakan KRI itu bisa melayani enam trip per hari.
Adapun dua kapal bantuan milik PT Pelni, yakni KMP Gunung Egon dan KMP Garda Dewata, belum datang. Begitu pula kapal bantuan dari Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai dan Penyeberangan (Gapasdap), Dharma Ferry II, serta KMP Belanak, kapal bantuan dari PT ASDP Cabang Belawan. Dari tujuh kapal yang rencananya diperbantukan, baru satu kapal, yakni KMP Raja Enggano milik PT ASDP Cabang Bengkulu, yang sudah dioperasikan di Pelabuhan Merak.
Kepala Cabang PT ASDP Merak M Ichsan memastikan, KMP Dharma Ferry II dan Garda Dewata datang pada Kamis malam.
Tambah parah
Hingga petang kemarin, PT ASDP Merak mengoperasikan 14 kapal, termasuk kapal bantuan dari Bengkulu yang sudah tiba. Namun, penumpukan kendaraan menuju Pelabuhan Merak justru bertambah parah.
Berdasarkan pemantauan, antrean truk bertambah panjang hingga mencapai lebih kurang 12 kilometer dari pintu masuk pelabuhan. Ribuan truk pengangkut barang berjajar di jalan yang membentang dari pintu pelabuhan hingga Kilometer 91 Jalan Tol Jakarta-Merak.
Direktur Utama PT ASDP Sumiarso Sony memastikan bahwa penumpukan kendaraan di Pelabuhan Merak akan segera teratasi. Ia memperkirakan kondisi akan normal pada hari Minggu. (HLN/NDY/ONI/NTA)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Tindak Kekerasan: Malaysia Baru Sebatas "Penyesalan Mendalam"

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Dato Zainal Abidin Zain menyatakan penyesalan mendalam (deeply regret) atas kasus penganiayaan yang dilakukan polisi Malaysia terhadap wasit karate Donald Luther Kolopita. Proses hukum atas kasus itu dijanjikan akan transparan.
Namun, Zainal tidak secara tegas meminta maaf atas kasus penganiayaan itu dan mempersilakan wartawan jika hendak menginterpretasikan "deeply regret" sebagai permintaan maaf.
Pernyataan itu disampaikan Duta Besar Malaysia seusai bertemu Ketua DPR Agung Laksono serta sejumlah pimpinan Komisi I DPR dan Badan Kerja Sama Antar Parlemen di Gedung MPR/ DPR, Kamis (30/8) siang. Duta Besar juga menyatakan ingin bertemu dengan Donald Kolopita.
Wakil Ketua Komisi I Yusron Ihza berharap penyelesaian kasus pemukulan Donald bisa menjadikan hubungan Indonesia-Malaysia lebih baik. Namun, seusai pertemuan, kepada wartawan Agung mengatakan, "Saya sih inginnya tegas-tegas minta maaf."
Secara terpisah, Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional DPR Alvin Lie dan anggota Komisi I DPR Yuddy Chrisnandi (Fraksi Partai Golkar) menyerukan agar tidak satu pun pejabat Indonesia menghadiri peringatan ulang tahun kemerdekaan Malaysia.
Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla bersama rombongan, Kamis, tetap berangkat ke Malaysia. "Semalam Presiden tetap menugaskan saya untuk mewakilinya menghadiri peringatan Hari Kemerdekaan Malaysia di Kuala Lumpur," ujar Kalla di ruang VIP Bandara Internasional Juanda.
Wapres juga menyatakan, pihaknya di Malaysia akan menyampaikan pesan Presiden Yudhoyono soal kasus tersebut. "Kasus pemukulan itu jangan menyebabkan terganggunya hubungan Indonesia Malaysia," lanjut Wapres.
Tentang permintaan maaf yang ditolak Pemerintah Malaysia, Wapres mengatakan, "Seandainya terjadi masalah oleh orang Indonesia di luar negeri, kan, tentunya Menteri Luar Negeri kita tak harus terus-menerus meminta maaf kepada negara tersebut. Pemerintah Malaysia, kan, sudah menyatakan penyesalannya atas kasus itu dan akan memprosesnya secara hukum."
Hentikan "sweeping"
Menko Polhukam Widodo AS menilai aksi-aksi protes yang muncul sebagai bentuk kekecewaan. Namun, ia mengimbau para pemrotes tidak melakukan aksi kontraproduktif seperti menyisir (sweeping) warga Malaysia yang ada di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Widodo Kamis usai menggelar rapat koordinasi terbatas bersama Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto dan Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar. "Aksi kontraproduktif macam sweeping hanya akan merugikan kepentingan kita dan hubungan antarnegara," ujar Widodo.
Hal senada disampaikan Anas Urbaningrum dari Partai Demokrat. Penyisiran terhadap warga Malaysia justru bisa memperburuk citra Indonesia di dunia internasional. "Aksi protes tetap harus dilakukan dengan cara yang baik dan beradab," tambahnya. (DIK/MAM/HAR/MZW/DWA)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Jalintim Tertutup Asap

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Sampai Rabu Malam di Sumsel Terpantau Ada 38 Titik Api

Palembang, Kompas - Para pengendara di jalan lintas timur Sumatera atau jalintim Sumatera pada ruas Palembang-Indralaya, Kamis (30/8), harus ekstra hati-hati. Selain rusak, kemarin jalur itu tertutup asap tebal akibat kebakaran lahan masyarakat. Jarak pandang sangat pendek, sekitar 5 meter.
Berdasarkan pengamatan Kompas, lokasi kebakaran yang menyebabkan kabut asap berada di ruas Palembang-Indralaya Kilometer (Km) 18, Km 20, Km 23, dan Km 28, sebelum memasuki Indralaya. Sejumlah pos kebakaran hutan yang dibangun di sepanjang jalan tampak kosong, padahal pos tersebut dibangun karena wilayah itu rawan kebakaran.
Untuk menghindari tabrakan, para pengendara harus berjalan pelan sambil menghidupkan lampu. Asap yang tebal juga menyebabkan mata pedih dan mengganggu pernapasan.
Sebuah mobil pemadam kebakaran milik Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel), berusaha memadamkan api, tetapi tidak bisa tuntas. Luas area kebakaran yang harus dipadamkan terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan mobil pemadam tersebut.
Lid (36), warga Desa Arisan Jaya, Kabupaten Ogan Ilir, mengatakan, asap pertama kali muncul sekitar pukul 14.00. Api berasal dari lahan gambut di sebelah timur, kemudian semakin meluas ke barat mendekati ruas jalan jalintim.
"Tahun lalu kebakaran juga terjadi di daerah ini. Asap menyebabkan warga sakit tenggorokan. Saya tidak tahu penyebab kebakaran kali ini, apakah sengaja dibakar atau tidak," kata Lid.
Menurut Ahmad Amin (63), warga Desa Talang Pangeran, Kabupaten Ogan Ilir, api muncul dari lahan gambut yang selama ini ditelantarkan. Api menjadi besar karena tiupan angin kencang, bahkan mendekati permukiman. Untuk menghindari kebakaran, warga menyiram rumahnya dengan air.
"Kalau kebakaran besar seperti ini, tidak ada yang bisa kami lakukan. Di dekat sini ada pos aju kebakaran hutan, tapi tidak ada orangnya (penjaganya)," kata Ahmad sambil menunjuk sebuah bangunan tak jauh dari rumahnya.
38 titik api
Kepala Dinas Kehutanan Sumsel Dodi Supriadi mengatakan, sampai Rabu malam di Sumsel terpantau ada 38 titik api. Titik api belum masuk ke lahan gambut, tapi masih di lahan kering. "Masyarakat sengaja membakar untuk persiapan memasuki masa tanam," kata Dodi.
Menurut Dodi, lambatnya pencairan dana menyebabkan upaya penanggulangan kebakaran hutan terhambat. Proposal permintaan dana penanggulangan kebakaran di Sumsel yang dikirimkan ke Departemen Kehutanan dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup belum dijawab.
"Proposal sudah dikirim sejak Februari, tetapi sampai sekarang dananya belum turun, padahal puncak kebakaran hutan di Sumsel September-Oktober. Sekarang kami diminta membuat proposal lagi ke BKSDA," ujarnya. (WAD)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Sejarawan Ong Hok Ham Telah Tiada

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Ong Hok Ham, salah satu tokoh sejarawan Indonesia, Kamis (30/8), meninggal dunia di kediamannya di Jalan Cakrawijaya IX Blok D No 11, Kompleks Diskum TNI Angkatan Darat, Cipinang Muara, Jakarta Timur. Ong Hok Ham meninggal dalam usia 74 tahun.
"Saya ditelepon pada pukul 17.30 oleh salah satu pembantu Ong Hok Ham, dikabari bahwa Ong Hok Ham meninggal. Kebetulan saya tinggal tidak jauh dari rumah beliau, lalu saya datang dan segera membawa jenazah Ong Hok Ham ke Rumah Sakit (RS) Mitra Internasional, Jatinegara," kata Andi Achdian, Direktur Institut Ong Hok Ham, saat ditemui Kompas di persemayaman Rumah Duka RS Dharmais, Jakarta, tadi malam.
Dokter di RS Mitra Internasional menyatakan, Ong Hok Ham meninggal pukul 18.10. Menurut Andi, sekitar empat tahun lalu, Ong Hok Ham terserang stroke. Sejak saat itu pula ia menggunakan kursi roda. Ong Hok Ham, lanjut Andi, sempat memberi wasiat agar rumahnya dijadikan museum dengan koleksi sekitar 3.000 buku sejarah.
Hingga semalam belum ada keputusan dari pihak keluarga kapan jenazah Ong Hok Ham dikebumikan. "Keluarga masih menunggu kedatangan salah satu adik Ong Hok Ham dari Australia," kata Hardi Halim, kerabat dekat Ong Hok Ham. (NAW/MUK)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

BAHASA: Siapa yang Aman?

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Perbedaan di antara bentuk pasif dan bentuk aktif merupakan salah satu rintangan terbesar ketika saya mulai belajar bahasa Indonesia 10 tahun lalu. Tahun per- tama saya dan mahasiswa lain hanya memakai kata dasar (Saya baca buku; Dia beli mobil) dan kami menganggap ben- tuk dan sifat bahasa Indonesia ini cukup mudah dipahami.
Ketika tahun kedua dihadapkan dengan awalan bentuk aktif (Saya membaca buku; Dia membeli mobil), kami mulai gojag-gajeg dan sering sempat menggaruk-garuk kepala. Dan ketika dosen mengumumkan kehadiran bentuk pasif juga (Buku ini saya baca; Mobil itu dibelinya), kebingungan kami mutlak, dan bahasa ini kami anggap sangat tidak masuk akal, dan mungkin malah tak bisa dipelajari orang asing. Yang pasti, kami semua membenci bentuk pasif.
Namun, yang tetap bertahan dalam kelas bahasa Indonesia ini (kami semakin sedikit orang, dan sekarang mata kuliah bahasa Indonesia malah ditiadakan di semua kampus di Swedia karena kurangnya minat mahasiswa) lama-kelamaan mulai memahami perbedaan di antara kedua bentuk kata kerja ini, dan bagaimana mereka bisa dan harus dipakai.
Setelah dilatih secara intensif di salah satu sekolah bahasa Indonesia untuk orang asing di Yogyakarta, saya mulai suka bentuk pasif. Sekarang bentuk pasif saya anggap sangat praktis dan enak dipakai, terutama jika tak mau ambil risiko memakai sebutan yang "salah", yakni kurang hormat, terhadap lawan bicara.
Walaupun saya sekarang memahami perbedaan bentuk aktif-pasif dengan cukup baik, dan tak sering lagi membuat kesalahan memalukan (Saya dibuka pintunya), masih ada satu kata yang seringkali membingungkan saya. Kata itu adalah aman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aman itu artinya antara lain ’bebas dari bahaya’, ’bebas dari gangguan’ dan ’terlindung’. Itu tak masalah. Hanya saja, setiap kali saya membuka koran Indonesia ada tulisan seperti "Penjahat diamankan polisi" atau "Polisi mengamankan pencuri mobil". Ini membuat saya bingung, dan ingat waktu kuliah dulu ketika kami semua hanya menebak bentuk kata kerja yang mana yang benar. Menurut logika bahasa saya, kalau polisi sudah menahan seorang penjahat, maka bukan si penjahat yang diamankan, tetapi masyarakat secara luas. Kan, masyarakatlah yang sekarang bisa merasa aman, bukan si penjahat. Ia malah seharusnya merasa semakin resah. Tak pernah saya membaca judul seperti ini di koran: "Penjahat ditahan, masyarakat diamankan", padahal justru masyarakat yang bisa merasa aman kalau ada penjahat yang ditahan.
Kekacauan ini berasal dari bentuk kata kerja dari kata dasar aman itu sendiri. Aman berarti ’bebas dari bahaya’ seperti terlihat di atas, tapi mengamankan berarti ’menjadikan tidak berbahaya’ menurut KBBI, bukan ’menjadikan bebas dari bahaya’ seperti logika bahasa saya menyatakan.
Saya semakin bingung ketika membaca di kamus yang sama bahwa pengaman berarti ’orang yang mengamankan (negeri, kota)’. Sejauh yang saya pahami, itu berarti pengaman bisa jadi polisi atau penjaga lain. Namun, kalau mengamankan diganti dengan definisi KBBI sendiri, maka pengaman berarti ’orang yang menjadikan tidak berbahaya (negeri, kota)’. Adakah kota berbahaya? Ya, mungkin. Tapi, ada orang yang bisa menjadikannya tidak berbahaya? Bukankah kalau begitu, orang tersebut menjadikannya bebas dari bahaya, yakni aman? Ataukah itu hal yang sama?

André Möller
Pengamat Bahasa, Tinggal di Swedia

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Thursday, August 30, 2007

Sistem Tarif Tol Dinilai Tak Adil

KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007

Pemerintah: Jalan Tol untuk Lalu Lintas Jarak Jauh

Jakarta Kompas - Penerapan sistem terbuka pembayaran tarif tol lingkar luar Jakarta, Rabu (29/8), dinilai tak adil. Itu karena pengguna tol jarak dekat membayar tarif yang sama dengan pengguna jarak jauh. Penerapan sistem terbuka itu juga mengagetkan konsumen karena tarif yang dibayar melonjak drastis dari biasanya.
Lonjakan pembayaran bakal membengkak lagi jika rencana kenaikan tarif tol di luar tol lingkar luar Jakarta (Jakarta Outer Ring Road/JORR) terlaksana.
Dalam sistem terbuka, pengguna jalan tol membayar tarif ketika memasuki gerbang tol, seperti pada ruas dalam kota. Adapun pada sistem tertutup, pembayaran baru dilakukan saat pengguna jalan keluar dari tol dengan tarif sesuai jarak.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 365 Tahun 2007, tarif tol JORR bervariasi. Tarif untuk golongan I, misalnya, sebesar Rp 6.000 untuk jarak terjauh 45 kilometer. Namun, walaupun pengguna hanya melintas sejauh 1 kilometer di ruas JORR, mereka tetap dikenai tarif Rp 6.000.
Dengan sistem lama, pengguna tol yang biasanya hanya membayar Rp 3.000, misalnya, untuk jarak yang sama dalam sistem baru mereka terpaksa membayar Rp 10.500. Itu karena adanya perpindahan antartol.
Kekesalan pengguna tol karena sistem baru itu tidak pernah disosialisasikan sebelumnya. Akibatnya, sepanjang Rabu pagi hingga siang hari terjadi kemacetan di gerbang tol. Itu karena terjadi dialog antara pengemudi dan petugas pintu tol pada saat transaksi. Ada pula pengemudi yang marah-marah kepada petugas soal pembayaran tersebut. Sejauh pemantauan Kompas, kondisi seperti itu terjadi di berbagai gerbang tol.
Raditya, warga Serpong yang bekerja di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, mengungkapkan, sungguh tidak masuk akal tarif tol naik drastis seperti itu.
Jaya, warga Jakarta Timur, menyatakan, penerapan tarif jauh-dekat sama sangat tidak adil, apalagi tanpa sosialisasi terlebih dulu. "Saya kaget dan merasa tertipu," lanjutnya.
Keluhan sama diungkapkan para sopir angkutan perkotaan (angkot) trayek Kranggan-Kampung Rambutan. Mereka mengaku sangat terbebani dengan tarif tol JORR sebesar Rp 6.000 untuk setiap kali melintas. Dalam satu hari, para sopir itu rata-rata harus melewati JORR sampai delapan kali.
Akan tetapi, tidak semua pengguna tol mengeluh. Sugianto Pandi setiap hari kerja melintasi tol dan biasanya harus mengeluarkan sedikitnya Rp 14.000, hanya untuk tol. "Sekarang turun menjadi Rp 12.000," kata Sugianto.
Akui terlambat
Manajemen PT Jasa Marga mengaku terlambat menyosialisasikan besaran tarif pada sistem tarif terbuka di JORR.
"Rentang waktu antara penetapan tarif dan peresmian Tol Cikunir-Jatiasih terlalu dekat sehingga PT Jasa Marga tidak sempat menyosialisasikan besaran tarifnya," kata Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga Okke Merlina.
Okke menegaskan bahwa tarif tol JORR sebesar Rp 6.000 untuk Golongan I, Rp 7.000 untuk golongan II A, dan sebesar Rp 8.500 untuk golongan II B bukan merupakan kenaikan tarif.
"Itu tarif baru. Jadi, saat Menteri PU mengumumkan kenaikan tarif akhir Agustus ini tarif JORR tidak akan naik lagi," ujar Okke.
Belum layak naik
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR tentang Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol dan Rencana Penyesuaian Tarif Tol, di Jakarta, Rabu, DPR meminta pemerintah membatalkan sistem terbuka pada JORR dan mengubahnya menjadi sistem tertutup, sekaligus menunda kenaikan tarif tol. Standar pelayanan minimal jalan tol di Indonesia dinilai masih kurang.
Anggota Komisi V dari Fraksi Golkar, Suharsoyo, menyesalkan sikap pemerintah yang menetapkan tarif JORR baru di tengah pengkajian DPR tentang perubahan sistem dari sistem tertutup menjadi terbuka.
Sementara itu, pemerintah dalam waktu dekat bahkan akan menaikkan tarif 13 ruas jalan tol di Indonesia. "Kami tidak bisa memahami kenaikan tarif JORR dan 13 ruas jalan tol, apalagi masyarakat. Pemerintah harus meninjau ulang kenaikan itu," kata Suharsoyo.
Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Hermanto Dardak mengatakan, tarif baru JORR itu merupakan konsekuensi dari perubahan sistem. Ia menegaskan, jalan tol diprioritaskan untuk lalu lintas jarak jauh dan bukan sebagai jalan alternatif untuk lalu lintas jarak dekat.
"Fungsi jalan tol hakikatnya adalah untuk lalu lintas jarak jauh. Apabila masyarakat keberatan dengan mahalnya tarif tol untuk lalu lintas jarak dekat, mereka tidak usah menggunakan fasilitas jalan tol," kata Hermanto Dardak.(KSP/cok/tri/muk/ryo/lkt)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Mendagri Baru: Komunikasi Intensif untuk Memperkuat NKRI

KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto akan mengembangkan komunikasi intensif dengan gubernur. Komunikasi intensif itu sebagai syarat utama, selain juga adanya pemahaman yang sama antara pusat dan daerah terhadap Undang-Undang Otonomi Daerah.
Mardiyanto mengutarakan hal itu, Rabu (29/8) di Istana Negara, Jakarta, seusai dilantik menjadi Mendagri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia diangkat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 77/P Tahun 2007, yang dikeluarkan Selasa lalu.
"Dalam pelaksanaan otonomi daerah, yang paling utama adalah membangun dan mengembangkan komunikasi yang intensif dengan para gubernur. UU Otonomi daerah adalah payung hukum. Sepanjang pusat dan daerah saling memahami UU itu, yang dikhawatirkan dalam hubungan pusat dan daerah tak akan terjadi," tutur Mardiyanto.
Soal peraturan daerah (perda) bermasalah, Mardiyanto mengatakan, jika bertentangan dengan aturan di atasnya, memang harus diubah atau dicabut. "Banyak sekali memang perda yang perlu diperbaiki. Saya harapkan, di sini juga perlunya komunikasi intensif dilakukan dengan daerah," katanya lagi.
Secara terpisah, Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Suryadharma Ali berharap Mardiyanto mencabut atau merevisi perda yang menghambat perkembangan koperasi dan UKM. Pergantian Mendagri seharusnya menjadi awal komitmen pemerintah untuk kembali menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Calon perseorangan
Mardiyanto juga menegaskan bahwa ia akan menyelesaikan revisi terbatas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang terkait dengan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah, seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan revisi empat UU bidang politik.
"Bagaimana implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (soal calon perseorangan), nuansa ini sangat terasa di masyarakat untuk diselesaikan. Saya berpegang pada aturan dan norma. Tentu, setelah ada kesepakatan dengan DPR, langkah cepat diperlukan untuk menyelesaikan revisi terbatas UU itu," ujarnya.
Mendagri ad interim Widodo AS, dalam serah terima jabatan dengan Mardiyanto, mengatakan, jabatan Mendagri tidak dapat dirangkap dengan jabatan lain. Hal itu karena Mendagri memiliki peranan penting dan strategis bagi bangsa. Mendagri berkewajiban membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan politik serta penyelenggaraan pembangunan di daerah. (har/osa/mzw)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Antrean Truk: Pemerintah Libatkan TNI AL dan Pelni

KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Pemerintah terpaksa memberdayakan kapal milik TNI Angkatan Laut dan PT Pelayaran Nasional Indonesia untuk mengatasi masalah kurangnya kapal penyeberangan di lintasan Merak-Bakauheni. Namun, karena kapal bantuan itu tidak dimungkinkan bersandar di dermaga Merak dan Bakauheni, kegiatan penyeberangan dilakukan di dermaga Pelabuhan Cigading Ciwandan, Banten, dan dermaga Panjang, Bakauheni, mulai Kamis (30/1) ini.
Dengan demikian, jika kapal yang akan diperbantukan pada Kamis ini (Kompas, 29/8) masuk ke jalur penyeberangan Merak- Bakauheni, total kapal bantuan yang akan beroperasi di jalur tersebut sebanyak 14 kapal.
Menteri Perhubungan Jusman Safeii Djamal, Rabu di Merak, Banten, menyebutkan, kapal TNI Angkatan Laut (AL) yang diberdayakan adalah KRI 537 dan KRI 538. Adapun dua kapal PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) yang dikerahkan adalah KM Gunung Egon, yang saat ini berada di Semarang, dan KM Ganda Dewata yang berada di Tanjung Priok, Jakarta.
Selain empat kapal itu, ada tiga kapal lagi yang diperbantukan, yakni KM Dharma Ferry II dari Surabaya dan dua kapal milik PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP). Dua kapal milik ASDP itu adalah KM Raja Enggano yang sudah beroperasi hari ini dan KM Belanak, yang saat ini masih berada di Sumatera Utara melayani Sibolga-Nias.
"Dengan demikian, kami harapkan kondisi lintasan penyeberangan Merak-Bakauheni akan kembali normal secepatnya dalam waktu dua hari," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Menteri Perhubungan Jusman Safeii Djamal untuk berkoordinasi dengan tiga daerah untuk mencari jalan keluar bagi penyelesaian masalah antrean panjang dalam penyeberangan dari Merak menuju Bakahueni. Ketiga daerah itu adalah Banten, Lampung, dan DKI Jakarta.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Iskandar Abubakar menjelaskan, pihaknya telah mengevaluasi kapal-kapal yang dimasukkan dalam kategori tidak layak lagi untuk melayani penyeberangan Merak-Bakauheni.
Tak berpengaruh
Sementara itu, sampai sore kemarin antrean truk masih sepanjang lebih kurang 12 kilometer dari pintu pelabuhan hingga Kilometer 91 Jalan Tol Jakarta-Merak. Kendaraan hanya bisa maju sekitar 100 meter per jam. Semakin malam, jumlah kendaraan yang menuju Pelabuhan Merak bertambah banyak. Akibatnya, kendaraan akan terus tertumpuk di ruas jalan tol hingga pintu Pelabuhan Merak.
Dari Pelabuhan Bakauheni dilaporkan, penumpukan kendaraan di pelabuhan itu sampai kemarin petang hanya terjadi di pelataran parkir pelabuhan. Selain itu, layanan penyeberangan Bakauheni-Merak sudah mendapat tambahan satu armada kapal. "Semalam satu kapal milik PT ASDP yang biasa beroperasi di Bengkulu, KM Raja Enggano, yang berkapasitas 100-an kendaraan, bertolak ke Merak. Sejak pagi tadi kapal itu sudah dioperasikan untuk melayani penyeberangan Merak-Bakauheni," kata Manajer Operasional PT ASDP Bakauheni Jailis.
Di Pelabuhan Tanjung Priok, tidak terlihat lonjakan jumlah kendaraan truk barang di dermaga Nusantara Pura, yang merupakan pelabuhan antarpulau. Pelabuhan Tanjung Priok belum dijadikan rute alternatif.
Operator tol rugi
Antrean panjang kendaraan yang umumnya angkutan barang menyebabkan operator tol PT Marga Mandalasakti (MMS) mengalami potensi kehilangan pendapatan Rp 140 juta per hari.
Pemantauan Kompas, Rabu pagi, kemacetan di ruas tol telah mencapai 7 kilometer dari Gerbang Tol Merak (Km 98). "Ini kemacetan terparah. Kami tidak dapat mengatasinya karena bergantung pada penyeberangan di Pelabuhan Merak," kata General Manager PT MMS EB Suwela.
Suwela mengatakan, pihaknya juga berupaya menyeleksi kendaraan agar tidak tertahan semuanya di jalan tol. "Untuk kendaraan bus, sedan, jip, minibus keluar di Gerbang Tol Cilegon Barat. Kendaraan truk penyeberangan keluar di Gerbang Tol Merak. Kendaraan pembawa sembako kami utamakan," ujarnya.
Dalam upaya menjaga keamanan, PT MMS dibantu sekitar 30 personel Brigade Mobil Polri. Di sepanjang jalan tol dari Kebon Jeruk hingga Merak telah diumumkan terjadinya kemacetan panjang di Gerbang Tol Merak.
Sementara itu, sejumlah distributor dan pedagang sembako di Kota Palembang merugi karena keterlambatan pengiriman barang dari Pulau Jawa ke Sumatera. Kerugian keterlambatan ini masih ditambah dengan tidak diperolehnya keuntungan penjualan karena mereka tidak bisa mendapatkan dan menjual sembako kepada konsumen.(NTA/HLN/RYO/ONI/har/OTW)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Macet di Merak: Sopir Truk Pun Kehabisan Ongkos

KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007

Anita Yossihara

Tiga sopir truk berdiri mengelilingi dua pedagang minuman dan penganan kecil di tepian jalan, tepat di atas Pintu Tol Cilegon Barat. Hari Rabu (29/8) siang itu jam menunjukkan waktu tepat pukul 14.00.
Ketiga sopir tersebut memesan satu gelas kopi hitam dan dua gelas kopi susu. Mereka juga membeli tahu dan tempe goreng tepung yang dijajakan seorang nenek tua.
Sesekali mereka berteriak, "Suruh balik saja.… Jangan boleh lewat," saat melihat satu-dua truk pengangkut barang yang nekat keluar Pintu Tol Cilegon Barat, mencoba menerobos masuk Pelabuhan Merak melalui jalan negara. Maksudnya, mereka ingin semua sopir truk turut merasakan susahnya mengantre masuk pelabuhan.
Tiba-tiba dari arah barat seorang lelaki kurus berlari sambil berteriak, "Ada yang bagi-bagi nasi, ya?" Lelaki yang kemudian diketahui bernama Yanto itu mengira para sopir berkerumun karena ada yang sedang membagikan nasi bungkus gratis. Ternyata ia keliru.
"Saya pikir ada yang bagi-bagi nasi. Lapar nih… siang ini belum makan," kata sopir truk pengangkut barang kelontong itu.
Yanto kemudian bercerita, ia sudah kehabisan ongkos untuk makan. Maklum saja, ia sudah dua hari satu malam menunggu giliran masuk pelabuhan. Ayah dua anak itu mulai terjebak macet saat memasuki Kilometer 91 Jalan Tol Jakarta-Merak, Selasa siang lalu. Selama dua hari truk yang dibawanya baru bisa berjalan sekitar 3 kilometer saja.
"Nanti malam juga belum tentu bisa sampai pelabuhan. Masih sekitar 8 kilometer lagi sampai pintu. Jadi ya sudah hampir dua malam ini tertahan di sini," katanya.
Ongkos makan yang diberikan pemilik truk sudah habis sejak Selasa malam lalu. Maklum saja, ia hanya diberi Rp 50.000 untuk makan selama perjalanan Jakarta-Bandar Lampung yang membutuhkan waktu lebih kurang satu hari satu malam.
Satu hari terakhir ia terpaksa memakai uang jatah upah angkut dari pemilik truk Rp 100.000 untuk makan dan minum selama mengantre. Itu artinya, keluarga di rumah tidak akan kebagian hasil kerjanya selama satu hari satu malam.
"Bisa-bisa sampai ke Lampung malah ngebon (berutang) sama yang punya truk. Bukan dapat upah, tetapi malah dapat utang lebih banyak. Kalau dihitung kondisi sekarang, bisa sampai Rp 200.000 utang saya," katanya.
Pengalaman serupa dialami Ismail, sopir truk lain, meski tidak separah yang dialami Yanto. Sopir pengangkut barang kelontong dari Bandung menuju Banda Aceh itu pun mulai kehabisan ongkos.
Pergi-pulang Bandung-Aceh selama 12 hari, ia mendapat upah Rp 700.000 saja. "Kalau kondisinya seperti ini, mana bisa dapat utuh. Sekarang saja sudah berkurang buat makan-minum di sini, semuanya mahal. Belum lagi ongkos untuk bayar polisi di sepanjang jalan dari Lampung sampai Aceh. Bisa sampai 20 orang sekali jalan," katanya.
Dua hari terakhir rata-rata dia mengeluarkan uang Rp 50.000 per hari untuk membeli nasi bungkus, air mineral, kopi, rokok, dan jajanan lain. Jadi jika ditotal, saat ini uang jatah upah Ismail sudah berkurang Rp 100.000.
Begitu pula upah Dulham, sopir truk pengangkut tepung terigu dan gula pasir yang parkir di dekat truk yang dikemudikan Ismail. Upah kerja selama 10 hari pergi-pulang Jakarta-Medan sebesar Rp 600.000 juga sudah berkurang Rp 100.000.
"Pastilah kalau buat keluarga sudah tak utuh lagi Rp 600.000. Padahal kami-kami ini kebutuhannya banyak. Belum lagi, anak pasti minta mainan pas kami datang ke rumah. Kalau macet seperti ini, mana dapat uang buat beli mainan," tutur Dulham sambil tertawa.
Nasib Agus, sopir truk asal Bengkulu, lebih memprihatinkan lagi. Ia terpaksa harus menombok hingga Rp 400.000, untuk mengantar truk berukuran besar yang dipesan seorang pejabat tinggi di Polda Bengkulu.
"Saya ini disuruh mengambil truk ke Jakarta, saya bawa ke Bengkulu. Sudah tiga hari dua malam mesin truk terus-terusan saya hidupkan. Soalnya kalau dimatikan, tidak bisa jalan lagi," katanya, yang saat itu sudah berada di Pintu Tol Merak.
Selama terjebak macet, bahan bakar seharga Rp 450.000 yang dibelinya di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) Karang Tengah, Tangerang, sudah hampir habis.
Dalam kondisi lalu lintas macet seperti itu, Agus memperkirakan tangki bahan bakar truk yang dibawanya akan habis tepat di pintu masuk dermaga. Jadi, ia harus kembali membeli bahan bakar paling tidak Rp 450.000 di SPBU yang berjarak sekitar 2 kilometer dari Pintu Tol Merak. Padahal uang di tangan hanya cukup untuk beli tiket kapal.
Serba mahal
Ada saja yang mengambil keuntungan saat para sopir sengsara karena berhari-hari terjebak kemacetan sejak enam hari terakhir. Warga di sekitar Jalan Tol Merak hingga Cilegon Timur pun beramai-ramai beralih profesi menjadi pedagang keliling. Tidak tanggung-tanggung, mereka memasang harga tinggi untuk minuman dan penganan yang dijajakan.
Satu gelas kopi hitam dijual dengan harga Rp 2.000 hingga Rp 5.000. Adapun kopi susu dijual beragam, Rp 3.000-Rp 7.000 per satu gelas berukuran 250 mililiter. Jauh di atas harga pada hari-hari biasa, yaitu Rp 1.000- Rp 1.500 untuk satu gelas kopi hitam dan Rp 2.000-Rp 3.000 untuk satu gelas kopi susu. Harga satu gelas es cendol juga naik, dari biasanya Rp 2.000 menjadi Rp 4.000.
Harga satu potong tahu-tempe tepung dan bakwan juga naik dua kali lipat. Jika biasanya sepotong gorengan dijual Rp 250, pada saat macet harga gorengan menjadi Rp 500 per potong.
Begitu pula harga nasi bungkus. Nasi bungkus dengan lauk telur pun dijual Rp 6.000 per bungkus atau naik Rp 1.000 daripada harga pada hari-hari biasa. Harga nasi bungkus dengan lauk sepotong kecil ayam juga dinaikkan dari yang biasanya Rp 6.000 per bungkus, menjadi Rp 7.000 per bungkus. Nasi bungkus dengan lauk daging sapi dijual Rp 8.000, dari yang biasanya seharga Rp 7.000.
Belum lagi harga air mineral, yang biasanya dijual dengan harga Rp 3.000-Rp 3.500 per satu botol ukuran satu liter, dalam hari terakhir dijual Rp 6.000- Rp 8.000 per botol.
Jika ingin sedikit murah, para sopir membeli air isi ulang yang dijajakan keliling lokasi kemacetan. Satu liter air isi ulang, dijual Rp 3.000-Rp 8.000.
Belum lagi jika ingin mandi atau buang air. Para sopir harus membayar Rp 2.000 untuk mandi dan Rp 1.000 untuk buang air di sejumlah toilet umum milik warga sekitar.
Lonjakan harga minuman dan makanan itulah yang juga ikut memberatkan para sopir. Jika Pelabuhan Merak tetap macet, berarti para sopir terpaksa mengeluarkan uang lebih banyak untuk keperluan makan dan minum.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Perbankan Nasional agar Perluas Jangkauan Kredit

KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007

Presiden Minta Bandara Dibebaskan dari Pungli

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kalangan perbankan nasional agar memberikan kredit lebih luas kepada pengelola usaha-usaha kecil dan mikro. Selain itu, para bankir diminta tidak takut dalam mengambil keputusan bisnis secara mandiri, tidak perlu bergantung pada pihak lain.
"Saya minta betul, sektor yang sungguh produktif tolong dialiri kredit. Jangan pagi-pagi dikatakan ini tidak produktif. Jangan diyakini terlalu dini, siapa tahu produktif dan mereka dapat mengembangkan (bisnis). Kalau tidak didanai, rugi kita," ujar Presiden di hadapan bankir yang ikut serta dalam Forum Strategis Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (29/8).
Presiden juga meminta agar penyaluran kredit diperluas sehingga dapat menjangkau banyak pihak yang memerlukannya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah mengatakan, BI tengah membangun proyek percontohan pusat data usaha kecil dan menengah yang dibangun di delapan Kantor BI di beberapa daerah.
"Selain itu, BI mengembangkan pula data informasi bisnis di Indonesia," ujar Burhanuddin, seraya menuturkan bahwa salah satu penyebab kurang berjalannya intermediasi adalah kurangnya data mengenai bisnis.
Dalam kesempatan terpisah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan patung Proklamator Soekarno-Hatta di pintu gerbang jalan utama Bandar Udara (Bandara) Internasional Soekarno-Hatta.
Hapuskan pungli
Dalam kesempatan itu, presiden meminta agar PT (Persero) Angkasa Pura II, selaku pengelola Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Provinsi Banten, Departemen Perhubungan, dan pemerintah daerah Tangerang segera membebaskan bandara dari praktik pungutan liar, khususnya di terminal bagi tenaga kerja Indonesia.
Praktik pungli dinilai akan dapat mengganggu nama baik bandara sebagai pintu gerbang turis mancanegara.
"Tolong pimpinan AP II, Menhub, dan pihak terkait lainnya untuk mengecek praktik tersebut. Kalau masih ada, tolong diperbaiki. Jangan sampai terjadi karena sangat mengganggu penumpang dan citra kita," ujar Presiden.
Tiru bandara Changi
Presiden juga meminta agar bandara dikembangkan menjadi bandara yang terbaik, seperti bandara internasional Changi di Singapura dan lainnya.
Di lokasi itu, Direktur Utama PT AP II Edie Haryoto dan Direktur Utama PT (Persero) Adhi Karya Saiful Imam menandatangani kontrak dimulainya pembangunan Terminal III Bandara Soekarno-Hatta.
Pembangunan terminal tersebut dijadwalkan selesai pada akhir tahun 2008. Total investasinya mencapai Rp 359 miliar, dengan dana sendiri sebesar Rp 250 miliar. (har/joe)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Ribuan Korban Lumpur Masih Menganggur

KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007

Sidoarjo, Kompas - Hingga kini belum ada solusi bagi ribuan korban lumpur Lapindo di Sidoarjo yang menganggur akibat tempat kerja mereka terendam lumpur. Sebagian dari mereka tidak sempat mencari pekerjaan baru karena sibuk mengurus berkas ganti rugi.
Korban yang menganggur itu sebelumnya bekerja di industri dan sawah di Porong dan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, yang kini terendam lumpur. Di lokasi itu, setidaknya terdapat 30 tempat usaha dan sawah dari 3.000 warga terendam lumpur. Sampai saat ini sebagian dari mereka belum bekerja.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka mencari uang dengan beragam cara, seperti menjadi tukang ojek di sekitar tanggul lumpur Lapindo, tukang parkir, atau menjadi pengutip uang dari pengguna kendaraan bermotor.
Dugi (30), salah seorang korban lumpur Lapindo dari Desa Jatirejo, Porong, Sidoarjo, Rabu (29/8), mengatakan, sebelum lumpur menyembur ia bekerja di pabrik. Begitu pabrik terendam, ia menganggur dan sampai sekarang belum mendapatkan pekerjaan lain. Ia tidak sempat mencari pekerjaan lain karena disibukkan dengan pengurusan berkas ganti rugi tanah dan bangunan yang terendam lumpur.
"Prosesnya panjang dan syarat acap berganti. Kasihan kalau ini diurus orangtua saya yang sudah tua. Saya terpaksa menganggur sampai proses pengurusan berkas selesai," kata Dugi.
Untuk menutupi biaya pengurusan ganti rugi dan kebutuhan hidup sehari-hari, Dugi berutang kepada saudara atau teman-temannya dengan janji akan dibayar saat uang muka ganti rugi diterima. Dari "pekerjaan sebagai polisi cepek", tidak mungkin ia memenuhi semua biaya itu.
Cerita serupa dikemukakan Yudi (35) dan Samsul (38), korban lumpur dari Desa Siring, Porong. Kini Yudi bekerja sebagai tukang ojek yang mengantar orang-orang yang ingin melihat semburan lumpur. Samsul menjual compact disc (CD) yang bercerita soal semburan lumpur kepada para pengunjung. (APA)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Patung Proklamator Rp 4 Miliar Diresmikan Presiden

KOMPAS - Kamis, 30 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno dan Muhammad Hatta, merupakan tokoh besar dunia yang lekat dengan bangsa Indonesia. Keduanya, bukan hanya the founding fathers dan pahlawan kemerdekaan dengan semangat nasionalisme yang tinggi, melainkan juga peletak dasar-dasar konstitusi dan diplomasi Indonesia.
Demikian disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum meresmikan patung Proklamator Soekarno dan Muhammad Hatta, Rabu (29/8) di pintu gerbang Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta yang berlokasi di Tangerang, Banten.
"Karena itu, saya menyerukan agar generasi muda Indonesia menghormati para pahlawan pendahulu kita. Kalau kita menghormatinya, tepatlah jika kedua pahlawan itu kita abadikan seperti sekarang ini di Bandara Internasional Soekarno-Hatta," lanjut Presiden.
Dana Rp 4 miliar
Di tempat yang sama, Direktur Utama PT Angkasa Pura (AP) II Edie Haryoto, yang membangun patung Proklamator RI itu, menyatakan, pembangunan patung tersebut dikerjakan seniman patung asal Bandung, Sunaryo. Patung setinggi 12,6 meter itu terbuat dari perunggu.
Pembangunan patung Proklamator RI itu, lanjut Corporate Secretary AP II Sudaryanto, dibangun dengan dana milik AP II, yang jumlahnya mencapai Rp 4 miliar. (har/tri)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Wednesday, August 29, 2007

Pemerintah Tambah 7 Kapal

KOMPAS - Rabu, 29 Agustus 2007

Penyeberangan Penumpukan Kendaraan Angkutan Barang di Merak Masih Parah

Jakarta, Kompas - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat memutuskan, terhitung Kamis (30/8), menambah tujuh kapal di lintasan penyeberangan Merak-Bakauheuni. Masuknya tujuh kapal tambahan diharapkan dapat mengurangi antrean panjang truk angkutan barang di sepanjang jalur itu.
"Saat ini sudah ada tujuh kapal yang kami alihkan dari lintasan penyeberangan lain, seperti dari Surabaya dan Makassar. Kapal itu akan beroperasi mulai Kamis besok," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Iskandar Abubakar, Selasa di Jakarta.
Penumpukan kendaraan yang terjadi di Merak dan Bakauheuni akibat kurangnya kapal penyeberangan yang beroperasi. Setidaknya ada enam kapal yang secara bersamaan diperbaiki.
Dalam kondisi normal, lintasan penyeberangan Merak-Bakauheuni, kata Iskandar, minimal harus dilayani 18 kapal. Namun, saat ini jumlah kapal yang melayani di lintasan tersebut hanya 12 kapal.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Kantor Administrator Pelabuhan Banten untuk kurun waktu Januari-Juni 2007, setidaknya delapan kapal roll on roll off atau roro yang beroperasi di Pelabuhan Merak kerap mengalami kerusakan mesin. Bahkan, enam di antaranya harus diganti karena tidak mampu melayani jasa penyeberangan sesuai jadwal yang ditentukan.
Kepala Bidang Kelaiklautan Kapal Kantor Administrator Pelabuhan Banten Adang Rodiana menyebutkan, selain 8 kapal tersebut, masih ada 14 kapal lainnya yang kondisinya dinilai baik tetapi dipaksakan untuk melayani penyeberangan hingga melampaui batas maksimal perjalanan atau trip yang ditetapkan.
Perbaikan kapal yang dilakukan secara bersamaan dalam beberapa bulan ini, menurut Iskandar, terkait dengan upaya peningkatan perbaikan faktor keselamatan pelayaran yang menjadi kebijakan pemerintah.
"Tidak ada lagi toleransi bagi pengusaha kapal penyeberangan menunda perbaikan. Karena itu, kapal-kapal yang sudah jatuh tempo untuk perbaikan harus masuk bengkel," kata Iskandar.
Pihaknya tidak menampik bahwa kebijakan ini berdampak pada terjadinya antrean panjang angkutan barang jalur Jawa-Sumatera. Namun, penumpukan itu akan bisa ditekan dengan pengalihan pengoperasian kapal penyeberangan dari lintasan lain.
Sesuai regulasi, kapal angkutan penumpang harus menjalani perbaikan dan perawatan setiap tahun sekali. Untuk perawatan ringan reguler kapal biasanya dibutuhkan waktu selama 1-2 minggu. Untuk perawatan berat dibutuhkan waktu 2-3 minggu, bahkan satu bulan.
Sulit melakukan perawatan
Wakil Ketua Bidang Angkutan Penumpang Kapal Laut dan Kapal Penyeberangan Indonesian National Shipowners Association (INSA) Bambang Haryo mengungkapkan, secara prinsip pengusaha kapal mendukung upaya peningkatan keselamatan pelayaran. Semua kapal memang harus menjalani perbaikan dan perawatan.
Namun, saat ini pengusaha kesulitan untuk menjalani perbaikan dan perawatan kapalnya dengan tepat waktu. Hal ini karena banyaknya dok di galangan kapal yang dipakai untuk pembangunan kapal baru.
"Saat ini hampir di semua galangan kapal sedang kebanjiran pesanan pembuatan kapal baru. Dok yang seharusnya digunakan untuk perbaikan kapal juga dipakai untuk pembangunan kapal. Akibatnya, kapal-kapal harus antre masuk dok dan semakin lama tidak beroperasi.
Bambang mengungkapkan, dari jumlah kapal, memang rute penyeberangan masih bisa terlayani. Namun, kalau perbaikan kapal dilakukan secara bersamaan, akan ada beberapa lintasan yang pelayanannya terganggu.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Murphy Hutagalung mengatakan, penumpukan kendaraan di pelabuhan mencerminkan ketidaksiapan pemerintah mengantisipasi kebijakan pemeriksaan kapal.
Kebijakan pemerintah meniadakan toleransi pemeriksaan kapal memang cukup baik untuk meningkatkan keselamatan pelayaran. Meskipun demikian, pemerintah juga semestinya mengantisipasi kekurangan kapal penyeberangan.
"Sekarang ini pengguna jasa kapal penyeberangan dan masyarakat juga menanggung kerugian. Karena tertahan di pelabuhan selama beberapa hari, biaya yang dikeluarkan sopir meningkat. Pemilik barang tentunya menjadi pihak yang dirugikan karena barang-barangnya rusak," kata Murphy.
Biaya meningkat
Ia memaparkan, biaya operasional sopir meningkat Rp 1 juta-Rp 2 juta untuk kebutuhan bahan bakar dan makan. Pengusaha angkutan kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp 6 juta sampai Rp 7 juta karena rit kendaraan berkurang.
Berdasarkan pemantauan petang kemarin, antrean kendaraan menuju Pelabuhan Merak masih sekitar 10 kilometer. Seribuan truk tertumpuk di tempat parkir dan meluber ke luar pintu masuk pelabuhan hingga Kilometer 93 ruas Jalan Tol Jakarta-Merak.
Kepala Pemasaran CV Kharisma Express Ismail Usman di Jakarta mengatakan, perawatan kapal seharusnya bisa diatur waktunya sehingga tidak sampai menghambat penyeberangan.
Menurut Ismail, truk-truknya baru bisa naik kapal setelah menunggu selama 1,5 hari di Pelabuhan Merak.
Hal senada diungkapkan Suratman, staf Ekspedisi Angkutan Jasa Mulya. Waktu tempuh rute Jakarta-Palembang, yang biasanya bisa ditempuh 2-3 hari, kini harus ditempuh selama tujuh hari. Potensi kerugian atas keterlambatan empat hari untuk satu truk engkel (kapasitas delapan ton) sekali jalan bisa mencapai Rp 15 juta-Rp 50 juta.
Umumnya, para sopir truk sudah dua hari satu malam menunggu giliran masuk pelabuhan. Mereka yang mengangkut bahan makanan, seperti makanan pengganti ASI (MP ASI), ikan asin, dan bumbu-bumbuan, mulai cemas karena makanan yang mereka angkut tersebut mulai rusak.
Direktur Utama PT ASDP Sumiarso Sony yang kemarin datang ke Pelabuhan Merak menyampaikan permintaan maaf kepada para pengguna jasa penyeberangan atas ketidaknyamanan yang terjadi lima hari terakhir. (otw/nta/osa)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Mendagri Baru: Mardiyanto Prioritaskan Revisi UU

KOMPAS - Rabu, 29 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Mardiyanto, yang ditetapkan sebagai Menteri Dalam Negeri yang baru menggantikan Moh Ma’ruf, akan memprioritaskan revisi undang- undang, termasuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang terkait dengan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah.
"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan agar revisi UU politik, pengaturan calon perseorangan, dan pemekaran daerah menjadi hal-hal yang harus diperhatikan dan diprioritaskan. Tentu saya akan memerhatikan hal-hal itu, selain persoalan lainnya," ujar Mardiyanto di Jakarta, Selasa (28/8) malam.
Pengalaman pemerintahan
Presiden Yudhoyono memutuskan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Mardiyanto untuk menduduki jabatan Mendagri, Selasa petang. Putusan tersebut diambil setelah mendengarkan pendapat dan saran Wakil Presiden Jusuf Kalla, tiga menteri koordinator (menko), dan pihak lainnya.
Presiden, yang saat pengumuman di Istana Negara, Jakarta, ditemani Wapres, Menko Bidang Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS, serta Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, tidak merinci alasan penunjukan Mardiyanto. Namun, secara terpisah, Wapres mengatakan pertimbangan pengangkatan adalah Mardiyanto dinilai cakap dan memiliki pengalaman dalam pemerintahan.
Presiden mengatakan, 1,5 bulan lalu ia sudah menyebutkan rencana penggantian itu kepada keluarga Moh Ma’ruf, khususnya Ny Susiyati dan tiga putrinya. Penggantian dilakukan agar keluarga bisa berkonsentrasi melakukan pengobatan dan terapi kepada Ma’ruf yang mengalami sakit serta untuk memastikan berjalannya roda pemerintahan.
Mardiyanto pun mengakui tugas Mendagri tidak ringan. DPR dan pemerintah sedang membahas revisi empat undang-undang bidang politik, selain revisi UU No 32/2004 yang disiapkan DPR. "Dengan dukungan semua pihak, saya akan melaksanakan tugas sebaik-baiknya," jelasnya.
Ia juga bersyukur karena Mendagri ad interim Widodo AS sudah mempersiapkan berbagai langkah untuk menyelesaikan tugas itu, termasuk menyiapkan rancangan revisi UU.
Mardiyanto mengakui, ia harus bergerak dengan cepat. "Apa yang sudah dijalankan selama ini dan yang baik, saya akan teruskan. Namun, tentunya, saya harus berkonsultasi lebih dulu dengan Menko Polhukam," katanya.
Rabu pagi ini Mardiyanto bertemu Widodo AS. Ia akan dilantik Presiden di Istana pukul 14.00, dilanjutkan serah terima jabatan di Departemen Dalam Negeri.
Dari Semarang dilaporkan, pascapengumuman Mardiyanto menjadi Mendagri, kediaman resmi Gubernur Jateng, Puri Gedeh, semalam tampak lengang, tiada aktivitas dari penghuninya. Ny Effi Mardiyanto pun berangkat ke Jakarta.
Semalam di rumah Wakil Gubernur Jateng Ali Mufiz terlihat beberapa kepala dinas di Pemerintah Provinsi Jateng datang, tetapi mereka tak mau berkomentar. (har/gal/who/hen/lkt/tra)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

IPTEK: Iskandar, Palapa, dan Visi Iptek

KOMPAS - Rabu, 29 Agustus 2007

NINOK LEKSONO

Dunia mengagumi Amerika, yang sukses mengombinasikan "daya juang meneliti" ilmuwan dan sifat "berani mengambil risiko" wirausahawan. (Sambutan Iskandar Alisjahbana selaku Ketua Majelis Wali Amanah ITB, 2000)

Sungguh tepatlah kalau Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia memberikan Penghargaan Sarwono Prawirohardjo kepada dua tokoh Indonesia, Prof Dr Emil Salim dan Prof Dr Ing Iskandar Alisjahbana, 22 Agustus. Dalam pengantarnya, Kepala LIPI Umar A Jenie menyebutkan, advokasi Emil Salim telah membangkitkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kelestarian lingkungan, sedangkan Iskandar dinilai berjasa karena merintis inovasi teknologi yang kemudian mewujud pada Sistem Komunikasi Satelit Domestik Palapa.
Kiprah dan pemikiran Emil Salim telah disampaikan di harian ini pada 22 Agustus dan "Forum Iptek" kali ini ingin mengangkat kembali visi Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa yang pernah dilontarkan oleh Iskandar dan menegaskan kembali betapa pentingnya visi masa depan, khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) seperti yang telah diperlihatkan Iskandar.
Empat dekade silam
Sebagai negara kepulauan dengan rentang geografi sekitar 5.300 kilometer, Indonesia tentu dihadapkan pada tantangan komunikasi yang luar biasa. Solusi terestrial, solusi kabel laut, telah membantu pengembangan komunikasi Tanah Air. Namun, keduanya membutuhkan upaya besar, lebih-lebih jika mengingat sifat geografis Indonesia yang archipelago, dengan wilayah terdiri dari pulau-pulau yang terpisah oleh laut.
Solusi dengan teknologi maju saat itu muncul, yaitu ketika perusahaan Telesat Kanada mempersiapkan satelit komunikasi domestik. Dengan meluncurkan satelit Anik A1 dengan roket Delta pada November 1972, Kanada menjadi negara pertama yang mengoperasikan SKSD. SKSD dipandang sebagai sistem yang andal, efektif, dan canggih (situs Telesat Kanada). Satelit Anik mengorbit di orbit geostasioner pada ketinggian sekitar 36.000 kilometer.
Di belahan dunia lain, pada 14 September 1968, ada cendekiawan Indonesia yang juga mencetuskan penggunaan sistem komunikasi satelit dalam pidato pengukuhan guru besar di Institut Teknologi Bandung. Dengan visi yang ia sampaikan itu, Iskandar melihat Indonesia dipersatukan oleh teknologi canggih yang tepat guna karena ia bisa mempersatukan penduduk yang tersebar di negara 17.500 pulau ini dengan prasarana telekomunikasi dan, karena itu, menumbuhkan rasa kebangsaan mereka.
Pemerintah mewujudkan gagasannya. Proyek satelit pun dimulai dan akhirnya berpuncak dengan peluncuran satelit Palapa A1, 8 Juli 1976. SKSD Palapa kemudian diresmikan Presiden Soeharto, 16 Agustus 1976. Dibandingkan dengan satelit komunikasi mutakhir dewasa ini, Palapa A1 tampak primitif karena hanya bisa menyalurkan siaran televisi dan SLJJ pada 40 kota di Indonesia. Namun, Palapa sudah menjadi lompatan teknologi bagi negara yang saat itu punya pendapatan per kapita 125 dollar AS (Buyung Wijaya Kusuma/Warnet 2000, 8 November 2005).
Indonesia saat itu menjadi negara ketiga di dunia setelah Kanada dan AS yang memanfaatkan satelit untuk sistem komunikasi domestik. China dan India, yang kini menjadi negara hebat di bidang ekonomi dan teknologi antariksa, pun waktu itu belum memikirkan untuk mengoperasikan SKSD.
Gagasan meluncurkan satelit untuk merevolusi komunikasi tampak visioner dan Pemerintah RI tampak penuh percaya diri menerapkan teknologi maju ini meskipun saat itu bangsa Indonesia belum makmur.
Visi iptek
Setelah Palapa, dalam perkembangan pemikiran kemudian, Iskandar mendapat banyak ilham dari tesis futuris Alvin Toffler mengenai Gelombang Peradaban (A Toffler, Third Wave, 1980). Selain meyakini bahwa Gelombang Ketiga—yang dicirikan oleh dominansi sejumlah teknologi, yakni bioteknologi dan rekayasa genetika, nuklir dan energi terbarukan, komunikasi dan pengolahan data, serta penerbangan dan eksplorasi ruang angkasa, yang semuanya memperlihatkan diri dengan nyata dewasa ini—Iskandar juga mengantisipasi sejumlah teknologi yang kini telah siap muncul di horizon.
Teknologi yang dimaksud antara lain adalah nano, superkonduktivitas suhu tinggi, dan fusi dingin. Teknologi nano yang kini semakin banyak ditelaah di Indonesia telah banyak ia kupas sejak tahun 1980-an. Wacana yang ia kemukakan waktu itu antara lain "bagaimana kita harus merespons munculnya pabrik yang bersih lingkungan dan efisien, mampu bekerja 24 jam nonstop?"
Kembali pada SKSD yang ia cetuskan, Palapa kini telah digantikan generasi satelit komunikasi yang lebih hebat, seperti Telkom-2, yang selain mampu menjadi tulang punggung transmisi (untuk SLJJ, SLI, internet, dan komunikasi militer), juga bisa untuk siaran (TV, radio, telekonferensi), dan akses (internet, distant learning, bisnis Vsat [untuk perbankan dan pertambangan]).
SKSD memperlihatkan keandalannya ketika terjadi bencana alam seperti gempa dan tsunami karena dapat terus berfungsi ketika jaringan terestrial hancur terkena bencana, seperti saat gempa di Aceh (2004) dan Taiwan (2006). Dengan Palapa—yang oleh Mark Crawford, wartawan ABC Radio, NSW, Australia, disebut "infrastrukturnya infrastruktur karena menjadi tulang punggung bagi industri telekomunikasi dan siaran TV"—ada semacam revolusi komunikasi di negeri ini.
Keyakinan terhadap pemanfaatan teknologi maju antariksa juga dapat dikatakan visioner karena sekarang ini pun mulai tampak upaya negara maju untuk meningkatkan eksplorasi ruang angkasa, baik sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing nasional maupun sebagai persiapan ke depan menyongsong satu masa ketika Bumi sudah tak mampu lagi menopang kehidupan sehingga manusia harus mencari ranah baru di the last frontier di luar Bumi.
Namun, sebelum itu, seorang Iskandar masih memegang visi yang "membumi". Dalam sambutannya ketika menerima penghargaan dari LIPI, Iskandar menegaskan lagi bahwa industri bioteknologi punya peluang untuk berkembang di Indonesia dan bersaing di tingkat global karena Indonesia memiliki sumber daya genetik melimpah.
Dalam perkembangan selanjutnya, lebih-lebih ketika menghadapi masa sulit seperti sekarang ini, bangsa Indonesia akan terus membutuhkan sosok visioner seperti Iskandar Alisjahbana dan Emil Salim, yang mampu dengan jernih melihat ke depan dan memberi saran kepada pemerintah dan para pemimpin mengenai apa yang seharusnya dilakukan, dalam hal ini memilih iptek yang paling jitu untuk membangun dan menyejahterakan bangsa Indonesia.
Pemerintah telah memilih enam bidang untuk menjadi lokomotif riset dan pengembangan. Namun, dalam pelaksanaannya, saran Iskandar dapat menjadi pegangan. Saran itu adalah agar peneliti dan lembaga penelitian meninggalkan "falsafah menara gading". Menurut Iskandar, Stanford University dan Massachusetts Institute of Technology telah lama meninggalkan falsafah di atas dan memberi dorongan bagi munculnya knowledge-economy yang berasal dari riset yang diuji di medan nyata, yakni pasar (Lihat sambutan Iskandar selaku Ketua MAW ITB, 2000, dalam Krisnamurti.net/Kompas, 23/8).
Visi kita pun hendaknya mengarah pada apa yang telah dicapai Amerika, yang bisa mengombinasikan "daya juang meneliti" ilmuwan dan sifat "berani mengambil risiko" wirausahawan, dan bukan bangsa yang hanya bisa mencetak "bangsawan" ilmu pengetahuan bertitel "ningrat akademis", tetapi tidak mampu berbuat apa-apa saat terpuruk.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Fenomena Alam: "Nonton" Bareng Gerhana Bulan Total

KOMPAS - Rabu, 29 Agustus 2007

Yenti Aprianti
Dulu, banyak orang, terutama ibu hamil, bersembunyi di kolong tempat tidur atau di bawah meja saat gerhana bulan. Kini, orang justru menonton fenomena alam itu, seperti yang digelar Stasiun Pengamat Dirgantara di Sumedang, Jawa Barat, Selasa (28/8).
Acara nonton bareng gerhana bulan total di Stasiun Pengamat Dirgantara yang terletak di kawasan pertanian ubi Cilembu, Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, itu adalah yang kedua sejak Stasiun Pengamat Dirgantara (SPD) milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) itu mengadakan acara nonton bareng untuk masyarakat pada tahun 2003. Pada tahun itu, planet Mars berada pada titik terdekat dengan Bumi.
Untuk mengajak masyarakat menikmati fenomena alam yang indah itu, sejak beberapa hari lalu Kepala SPD Bambang Suhandi sudah membuat pamflet sederhana. Ternyata animo masyarakat sangat luar biasa.
Baru saja difotokopi, pamflet itu sudah jadi rebutan warga. Malah, para tukang fotokopi itu dengan sukarela memperbanyak pamflet dan membagikannya kepada warga. Para pegawai SPD juga menyebarkan pamflet ke masjid-masjid dan sekolah di sekitar Jatinangor dan Sumedang.
Tak heran kalau sejak Selasa pagi banyak orang berdatangan ke SPD untuk minta izin nonton bareng gerhana bulan total bersama para pengamat benda angkasa dari Lapan. Mereka bukan hanya kalangan akademisi atau pencinta benda-benda angkasa, tetapi sebagian besar dari mereka justru para peternak sapi perah, petani ubi, dan penambal ban yang datang bersama keluarga.
"Selain mendapat pengetahuan tentang alam, masyarakat juga bisa rekreasi mengamati gerhana," kata Bambang tentang banyaknya masyarakat yang datang nonton bareng gerhana itu.
Penonton gerhana tak hanya datang dari sekitar lokasi SPD, tetapi juga dari Kota Bandung dan sekitarnya. Umumnya, mereka adalah masyarakat yang tidak kebagian mengantre di Observatorium Bosscha, Lembang.
SPD yang berdiri di atas lahan seluar 1,4 hektar itu mampu menampung sekitar 300 orang. Acara nonton bareng itu digelar pukul 17.00-20.00. SPD menyediakan 10 stafnya untuk melayani peserta mengamati gerhana lewat tiga kubah yang dilengkapi teropong.
Karena banyaknya peserta yang mengantre, setiap orang hanya bisa menikmati fenomena alam itu dua atau tiga menit. Pengunjung yang ingin memiliki gambar peristiwa gerhana bulan total juga bisa mengopi datanya pada flash disc.
Di tempat lain
Acara nonton bareng juga dilakukan 40-an murid dari SMP Sekolah Alam Dago Bandung di Bukit Dago, Bandung. Mereka bahkan sengaja berkemah di tempat yang tinggi dan lapang itu untuk bisa menyaksikan gerhana bulan total.
Mereka dipandu oleh komunitas astronomi amatir Langitselatan.com, yang beberapa anggotanya merupakan alumni Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung. Sekitar pukul 18.18 gerhana bulan sudah tampak berupa sabit bentuk merah. Keindahan alam tersebut tertutup sedikit awan sehingga anak-anak yang mengantre menggunakan teropong pun berseru, "Mana sih Bulannya?"
Sedetik kemudian, Nunu (12), siswa Sekolah Alam, pun berseru, "Wah, keren," ujarnya yang baru kali ini menyaksikan gerhana bulan total di arah timur.
Di Yogyakarta, masyarakat juga bisa menyaksikan gerhana bulan dengan jelas, mulai dari awal sampai akhir karena langit sejak Selasa siang hingga malam cukup cerah. Di dalam kota, pemandangan itu terhalang gedung-gedung, tetapi di sepanjang Jalan Solo, fenomena itu justru sangat jelas.
Banyak juga warga yang sengaja menyaksikan gerhana dari pelataran Candi Prambanan. Dari pelataran sebelah barat, misalnya, proses terjadinya gerhana terlihat sangat menarik dengan latar depan tiga candi—Brahma, Siwa, dan Wisnu—yang menjulang megah serta beberapa candi kecil dan bekas reruntuhan yang ada. Apalagi tubuh ketiganya tersinari terang lampu sorot berwarna kekuningan.
Di sini suasana masa silam masih terasa dengan terdengarnya bunyi kentungan dipukul bersahut-sahutan di kejauhan. Dalam kepercayaan Jawa masa lalu, memukul kentungan saat gerhana bulan sama dengan mengusir Batara Kala.
Gerhana, dalam tradisi Jawa dimaknai dengan dimakannya Bulan atau Matahari oleh Batara Kala (sang waktu). Itulah sebabnya banyak perempuan hamil sengaja bersembunyi saat terjadi gerhana supaya anak dalam kandungannya selamat.
Suasana lain di Prambanan adalah terdengarnya suara gamelan dipukul bersamaan dengan hilangnya bayangan gelap yang menutup permukaan Bulan, pukul 19.30. Ini tak terkait dengan tradisi dan kepercayaan Jawa, tetapi karena saat itu bersamaan dengan dimulainya pentas sendratari Ramayana yang digelar di kompleks taman wisata Candi Prambanan.
Suasana muram terjadi di Jayapura. Masyarakat yang semula sangat antusias untuk bisa menikmati gerhana harus kecewa. Awan tebal menghalangi sehingga fenomena alam itu sama sekali tak bisa dinikmati di wilayah itu. Padahal, "Papua merupakan salah satu tempat terbaik untuk menyaksikan gerhana bulan kali ini," kata Pelaksana Harian Kepala Kantor Badan Meteorologi dan Geofisika Jayapura Ahmad Mujahiddin. (WER/ROW)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Masa Transisi Dua Bulan

KOMPAS - Rabu, 29 Agustus 2007

Sutiyoso: Kelangkaan Diduga Disengaja Oknum Tertentu

Jakarta, Kompas - PT Pertamina menargetkan masa transisi pengalihan pemakaian minyak tanah ke elpiji hanya berlangsung dua bulan. Ada kemungkinan penghematan sebesar Rp 126 miliar yang dapat dicapai dari konversi yang telah berjalan akan digunakan untuk mengamankan pasokan minyak tanah selama transisi.
Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Achmad Faisal mengemukakan itu, Selasa (28/8) di Jakarta, seusai rapat kerja dengan Komisi VII DPR yang antara lain membidangi energi. "Memang ada kemungkinan dana itu dipakai, tetapi mudah-mudahan tidak," ujar Faisal.
Pemerintah memperpanjang masa transisi konversi minyak tanah ke elpiji agar masyarakat lebih siap. Selama itu minyak tanah tak akan ditarik. Konsekuensinya pemerintah harus mengeluarkan subsidi untuk minyak tanah dan elpiji sekaligus.
Faisal mengatakan, agar masyarakat segera terbiasa menggunakan elpiji, Pertamina akan mencontohkan langsung penggunaan elpiji. "Salah satu penyebab masyarakat enggan memakai elpiji karena mereka belum melihat langsung manfaatnya," ujarnya.
Pelaksanaan program konversi minyak tanah ke gas elpiji mendapat sorotan Komisi VII DPR. Komisi yang membidangi energi itu meminta pemerintah menyampaikan detail rencana program. "Kami minta kejelasan pemetaan program termasuk pola pelaksanaan, wilayah mana saja yang akan ditarget, jadwal, kesiapan infrastruktur, dan perkiraan volume," kata Ketua Komisi VII Erlangga Hartarto.
Dalam kaitan penegasan dasar hukum pelaksanaan konversi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pemerintah segera mengeluarkan peraturan presiden tentang penunjukan Pertamina sebagai pelaksana. "Perpresnya akan keluar bersama-sama dengan perpres harga elpiji bersubsidi, tetapi yang penting, kan, program ini sudah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2007," kata Purnomo.
Pengawasan diperketat
Untuk memperlancar program konversi minyak tanah ke gas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memperketat pengawasan distribusi kedua bahan bakar tersebut. Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengatakan, program konversi dan pengawasannya akan dilakukan bersama, antara Pertamina dan jajaran pemerintah kota sampai tingkat kelurahan. Jalur distribusi sejak dari depo sampai ke pengecer diawasi agar tidak terjadi kelangkaan gas dan minyak tanah secara bersamaan.
Menurut Sutiyoso, kelangkaan gas itu diduga sengaja dilakukan oknum tertentu agar pemerintah tetap mengucurkan minyak tanah. Minyak tanah diperlukan oknum itu untuk mengoplos bahan bakar lain sehingga mereka mendapat keuntungan ganda.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, fokus pemerintah adalah mencegah terjadi kelangkaan minyak tanah di masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah akan terus mengevaluasi perkembangan program konversi minyak tanah ke elpiji. (DOT/ECA/RTS/OIN)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

AdamAir: Kotak Hitam Diangkat dari Perairan Majene

KOMPAS - Rabu, 29 Agustus 2007

Makassar, Kompas - Dua kotak hitam pesawat AdamAir dengan nomor penerbangan KI-574 yang hilang di perairan Majene, Sulawesi Barat, dalam penerbangan dari Surabaya ke Manado, 1 Januari 2007, telah ditemukan dan diangkat. Kotak hitam itu akan dikirim ke Washington, Amerika Serikat, untuk dianalisis.
Kotak hitam rekaman data penerbangan (flight data recorder/FDR) ditemukan di koordinat 03.41.02 Lintang Selatan (LS) dan 118.08.53 Bujur Timur (BT). Adapun rekaman suara kokpit (cockpit voice recorder/CVR) ditemukan di koordinat 03.40.22 LS 118.09.16 BT, sekitar 21 meter dari FDR.
FDR ditemukan Senin (27/8) pukul 12.29 Wita di kedalaman 2.000 meter, sedangkan CVR ditemukan Selasa pukul 11.00 Wita di kedalaman yang sama.
Menteri Perhubungan Jusman Safeii Djamal di Jakarta menyatakan, kotak hitam AdamAir diangkat dari lokasi yang telah dideteksi Kapal United State Naval Ship Mary Sears awal Januari lalu. Kapal AS itu mendeteksi pancaran sinyal underwater locator beacon (ULB) dengan alat towed pinger locator (TPL).
Menurut Jusman, penemuan kotak hitam AdamAir yang segera dikirim ke AS untuk dianalisis ini diharapkan dapat mengungkap penyebab terjadinya kecelakaan AdamAir. Itu karena sampai saat ini belum bisa disimpulkan penyebab hilang dan jatuhnya AdamAir di Selat Makassar yang menewaskan 112 penumpang dan awaknya itu.
Menurut Jusman, pengangkatan kotak hitam ini merupakan hasil yang luar biasa mengingat kedalaman 2.000 meter, tempat kotak hitam berada, sangat sulit dijangkau dan belum pernah terjadi sebelumnya pengambilan di kedalaman ini. "Ini merupakan kerja yang luar biasa dan akan berdampak positif bagi dunia penerbangan Indonesia," kata Jusman.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi menjelaskan, pengambilan kotak hitam dilaksanakan oleh tim dari perusahaan Phoenix (AS) menggunakan kapal tunda penyuplai lepas pantai berbendera Siprus dengan peralatan deep sea recovery robot yang dikendalikan dari kapal itu.
Selain lima awak Phoenix, dalam kapal itu ikut juga satu orang dari National Transport Safety Board (NTSB), satu orang dari Federal Aviation Administration (FAA), satu orang dari Boeing, dua orang dari KNKT, dua orang dari AdamAir, dan seorang dari BPPT. (NAR/ANG/DOE/OTW)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Tuesday, August 28, 2007

Transisi Konversi ke Elpiji Diperlambat

KOMPAS - Selasa, 28 Agustus 2007

Ketua DPR: Pemerintah Tidak Siap

Jakarta, Kompas - Pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa transisi dari minyak tanah ke elpiji sampai masyarakat lebih siap. Dalam peralihan itu, pemerintah tetap akan memasok minyak tanah ke wilayah yang masyarakatnya sudah menerima paket kompor gas dan tabung elpiji.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro menyampaikan hal tersebut seusai rapat evaluasi pelaksanaan program konversi minyak tanah ke elpiji di Jakarta, Senin (27/8). "Program ini tetap dilanjutkan ke daerah lain. Kompor dan tabung terus dibagikan tetapi minyak tanahnya tidak ditarik. Jadi belum terjadi konversi," ujar Purnomo.
Langkah tersebut, lanjut Purnomo, dilakukan untuk memberi waktu kepada masyarakat untuk menyesuaikan diri. Dengan masa transisi yang lebih lama, masyarakat diharapkan lebih terbiasa sehingga gejolak bisa dihindari. Dalam masa transisi itu, pemerintah akan menggencarkan sosialisasi pemakaian elpiji.
Sebelumnya, pemerintah langsung menghentikan pasokan minyak tanah ke wilayah yang menjalani program konversi. Setelah wilayah DKI Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Cimahi, program konversi akan dilanjutkan ke Semarang dan Surabaya. Pemerintah menargetkan bisa menjangkau 6 juta kepala keluarga di Jawa dan Bali.
Direktur Utama PT Pertamina Ari Soemarno mengatakan, masa transisi dari minyak tanah ke elpiji di wilayah yang menjalani konversi disesuaikan dengan kondisi masyarakat.
"Kalau sebelumnya minyak tanah langsung ditarik mendadak, nanti akan dikurangi pelan-pelan. Konsekuensinya, masa transisi menjadi lebih panjang," katanya.
Tidak siap
Ketua DPR Agung Laksono menilai pemerintah tidak siap dengan kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji. Sekalipun ada manfaat yang diterima masyarakat, harus diakui masih banyak masalah yang mesti diatasi. Sosialisasi yang kurang pun menyebabkan masyarakat ragu beralih ke elpiji, terlebih perangkat penunjang konversi itu belum tersedia dengan baik.
Agung berharap konversi tersebut jangan malah mengundang persoalan sosial. "Masyarakat jangan dikecewakan," kata Agung.
Sementara itu, analisis kebijakan publik Universitas Indonesia Andrinof A Chaniago menilai pemerintah sepertinya sedang memaksakan program konversi ini. Hal itu terlihat dari skenario pemerintah dengan mengondisikan rakyat untuk berpikir bahwa minyak tanah bukanlah pilihan. Bagi Andrinof, kasus ini menunjukkan bahwa pemerintah belum belajar dari pengalaman buruknya implementasi kebijakan, seperti soal pembagian beras murah untuk rakyat miskin.
Pengacara dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menilai solusi atas kemelut minyak tanah dapat diawali dengan membenahi aspek nonteknis. Aspek itu antara lain menyiapkan masyarakat untuk beralih menggunakan kompor gas. Keamanan penggunaan kompor gas dan mendekatkan distributor minyak tanah yang dipastikan bakal kehilangan margin dari disparitas harga minyak tanah.
"Selama ini energi pemerintah dihabiskan untuk mengurus aspek teknisnya saja, mulai bagaimana tender penyediaan kompor gas, tabung gas, hingga harga jualnya, serta penghematan anggaran dari hasil konversi energi pada tahun-tahun mendatang," ujar Sudaryatmo.
Meskipun mengakui terjadi banyak masalah dalam implementasi di lapangan, pemerintah menolak program tersebut dikatakan gagal. "Jangan bilang program ini gagal total atau semuanya jelek. Ini program bagus kalau bisa dijalankan. Sejak program konversi dijalankan sampai Agustus ini sudah ada penghematan Rp 126 miliar," ujar Purnomo tegas.
Ide Presiden
Secara terpisah Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan tegas mengatakan, sebenarnya pemerintah sudah siap. "Hanya, kesiapan agen dan pangkalan minyak tanah di bawah yang masih harus terus didorong untuk beralih. Kita akan terus perbaiki dan sosialisasikan," ujar Wapres.
Jusuf Kalla yang ditanyai mengenai kekacauan dalam program konversi minyak tanah itu mengatakan, program tersebut pertama kali disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan kemudian dibahas lebih lanjut dalam sidang kabinet.
"Bahwa mekanismenya harus diperbaiki, itu iya. Kita akan perbaiki," lanjut Wapres.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, kecil kemungkinan terjadi pelipatgandaan subsidi minyak tanah akibat gagalnya konversi penggunaan minyak tanah ke elpiji. Hal itu karena realisasi anggaran subsidi akan berdasarkan atas perimbangan antara konsumsi minyak tanah dan elpiji.
Oleh karena itu, PT Pertamina dan seluruh departemen teknis yang terlibat dalam program konversi energi tersebut diminta mengawasi lebih ketat penyaluran kompor gas dan konsumsi minyak tanahnya. (Dot/Osa/Oin/dik/ HAR/GAL/NIT/BAY)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Liberalisasi: Pendidikan Kian Menjadi Komoditas

KOMPAS - Selasa, 28 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Pendidikan dikhawatirkan kian menjadi komoditas. Kekhawatiran itu terutama dipicu oleh kebijakan pemerintah yang mencantumkan pendidikan sebagai bidang usaha terbuka dengan persyaratan, yang membuka peluang modal asing untuk masuk.
Persoalan ini mencuat dalam seminar bertajuk "Telaah Kritis Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dan Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 tentang Penanaman Modal Asing dalam Bidang Pendidikan" di Jakarta, Senin (27/8). Seminar yang diselenggarakan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu terutama menggugat kecenderungan terkini, di mana perspektif ekonomi begitu kuat merasuki dunia pendidikan.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 Tahun 2007—keduanya terkait soal penanaman modal asing—disebutkan bahwa pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan nonformal sebagai bidang usaha dapat dimasuki modal asing dengan batas kepemilikan maksimal 49 persen.
Menurut mantan Rektor Universitas Gadjah Mada Sofian Effendi, masuknya bidang pendidikan sebagai bidang usaha terbuka bagi penanaman modal asing, meski dengan persyaratan, jelas mengindikasikan bahwa pemerintah telah memosisikan pendidikan sebagai komoditas. Padahal, katanya, persoalan pendidikan bukan sebatas hitungan untung rugi. Di dalamnya, dan ini yang penting, terdapat visi dan misi ideologi bangsa.
Nilai-nilai kebangsaan
"Kalau kepemilikan modal asing sampai di tingkat pendidikan dasar, siapa yang akan bertanggung jawab menanamkan nilai-nilai kebangsaan?" ujarnya.
Hal senada diungkapkan Rektor Universitas Islam Indonesia Edy Suandi Hamid, yang juga Ketua Forum Rektor Indonesia. Ia mengingatkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan sosiokultural.
"Apa yang terjadi dengan peserta didik jika mereka mengonsumsi pendidikan yang dimodali oleh orang asing? Tentu nilai-nilai kebangsaan sendiri akan luntur. Pendidikan merupakan amanat konstitusi sehingga negara tidak dapat lepas tangan, sekalipun dengan alasan demi kemandirian," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Bambang Wasito Adi, yang dihubungi terpisah, mengatakan, peraturan itu terkait dengan berbagai perundingan regulasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Bagaimanapun, kata Bambang Warsito Adi, untuk regulasi pelaksanaannya tetap akan di tangan Depdiknas.
"Investasi memang dimungkinkan. Namun, dalam berbagai sidang terkait WTO, untuk bidang pendidikan kita telah menyampaikan konsep persyaratan. Misalnya, lokasi pelaksanaan tidak di seluruh wilayah Indonesia, tapi hanya di kawasan yang secara ekonomi mampu," ujarnya.
Selain itu, penanam modal yang mau masuk harus berasosiasi dengan lembaga pendidikan terakreditasi yang sudah ada di dalam negeri. Dengan demikian, kontrol dan kultur tetap menggunakan yang telah ada. "Penanaman modal asing tak akan dilepas begitu saja," katanya. (INE)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

TRANSFORMASI EKONOMI: Semangat "Makkareso" Saudagar Bugis

KOMPAS - Selasa, 28 Agustus 2007

NASRULLAH NARA

Terbakarnya Pasar Sentral Hamadi di Kota Jayapura, Papua, pada tahun 2006, tak bisa hilang begitu saja dalam ingatan Daeng Said (51). Peristiwa itu meludeskan aset senilai Rp 1 miliar, hasil perjuangan 20 tahun di tanah Papua.
"Kalau bukan karena kesadaran bahwa nasib yang kita lakoni ini ada yang Maha Mengatur segalanya, mungkin saya jadi stres dan gila," ungkap pria asal Pangkep, Sulawesi Selatan, itu.
Lahir dan besar di lingkungan suku Bugis, Said memegang teguh prinsip reso-pa temmangingi naletei pamamase dewata sewa-E. Artinya, kesuksesan yang diridai Tuhan Yang Maha Esa hanya bisa diraih melalui reso (ikhtiar), usaha gigih, dan kerja keras.
Berkat makkareso alias semangat kerja, Said bangkit kembali. Bayangan menguapnya aset di empat los yang rata-rata nilainya Rp 250 juta, pelan-pelan ia tepis. Dihimpunnya rupiah demi rupiah sehingga los-los penampungan yang dipinjamkan Pemerintah Kota Jayapura di kawasan Entrop mulai terisi. Sambil menunggu rampungnya pembangunan pasar yang terbakar, ia mengajak Aco (19), keponakannya di daerah asal membantu usahanya.
"Keponakan yang menganggur saya ajak ikut merantau," ujar Said, seraya menunjuk seorang remaja yang mulai cekatan melayani pembeli bahan pokok di los miliknya.
Said adalah satu dari sekitar 200 pedagang Pasar Sentral Hamadi di los penampungan sementara di sisi kiri Papua Trade Center (PTC) Entrop. Mayoritas pendatang dari Sulsel itu dikenal sebagai pedagang suku Bugis-Makassar dan Buton.
Di Kota Jayapura, terutama di Pasar Entrop, Pasar Abepura, Pasar Sentani, dan Pasar Ampera, tiga suku bangsa yang dikenal dengan sebutan BBM (Bugis-Buton-Makassar) ini pelaku utama kegiatan perekonomian. Belakangan ini, kiprah BBM menonjol di semua kabupaten dan kota lainnya di tanah Papua. Di wilayah pedalaman Papua yang sulit dijangkau transportasi darat mudah ditemui pedagang Bugis penjual sandang pangan.
Pendatang lain juga ikut main, semisal dari Jawa, Madura, dan Minangkabau.
Ketua Kerukunan Sulawesi Selatan wilayah tanah Papua Haji Syamsuddin Tumpa menyebut, jumlah warga asal Sulsel di Papua 70.000 orang. Mereka umumnya berkiprah di perdagangan barang dan jasa. Ada pula yang bekerja sebagai nelayan dan petani.
"Seiring dengan makin cerahnya sektor perdagangan barang dan jasa, akhirnya yang bekerja sebagai nelayan dan petani mulai berusaha sambilan dengan berdagang," kata Syamsuddin. Ia merantau ke Jayapura pada tahun 1969. Awalnya ia hidup sebagai buruh pelabuhan. Kemudian ia mendirikan ekspedisi muatan kapal laut yang mempekerjakan 200 warga Papua.
Sejarah berdatangannya orang Bugis-Makassar ke tanah Papua diduga sudah berlangsung sejak tahun 1700-an, ketika dua kelompok etnis terbesar dari Sulsel tersebut melakukan pelayaran Marege, mencari teripang ke Australia Utara. Dalam pelayaran itulah mereka mampir dan sebagian terdampar di wilayah Papua.
Dosen Antropologi Universitas Cenderawasih, Akhmad Kadir, dalam bukunya berjudul Amber dan Komin, Studi Perubahan Ekonomi di Papua (2005) menulis kiprah pedagang Bugis mulai menonjol pada tahun 1963. Kedatangan orang-orang Bugis itu membawa perubahan dalam tatanan perekonomian di Papua.
"Interaksi sosial antara orang Bugis dan orang Papua mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat Papua, dari berburu dan meramu menjadi manusia urban yang bergantung pada komoditas pasar," katanya.
Orang-orang pegunungan berjalan ke arah pantai mengikuti aliran sungai untuk mendapatkan komoditas pasar, seperti beras, tembakau, garam, gula, dan pakaian. Selain itu, kepada orang Tionghoa dan Bugis, orang Papua juga menukar barang yang dijual pendatang dengan sagu yang mereka hasilkan. Mereka akhirnya menggunakan uang sebagai alat tukar jual beli.
Lamban
Jika benar bahwa interaksi sosial-ekonomi antara Bugis-Makassar dan warga asli Papua mulai ada pada tahun 1967, berarti hingga saat ini transformasi ekonomi sudah berjalan 40 tahun. Meski fakta menunjukkan bahwa warga Papua sekarang masih berkutat dengan pola perdagangan tradisional, transformasi itu sesungguhnya tetap terjadi, meski lamban.
Menurut pemantauan, masih sedikit orang asli Papua yang memiliki dan mengelola los, kios, toko, apalagi usaha jasa. Perempuan pedagang orang asli Papua, yang disebut "mama-mama", pada umumnya duduk lesehan menjual hasil bumi secara "tradisional" di trotoar atau di emperan toko di Jayapura.
Sebetulnya, kesempatan berdagang dalam los atau kios di pasar pernah diberikan kepada warga Papua asli. Di Pasar Abepura, Ampera, dan Entrop, misalnya, Pemkot Jayapura beberapa tahun lalu—menyusul menguatnya kecemburuan sosial terhadap warga pendatang—pernah menyediakan los dan kios bagi warga asli Papua. Namun, mereka tidak memanfaatkan kesempatan itu untuk mengembangkan usaha. Mereka lebih memilih jalan pintas cari duit secara cepat dengan menjual los 2 meter x 2 meter, yang harga normalnya Rp 400.000-Rp 500.000, hanya Rp 300.000.
"Ah, daripada kitong susah-susah tunggu pembeli di los sepanjang hari, lebih baik dijual saja," tutur Natalia Womsiwor (37), yang menjual pinang di emperan kios Pasar Entrop.
Sebagai perantau yang agresif, orang Bugis melihat hal itu sebagai peluang emas. Tak heran jika rata-rata pedagang Bugis memiliki 2-4 kios.
Akar budaya
Johsz Mansoben, dosen Universitas Cenderawasih yang putra Papua pertama bergelar doktor antropologi, mengakui lambannya transformasi ekonomi bagi warga asli Papua. "Kentalnya akar budaya subsistem membuat masyarakat Papua sulit mengadopsi model ekonomi pasar dengan pembagian kerja sangat jelas dan ketat," katanya.
Ia menguraikan, warga Papua terpengaruh pola hidup berburu, meramu, dan berladang pindah. Ini berbeda dengan pola perdagangan ekonomi pasar, dengan distribusi kerja dan pembagian peranan yang jelas. Ada yang membuka kebun, menanam, merawat tanaman, memanen, dan memasok ke pasar.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Warga Serahkan Senjata

KOMPAS - Selasa, 28 Agustus 2007

Kesadaran Warga Poso Terus Meningkat

Palu, Kompas - Kesadaran warga Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, untuk menyerahkan senjata api eks konflik kepada aparat keamanan terus meningkat. Dalam seminggu terakhir, sejumlah warga Kecamatan Poso Pesisir menyerahkan 16 pucuk senjata api rakitan kepada anggota TNI AD Batalyon Infanteri 714/Sintuwu Maroso.
Sebanyak 16 senjata yang diserahkan warga itu terdiri dari 9 pucuk laras panjang dan 7 laras pendek. Hari Senin (27/8), semua senjata itu digelar di Markas Batalyon Infanteri 714/Sintuwu Maroso. Bersama senjata-senjata itu digelar pula 150 peluru kaliber 5,6 mm, 7,62 mm, 9 mm, dan 11 mm yang semuanya adalah hasil penyerahan masyarakat.
Komandan Batalyon Infanteri 714/Sintuwu Maroso Letnan Kolonel (Inf) Tri Setyo mengatakan, dalam dua tahun terakhir sudah lebih dari 10 kali warga Poso menyerahkan senjata api secara sukarela kepada anggota TNI AD yang bertugas di Poso.
Senjata api yang dikumpulkan dalam kurun waktu itu berupa ratusan pucuk laras pendek dan laras panjang, ribuan butir amunisi, puluhan bom rakitan dan organik, serta ratusan senjata tradisional seperti parang, panah, dan tombak.
Tri memperkirakan masih cukup banyak warga Poso yang menyimpan senjata api eks konflik Poso di sekitar rumah mereka, antara lain dengan ditanam di kebun. Untuk itu, anggota Batalyon Infanteri 714/Sintuwu Maroso akan tetap melakukan pendekatan persuasif kepada warga agar menyerahkan senjata api yang dimilikinya secara sukarela.
Pendekatan persuasif itu, kata Tri, dilakukan dengan membangun persahabatan antara TNI dan warga. "Secara rutin kami melakukan kegiatan-kegiatan olahraga dan kerohanian dengan warga serta memperbaiki jalan-jalan desa ataupun infrastruktur lainnya," kata Tri. (REI)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

ANALISIS POLITIK: Sepi Pamrih

KOMPAS - Selasa, 28 Agustus 2007

SUKARDI RINAKIT

Tanggal 17 Agustus, pukul tujuh pagi. Ketika membuka pintu pagar rumah, beberapa ibu tetangga yang sedang bergerombol risau. Mereka kebingungan mencari minyak tanah. Warung-warung sudah dikelilingi sejak habis subuh, tetapi yang mereka dapat hanya keringat sendiri.
Melihat kecemasan mereka, saya disergap bayangan diri sendiri. Bagaimana rasanya sebagai seorang murid yang pagi ini harus ke sekolah lebih awal untuk upacara? Perut lapar, tidak ada makanan untuk sarapan. Jalan pun pasti terasa gemetar.
Melihat keadaan seperti itu, siapa pun tentu bisa menduga, seorang ibu pasti akan mengambil keputusan cepat. Meskipun uangnya terbatas, ia akan membeli gorengan atau sebungkus nasi di warteg sebelah. Akibatnya, uang yang seharusnya bisa untuk makan sekeluarga hari itu—jika ia masak sendiri— kini sudah tidak mencukupi lagi.
Semoga ibu-ibu tersebut tidak stroke karena mikir beratnya beban kehidupan setiap hari. Jika mereka terkena stroke, penyumbang terbesarnya adalah kebijakan pemerintah yang gagal mengangkat harkat hidup dan martabat rakyat.
Franky Sahilatua, penyanyi Pancasila Rumah Kita, menyebut kebijakan yang demikian sebagai "politik stroke". Kebijakan yang membuat rakyat kelimpungan, seperti beras yang sedang diayak.
Boleh percaya, boleh tidak, situasi rakyat yang demikian akan membuat para investor semakin ragu menanamkan modalnya di republik ini. Siapa pun tidak akan merasa aman jika yang mereka hadapi adalah orang-orang yang tercenung, cemberut, dan cemas seperti sekarang. Pendeknya, segala insentif yang ditawarkan pemerintah pasti akan sia-sia.
Jadi, antara realitas investasi dan implementasi kebijakan yang sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar, dalam praksis, belum tentu berjalan seiring. Karena itu, pemerintah jangan terlalu mudah melontarkan pernyataan bahwa kenaikan harga minyak goreng dan konversi gas yang menyebabkan minyak tanah langka, misalnya, karena mengikuti harga pasar dunia. Argumen seperti itu nanti bisa latah. Harga telur ayam yang naik pun akan dikatakan karena mengikuti harga pasar dunia.
Jika begitu model menjalankan pemerintahan, sejujurnya, siapa pun tidak layak menjadi pemimpin. Jika diteruskan, secara perlahan tapi pasti, kekuasaan akan ditarik ke wilayah pribadi. Oleh sebab itu, kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak hati-hati, ia tidak akan luput dari persoalan personalisasi kekuasaan tersebut.
Sejujurnya, saya sedih ketika mendengar teman-teman dari kedutaan asing membicarakan buah tangan yang mereka terima setelah mengikuti upacara di Istana Merdeka, 17 Agustus lalu. Mereka bingung apakah telah menghadiri acara kemerdekaan Republik Indonesia atau ulang tahun Presiden.
Hal itu disebabkan pada gelas yang jadi buah tangan yang mereka terima tercetak gambar Presiden berselempang. Buah tangan lain juga lebih bersifat personal daripada mencerminkan momentum hari itu.
Sepi pamrih
Seorang pemimpin yang baik adalah yang menyadari bahwa kekuasaan yang dipegangnya adalah milik publik. Oleh karena itu, kekuasaan tersebut harus menjadi alat efektif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Membawa kekuasaan ke dalam ranah pribadi, seperti kecenderungan selama ini, akan membuat pemimpin tidak sensitif terhadap masalah rakyat.
Sejauh ini saya lebih suka menilai bahwa kekuasaan sekarang ini belum berjalan efektif. Bahkan terasa lebih buruk dalam sebulan terakhir karena pada saat-saat yang genting, seperti terjadinya kelangkaan minyak tanah, tidak ada secuil pun pernyataan politik Presiden.
Dalam kondisi rakyat yang demikian, yang dibutuhkan adalah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan sikap sepi terhadap pamrih, ia seharusnya berdiri di depan untuk meyakinkan publik, bukan malah menghilang tanpa pernyataan politik.
Jika Presiden tidak bisa menjadi sekeras ketiga "bung besar" (Soekarno-Hatta-Sjahrir), fungsi Presiden pada akhirnya memang sekadar "menggelar tikar", mempersilakan orang lain untuk duduk (berkuasa). Tidak ada catatan sejarah yang ditinggalkan.
Mungkin benar kata orang tua. Pemimpin yang baik adalah yang bukan hanya mengejar citra diri, tetapi yang menjalankan darma seorang satria, yaitu bekerja tanpa pamrih dan berani mati untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kita cari pemimpin masa depan yang demikian. Bekerja tanpa pamrih demi rakyat karena meyakini itu adalah darma seorang ksatria.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

POLITIKA: Gerhana Nurani

KOMPAS - Selasa, 28 Agustus 2007

BUDIARTO SHAMBAZY

Jika nanti sore langit cerah, kita hari ini menikmati gerhana bulan total atau GBT. Bulan akan tampak oranye dan merah ketika GBT dimulai sekitar pukul 09.25 GMT atau 16.25 WIB.
Gerhana terjadi kalau Bumi berada di antara Matahari dan Bulan. Bumi menghalangi pancaran sinar dari Matahari yang membuat Bulan gelap gulita.
Ukuran Bumi lebih besar dibandingkan dengan Bulan, membuatnya seakan "memakan" Bulan. Fenomena alam ini akan berlangsung sekitar 3,5 jam, sementara GBT sekitar 1,5 jam.
Ketika GBT terjadi, Bulan tak gelap total karena masih ada sedikit cahayanya yang menyapu pinggiran Bumi. Cahaya itu membias saat melewati atmosfer, menyinarkan warna biru ke langit dan mengirimkan warna kemerahan ke Bulan.
Jangan takut, Anda dapat menyaksikan GBT tanpa perlu alat pelindung. Ketika gerhana matahari total (GMT) terjadi tahun 1983, banyak warga ditakut-takuti aparat pemerintah "awas mata bisa buta" atau "lebih baik masuk ke kolong tempat tidur".
Kalau mau lebih afdal, pakailah teleskop atau cari posisi terbaik untuk mengabadikan GBT dengan kamera Anda.
Gerhana, total ataupun sebagian, cuma terjadi maksimal tiga kali dalam setahun. GBT di Indonesia terakhir kali terjadi 3 Maret 2007 dan yang akan datang 21 Desember 2010.
Indonesia sebenarnya sedang mengalami GTM (gerhana total manusia). Ia ibarat lalu lintas yang sedang macet total, seperti pesawat yang total loss, atau mirip perusahaan yang lebih sering menghitung kerugian daripada keuntungan total.
Penyebab GTM karena akal dan nurani penguasa terkena gerhana atau tertutup penyakit emosi kejiwaan, berahi kekuasaan yang berlebihan, dan keserakahan yang berkepanjangan. Gara-gara GTM, rakyat selalu jadi korban.
Akibat lain adalah GTM kita gelap gulita. Rakyat yang makin menderita tak peduli lagi apakah memang benar akhirnya akan ada sedikit cahaya yang tampak di ujung terowongan sana.
Apa daya, rakyat yang makin merana tak kuasa berbuat apa-apa. Ternyata setelah hampir tiga tahun nyaris tak satu pun janji kampanye yang telah terlaksana.
Bumi, Bulan, dan Matahari. Inilah trilogi yang terdiri dari rakyat, penguasa, dan kehidupan.
Rakyat adalah Bumi yang menjadi tumpuan. Bulan ialah sang penguasa yang menghalang-halangi datangnya sinar dari Matahari sang kehidupan.
Bulan yang dingin dan berdiameter sekitar 3.476 kilometer itu jadi sumber masalah, bukan solusi. Ia mengorbit Bumi sekali dalam 29,5 hari yang melahirkan kata bulan, seperti "bulan kemerdekaan" saat Agustus ini.
Tiap "agustusan" ada peluang untuk merenungkan apakah kita sudah benar-benar merdeka sesuai cita-cita Proklamasi 1945. Ternyata, GTM tak kunjung usai karena reformasi dan demokrasi semakin menggelapkan.
Ketika purnama datang, itulah saat cinta merekah. Bulan datang setiap Matahari terbenam, terlihat sepanjang malam, dan ikut menyambut fajar menyingsing.
Tetapi, tak ada lagi cinta di antara kita, Bumi dengan Bulan penguasa karena harga-harga sembilan bahan pokok melambung terus. Rupanya Bulan sibuk dengan rekening liar, kasus penculikan, atau siapa gerangan Mendagri baru.
Apollo 11 mendarat di Bulan 21 Juli 1969, ditandai kalimat terkenal astronot Neil Armstrong, "Sebuah langkah kecil manusia, sebuah langkah raksasa kemanusiaan". Apa boleh buat, rakyat baru bisa nyanyi Pergi ke Bulan.
"Jangan lupa banyak-banyak membawa bekal/ Agar tidak kelaparan di jalanan. Bait selanjutnya ,"Ayo kawan kita berangkat, naik delman atau onta/ Kita ramai-ramai pergi ke bulan".
Itulah pertanda Bulan belum berubah alias tetap terkena GTM. Bulan masih belum puas walau sudah kekenyangan.
Bulan pasti mengalami gerhana. Tetapi, gerhana usai begitu Matahari muncul kembali mengakhiri gelap yang berkepanjangan.
Ibu Kartini berslogan "habis gelap terbitlah terang". Bung Karno enggan melawan karena rela berkorban dan Pak Harto berjanji "badai pasti berlalu".
Bulan sekarang? Mata dan hati mereka tak terang benderang, enggak mikirin bangsanya sudah mirip barang kelontong yang pecah semua, dan gemar mondar-mandir seperti bajaj kosong.
Terang tanah selalu diikuti senja kala, bangsa yang roboh pasti bangkit. Dulu ada "kebangkitan nasional", kini ada "kebangkitan zombie" yang berkeliaran bersama Bulan.
Perang antaragama bukan disulut oleh jumlah agama di dunia yang lebih dari satu, tetapi oleh semangat antitoleransi. Mereka yang tidak toleran ikut menciptakan GTM dan Bulan hanya berpangku tangan.
Bulan sering menggerhanakan kebenaran yang sesungguhnya takkan pernah padam. Bagi Bulan, kebenaran yang tak menarik juga sering kali digerhanakan menjadi kebohongan yang seolah-olah menegangkan.
Bulan selalu hidup enak-enakan. Namun, Bumi kelak akan membalas dengan ucapan, "Saya sudah bertahun-tahun menahan sabar, saya kesal setiap hari, dan saya membanting tulang sampai bosan."
Janganlah menunggu sampai Bumi menjadi gelap mata dan balik mengancam, "Tidak ada Bulan yang separuh gelap, Bulan memang benar-benar gelap". Jangan menunggu sampai Bumi akhirnya menganggap Bulan memang sudah terlalu lama terkena gerhana nurani.
Bulan, oh, Bulan, berhentilah gerhana. Janganlah menunggu sampai rakyat benar-benar marah.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...