KOMPAS - Selasa, 28 Agustus 2007
Jakarta, Kompas - Pendidikan dikhawatirkan kian menjadi komoditas. Kekhawatiran itu terutama dipicu oleh kebijakan pemerintah yang mencantumkan pendidikan sebagai bidang usaha terbuka dengan persyaratan, yang membuka peluang modal asing untuk masuk.
Persoalan ini mencuat dalam seminar bertajuk "Telaah Kritis Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dan Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 tentang Penanaman Modal Asing dalam Bidang Pendidikan" di Jakarta, Senin (27/8). Seminar yang diselenggarakan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu terutama menggugat kecenderungan terkini, di mana perspektif ekonomi begitu kuat merasuki dunia pendidikan.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 Tahun 2007—keduanya terkait soal penanaman modal asing—disebutkan bahwa pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan nonformal sebagai bidang usaha dapat dimasuki modal asing dengan batas kepemilikan maksimal 49 persen.
Menurut mantan Rektor Universitas Gadjah Mada Sofian Effendi, masuknya bidang pendidikan sebagai bidang usaha terbuka bagi penanaman modal asing, meski dengan persyaratan, jelas mengindikasikan bahwa pemerintah telah memosisikan pendidikan sebagai komoditas. Padahal, katanya, persoalan pendidikan bukan sebatas hitungan untung rugi. Di dalamnya, dan ini yang penting, terdapat visi dan misi ideologi bangsa.
Nilai-nilai kebangsaan
"Kalau kepemilikan modal asing sampai di tingkat pendidikan dasar, siapa yang akan bertanggung jawab menanamkan nilai-nilai kebangsaan?" ujarnya.
Hal senada diungkapkan Rektor Universitas Islam Indonesia Edy Suandi Hamid, yang juga Ketua Forum Rektor Indonesia. Ia mengingatkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan sosiokultural.
"Apa yang terjadi dengan peserta didik jika mereka mengonsumsi pendidikan yang dimodali oleh orang asing? Tentu nilai-nilai kebangsaan sendiri akan luntur. Pendidikan merupakan amanat konstitusi sehingga negara tidak dapat lepas tangan, sekalipun dengan alasan demi kemandirian," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Bambang Wasito Adi, yang dihubungi terpisah, mengatakan, peraturan itu terkait dengan berbagai perundingan regulasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Bagaimanapun, kata Bambang Warsito Adi, untuk regulasi pelaksanaannya tetap akan di tangan Depdiknas.
"Investasi memang dimungkinkan. Namun, dalam berbagai sidang terkait WTO, untuk bidang pendidikan kita telah menyampaikan konsep persyaratan. Misalnya, lokasi pelaksanaan tidak di seluruh wilayah Indonesia, tapi hanya di kawasan yang secara ekonomi mampu," ujarnya.
Selain itu, penanam modal yang mau masuk harus berasosiasi dengan lembaga pendidikan terakreditasi yang sudah ada di dalam negeri. Dengan demikian, kontrol dan kultur tetap menggunakan yang telah ada. "Penanaman modal asing tak akan dilepas begitu saja," katanya. (INE)
Tuesday, August 28, 2007
Liberalisasi: Pendidikan Kian Menjadi Komoditas
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:56 AM
Labels: HeadlineNews: Kompas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment