Tuesday, August 28, 2007

POLITIKA: Gerhana Nurani

KOMPAS - Selasa, 28 Agustus 2007

BUDIARTO SHAMBAZY

Jika nanti sore langit cerah, kita hari ini menikmati gerhana bulan total atau GBT. Bulan akan tampak oranye dan merah ketika GBT dimulai sekitar pukul 09.25 GMT atau 16.25 WIB.
Gerhana terjadi kalau Bumi berada di antara Matahari dan Bulan. Bumi menghalangi pancaran sinar dari Matahari yang membuat Bulan gelap gulita.
Ukuran Bumi lebih besar dibandingkan dengan Bulan, membuatnya seakan "memakan" Bulan. Fenomena alam ini akan berlangsung sekitar 3,5 jam, sementara GBT sekitar 1,5 jam.
Ketika GBT terjadi, Bulan tak gelap total karena masih ada sedikit cahayanya yang menyapu pinggiran Bumi. Cahaya itu membias saat melewati atmosfer, menyinarkan warna biru ke langit dan mengirimkan warna kemerahan ke Bulan.
Jangan takut, Anda dapat menyaksikan GBT tanpa perlu alat pelindung. Ketika gerhana matahari total (GMT) terjadi tahun 1983, banyak warga ditakut-takuti aparat pemerintah "awas mata bisa buta" atau "lebih baik masuk ke kolong tempat tidur".
Kalau mau lebih afdal, pakailah teleskop atau cari posisi terbaik untuk mengabadikan GBT dengan kamera Anda.
Gerhana, total ataupun sebagian, cuma terjadi maksimal tiga kali dalam setahun. GBT di Indonesia terakhir kali terjadi 3 Maret 2007 dan yang akan datang 21 Desember 2010.
Indonesia sebenarnya sedang mengalami GTM (gerhana total manusia). Ia ibarat lalu lintas yang sedang macet total, seperti pesawat yang total loss, atau mirip perusahaan yang lebih sering menghitung kerugian daripada keuntungan total.
Penyebab GTM karena akal dan nurani penguasa terkena gerhana atau tertutup penyakit emosi kejiwaan, berahi kekuasaan yang berlebihan, dan keserakahan yang berkepanjangan. Gara-gara GTM, rakyat selalu jadi korban.
Akibat lain adalah GTM kita gelap gulita. Rakyat yang makin menderita tak peduli lagi apakah memang benar akhirnya akan ada sedikit cahaya yang tampak di ujung terowongan sana.
Apa daya, rakyat yang makin merana tak kuasa berbuat apa-apa. Ternyata setelah hampir tiga tahun nyaris tak satu pun janji kampanye yang telah terlaksana.
Bumi, Bulan, dan Matahari. Inilah trilogi yang terdiri dari rakyat, penguasa, dan kehidupan.
Rakyat adalah Bumi yang menjadi tumpuan. Bulan ialah sang penguasa yang menghalang-halangi datangnya sinar dari Matahari sang kehidupan.
Bulan yang dingin dan berdiameter sekitar 3.476 kilometer itu jadi sumber masalah, bukan solusi. Ia mengorbit Bumi sekali dalam 29,5 hari yang melahirkan kata bulan, seperti "bulan kemerdekaan" saat Agustus ini.
Tiap "agustusan" ada peluang untuk merenungkan apakah kita sudah benar-benar merdeka sesuai cita-cita Proklamasi 1945. Ternyata, GTM tak kunjung usai karena reformasi dan demokrasi semakin menggelapkan.
Ketika purnama datang, itulah saat cinta merekah. Bulan datang setiap Matahari terbenam, terlihat sepanjang malam, dan ikut menyambut fajar menyingsing.
Tetapi, tak ada lagi cinta di antara kita, Bumi dengan Bulan penguasa karena harga-harga sembilan bahan pokok melambung terus. Rupanya Bulan sibuk dengan rekening liar, kasus penculikan, atau siapa gerangan Mendagri baru.
Apollo 11 mendarat di Bulan 21 Juli 1969, ditandai kalimat terkenal astronot Neil Armstrong, "Sebuah langkah kecil manusia, sebuah langkah raksasa kemanusiaan". Apa boleh buat, rakyat baru bisa nyanyi Pergi ke Bulan.
"Jangan lupa banyak-banyak membawa bekal/ Agar tidak kelaparan di jalanan. Bait selanjutnya ,"Ayo kawan kita berangkat, naik delman atau onta/ Kita ramai-ramai pergi ke bulan".
Itulah pertanda Bulan belum berubah alias tetap terkena GTM. Bulan masih belum puas walau sudah kekenyangan.
Bulan pasti mengalami gerhana. Tetapi, gerhana usai begitu Matahari muncul kembali mengakhiri gelap yang berkepanjangan.
Ibu Kartini berslogan "habis gelap terbitlah terang". Bung Karno enggan melawan karena rela berkorban dan Pak Harto berjanji "badai pasti berlalu".
Bulan sekarang? Mata dan hati mereka tak terang benderang, enggak mikirin bangsanya sudah mirip barang kelontong yang pecah semua, dan gemar mondar-mandir seperti bajaj kosong.
Terang tanah selalu diikuti senja kala, bangsa yang roboh pasti bangkit. Dulu ada "kebangkitan nasional", kini ada "kebangkitan zombie" yang berkeliaran bersama Bulan.
Perang antaragama bukan disulut oleh jumlah agama di dunia yang lebih dari satu, tetapi oleh semangat antitoleransi. Mereka yang tidak toleran ikut menciptakan GTM dan Bulan hanya berpangku tangan.
Bulan sering menggerhanakan kebenaran yang sesungguhnya takkan pernah padam. Bagi Bulan, kebenaran yang tak menarik juga sering kali digerhanakan menjadi kebohongan yang seolah-olah menegangkan.
Bulan selalu hidup enak-enakan. Namun, Bumi kelak akan membalas dengan ucapan, "Saya sudah bertahun-tahun menahan sabar, saya kesal setiap hari, dan saya membanting tulang sampai bosan."
Janganlah menunggu sampai Bumi menjadi gelap mata dan balik mengancam, "Tidak ada Bulan yang separuh gelap, Bulan memang benar-benar gelap". Jangan menunggu sampai Bumi akhirnya menganggap Bulan memang sudah terlalu lama terkena gerhana nurani.
Bulan, oh, Bulan, berhentilah gerhana. Janganlah menunggu sampai rakyat benar-benar marah.

0 comments: