Wednesday, June 13, 2007

Pemerintah kembali buat paket kebijakan2008 Dipatok tumbuh 6,9%

BISNIS - Rabu, 13/06/2007

JAKARTA: Pemerintah meluncurkan lagi paket kebijakan di bidang perbaikan iklim investasi, reformasi sektor keuangan, percepatan pembangunan infrastruktur, dan pemberdayaan UMKM-yang mencakup 141 tindakan guna mendorong percepatan pembangunan. "Paket ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi, sehingga bisa mengurangi kemiskinan dan pengangguran," ujar Menko Perekonomian Boediono ketika menjelaskan mengenai Inpres No. 6/2007 tentang Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM, di Jakarta, kemarin.Paket kebijakan ini, menurut dia, merupakan bagian dari upaya pemerintah mengejar target pertumbuhan ekonomi 6,3% tahun ini dan 6,6%-6,9% tahun depan. Selain itu, pemerintah juga menargetkan angka pengangguran terbuka turun menjadi 8,0%-9,0% pada 2008 dibandingkan dengan posisi awal tahun ini 9,76% atau setara 10,5 juta tenaga kerja. Jika target itu berhasil dicapai, jumlah penduduk miskin yang pada 2006 sebesar 17,75% bisa turun menjadi 15,0%-16,8% pada 2008.Paket ini merupakan kelanjutan dan bagian tidak terpisahkan dari paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi yang diluncurkan 2006 untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. "Sasaran utamanya adalah memacu pertumbuhan ekonomi di atas 6%. Dari 85 tindakan, lebih dari 80% telah diselesaikan."Dua kendalaKetua Umum Kadin Indonesia M.S. Hidayat menilai paket kebijakan itu di atas kertas cukup memuaskan dan tinggal bagaimana implementasinya. "Kalau tujuannya untuk meningkatkan transparansi kinerja pemerintah, dan membuat lebih efisien dengan adanya target waktu dan siapa yang bertanggung jawab, itu sesuatu yang bagus. Memang itu yang kami inginkan, setiap sektor ada penanggung jawabnya." Meski demikian, Hidayat menilai ada dua kendala dari kebijakan itu. Pertama, sistem birokrasi yang belum siap mental dalam menerima kebijakan itu, berupa tata cara kerja, eksekusi kebijakan, dan pemberantasan ekonomi biaya tinggi dalam perizinan.Kedua, stabilitas politik, berupa silang pendapat antara DPR dan eksekutif serta masyarakat yang membuat iklim investasi tidak kondusif.Namun, Hidayat optimistis pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6% dan target ekspor bakal tercapai bila paket ekonomi itu dijalankan dengan baik. Sementara itu, Staf Khusus Menko Perekonomian Jannes Hutagalung mengatakan Inpres tersebut merupakan kelanjutan dari Inpres No. 3/2006 dengan materi yang lebih detail, holistik, dan terintegrasi. "Inpres tersebut lebih kuat, karena untuk sektor keuangan sebelumnya diatur dengan SKB [Menko Perekonomian, Meneg BUMN, Menkeu] dan bidang infrastruktur tadinya melalui SK Menko Perekonomian, sekarang semua tertuang dalam Inpres."Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady menyatakan paket kebijakan ini memiliki kelebihan dari yang sebelumnya. Hal ini karena Menko Perekonomian akan memantau melalui pembentukan Tim Pemantau."Butir empat dalam Inpres sangat tegas. Untuk itulah Menko Perekonomian segera mengeluarkan SK guna pembentukan Tim Pemantau beserta tugas dan susunan organisasinya," jelas Edy.Jannes Hutagalung disebut-sebut akan menjadi ketua tim sekaligus memantau pelaksanaan perkembangan investasi, Bambang Susantono menjadi pemantau bidang infrastruktur, Edy Putra Irawadi di bidang UMKM, dan Sahala Lumban Gaol [Deputi Bidang Makro Ekonomi] di sektor keuangan.
(m02) (bastanul. siregar@bisnis.co.id/fakthul.maskur@bisnis.co.id/neneng. herbawati@bisnis.co.id)
Oleh Bastanul Siregar, Moh. Fatkhul Maskur & Neneng Herbawati
Bisnis Indonesia

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Kebijakan ala Paket Combo

BISNIS - Rabu, 13/06/2007

Pemerintah kemarin mengumumkan paket kebijakan "baru" melalui Inpres No. 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Berbeda dengan sebelumnya, Inpres kali ini terdiri dari empat paket kebijakan, yakni perbaikan iklim investasi, reformasi sistem keuangan, percepatan pembangunan infrastruktur, dan pemberdayaan UMKM. Total langkah kebijakan yang akan diambil mencakup 141 butir dan melibatkan 19 kementerian dan lembaga nondepartemen.Ada empat hal pokok yang penting untuk kita bahas menyangkut Inpres ini, yaitu cakupan yang begitu luas, koherensi antarlangkah, masih lemahnya orientasi pada langkah nyata, dan masalah birokrasi.Isu pertama adalah cakupan yang begitu luas tampaknya mengesankan bahwa pemerintah akan serius menangani masalah di keempat bidang tersebut. Tetapi seperti dua sisi dari mata uang, itu juga mengisaratkan bahwa kita memiliki begitu banyak persoalan yang serius. Paket kali ini pun sangat mirip dengan letter of intent (LoI) Dana Moneter Internasional (IMF) dulu, yaitu berupa daftar panjang yang harus dikerjakan oleh para menteri.Karena cakupannya yang begitu meluas, Inpres ini layak disebut sebagai kebijakan paket combo. Memang dengan adanya daftar panjang, transparansi kebijakan pemerintah menjadi lebih baik. Tetapi di lain pihak hal itu juga mengesankan betapa lelet-nya Kabinet Indonesia Bersatu, sehingga setelah separuh masa pemerintahan ternyata masih begitu banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Inpres No. 6/2007 ini merupakan pengakuan yang jujur dari tim ekonomi kabinet bahwa mereka selama ini tertidur.Isu kedua adalah masalah koherensi antarkebijakan yang begitu meluas. Nyaris tidak ada upaya pemilahan antara masalah yang urgent bin prioritas dan yang tidak. Hal ini mungkin karena semua masalah yang ingin diatasi tersebut tampak sangat mendesak. Ini merupakan kebiasaan buruk yang diwarisi dari LoI IMF yang telah mengakibatkan berbagai langkah dan kebijakan pemerintah menjadi tidak fokus.Tradisi dikeluarkannya paket kebijakan biasanya diarahkan sebagai sebuah langkah yang sangat terintegrasi untuk memecahkan sebuah masalah tertentu dan atau melakukan sebuah policy shift secara signifikan. Contohnya adalah deregulasi perbankan (Paket Oktober/Pakto 88) sebagai bagian dari liberalisasi sistem keuangan yang pada gilirannya telah mengubah struktur industri perbankan nasional. Inpres kali ini jelas tidak memenuhi kualifikasi koherensi seperti itu.Kalau kita telisik lebih dalam lagi Inpres tersebut jelas tidak lebih dari kompilasi hal-hal yang sangat rutin. Misalnya dalam kebijakan perbaikan iklim investasi terdapat butir mengenai peninjauan perda-perda yang menghambat investasi di daerah. Ini memang masalah besar. Tetapi bukankah hal itu terjadi karena lemahnya mekanisme evaluasi perda yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dalam melakukan sinkronisasi sistem peraturan dan perundang-undangan? Setiap saat akan selalu ada perda baru yang terbit, sehingga kemungkinan adanya aturan yang tidak sinkron selalu ada. Artinya, isu seperti ini sudah selayaknya menjadi pekerjaan rutin Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan. Kenapa harus masuk menjadi paket?Tidak nyambungHal yang paling mengherankan adalah betapa logika urut-urutan (sequencing) antarprogram ternyata tidak nyambung. Contohnya, penyusunan kebijakan industri nasional harus selesai Oktober 2007, dan di lain pihak perpres mengenai bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal harus selesai Juni 2007. Logikanya, kebijakan industrinya dulu yang harus kita benahi baru kemudian memutuskan untuk membuka atau menutup kegiatan investasi di bidang tertentu sesuai kebijakan industrinya. Bukannya dibalik! Masalah ketiga adalah mengenai masih lemahnya orientasi terhadap langkah nyata. Kebanyakan dari langkah yang hendak dilakukan berbentuk peraturan dari perpres sampai peraturan dirjen atau pembuatan kebijakan umum. Langkah riilnya hampir bisa dikatakan nihil. Problem yang dihadapi bangsa ini adalah lebih banyak mengenai implementasi dan bagaimana menggerakkan birokrasi secara efektif. Sejak dua tahun lalu pemerintah menginginkan pengurusan perizinan usaha bisa dipersingkat menjadi 30 hari. Tetapi mana hasilnya? Padahal, urusan perizinan di Singapura bisa selesai dalam tiga hari saja dan di Malaysia hanya tujuh hari dengan biaya yang sangat rendah.Masalah keempat terkait dengan masalah ketiga, yakni bagaimana menggerakkan birokrasi. Untuk itu, kita harus bisa mengurai masalah satu per satu secara rinci dan kemudian memecahkan masalahnya secara battle to battle. Kelemahan para pejabat kita adalah dalam kesadaran mengenai pentingnya pemahaman masalah secara detail. Pepatah mengatakan separuh masalah telah terselesaikan bila kita menguasai permasalahan secara lengkap. The devil is in the detail. Sebagai contoh mengenai masalah pembebasan lahan untuk proyek infrastruktur yang sampai saat ini belum terselesaikan secara cepat. Contoh lain adalah mengenai masalah tidak efektifnya peran Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) yang dari satu kasus ke kasus lain dan dari satu daerah ke daerah lain menghadapi permasalahan yang berbeda-beda. Sayangnya, untuk kedua hal itu tidak ada langkah nyata dan detail yang dirumuskan. Padahal, masalahnya sangat mikro dan tidak bisa diselesaikan hanya dengan membuat kerangka kebijakan ataupun Timnas.Kita tampaknya sudah bosan dengan bualan dari satu paket ke paket lainnya. Mr. Paket, rakyat sedang menunggu aksi nyata bukan sekadar paket!
Oleh Iman Sugema
Senior Economist, Inter CAFE, Institut Pertanian Bogor

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Bankir BUMN belum berani terapkan PP No. 33/2006

BISNIS - Rabu, 13/06/2007

JAKARTA: Para bankir bank BUMN masih takut menerapkan PP No. 33/2006 karena masih menyimpan kekhawatiran adanya bias persepsi penegak hukum meskipun Menneg BUMN telah berupaya menjembatani dengan instansi lain yang terkait. Ketua Umum Himpunan Bank Negara (Himbara) Agus Martowardojo mengatakan beleid itu belum dapat dipakai sebagai senjata hapus buku kredit macet. Hal ini disebabkan sejumlah lembaga negara dan instansi penegak hukum belum memahami PP tersebut."Kami harapkan kalau PP ini mendapatkan suatu ketegasan, akan membuat bank-bank BUMN mencapai level playing field dengan bank swasta," katanya seusai BUMN Executive Breakfast Meeting, kemarin.Menurut dia, pembentukan komite pengawas (oversight committee) sebagai tindak lanjut ketentuan pengelolaan kekayaan negara dan daerah, belum cukup meyakinkan para bankir.Dia menyebutkan sosialisasi yang dilakukan pemerintah perlu lebih jauh kepada Badan Pemeriksa Keuangan, DPR, dan sejumlah instansi penegak hukum agar memiliki pandangan yang sama.PP No. 33/2006 dan Permenkeu No. 87/2006 mengatur tentang tata cara penyelesaian utang bermasalah atau penghapusan piutang BUMN. Penjualan dilakukan dengan diskon atau pemotongan utang pokok.Agus menjelaskan ketentuan itu memberikan kemudahan bagi bank BUMN dalam menangani kredit bermasalah yang akan dihapus bukukan dan tidak perlu diserahkan kepada Ditjen Piutang dan Lelang Negara Depkeu.Selain itu, dia berharap ada ketegasan lebih lanjut bahwa piutang BUMN tidak sama dengan piutang negara.Dirut BNI Sigit Pramono menginginkan adanya koordinasi lebih lanjut antara aparat penegak hukum, termasuk pihak kejaksaan, mengenai penafsiran tentang kekayaan negara yang dipisahkan dari modal.Sigit mengatakan perlu ada ketegasan bagi bankir bank BUMN dalam penanganan asetnya yang menyangkut undang-undang perseroan terbatas (UU No. 1/1995) dan UU pasar modal. "Ini yang membuat kami tidak bisa bergerak," ujarnya.Siap sosialisasiMenneg BUMN Sofyan Djalil ketika membuka acara tersebut mengatakan siap membantu sosialisasi PP No. 33/2006 kepada instansi lainnya. "Kita bersama Gubernur BI akan ketemu dan membahas level playing field dan bagaimana bank BUMN agar bisa bersaing dengan swasta," jelasnya.Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) melalui keputusan No. WKMA/Yud/20/VII/ 2006 tanggal 16 Agustus 2006 menyatakan, piutang BUMN tidak dapat disebut sebagai piutang negara. Fatwa MA soal Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/ Daerah tersebut diterbitkan menanggapi surat yang diajukan Menteri Keuangan RI bernomor S-324/MK.01/ 2006 pada 26 Juli. Secara terpisah Dradjad H. Wibowo, anggota Komisi XI DPR, mengatakan restrukturisasi kredit bank BUMN masih terganjal karena belum dicabutnya SK Menkeu No. S-26/ MK. 01/2000 yang mengharuskan adanya persetujuan KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) untuk kredit di atas Rp1 triliun."Dengan adanya PP No. 33/ 2006 semestinya SK itu tidak berlaku lagi karena secara substansial, restrukturisasi kredit sudah menjadi domain bank dan KKSK tidak aktif lagi."
(fahmi.achmad@bisnis.co.id)
Oleh Fahmi Achmad
Bisnis Indonesia

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Korban Alas Tlogo Akibat Tembakan Langsung

KORAN TEMPO - Rabu, 13 Juni 2007

Marinir tetap menyimpulkan pantulan tembakan.

JAKARTA -- Hasil penyelidikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyimpulkan, empat warga Desa Alas Tlogo, Pasuruan, tewas akibat tembakan langsung prajurit marinir saat insiden bentrokan pada 31 Mei lalu. "Bukan akibat pantulan peluru," kata Syamsul Alam Agus, anggota tim investigasi Kontras, kemarin.
Kontras menemukan 27 titik yang menunjukkan jejak tembakan langsung. Tembakan itu antara lain mengenai sebatang pohon, dinding musala, tembok rumah warga, dan pakaian yang dijemur.
Agus mencontohkan korban tewas bernama Mistin, 21 tahun. Dia tertembak saat berlari karena dikejar aparat. Peluru mengenai punggung Mistin hingga tembus ke dada. "Serpihan pelurunya bersarang di tubuh anaknya, Choirul Anwar, yang sedang digendong," ungkapnya.
Korban yang juga diduga terkena tembakan langsung adalah Dewi Khotijah yang tengah hamil 3 bulan. Peluru mengenai bagian kening Dewi, tepat di bawah alis mata kanan, ketika dia mencoba menutup pintu rumahnya yang berjarak 20 meter dari jalan desa, tempat bentrokan terjadi. "Peluru marinir menembus pintu dan bersarang di kepala korban," kata Agus.
Korban lainnya, Sutam, 45 tahun, adalah warga desa yang pertama meninggal karena tertembak. Sutam, menurut Agus, ditembak marinir ketika duduk di bawah pohon di depan rumah Saupir. "Saat itu ia sedang melinting rokok," kata Agus menirukan kesaksian Saupir.
Adapun korban Rohman, 17 tahun, tertembak pada bagian kening dan menembus tengkuk belakang ketika menolong Erwanto, korban tertembak yang selamat.
Hasil investigasi Tim Pencari Fakta Nahdlatul Ulama juga menyimpulkan korban tewas akibat tembakan langsung. "Tembakan diarahkan langsung ke warga, bukan pantulan," kata Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Pasuruan Ahmad Taufik kemarin.
Menurut Taufik, memang ada fakta bahwa marinir melakukan penembakan ke segala arah. Tapi, kata dia, data di lapangan menyebutkan korban tewas akibat tembakan langsung. "Aparat menembak sambil mengejar warga," ungkapnya.
Dia membantah prajurit marinir dalam posisi terdesak. "Faktanya, keberadaan marinir tidak dalam bahaya. Mereka sedang menjaga aktivitas PT Rajawali, tidak sedang berpatroli," katanya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Seksi Penerangan Pangkalan Marinir Surabaya Mayor Djentayu Suprihandoko mempersilakan lembaga swadaya masyarakat mengambil kesimpulan berbeda dengan temuan Polisi Militer TNI Angkatan Laut tentang arah tembakan dalam insiden di Desa Alas Tlogo, Kecamatan Lekok, Pasuruan.
"Kalau ada yang tidak percaya dengan kesimpulan kami, terserah. Yang jelas, kami tetap mengikuti dan percaya pada apa yang dikatakan komandan kami," ujarnya kemarin.
Sebelumnya, Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal Nono Sampono menyatakan peluru yang ditembakkan anak buahnya tidak langsung mengarah kepada warga. Korban tewas, menurut Nono, lantaran terkena pantulan peluru yang diarahkan ke tanah.
Penembakan itu, kata dia, terpaksa dilakukan karena jiwa anak buahnya terancam oleh serangan massa. Menurut dia, prosedur itu sudah benar karena tembakan peringatan telah dilakukan. "Tembakannya menyentuh benda lain terlebih dulu, baru mengenai korban," ujar Nono.
Alasan Nono dikuatkan hasil operasi yang dilakukan untuk mengeluarkan serpihan peluru di tubuh Choirul Anwar, korban tertembak, di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang. "Peluru yang kami angkat dari tubuh korban berupa serpihan," kata Wakil Direktur Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang Respati Drajad saat bertemu dengan Nono Sampono, Senin lalu.
TITO SIANIPAR BIBIN BINTARIADI

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Polisi: Yusron Mahmudi Bukan Abu Dujana

KORAN TEMPO - Rabu, 13 Juni 2007

Foto keduanya memang sangat mirip.

JAKARTA -- Markas Besar Kepolisian RI memastikan Yusron Mahmudi alias Mahfud, anggota jaringan teroris yang dicokok di Banyumas, Sabtu lalu, bukan Abu Dujana.
Penegasan ini untuk mengklarifikasi pernyataan Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer bahwa Abu Dujana telah ditangkap oleh polisi Indonesia sebagaimana yang dilansir sejumlah media kemarin.
"Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, mengatakan bahwa Menteri Downer tidak menyatakan itu," kata juru bicara Markas Besar Polri, Inspektur Jenderal Sisno Adiwinoto.
Bantahan Downer, kata Sisno, disampaikan langsung oleh Bill Farmer di sela-sela pertemuan dengan Kepala Polri Jenderal Sutanto.
Menurut Sisno, Downer hanya menyebut Australia menyampaikan penghargaan kepada polisi Indonesia atas upaya menangkap teroris. "Menteri Downer tidak menyebut Indonesia telah menangkap siapa," ujar Sisno mengutip penjelasan Bill Farmer.
Yusron dan Abu Dujana, kata Sisno, sama-sama teroris yang sedang dicari polisi. Tapi keduanya orang yang berbeda. "Memang foto mereka sangat mirip."
Abu Dujana merupakan gembong teroris yang terlibat berbagai peledakan bom di Indonesia, seperti Bom Bali I dan Hotel JW Marriott. Adapun Yusron adalah orang dekat Abu Dujana, yang ditangkap Tim Detasemen Khusus 88 di daerah Banyumas.
Tidak jauh dari lokasi penangkapan Yusron disebut-sebut merupakan tempat latihan militer kelompok teroris. Lokasi tersebut berada di sebuah bukit di Desa Melung, Kecamatan Kedungbanteng.
Namun, kepala desa setempat membantah. "Mereka yang datang selama ini para pencinta alam. Saya kira belum ada kelompok yang terindikasi sebagai teroris," kata Budi Satrio, Kepala Desa Melung.
Kepala Kepolisian Sektor Kemranjen Ajun Komisaris Isfa Indarto juga menampik berita di wilayahnya ada tempat latihan teroris. "Kami tidak pernah menemukan adanya kelompok yang disebut sebagai teroris," katanya.
Penangkapan Yusron merupakan rangkaian operasi pengejaran sejumlah teroris di beberapa tempat, seperti Sukoharjo, Sleman, Karanganyar, sampai Surabaya, dalam sepekan terakhir.
Di Karanganyar, polisi menangkap Aris Widodo di Dusun Pingu, Tegalgede. Dari tangan tersangka, polisi menyita sejumlah dokumen penting tentang jihad, 13 buku berisi doktrin jihad, cakram padat, serta seperangkat komputer. Sementara itu, dalam penggerebekan di Sleman, tepatnya di Desa Donoharjo, petugas meringkus Sigit alias Yurnanto, Suhariyanto, dan Adi Saputro.
Ketika pengejaran teroris digelar di Surabaya, petugas berhasil meringkus Arief Syarifuddin, warga Pulo Wonokromo. Pria kelahiran Lamongan itu, menurut sumber Tempo, dekat dengan Amrozi, pelaku peledakan bom Bali.
Namun, kakak ipar Arief, Nasiruddin, tidak percaya kerabatnya terlibat aksi terorisme. "Kami akan menggugat polisi, tapi bagaimana caranya?" tanya Nasiruddin yang ditemui di rumahnya. "Saya yakin polisi salah tangkap."
Front Perlawanan Penculikan mengecam cara polisi dalam menangkap seseorang yang belum pasti terlibat terorisme. "Mereka memang mengatasnamakan aparat, tapi tidak menunjukkan identitas sebagai aparat. Ini berbahaya karena mereka tak ubahnya penculik," kata Kholid Syaifullah, Ketua Presidium Front Perlawanan Penculikan.
FANNY FEBIANA IMRON ROSYID ANAS SYAHIRUL ROKHMAN TAUFIK ARI AJI

Abu Dujana, 37 tahun
Panglima Jamaah Islamiyah didikan Akademi Militer Mujahidin Afganistan
Nama kecil: Ainul Bakri
Lahir di Cianjur, Jawa Barat
Riwayat:
1980: Berganti nama Abu Dujana.
1991: Menjadi guru di Pesantren Lukmanul Hakim Johor, Malaysia.
2002: Diangkat menjadi Sekretaris Pusat Jemaah Islamiyah.
2003: Bertemu dengan Dr Azahari dan Noor Din M. Top.
2003: Lolos dari penyergapan polisi di Jalan Kebon Kembang, Bandung.
Sekarang: Dalam pengejaran aparat di sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Yusron Mahmudi, 36 tahun
Tukang jahit tas di Desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen, Banyumas
Istri: Sri Mardiyati, 34 tahun
Anak:
Yusuf Siddiq A., 8 tahun
Salman Fariz A., 5 tahun
Hilma Shofia, 2 tahun
Mohammad Fadil Abdul Azis, 1 tahun

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Ali Mazi Tak Bisa Langsung Menjabat Gubernur

KORAN TEMPO - Rabu, 13 Juni 2007

"Pemerintah mesti mengkaji dulu sebelum membuat keputusan," katanya.

KENDARI -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tenggara Kadir Ole mengatakan, meski majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus bebas Ali Mazi, tak serta-merta status nonaktifnya sebagai Gubernur Kalimantan Tenggara bisa dicabut. "Jaksa masih mengajukan permohonan kasasi," katanya kemarin, "sehingga status hukum Ali Mazi tetap terdakwa."
Menurut Nur Alam, anggota Dewan dari Partai Amanat Nasional, pemerintah pusat tak akan secepat itu mengaktifkan kembali Ali Mazi selaku gubernur. "Pemerintah mesti mengkaji dulu sebelum membuat keputusan," katanya.
Namun, anggota Dewan dari Partai Golkar, Hermanto, mendesak pemerintah pusat segera mencabut status nonaktif Ali Mazi. "Dengan vonis bebas murni, pemerintah pusat harus mencabut status nonaktif Pak Ali Mazi sebagai gubernur," ujarnya.
Menurut dia, desakan segera mengaktifkan kembali Ali Mazi semata-mata untuk mengefektifkan kembali kerja-kerja pemerintahan. Berlarut-larutnya penetapan pejabat bupati di dua kabupaten yang baru dimekarkan, yakni Buton Utara dan Konawe Utara, kata dia, merupakan dua pekerjaan pemerintah daerah yang harus diselesaikan segera.
Pendapat yang sama disampaikan Ketua DPRD Sulawesi Tenggara Hino Hiohanis. Jika tak segera diselesaikan, katanya, "Tak tertutup kemungkinan akan terjadi konflik antara kelompok masyarakat yang pro dan kontra terhadap sikap anggota Dewan."
Ali Mazi diberhentikan sementara dari jabatan sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Nomor 45/SJ/2006 pada November 2006 berkaitan dengan dugaan korupsi kasus perpanjangan hak guna bangunan Hotel Hilton. Hakim membebaskannya dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin.
Juru bicara Presiden, Andi Mallarangeng, menyatakan belum melihat hasil putusan bebas itu. Karena itu, menurut dia, Presiden belum bisa memutuskan apakah Ali Mazi akan otomatis memangku jabatannya kembali. "Kami tunggu salinan putusannya," kata Andi.
Menurut dia, untuk mengaktifkan kembali jabatan seseorang yang terlibat kasus, biasanya salinan putusan dikirim oleh Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Presiden, kata dia, perlu meminta pertimbangan mereka dulu.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Deny Indrayana, menyatakan pengaktifan Ali Mazi mestinya menunggu kekuatan hukum tetap. "Dia tidak bisa langsung aktif," ujar Deny kepada Tempo kemarin.
Menurut Deny, jika jaksa menyatakan kasasi, pengaktifan Ali Mazi harus menunggu hasil sidang berikutnya. "Kalau hasil sidang di Mahkamah Agung menyatakan bebas, Ali Mazi baru bisa diaktifkan kembali menjadi gubernur," katanya.
DEDY KURNIAWAN MUHAMMAD NUR ROCHMI

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Vonis Bebas untuk Ponco Dipertanyakan

KORAN TEMPO - Rabu, 13 Juni 2007

Ada dua kerugian negara yang nyata.

JAKARTA -- Vonis bebas untuk Pontjo Sutowo dan Ali Mazi dalam sidang dugaan korupsi perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin dipertanyakan. "Tampaknya proses hukum ini terbalik," kata pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Rudy Satrio Mukantardjo, kemarin.
Seharusnya, kata Rudy, sebelum memvonis bebas Pontjo dan Ali, hakim terlebih dulu memutuskan nasib dua terdakwa lain dalam kasus yang sama, yakni mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta Robert Lumempauw dan mantan Kepala Kantor Wilayah BPN Jakarta Pusat Ronny Kusuma Yudhistiro.
Vonis kedua pejabat itu penting untuk memudahkan pembuktian adanya kerugian negara dalam kasus itu karena Robert dan Ronny adalah pejabat negara. "Sedangkan dua orang ini (Ali dan Pontjo ) kan orang yang turut serta," ujar Rudy.
Presiden Direktur PT Indobuildco, pengelola Hotel Hilton, Pontjo Sutowo, dan pengacaranya, Ali Mazi, bebas karena dinilai tak melakukan korupsi. Padahal jaksa mendakwa Pontjo dan Ali melakukan korupsi dalam perpanjangan HGB Hilton yang diberikan pada 1973 dan habis pada 2003.
HGB itu diperpanjang oleh BPN pada 2003, meski Sekretariat Negara sebagai pengelola sah lahan itu belum mengeluarkan izin perpanjangan. Pontjo mengagunkan tanah tersebut untuk mendapat kredit dari Bangkok Bank. Inilah yang membuat Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menduga adanya korupsi oleh aparat BPN dan para terdakwa.
Menurut majelis hakim, jaksa tidak menguraikan dan mengungkap upaya kedua terdakwa mempengaruhi pihak BPN guna mengabulkan perpanjangan HGB tersebut. "Terdakwa Ali Mazi dan Pontjo Sutowo tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum," kata ketua majelis hakim Andriani Nurdin.
Kedua terdakwa menyambut gembira vonis hakim itu. "Alhamdulillah, ternyata hukum masih berdiri tegak di negeri ini," ujar Bonaran Situmeang menirukan kliennya, Ali Mazi.
Pontjo hanya mengucapkan, "Alhamdulillah." Ia menolak berkomentar lebih panjang.
Namun, jaksa penuntut umum Hendrizal akan mengajukan kasasi. Alasan jaksa, majelis hakim belum masuk materi dakwaan, yakni sah-tidaknya perpanjangan HGB Nomor 26 dan 27 tersebut. "Hakim belum mempertimbangkan pokok perkaranya," kata Hendrizal.
Hakim tampaknya juga tidak mempertimbangkan adanya unsur kerugian negara seperti yang pernah disampaikan oleh Yusril Ihza Mahendra di persidangan saat dia masih menjadi Menteri-Sekretaris Negara. "Saya bilang ada dua kerugian negara yang nyata," ujar Yusril.
Kerugian itu, menurut Yusril, adalah tidak adanya kontribusi awal dan tahunan kepada negara setelah HGB diberikan kepada Indobuildco. Kedua, kalau nanti Pontjo gagal melunasi utangnya, tanah yang diagunkan itu akan menjadi milik bank. "Tanah itu bisa disita dan di situ negara rugi Rp 1,9 triliun," kata Yusril.
Indonesia Corruption Watch (ICW) justru mempertanyakan dakwaan yang dibuat jaksa. Menurut Ketua Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho, dakwaan yang dibuat jaksa kurang kuat.
Kedua terdakwa, kata Emerson, semestinya bisa dijerat dengan pasal berlapis, misalnya dengan dakwaan dugaan penyuapan supaya HGB Nomor 26 dan 27 itu bisa diperpanjang.
RINI KUSTIANI FANNY FEBIANA

_____________________________________________________
Ruwetnya Tanah Senayan
Mestinya hak guna bangunan HGB) Indobuildco milik Pontjo Sutowo untuk Hotel Hilton (sekarang The Sultan) berakhir 2003. Tapi, lewat jalan berbelit, HGB bisa diperpanjang 20 tahun lagi. Perpanjangan HGB ini dipermasalahkan. Sidang bagi Pontjo dan Ali Mazi, Gubernur Sulawesi Tenggara yang dinonaktifkan, agar bisa diadili, berakhir dengan kebebasan mereka kemarin. Vonis lainnya bagi dua pejabat kantor pertanahan masih ditunggu.

Dakwaan
Negara dirugikan Rp 1,936 triliun karena HGB di lahan Hotel Hilton (sekarang bernama The Sultan) diperpanjang oleh Indobuildco.

Tersangka
Pontjo Sutowo
Direktur Utama Indobuildco
Vonis bebas
Ali Mazi
Kuasa hukum Indobuildco, Gubernur Sulawesi Tenggara tidak aktif.
Vonis bebas
Robert J. Lumempow
Kepala Kantor Wilayah Pertanahan DKI Jakarta
Belum vonis
Ronny Kusuma Yudistiro
Bekas Kepala Kantor Pertanahan DKI Jakarta
Belum vonis

Keputusan Penuh Tanda Tanya
1Terbalik
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Rudy Satrio Mukantardjo, menyebut proses hukum terbalik. Mestinya, Robert J. Lumempow dan Ronny Kusuma Yudistiro divonis terlebih dulu. Jika keduanya bersalah, Pontjo dan Ali Mazi bisa terkena pasal ikut serta dalam Undang-Undang Antikorupsi.
2. Kerugian Negara
Menurut mantan Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, negara dirugikan dua kali. Pertama, tidak adanya uang sewa kepada negara. Kedua, bila nanti Pontjo gagal melunasi utangnya, tanah Senayan yang diagunkan itu akan menjadi milik bank. Negara bisa rugi Rp 1,9 triliun.

Perjalanan "Menguasai" Tanah
1959-1961Pemerintah membebaskan tanah Senayan untuk kompleks olahraga. Pengelolaan dilakukan Yayasan Bung Karno, Orde Baru mengubah namanya menjadi Yayasan Gelora Senayan.
1971Gubernur Jakarta Ali Sadikin memberi HGB di tanah itu selama 30 tahun kepada PT Indobuildco untuk membuat hotel. Indobuildco membayar US$ 1,5 juta kepada pemerintah, dicicil setiap tahun US$ 50 ribu.
1973Indobuilco membuat sertifikat HGB, berlaku 30 tahun dan kedaluwarsa pada 2003.
1984Pengelolaan kompleks Senayan ditangani Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelora Senayan.
1999
3 JuniAli Mazi mendapat kuasa dari Pontjo Sutowo mengurus perpanjangan HGB yang dimiliki Indobuildco.
14 OktoberMuladi sudah membuat surat rekomendasi, tapi berubah pikiran sehingga hanya diarsip.
8 NovemberAli Mazi, yang dekat dengan Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, menanyakan surat rekomendasi kepada pengganti Muladi, Ali Rahman. Ali Rahman memberi tanggal pada "arsip Muladi" yang dulu tak dikirim dan memberikannya kepada Ali Mazi.
2002Ronny Kusuma Yudistiro, pengganti Achmad Ronny, mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta Robert J. Lumempow agar memberikan perpanjangan HGB kepada Indobuildco selama 20 tahun. Sertifikat HGB pun keluar, meski Sekretariat Negara belum memberi izin.
2006
SeptemberKasus perpanjangan HGB Hilton masuk pengadilan.
2007
12 JuniPengadilan memvonis bebas Pontjo Sutowo dan Ali Mazi. Adapun Robert J. Lumempow dan Ronny Kusuma Yushistiro belum divonis.

NASKAH: NURKHOIRI RINI KUSTIANI SANDY INDRA PRATAMA

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

PN Jakpus Bebaskan Ali Mazi dan Pontjo Sutowo

REPUBLIKA - Rabu, 13 Juni 2007

JAKARTA -- Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis bebas Ali Mazi dan Pontjo Sutowo, terdakwa kasus dugaan korupsi perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton. Keputusan itu langsung disambut antusias para pengunjung yang memenuhi ruang sidang.
''Kedua terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri secara melawan hukum seperti dakwaan primer dan menyalahgunakan kekuasaan seperti dakwaan subsider penuntut umum,'' kata majelis hakim yang diketuai Andriani Nurdin, Selasa (12/6).
Menurut majelis hakim, Ali Mazi yang mendapat kuasa dari Presdir PT Indobuildco, Pontjo Sutowo, telah berupaya menempuh semua prosedur sesuai ketentuan perpanjangan HGB pada 2003. Tidak terealisasinya kerja sama dengan badan pengelola Gelora Senayan (BPGS), menurut hakim, merupakan kegagalan negosiasi, tapi bukan tindakan melawan hukum. Karena proses perpanjangan HGB yang dilakukan Ali Mazi bukan perbuatan melawan hukum, Pontjo selaku pemberi kuasa juga tidak melakukan perbuatan melawan hukum.
Majelis hakim juga berpendapat, keduanya bukan penyelenggara negara. Unsur utama dalam dakwaan subsider adalah penyalahgunaan wewenang yang mensyaratkan penyelenggara negara sebagai pelaku. Karena Ali Mazi ketika memproses perpanjangan HGB Hilton berkapasitas sebagai advokat, dan Pontjo adalah pengusaha, dakwaan inipun dinyatakan tidak terbukti.
Mengenai asas imunitas advokat, majelis hakim berpendapat, asas itu hanya berlaku di saat yang bersangkutan menjalankan tugas sebagai advokat. Itu pun, kalau tugasnya dikerjakan tidak sesuai dengan ketentuan. ''Advokat berkedudukan sama dengan warga negara lain di hadapan hukum.''
Jaksa penuntut umum (JPU), Ali Mukartono, langsung menyatakan banding seusai amar putusan dibacakan. ''Pertimbangan hakim belum menyentuh substansi sah tidaknya perpanjangan HGB itu sendiri,'' kata Mukartono. Pengacara Pontjo, Frans Hendra Winarta, mengatakan, vonis itu sudah sesuai karena memang tak ada prosedur perpanjangan yang dilanggar. Perintah kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta untuk merevisi perpanjangan HGB, kata dia, adalah urusan internal BPN. ''Itu biasa dari pimpinan ke anak buah,'' ujarnya.
Kasus perpanjangan HGB ini diusut dan disidik oleh Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipikor) yang baru saja dibubarkan Presiden. Putusan ini menjadi putusan bebas kedua yang dijatuhkan hakim pada kasus yang diusut Tim Tastipikor atas perintah Presiden. Kasus pertama yang dibebaskan adalah perkara korupsi di Pupuk Kaltim dengan terdakwa Omay K Wiraatmadja. ann/one

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Pemerintah Kenakan PE Ganda Kepada Produsen Migor Bandel

REPUBLIKA - Rabu, 13 Juni 2007

JAKARTA -- Pemerintah akan mengenakan tambahan pungutan ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO) ganda kepada produsen minyak goreng (migor) yang tak merealisasikan komitmen mendukung program stabilisasi harga (PSH). Kebijakan ini akan diterapkan per 1 Juli.
''Misalnya yang lain kena lima plus 1,5 persen, dia barangkali kena lima plus lima plus 1,5 persen,'' kata Menperin, Fahmi Idris, di sela-sela pelaksanaan operasi pasar (OP) migor di Kantor Kec Sawah Besar, Jakpus, Selasa (12/6). Pengenaan sanksi PE ganda ini, ujar Fahmi, merupakan upaya pemerintah untuk berlaku adil. ''Perusahaan yang membantu secara serius menurunkan harga migor harus diberi insentif. Tapi, bagi perusahaan yang belum mau ikut, nanti pemerintah akan memberi sanksi.''
Belum tercapainya harga migor sebesar Rp 6.500-Rp 6.800 per kg, kata Fahmi, akibat banyak produsen CPO yang belum menjalankan komitmen PSH migor. Sampai akhir Mei 2007, produsen baru menyalurkan sekitar 57 ribu ton atau 57 persen dari total komitmen mereka sebesar 100 ribu ton per bulan.
Saat ini, ujar Dirjen Industri Agro dan Kimia (IAK) Deperin, Benny Wahyudi, pemerintah sedang membuat aturan turunan UU Perkebunan yang mencantumkan kewajiban memasok ke dalam negeri domestic market obligation (DMO). Aturan itu bisa berupa Perpres atau PP untuk memperkuat surat keputusan Mentan tentang PSH migor. ''Sehingga, pemerintah punya kekuatan hukum memberi sanksi dan insentif guna mencapai target penurunan harga migor.''
CEO Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART), Franky Oesman Widjaja, menyayangkan pelaku usaha yang hingga kini belum merealisasikan komitmen mendukung PSH. Menurut Franky, realisasi pendistribusian migor untuk PSH Juni masih di bawah 10 persen. Untuk kebutuhan PSH Juni, pemerintah telah mengalokasikan 102.800 ton CPO. Sementara, sisa alokasi PSH Mei yang belum direalisasikan beberapa produsen CPO mencapai 35 ribu ton.
Mentan, Anton Apriyantono, menambahkan, selain menerapkan penambahan PE, kebijakan DMO juga harus diterapkan. ''Sehingga, secara kualitatif kebutuhan migor dalam negeri mencukupi dengan harga yang terjangkau dan stabil,'' kata Anton.
Jika pelaksanaan PSH diserahkan ke mekanisme pasar, dia mengusulkan diterapkan harga eceran tertinggi (HET). Agar produsen tidak rugi, para pelaku usaha bisa menggunakan instrumen PE untuk menyubsidi pabrik migor, sehingga mereka bisa menjual pada tingkat harga yang ditetapkan pemerintah.''Ini salah satu opsi yang masih kita godok. Kira-kira bisa mengikuti mekanisme subsidi pupuk, yakni selisih antara harga produksi dengan HET di tingkat konsumen,'' jelasnya. dia/osa/nin/c52

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Pemerintah Rilis Paket Ekonomi

republika - Rabu, 13 Juni 2007

Lanjutan Paket baru ini diperkirakan baru terasa tahun depan.

JAKARTA -- Pemerintah menambah lagi daftar paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan. Setelah sebelumnya menelurkan paket kebijakan perbaikan iklim investasi, sektor keuangan, dan perbaikan infrastruktur, kini pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM).
Paket yang dirilis oleh Menko Perekonomian, Boediono, ini terdiri atas 141 kebijakan yang melibatkan 19 kementerian atau lembaga. Paket tersebut diharapkan dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi. Boediono menjelaskan, paket kebijakan baru ini terdiri atas paket perbaikan iklim investasi (41 kebijakan), reformasi sektor keuangan (43 kebijakan), percepatan pembangunan infrastruktur (28 kebijakan), dan pemberdayaan UMKM (29 kebijakan). Porsi kebijakan terbanyak berada di Depkeu yang harus mengeluarkan 60 tindakan kebijakan.
Paket baru ini, sebenarnya merupakan kelanjutan paket kebijakan terdahulu yang belum tuntas. ''Ada semacam penonjolan dari beberapa langkah yang dilakukan pemerintah beberapa bulan ke depan,'' jelas Boediono saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (12/6). Di antaranya adalah menurunkan jumlah hari pendirian badan usaha. Pada 2006, Bank Dunia-IFC melaporkan butuh waktu 151 hari untuk mendirikan badan usaha di Indonesia. Sesuai Inpres 3/2006 tentang perbaikan iklim investasi, pemerintah menargetkan waktu 97 hari bagi pendirian badan usaha.
''Saya kira ini sudah tercapai dan pada akhir 2007 targetnya di bawah 30 hari untuk mendirikan badan usaha,'' tambah Boediono. Kebijakan lain yang juga ditunggu adalah penyampaian RUU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ke DPR pada November. Ada pula percepatan proses permohonan restitusi pajak pertambahan nilai yang diharapkan Juli sudah terealisasi.
Sedangkan kebijakan terkait usaha kecil adalah skema kredit investasi UMKM, sertifikasi tanah untuk memperkuat jaminan kredit, pengakuan resi gudang sebagai instrumen pembiayaan, insentif pajak penghasilan, serta penambahan modal Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha. Namun, tak semua kebijakan ekonomi yang strategis masuk paket ini. Kebijakan khusus di luar paket adalah program pembangkit listrik tenaga uap 10 ribu MW, jalan tol, air minum, serta peningkatan produksi beras.
Salah satu faktor yang menghambat pelaksanaan paket ini, ujar Boediono, adalah penerapan di lapangan. Survei yang dilakukan tim monitoring independen menemukan, kebijakan di pusat seringkali tak dikenal di daerah. ''Ada beberapa SK Menteri yang tidak sampai di daerah. Ini akan kita perbaiki,'' katanya. Kepala ekonom BNI, A Toni Prasetiantono, menilai, apa pun paket kebijakan yang diterbitkan pemerintah, implementasi di lapangan perlu jeda waktu sebelum membawa dampak positif. Dia memperkirakan, paket baru itu baru terasa tahun depan.
''Taruhlah dampaknya baru terasa sesudah September, maka pertumbuhan ekonomi 6,3 persen tahun ini mungkin belum tercapai,'' katanya. Toni berharap pemerintah bisa memasarkan deregulasi dan UU Investasi ke pengusaha, termasuk investor asing. evy
Inpres No 6/2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM
Rekapitulasi Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi I Kelembagaan- Memperkuat Kelembagaan Pelayanan Investasi - Sinkronisasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah (Perda). II Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor III Perpajakan
Rekapitulasi Kebijakan Reformasi Sektor KeuanganI Stabilitas Sistem Keuangan - Memperkuat mekanisme koordinasi sektor keuangan - Memperkuat lembaga keuangan - Melaksanakan pendidikan keuangan II Lembaga Keuangan Perbankan - Meningkatkan koordinasi kebijakan perbankan - Memfasilitasi perkembangan perbankan syariah - Pengembangan sumber daya manusia III Lembaga Keuangan Bukan Bank - Memperkuat Kesehatan Industri Asuransi - Memperkuat Kesehatan Industri Dana Pensiun - Mengembangkan pembiayaan ekspor - Meletakkan dasar pengawasan berbasis risiko perusahaan pembiayaan - Mengembangkan industri jasa gadai- Meningkatkan diversifikasi produk dan jasa pembiayaan- Mengembangkan industri modal ventura IV Pasar Modal - Meningkatkan efisiensi dan likuiditas pasar modal- Meningkatkan likuiditas dan stabilitas pasar obligasi (surat utang)- Memperkuat dasar hukum pengawas terhadap tindak pidana pencucian uang di bidang pasar modal- Menyusun kebijakan perpajakan dalam mendorong aktivitas pasar modal V Lain-lain
Rekapitulasi Kebijakan Percepatan Pembangunan InfrastrukturI Penyempuranaan Peraturan Perundang-undangan - Percepatan penyelesaian perundangan-undangan di bidang infrastruktur II Perkuatan Kelembagaan III Peningkatan Manajemen Pembangunan Infrastruktur
Rekapitulasi kebijakan Pemberdayaan UMKM I Peningkatan akses UMKM pada sumber pembiayaan II Pengembangan kewirausahaan dan sumber daya manusia (SDM) III Peningkatan peluang pasar produk UMKM IV Reformasi regulasi

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Berkah dari Tumpukan Sampah

REPUBLIKA - Rabu, 13 Juni 2007

Tak ada yang terlihat istimewa dari rumah bercat putih yang terletak di Desa Parungserab, Kec Soreang, Kab Bandung, itu. Tapi, jika memasuki rumah tersebut, Anda akan mulai tahu apa yang istimewa dari rumah tersebut. Anda pun akan kaget jika mendengar nama rumah itu, yakni sekretariat KPK Paber. Kepanjangan KPK di sini bukanlah Komisi Pemberantasan Korupsi, melainkan Kelompok Pelaksana Kegiatan Parungserab Bersih (Paber).
Di dalam rumah tersebut terlihat tumpukan sampah, yang tidak terlalu tinggi. Beberapa orang terlihat sibuk memilah-milah bagian-bagian sampah. Sampah organik dipisahkan dari sampah-sampah plastik, dan sampah yang berupa kaleng dan barang-barang pecah belah. ''Sebenarnya, mengolah sampah itu mudah. Asal, sampah tidak dibiarkan menumpuk lebih dari satu hari,'' kata Asep Iskandar, ketua KPK Paber. Jika lebih dari satu hari dibiarkan menumpuk, ujar Cecep (panggilan Asep Iskandar), sampah tersebut akan sulit diolah. Hal ini yang kerap menjadi persoalan di berbagai kota besar, termasuk Jakarta dan Bandung,
Sampah memang kerap dianggap sebagai sesuatu yang menjijikkan, bau, dan tak berharga. Masyarakat pun enggan untuk mendekatinya. Persepsi seperti itu tentang sampah, menjadikan masyarakat tak lagi peduli dengan sampah. Masyarakat hanya tahu, sampah harus dibuang. Yang lebih memprihatinkan, kebanyakan warga masih senang membuang sampahnya secara sembarangan.
Tapi, kondisi seperti itu tidak berlaku bagi warga Desa Parungserab. Bagi masyarakat Parungserab, sampah adalah barang yang bisa membawa keuntungan. Mereka pun bisa mengelola sampahnya tanpa harus bergantung pada pemda. Apalagi, pelayanan pemerintah dinilai tidak optimal. Pengangkutan sampah kerap terlambat, sehingga mendatangkan ribuan lalat. Untuk itu, masyarakat Parungserab melakukan pengolahan sampah secara mandiri.
''Kami sudah melakukan itu. Minimal, sampah tidak pernah lagi menjadi persoalan di Desa Parungserab,'' ungkap Cecep. Menurut dia, seluruh sampah rumah tangga yang berada di Desa Parungserab, setiap harinya habis diolah oleh KPK Paber. Selain itu, masyarakat di Parungserab tidak pernah dipungut biaya retribusi sampah oleh KPK Paber.
Menurut Cecep, biaya operasional mengolah sampah tidak diambil dari masyarakat. Biaya-biaya seperti untuk pembelian bahan bakar, gaji pegawai, serta pembelian bahan kimia untuk proses pengolahan sampah, diperoleh dari selisih penjualan hasil pengolahan sampah yang berupa pupuk kompos dan benang plastik.
Untuk mengubah sampah menjadi barang yang ekonomis, kata dia, pertama-tama sampah diangkut dari berbagai tempat sampah milik warga yang berada di Desa Parungserab. Sampah itu kemudian dipilah-pilah. Sampah organik dipisahkan dari sampah anorganik. Sampah anorganik masih bisa dipilah, antara sampah plastik dan sampah yang berasal dari kaleng serta barang pecah belah.
Menurut Cecep, sampah yang berasal dari kaleng dan barang pecah belah dikumpulkan untuk dijual ke tukang rongsokan. Sedangkan sampah plastik, seperti kantong plastik, botol plastik, diolah menjadi benang-benang plastik. Harga jual benang plastik Rp 800 per kg. Sedangkan sampah organik, menurut dia, diolah menjadi pupuk kompos. Untuk mengolahnya, KPK Paber memiliki alat pengolah yang berasal dari bantuan pemerintah pusat.
Hasil olahan sampah organik tersebut, kemudian ditaburi bahan-bahan kimia untuk mempercepat pembusukan. Selanjutnya, sampah yang telah diolah tersebut disaring supaya sampah yang tidak terolah dengan baik bisa terpisah. Cecep mengungkapkan harga pupuk kompos buatannya terbilang murah dibanding pupuk kompos lain yang sudah terkenal. Harga pupuk kompos dari Parungserab hanya dijual Rp 400 per kg. Sedangkan pupuk kompos dari daerah lain, sudah mencapai Rp 700 per kg. Tapi, tanpa putus asa, Cecep mengaku, harga tersebut merupakan harga promosi. Cecep berharap, harga pupuk kompos hasil olahan KPK Paber bisa sesuai dengan harga pupuk kompos di pasaran.
Saat ini, pupuk kompos buatan KPK Paber sudah dipakai di lahan pertanian percontohan di Kec Ciparay, Kab Bandung. Dia tidak bersedia menjelaskan secara rinci pendapatan kelompoknya dari pengolahan sampah secara mandiri itu. Yang jelas, hasil kerja kelompoknya telah membuat warga di desanya tak lagi pusing dengan urusan sampah.
Untuk menaikkan keuntungannya dari mengolah sampah, dia pernah meminta agar sampah yang menumpuk di Pasar Soreang bisa diangkut ke 'kantornya' secara gratis. Dia yakin, tawaran tersebut membuat para pengelola Pasar Soreang tak perlu lagi sibuk berurusan dengan masalah sampah. Namun, keinginan tersebut tak berhasil diwujudkannya. Dia tidak diizinkan mengangkut sampah di kawasan tersebut. Kemungkinan, menurut dia, cukup banyak kalangan yang memanfaatkan sampah di pasar tersebut untuk menarik pungutan. rfa

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Pemerintah Didesak Serius

Rabu, 13 Juni 2007 8:29:00

JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tak bisa terus berdiam diri. Ormas Islam terbesar di Indonesia itu mendesak pemerintah untuk serius menangani puluhan ribu korban semburan lumpur panas Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, yang kini sudah tidak percaya lagi kepada siapa pun.
Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi, menilai, dalam kasus lumpur pemerintah telah menelantarkan rakyatnya sendiri. Akibat lumpur yang menyembur sejak setahun lalu itu, mereka kini semakin frustasi. ''Ini bukan masalah main-main. Akan menjadi bola sangat besar yang ujungnya akan membentur pemerintah dan DPR sekalian,'' ujar Hasyim di Jakarta, Selasa (12/6).
Hasyim mengingatkan bahwa para korban lumpur sudah kekenyangan makan janji dan bertindak impulsif. ''Satu tingkat lagi sudah anarkis. Maka saya minta pemerintah tidak menganggap enteng masalah lumpur ini,'' tegasnya.
Hasyim juga meminta DPR sungguh-sungguh menyelamatkan korban lumpur Lapindo. Ia menyerahkan sepenuhnya cara yang akan ditempuh DPR -- yang tengah menggulirkan langkah interpelasi -- untuk mengingatkan pemerintah agar memperhatikan korban itu.
Tak hanya itu, Hasyim pun mengingatkan DPR untuk tidak main-main menyelesaikan masyarakat yang tidak berdosa itu. Ia tak ingin masalah lumpur ini dijadikan manuver politik dewan yang hanya akan membuat upaya penyelamatan rakyat itu menjadi sia-sia. ''Jangan dijadikan manuver untuk tujuan selain penyelamatan masyarakat yang terlantar,'' katanya mengingatkan.
Pertemuan khususPBNU sendiri sangat serius membantu korban lumpur Lapindo. Sebagai buktinya, kemarin digelar pertemuan khusus untuk membahas masalah itu di kantor PBNU. Sejumlah tokoh hadir, antara lain Ketua NU Sidoarjo Abdi Manaf, anggota DPRD Jawa Timur Imron Rofi'i, anggota DPRD Sidoarjo Abdul Somad Mahfud, Ketua Fraksi PPP di DPR Lukman Syaifuddin, anggota Komisi V DPR Azwar Anas, dan Khofifah Indar Parawangsa.
Mereka umumnya menganggap pemerintah belum serius menangani korban lumpur Lapindo. Pemerintah dianggap gagal meminta Lapindo untuk memenuhi janji-janjinya memberikan gantu rugi kepada masyarakat. Selain itu, diungkap pula praktik makelar yang marak terjadi di lapangan. 'Bisnis bencana' untuk kepentingan makelar itu membuat masyarakat semakin apatis terhadap nasibnya yang semakin tak menentu.
Inisiator interpelasi lumpur Lapindo, Azwar Anas (FKB), menganggap sekarang saat yang tepat untuk mengajukan hak bertanya itu kepada pemerintah. Selama setahun terakhir, pemerintah dinilai gagal menghentikan semburan lumpur dan membawa tersangka penyebab bencana itu ke jalur hukum.
Lapindo pun dibiarkan begitu saja mengingkari janji-janjinya. ''DPR melihat cukup alasan untuk interpelasi,'' tandas Azwar Anas. Dilaporkan pula, korban lumpur Lapindo menilai, jika ganti rugi mengacu pada Perpres No 14/2007, proses pembayarannya terlalu lama. Yaitu, 20 persen sebagai uang muka, dan sisanya (80 persen) dibayar paling lambat dua tahun kemudian.
Warga Perum Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perum TAS) misalnya, memegang pernyataan Wapres Jusuf Kalla agar sisa 80 persen dibayar dalam satu tahun. Bila perlu, khususnya bagi yang bermukim di blok AA, pembayaran 80 persen itu diwujudkan dalam bentuk relokasi perumahan. n djo/tok

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Terbit, Inpres soal Sektor Riil

KOMPAS - Rabu, 13 Juni 2007

Ada Ketidakadilan dalam Hubungan Bisnis Pedagang dan UKM

Jakarta, Kompas - Pemerintah mengumumkan pemberlakuan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Inpres ini untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi tingkat pengangguran serta kemiskinan.
Pengumuman kebijakan pemerintah ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Boediono, didampingi beberapa menteri ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, di Jakarta, Selasa (12/6).
Instruksi presiden (inpres) yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 Juni 2007 itu menugaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan 19 menteri lainnya, 3 kepala lembaga pemerintah nondepartemen (LPND), serta semua gubernur, bupati, dan wali kota untuk melaksanakan Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM.
Ada 141 tindakan
Menurut Boediono, adanya Inpres No 6/2007 akan meningkatkan transparansi rencana kerja pemerintah dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Untuk itu, lanjut Boediono, setiap kebijakan yang ada dalam lampiran inpres itu dirinci dalam bentuk program, tindakan, keluaran, dan sasaran yang terukur dengan jelas, disertai target waktu penyelesaian yang telah dilengkapi dengan menteri/kepala LPND yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikannya.
"Terdapat 141 tindakan dalam paket kebijakan percepatan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Dari jumlah itu, 60 tindakan harus dilakukan Departemen Keuangan," ujar Boediono.
Memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi rata-rata 6 persen pada tiga triwulan terakhir 2007, pemerintah dan DPR menargetkan pertumbuhan 6,3 persen pada tahun ini dan 6,6-6,9 persen pada tahun 2008.
Tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 10,44 persen atau 11,1 juta pada tahun 2006 telah turun menjadi 9,76 persen atau 10,5 juta pada awal 2007, dan pemerintah menargetkannya untuk turun menjadi 8,0-9,0 persen tahun 2008.
Percepatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan penganggur itu pada gilirannya akan dapat mengurangi tingkat penduduk miskin dari 17,75 persen pada tahun 2006 menjadi 15,0-16,8 persen tahun 2008.
Implementasi lebih penting
Boediono menjelaskan, Inpres No 6/2007 merupakan kelanjutan dari Inpres No 3/2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.
Dalam Inpres soal Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM diatur soal perbaikan iklim investasi, reformasi sektor keuangan, percepatan pembangunan infrastruktur, dan pemberdayaan UMKM.
Tiga kebijakan yang pertama di atas merupakan lanjutan dari kebijakan serupa yang telah dilaksanakan sejak tahun lalu, sedangkan pemberdayaan UMKM merupakan perluasan dari beberapa program yang pada tahun 2006 sudah ditampung dalam Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.
Berdasarkan pengalaman pada kebijakan-kebijakan sebelumnya, ujar Boediono, Presiden Yudhoyono menekankan pentingnya implementasi dan efektivitas pemantauan dari kebijakan yang terdapat dalam inpres tersebut.
Untuk itu, kata Boediono, Presiden telah menugaskan dirinya untuk memantau pelaksanaan inpres tersebut dengan lebih efektif. Oleh karena itu, Menko Perekonomian kemudian membentuk Tim Pemantau yang terdiri dari Tim Eksternal dan Tim Pemerintah yang juga akan melakukan evaluasi, dialog, dan survei terhadap implementasi itu.
Penerbitan Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi tahun lalu dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh kegiatan investasi menyusul pelambatan pertumbuhan pada triwulan terakhir 2005 dan awal 2006 sebagai dampak kenaikan harga BBM.
Sementara itu, Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM Suryadharma Ali usai membuka pertemuan internasional Asian Productivity Organization (APO) di Jakarta mengatakan, sejauh ini produk-produk UKM sebenarnya sudah berkualitas ekspor, tetapi UKM tidak mempunyai kemampuan untuk mengekspor.
"Kondisi ini banyak dimanfaatkan trader atau pedagang. Saya melihat adanya ketidakadilan dalam hubungan bisnis pedagang dan UKM," ujar Suryadharma.
Padahal, jumlah UKM Indonesia itu begitu banyak. Berdasarkan data dari Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, tahun 2006 jumlah UKM sebanyak 48,9 juta unit. Itu berarti telah mencapai 99,98 persen dari total unit usaha di Indonesia.
Perlakuan tidak adil
Menurut Suryadharma, perlakuan tidak adil muncul karena barang-barang yang diproduksi UKM biasanya diperoleh dari modal dengkul alias utang.
Setelah barang itu terjual, barulah UKM mendapatkan bayaran. Akibatnya, UKM tidak mempunyai aliran dana untuk melanjutkan produksinya.
Di sisi lain, menurut Suryadharma, harga jual barang di luar negeri yang ditetapkan pedagang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga belinya di tingkat UKM.
Ketimpangan ini harus dibenahi. Karena itulah, posisi tawar UKM Indonesia harus bisa dibenahi melalui APO.
Deputi Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Choirul Djamhari menuturkan, dari hasil penelitiannya, kegiatan ekspor ternyata bukan dilakukan oleh UKM sendiri, melainkan dilakukan oleh pedagang. (GUN/OSA)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Pendidikan: Warga Miskin Khawatir Tidak Bisa Biayai Sekolah

KOMPAS - Rabu, 13 Juni 2007

Jakarta, Kompas - Meski Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah mencanangkan pembebasan seluruh biaya pendidikan untuk tingkat dasar (SD/SMP sederajat), tetapi warga miskin masih mengkhawatirkan biaya masuk sekolah di tahun ajaran baru nanti. Mereka tidak sepenuhnya percaya pendidikan gratis benar-benar terealisasi di lapangan pada semua tingkatan.
Umumnya warga miskin sudah mendengar tentang kebijakan sekolah gratis di tingkat pendidikan dasar itu. Hanya saja, mereka masih dibayangi ketakutan pengenaan biaya gedung, pungutan untuk buku, serta seragam sekolah.
Warga Kemanggisan, Jakarta Barat, Ika Rustika (37), termasuk yang masih khawatir untuk memasukkan anaknya ke SMP dengan kemungkinan adanya berbagai uang pungutan. Janda beranak satu itu tidak mempunyai tabungan sepeser pun. Penghasilannya dari upah memasang payet baju sehari hanya Rp 3.000. Selebihnya mengandalkan bantuan keluarga.
"Anak saya sudah ikut tes, harapannya bisa masuk SMP 16 Palmerah. Ada tetangga yang sudah di sana tahun lalu dan katanya gratis uang gedung dan SPP (sumbangan pembinaan pendidikan), tetapi saya masih khawatir kalau tahun ini ada biaya yang sifatnya mendadak," ujarnya.
Selain Ika, beberapa keluarga miskin juga mengeluhkan hal serupa. Dodo Hidayat, pedagang ikan hias di kawasan pekuburan Menteng Pulo, Jakarta Selatan, misalnya, kini malah khawatir anaknya tidak bisa melanjutkan ke SMP. "Saya sudah tanya ke tiga SMP negeri, kata pihak sekolahnya harus sediain uang gedung Rp 1 juta. Katanya, uang itu bisa dicicil selama anak masih bersekolah di sana. Saya belum tahu nanti dapat uang dari mana," kata Dodo yang mengaku saat ini hanya punya tabungan Rp 250.000.
Pengalaman terhadap dunia pendidikan paling pahit dirasakan oleh Nazar (58). Warga yang sehari-hari tinggal di kompleks pekuburan itu tak punya penghasilan tetap dan hanya sesekali mengojekkan motor orang lain. Menjadi penjaga pekuburan dan pekerja serabutan, penghasilan Nazar sebulan sekitar Rp 250.000. Putrinya, Yuliana, selulus SD setahun lalu pernah sekolah di satu SMP swasta. "Masuk ke swasta juga karena mau ke negeri enggak ada duit," ujarnya.
Setelah iuran Rp 20.000 per bulan tertunggak selama empat bulan, Yuliana kemudian malu dan enggan kembali ke sekolah. "Saya inginnya, Yuliana bisa sekolah lagi, tapi bagaimana kalau tak bisa bayar lagi," ujarnya.
Hampir semua warga miskin itu tahu adanya program sekolah gratis di Jakarta. Namun, di tengah beban hidup yang kian sulit, mereka pesimistis bisa menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah bermutu. "Apalagi gratis," kata Trisna, warga Petamburan, Jakarta Pusat. (ine)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Kehidupan: Ketika Tunanetra "Nonton" Film

KOMPAS - Rabu, 13 Juni 2007

AHMAD ARIF

Layar telah disorot, film pun mulai diputar. Masta Simanjuntak (28) masih menunduk. Di bangku sebelah, Jhony Watimena (58) masih juga mengenakan kacamata hitamnya.
Namun, saat film sampai pada adegan petugas sita hendak menyita beha Lydia Kandou yang memerankan Bu Tajir Saldono dalam film Ketika, keduanya tergelak.
"Ancur...," ucap Masta, sambil tetap menunduk.
Saat, Pak Tajir—yang diperankan Deddy Mizwar—dan keluarganya diusir dari rumah oleh petugas sita karena tak mampu membayar utang pada negara, Masta pun trenyuh. "Kasihan, ya," bisik Masta kepada abang sepupunya, Franky Sitepu (31), yang menemaninya nonton film di Goethe-Institut, Jakarta, Selasa (12/6) sore.
Beberapa orang terkadang lewat di depan Masta dan Jhony, yang duduk di deretan bangku paling depan itu, tetapi mereka sepertinya tak terganggu. Keduanya tetap bisa menyimak jalannya film dengan kepekaan telinga.
Masta—juga Jhony—memang tak butuh mata untuk melihat film itu. Walaupun sungguh- sungguh ingin melihat Deddy Mizwar yang ia kagumi, tapi Masta tak mampu. Sejak umur 17 tahun, glaukoma merenggut penglihatannya. "Sejak itu dunia gelap," kenang Masta.
Kenangan akan Deddy Mizwar muda yang gagah saat menjadi pejuang kemerdekaan dalam film Naga Bonar pun samar-samar masih ia ingat. Waktu kecil, Masta menggemari film-film Deddy Mizwar, termasuk Naga Bonar, yang mengambil setting di Sumatera Utara. "Sekarang, Bang Deddy seperti apa, ya?" ujar Masta.
Kenangannya terputus ketika narator berucap di sela-sela pemutaran film Ketika, "Akhirnya, teman Pak Tajir pun bunuh diri, melompat dari gedung bertingkat." Masta pun tercekat. "Orang yang ditelepon Pak Tajir, bunuh diri, ya. Kasihan orang- orang kaya itu," bisik Masta.
Dalam film Ketika yang asli, yang diproduksi PT Demi Gisela Citra Sinema, barangkali Masta tak akan bisa menangkap adegan bunuh diri itu. Tetapi, kolaborasi antara Kedutaan Besar Swiss, Yayasan Mitra Netra, Voice of Human Rights News Centre, Perkumpulan Seni Indonesia, dan Goethe Institut-Jakarta, telah mewujudkan impian para tunanetra untuk "menonton" film itu dengan lebih baik.
Hingga film berakhir dua jam kemudian, Masta, Jhony, dan puluhan tunanetra lainnya yang diundang untuk "melihat" film itu tak beranjak dari bangku.
Masta menyimak, mendiskusikan, dan sesekali bertanya kepada sepupunya mengenai adegan demi adegan di film. Seusai menonton, dia pun mampu berkisah secara utuh mengenai isi film tentang satire keluarga kaya yang jatuh bangkrut tersebut.
"Ini film pertama yang bisa saya nikmati. Mungkin, masih ada yang terlewat, tapi saya bahagia bisa merasakan pesan yang hendak disampaikan film ini. Andai ada lebih banyak film seperti ini, yang memang dibuat dengan memerhatikan tunanetra," tambah Jhony, yang berprofesi sebagai guru di Sekolah Luar Biasa Lebak Bulus.
Memang, masih terdapat lubang. Tidak semua adegan film, yang telah diberi narasi itu, bisa ditangkap tunanetra. "Ini memang proyek pertama film yang digubah untuk tunanetra. Masih banyak yang harus dibenahi," kata FX Rudy Gunawan, Kepala Editor Voice of Human Rights News Centre.
Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Netra Bambang Basuki memang melihat para tunanetra di Indonesia masih didiskriminasikan dalam berbagai bidang. "Sebagian ada yang melihat kami dengan rasa kasihan. Padahal itu tak perlu kalau kami diberi aksesibilitas," katanya.
Dan, ketika lampu sorot padam sebagai tanda film telah selesai diputar, Masta pun kembali ke kehidupan nyata. "Huh, saya harus menyiapkan lamaran lagi. Saya harus dapat kerja tetap," kata lulusan Sastra Inggris, Universitas Nasional Jakarta, ini.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Mengembangkan Seni Inovasi

KOMPAS - Rabu, 13 Juni 2007

"Dari semua kualitas yang dimiliki wirausahawan, satu yang bisa selalu Anda lihat—dengan bermacam derajat—adalah kemampuan menjadi inovatif."
(Robert Warlow, Small Business Success)

Wirausahawan atau entrepreneur disebut selalu tampil menghadapi problem dan secara aktif mencari solusi untuk menanggulanginya.
Ada kalanya ia memulai satu bisnis dengan menambahkan satu polesan ringan pada satu layanan atau produk untuk membuatnya lebih baik dari sebelumnya.
Robert Warlow dalam situsnya (www.smallbusinesssuccess.biz), antara lain, menyebutkan sejumlah langkah agar orang—tidak harus entrepreneur—bisa bersikap inovatif. Langkah itu adalah orang harus punya sikap ingin tahu. Lainnya adalah "terbuka terhadap ide baru", yang bisa membawa orang pada situasi yang memungkinkannya mendapat stimulasi. Sikap lain yang diusulkan adalah "tidak konvensional", siap menantang hal-hal yang (seolah) tak bisa ditantang. Ringkasnya, menjauhlah dari kerumunan dan jadilah orang aneh.
Sikap keempat yang tak kalah penting adalah "Siaplah selalu" karena ide inovatif bisa datang kapan saja, siang atau malam, dan di mana saja. Tentu saja, masih banyak resep yang ditawarkan untuk menjadi inovatif, seperti "tekun", dan "mau berbagi".
Lalu, seperti apa proses inovasi terjadi? Salah satu contohnya adalah penemuan stiker penanda (misalnya bagian/halaman mana saja pada satu dokumen yang harus ditandatangani, atau catatan "mohon perhatian" tanpa harus mengganggu dokumennya) yang kini dikenal sebagai "Post-It Note". Ide untuk munculnya stiker ini berawal pada tahun 1968, ketika Dr Spence Silver bekerja untuk perusahaan 3M dan mencari adhesif/stiker jenis baru. Yang tersirat di benaknya waktu itu adalah barang yang cukup nempel, tetapi tidak sampai membuatnya melekat kuat ke barang yang ditempeli. Barang itu tidak biasa dan ia juga tidak tahu akan digunakan sebagai apa.
Barulah tahun 1973, setelah ia bercerita tentang ide itu kepada orang lain, ada kemajuan berarti. Rekannya di perusahaan yang sama, Geoff Nicholson mempromosikan penggunaan stiker baru itu untuk dipasang di papan pengumuman. Toh, orang belum banyak yang memerhatikan.
Baru setelah karyawan 3M lain—Art Fry—melihatnya, muncul cahaya terang. Sebagaimana orang lain, ia juga melihat produk itu, tetapi tidak sebagaimana orang lain, ia lalu berjuang untuk membuat lompatan terakhir. Adhesif yang tidak lengket itu pun menemukan jalan penggunaannya. Stiker yang bisa digunakan menandai buku tanpa harus merusak dan menutupi halaman buku secara permanen.
Riwayat Post-It Note cocok dengan prinsip inovasi: rasa ingin tahu, ketekunan, berbagi penemuan, siap menerima keanehan (dalam hal ini: lem yang tidak nempel). Semua ada pada perkembangan produk sederhana, tapi banyak manfaatnya ini.
Inovasi "par excellence"
Sebagian orang menganggap dari segi ketinggian nilainya, inovatif masih kalah dibandingkan dengan kreatif. Dulu sempat muncul analisis tentang mengapa pemenang hadiah Nobel asal Jepang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pemenang asal Amerika. Penjelasannya adalah ilmuwan Amerika lebih kreatif dibandingkan ilmuwan Jepang.
Sebaliknya, bangsa Jepang lebih dikenal sebagai inovator terkemuka. Salah satunya terbukti pada penciptaan pemutar CD (compact disc). Ketika berkunjung ke pabrik Philips di Eindhoven, Belanda, penulis mendengar cerita bahwa mereka menemukan teknik penggunaan laser untuk pemutar CD, tetapi Sony-lah yang pada awal dekade 1980-an itu sukses membuat pemutar CD.
Bila kreatif dikaitkan dengan munculnya sesuatu dari yang semula tidak ada, inovatif dikaitkan dengan aktivitas memasukkan hal baru pada hal yang sudah ada.
Dewasa ini, banyak kalangan yang terpesona oleh inovasi yang diperlihatkan oleh perusahaan Amerika, Apple. Pertama, kekaguman berasal dari fakta bahwa perusahaan ini sesungguhnya mau roboh satu dasawarsa silam, namun kini tidak saja bangkit lagi, tetapi bahkan menjadi perusahaan ikonik. Kalau melihat salah satu produk perusahaan ini yang amat masyhur, yakni iPod, tampak bahwa nama perusahaan tertulis kecil saja, tetapi lambang buah Apple yang tidak utuh, seperti habis digigit, itu sudah amat tersohor.
Reputasi Apple, seperti diulas dalam The Economist (9/6), mungkin saja muncul dari bagaimana salah seorang pendirinya, Steve Jobs, kembali ke perusahaan ini tahun 1997 (setelah berada di luar selama bertahun-tahun) dan membuat langkah hebat untuk menyelamatkan perusahaan. Namun, yang mengundang decak kagum adalah reputasi yang terkait dengan kemampuannya menelurkan produk baru. Dalam jajak pendapat untuk perusahaan paling inovatif di dunia, Apple selalu keluar sebagai urutan teratas. Dimulai dari komputer pertamanya tahun 1977 sampai Macintosh yang dilengkapi mouse tahun 1984, hingga iPod tahun 2001, dan kini iPhone, yang mulai dijual di Amerika bulan ini.
Menurut The Economist, dari Apple ada empat pelajaran penting yang dapat disimak.
Yang pertama, inovasi bisa datang dari dalam maupun dari luar. Pada satu sisi, Apple masih sering dianggap mengikuti tradisi inovasi yang juga dikembangkan oleh Thomas Alva Edison dan Bell Laboratories, di mana para insinyurnya dikonsinyasi untuk menelurkan ide baru dan mendasarkan produk pada hadirnya ilham. Padahal, kenyataannya, keterampilan sejatinya ada pada kemampuan menggabungkan ide sendiri dengan teknologi dari luar, lalu membungkusnya dalam perangkat lunak yang elegan dan desain produk yang cantik (stylish).
Ide iPod, misalnya, aslinya muncul dari konsultan yang disewa untuk menangani proyek alat main musik ini, dan yang akhirnya muncul dengan menggabungkan bahan dari luar dan racikan dari dalam adalah produk yang khas dengan sistem kendali yang amat mudah itu.
Rumus kedua inovasi Apple adalah bahwa pembuatan produk tidak didasarkan pada tuntutan teknologi, tetapi pada kebutuhan pengguna. Lihat iPod. Ia bukan alat main musik digital pertama, tetapi iPod-lah yang menjadikan pemindahan dan pengelolaan musik, juga membelinya secara online, cukup mudah untuk dilakukan oleh hampir semua orang yang menggunakannya. Demikian pula iPhone, ia bukan handphone pertama yang memasukkan pemutar musik, web browser, atau e-mail.
Pelajaran ketiga adalah, perusahaan kadang perlu mengacuhkan apa yang oleh pasar dikatakan dibutuhkan sekarang. Dikisahkan bahwa iPod dulu diolok-olok saat diluncurkan tahun 2001. Akan tetapi, Steve Jobs tetap pada keyakinannya dan terbukti kini amat sukses.
Yang keempat, Apple mengajarkan arif dalam menyikapi kegagalan. Apple pernah mengalami kegagalan, seperti pada produk Lisa (yang lalu jadi Macintosh). Pesan Apple, jangan menstigmasi kegagalan, tetapi bertoleransilah, dan memetik pelajaran darinya.
The Economist akhirnya menyimpulkan, memang semua kearifan di atas—membeli ide pintar, berorientasi pada kemudahan, pada kebutuhan pengguna, dan belajar dari kegagalan—bukan jaminan sukses bila diterapkan. Siapa bisa menjamin sukses iPhone? Namun, setidaknya untuk saat ini, sulit membayangkan sebuah perusahaan besar yang demikian sukses mempraktikkan seni inovasi lebih baik dari Apple.
Itulah wacana tentang inovasi yang diwujudkan secara mengesankan oleh perusahaan yang produknya saat ini demikian lekat pada jutaan orang di seluruh dunia, tua dan muda.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Jaringan Abu Dujana Berkembang Pesat

KOMPAS - Rabu, 13 Juni 2007

Tetangga Kenali Foto Abu Dujana Mirip Yusron

Jakarta, Kompas - Jaringan teroris dari gugus yang dibangun Ainul Bachri alias Abu Dujana (37) ditengarai berkembang cukup pesat, bahkan di luar dugaan polisi sendiri. Hal ini mencerminkan Dujana memang cukup piawai sebagai pemegang kendali di level operasional Kelompok Jemaah Islamiyah.
"Ia justru merupakan pelindung Noordin M Top dan pengatur strategi peledakan sejumlah bom," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sisno Adiwinoto, Selasa (12/7).
Dari sejumlah penangkapan babak kedua, setelah operasi Maret 2007, semakin terbukti sel yang dibangun Dujana berkembang cukup pesat dan mengakar. "Tidak cuma di Jawa, di Poso ia juga berperan," ujar Sisno.
Dujana nyaris diringkus polisi sejak tiga tahun lalu di Sukoharjo, Jawa Tengah. Polisi juga sebenarnya sudah mengendus keberadaan Dujana pada Maret lalu. Dalam persembunyiannya itu Dujana juga bersama keluarganya.
Ihwal penangkapan Yusron di Desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Minggu dini hari lalu, hingga kemarin masih menjadi pembicaraan warga. Ketika kepada mereka ditunjukkan foto repro wajah Abu Dujana yang disebarkan polisi, sejumlah tetangga menyatakan foto itu ada kemiripannya dengan Yusron.
"Seperti ini wajahnya memang. Cuma, Pak Yusron itu pipinya lebih kempot, tidak gemuk seperti ini," kata Nurhayati (30), yang kerap berbelanja di toko kelontong yang dikelola istri Yusron, Sri Mardiyati (35).
Nasiman (58), tetangga sebelah Yusron menyatakan, Yusron hanya mampu berbahasa Jawa satu atau dua patah kata saja. Selebihnya, ia lebih banyak berbahasa Indonesia dengan logat Sunda.
Praktisi hukum Todung Mulya Lubis mengingatkan agar penangkapan terhadap para tersangka teroris harus tetap memerhatikan hak asasi manusia.
Sedangkan Front Perlawanan Penculikan Solo menyatakan akan mengadukan polisi jika tidak segera mengumumkan keberadaan orang-orang yang telah mereka tangkap. Sebab, penangkapan itu sama sekali tidak disertai surat apa pun. (sf/mdn/han/che/eki/ink)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Pontjo dan Ali Mazi Diputus Bebas

KOMPAS - Rabu, 13 Juni 2007

Jakarta, Kompas - Puluhan pengunjung sidang bersorak dan bertepuk tangan waktu majelis hakim yang dipimpin Andriani Nurdin memutuskan terdakwa Pontjo Nugroho Susilo alias Pontjo Sutowo dan Ali Mazi bebas dari dakwaan. Pontjo dan Ali Mazi tak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum saat mengajukan perpanjangan hak guna bangunan atau HGB Hotel Hilton, Jakarta. Majelis hakim juga memulihkan harkat, martabat, dan kedudukan keduanya.
Atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu, Selasa (12/6), jaksa penuntut umum Ali Mukartono menyatakan kasasi. Sebaliknya, Ali Mazi mengaku puas dengan putusan itu. "Alhamdulillah. Saya puas dengan putusan hakim. Allah memang adil," ujarnya.
Dengan putusan itu, Ali Mazi menanti Departemen Dalam Negeri mengaktifkannya lagi sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara.
Ali Mazi dan Pontjo didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam proses perpanjangan HGB Hotel Hilton. Jaksa menuntut keduanya dipidana tujuh tahun penjara. Selain Ali Mazi dan Pontjo, PN Jakpus juga mengadili mantan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat Ronny Kusumo Judistiro dan mantan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta Robert J Lumempauw.
Menurut majelis hakim, dalam mengajukan permohonan perpanjangan HGB Hotel Hilton, kedua terdakwa mengikuti prosedur yang diatur undang-undang dan petunjuk Kepala Kantor Pertanahan. Keduanya juga melakukannya dengan itikad baik.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Salman Maryadi menilai, putusan majelis hakim yang membebaskan Pontjo dan Ali Mazi bukan kegagalan Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam menangani perkara. Jaksa tetap yakin dengan dakwaannya meski hakim beda persepsi. (ana/idr)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...