Wednesday, June 13, 2007

Pemerintah Didesak Serius

Rabu, 13 Juni 2007 8:29:00

JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tak bisa terus berdiam diri. Ormas Islam terbesar di Indonesia itu mendesak pemerintah untuk serius menangani puluhan ribu korban semburan lumpur panas Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, yang kini sudah tidak percaya lagi kepada siapa pun.
Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi, menilai, dalam kasus lumpur pemerintah telah menelantarkan rakyatnya sendiri. Akibat lumpur yang menyembur sejak setahun lalu itu, mereka kini semakin frustasi. ''Ini bukan masalah main-main. Akan menjadi bola sangat besar yang ujungnya akan membentur pemerintah dan DPR sekalian,'' ujar Hasyim di Jakarta, Selasa (12/6).
Hasyim mengingatkan bahwa para korban lumpur sudah kekenyangan makan janji dan bertindak impulsif. ''Satu tingkat lagi sudah anarkis. Maka saya minta pemerintah tidak menganggap enteng masalah lumpur ini,'' tegasnya.
Hasyim juga meminta DPR sungguh-sungguh menyelamatkan korban lumpur Lapindo. Ia menyerahkan sepenuhnya cara yang akan ditempuh DPR -- yang tengah menggulirkan langkah interpelasi -- untuk mengingatkan pemerintah agar memperhatikan korban itu.
Tak hanya itu, Hasyim pun mengingatkan DPR untuk tidak main-main menyelesaikan masyarakat yang tidak berdosa itu. Ia tak ingin masalah lumpur ini dijadikan manuver politik dewan yang hanya akan membuat upaya penyelamatan rakyat itu menjadi sia-sia. ''Jangan dijadikan manuver untuk tujuan selain penyelamatan masyarakat yang terlantar,'' katanya mengingatkan.
Pertemuan khususPBNU sendiri sangat serius membantu korban lumpur Lapindo. Sebagai buktinya, kemarin digelar pertemuan khusus untuk membahas masalah itu di kantor PBNU. Sejumlah tokoh hadir, antara lain Ketua NU Sidoarjo Abdi Manaf, anggota DPRD Jawa Timur Imron Rofi'i, anggota DPRD Sidoarjo Abdul Somad Mahfud, Ketua Fraksi PPP di DPR Lukman Syaifuddin, anggota Komisi V DPR Azwar Anas, dan Khofifah Indar Parawangsa.
Mereka umumnya menganggap pemerintah belum serius menangani korban lumpur Lapindo. Pemerintah dianggap gagal meminta Lapindo untuk memenuhi janji-janjinya memberikan gantu rugi kepada masyarakat. Selain itu, diungkap pula praktik makelar yang marak terjadi di lapangan. 'Bisnis bencana' untuk kepentingan makelar itu membuat masyarakat semakin apatis terhadap nasibnya yang semakin tak menentu.
Inisiator interpelasi lumpur Lapindo, Azwar Anas (FKB), menganggap sekarang saat yang tepat untuk mengajukan hak bertanya itu kepada pemerintah. Selama setahun terakhir, pemerintah dinilai gagal menghentikan semburan lumpur dan membawa tersangka penyebab bencana itu ke jalur hukum.
Lapindo pun dibiarkan begitu saja mengingkari janji-janjinya. ''DPR melihat cukup alasan untuk interpelasi,'' tandas Azwar Anas. Dilaporkan pula, korban lumpur Lapindo menilai, jika ganti rugi mengacu pada Perpres No 14/2007, proses pembayarannya terlalu lama. Yaitu, 20 persen sebagai uang muka, dan sisanya (80 persen) dibayar paling lambat dua tahun kemudian.
Warga Perum Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perum TAS) misalnya, memegang pernyataan Wapres Jusuf Kalla agar sisa 80 persen dibayar dalam satu tahun. Bila perlu, khususnya bagi yang bermukim di blok AA, pembayaran 80 persen itu diwujudkan dalam bentuk relokasi perumahan. n djo/tok

0 comments: