BISNIS - Sabtu, 26/05/2007
NUSA DUA, Bali: Menjelang tenggat ketentuan modal minimum Rp80 miliar akhir tahun ini, tujuh bank telah menyatakan tidak sanggup memperoleh suntikan modal. Bank Indonesia mempersiapkan skenario bank jangkar untuk menghindari pembatasan usaha. Deputi Gubernur Bank Indonesia Siti Fadjrijah pada acara Rapat Pengurus Pleno I Perbanas periode 2006-2009 kemarin menjelaskan?? berdasarkan assessment yang dilakukan terhadap bank terhadap program pemenuhan modal, terdapat 30 bank dengan modal inti di bawah Rp80 miliar. Bank-bank ini dibagi menjadi empat kelompok. Dia menambahkan kelompok pertama terdiri 10-11 bank dinamakan most likely yang berarti pemegang saham pengendali siap menyetor modal. Artinya, pemilik bank tidak ingin menjadi bank yang terbatas dan mampu memenuhi ketentuan modal ini. Kelompok kedua disebut likely, yakni golongan bank yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan modal inti dan besaran modalnya mendekati Rp80 miliar."Kelompok ketiga, unlikely, yaitu bank yang sifatnya abu-abu. Kalau investor tidak jadi masuk, maka pemegang saham pengendali akan setor. Ini ada sembilan bank. Yang terakhir kelompok most unlikely, yang sudah menyatakan tidak sanggup, jumlahnya tujuh bank. Sudah lempar handuk," jelasnya.Namun, pada acara di Nusa Dua itu, Fadjrijah tidak merinci nama bank yang sudah mengaku menyerah kepada Bank Indonesia. Dia hanya menjelaskan untuk kelompok ketiga dan keempat tetap masih diupayakan untuk menambah modal. "Ibarat orang masuk toko, ada yang beli, ada yang sekadar melihat-lihat." Batasi operasiBerdasarkan ketentuan, batas akhir pemenuhan modal minimum bank Rp80 miliar pada akhir tahun ini dan Rp100 miliar pada akhir 2010. Bila gagal, BI akan menetapkan lembaga keuangan bersangkutan sebagai bank dengan operasi terbatas.Berdasarkan catatan Bisnis, sepanjang 2006 yang dianggap sebagai momentum penambahan modal, tak banyak bank yang melakukannya. Bahkan sembilan bank?? mengalami penurunan modal inti. Kesembilan bank itu adalah Bank Swaguna, Bank Alfindo, Bank Peryarikatan Indonesia, Bank Jasa Arta, Bank IFI, Bank Prima Master, Bank Sri Partha, Bank Eksekutif International, dan Bank of America. Untuk lembaga keuangan yang disebut terakhir, dipastikan tidak terikat ketentuan modal minimal Rp80 miliar akhir tahun ini mengingat statusnya sebagai bank asing.Sementara itu, Bank Swaguna, kendati modal intinya amblas 90,04% hingga Rp2,14 miliar, kemungkinan besar selamat. Ini karena bank tersebut dalam proses diakuisisi oleh PT Bank Victoria Tbk. Bank Jasa Arta yang bermodal inti Rp23,40 miliar dalam proses merger dengan Bank Mitraniaga (Rp26,04 miliar) dan Bank Harfa (Rp19,60 miliar). Tanpa ada suntikan modal baru, bank hasil merger ini juga belum aman, karena modal intinya baru mencapai? Rp69,04 miliar.Bank Persyarikatan sebelumnya diberitakan? telah?? memperoleh komitmen tambahan modal Rp100 miliar dari salah satu pemegang sahamnya yakni? PT Bank Bukopin Tbk.Tahun lalu hanya dua bank yang tercatat mengalami kemajuan berarti dengan tambahan modal melampaui Rp80 miliar, yakni Bank Index Selindo dan UIB.? Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur BI Muliaman Hadad menjelaskan bank yang masuk kategori unlikely sebenarnya bukan kartu mati. "Hanya karena modalnya itu jauh berbeda ke Rp80 miliar, terus kita tanyakan dari mana tambahan modal. Tapi ternyata memang berat. Jika begitu, bank-bank ini akan diambil oleh anchor bank atau dimerger di antara mereka." ?Dia menilai dari jumlah bank yang kemungkinan tidak mampu setor dibutuhkan satu, dua bank jangkar. Masalahnya tidak bisa begitu saja bank sentral menunjuk satu bank untuk menjadi anchor.
(yunan.hilmi@bisnis.co.id)
Oleh Yunan Hilmi
Bisnis Indonesia
Saturday, May 26, 2007
Bank Indonesia siapkan skenario bank jangkar; Tujuh bank menyerah
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:25 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
SBY 'ancam' Amien Rais
BISNIS - Sabtu, 26/05/2007
JAKARTA: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 'mengancam' akan memperkarakan capres 2004 Amien Rais ataupun pihak-pihak lain yang memfitnah dan menuduh pasangan SBY-JK menerima dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). "Hingga sejauh ini saya belum bermaksud menuntut secara hukum pada Amien Rais dan pihak-pihak yang menuduh saya menerima dana itu. Kecuali dalam perkembangannya, nyata-nyata Pak Amien Rais menuduh saya di depan umum, apalagi secara eksplisit, menerima dana DKP maupun dari asing. Saya akan pergunakan hak saya memperkarakan secara hukum," tegasnya dalam jumpa pers mendadak di halaman tengah Kompleks Kepresidenan, kemarin.Presiden mengaku sudah mempelajari dan melakukan pengecekan kepada Wapres Jusuf Kalla maupun tim kampanye SBY-JK, termasuk mempelajari nama-nama dalam dokumen yang diserahkan ke KPU dan memastikan tidak ada keterangan yang dapat menguatkan bahwa anggota tim kampanyenya menerima dana DKP tersebut.Kepala Negara? juga mengaku tidak menerima dana asing, yang disebut-sebut dari mantan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Paul Wolfowitz. Presiden mengatakan lebih dari 10 hari terakhir ini bergulir dan berkembang isu dana DKP dan isu dana asing yang diterima oleh capres-capres 2004. Isu itu telah menjadi isu politik, di mana salah satu capres, yaitu Amien Rais, mengembangkan opini mengenai kemungkinan dana tersebut juga diterima oleh capres-capres lain."Dalam perkembangannya dia [Amien] juga menyebut ada seorang capres yang menerima dana asing yang secara eksplisit disebutkan dari Washington, AS. Publik mengetahui bahwa arah opini yang dibangun itu adalah pasangan SBY-JK atau paling tidak tim kampanye kami."Tak akan lariSementara itu, Amien Rais menegaskan dirinya tidak akan bersembunyi dari rencana Presiden SBY menuntutnya secara hukum terkait aliran dana nonbujeter DKP tersebut."Insya Allah saya tidak akan lari dan sembunyi. Tidak mungkin saya berkelit," ujarnya seperti dikutip Antara di Yogyakarta kemarin malam.Amien menambahkan, "Saya akan minta Panwaslu untuk bertemu kembali, sedangkan anggota KPU yang di penjara dihadirkan kembali."Pengamat politik dari UI Arbi Sanit menyesalkan pernyataan Presiden yang dinilainya sangat emosional. Dia menilai respons Kepala Negara terhadap wacana yang berkembang justru menunjukkan Presiden tidak arif. (06)
(gajah.kusumo@bisnis.co.id/erna.girsang@ bisnis.co.id/tri.dp@bisnis.co.id)
Oleh Gajah Kusumo, Erna S.U. Girsang & Tri D. Pamenan
Bisnis Indonesia
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:23 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
Bertahan di Arab jadi 'calo' cium Hajar Azwad
BISNIS - Sabtu, 26/05/2007
Cukup banyak warga Indonesia yang menetap di Arab Saudi. Berdasar catatan Departemen Agama, setidaknya terdapat 650.000 warga kita yang ada di negara itu. Ada yang belajar secara formal di universitas, ada yang belajar informal (belajar di semacam pondok pesantren), pekerja formal, serta pendatang ilegal. Saat meliput umroh atas undangan Bank Muamalat yang memberangkatkan 365 nasabah tabungan Shar-E yang beruntung mendapat hadiah ibadah ke Mekkah dan Madinah tersebut pekan lalu, kami ba-nyak bertemu mereka di berbagai tempat. Bahkan kasir di swalayan besar Arab Saudi, Bin Dawood, pun banyak yang dari Indonesia.Kebanyakan orang Indonesia itu berasal dari Madura, Padang, Banjarmasin, Sunda, Lombok, Jawa tengah, Jawa Timur dan beberapa daerah bermayoritas Islam.Menurut salah satu pelajar Indonesia di Arab Saudi, Aziz, yang pernah menjadi ketua Forum Silaturohim Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (FSPMI) di Arab Saudi, untuk belajar di negara itu cukup mudah dan murah karena hampir semua kebutuhan ditanggung pemerintah. Bahkan, apabila tidak mendapatkan beasiswa, pelajar hanya dimintai biaya sekitar 800 riyal (sekitar Rp2 juta) sudah termasuk biaya pendidikan, makan, rumah tinggal (rubat atau penginapan), dan kebutuhan air dan listrik.Belum lagi kadang-kadang guru mereka (yang belajar di pondok pesantren) akan memberikan uang kepada santrinya, paling tidak sebulan sekali."Bahkan kami sering diundang orang kaya Arab untuk mendoakan keluarganya yang meninggal dan pulangnya kami mendapat uang, antara 50 sampai 200 riyal," katanya.Jadi guideNamun, karena kebutuhan pelajar juga cukup banyak, misalkan untuk bayar pulsa handphone, mereka pun turut bekerja sesuai keahliannya. Paling banyak, lanjutnya adalah menjadi pembimbing wisata umroh, khususnya bagi jemaah dari Indonesia.Dia mengaku setiap menjadi guide umroh, dia mendapat bayaran 600 riyal (Rp1,5 juta), belum ditambah sumbangan (tip) dari jemaah di akhir tugas mereka. Kegiatan guide ini mereka lakukan pada saat sekolahnya libur. Perlu diketahui, libur di Arab cukup banyak. Setiap minggu mereka libur dua hari, yaitu Kamis dan Jumat. Musim panas libur tiga bulan, dan Bulan Ramadan libur satu bulan.Uniknya, kita juga akan menemui sejumlah warga Indonesia yang menawarkan diri membantu untuk mencium Hajar Azwad. Gampang mengenali mereka, karena mereka-biasanya dua orang-akan menyapa kita terlebih dahulu ketika melakukan thowaf (berjalan mengelilingi Kabah).Memang tidak mudah untuk mencium Hajar Azwad. Selain sulitnya tertib antre (banyak jamaah yang datang dari depan bahkan dari berlawanan arah yang ikut berebut melakukan hal itu), menciumnya juga harus memasukkan kepala kita ke tempat di mana Hajar Azwad berada.Kalau melihat perawakan para 'calo' itu, kita pasti ragu akan kemampuannya karena badannya kecil-kecil. Namun ketika kami mencoba jasanya, mereka cukup gesit menembus kerumunan pengantre. Satu orang di depan yang mencarikan jalan dan satu orang lagi di belakang kita untuk melindungi agar tidak diterobos. Hanya dalam hitungan satu dua menit, kita sudah bisa berada di depan Hajar Azwad dan kepala kita langsung mereka dorong masuk.Namun, apakah untuk mencium Hajar Azwad itu benar-benar sulit? Berikut beberapa cara untuk mempermudah niat itu. Pertama yakin mampu mencium Hajar Azwad, kedua sabar walau antreannya sering dipotong orang lain dan ketiga memberi salam atau melambai kepada penjaga Kabah. Biasanya wajah melayu seperti kita akan diberi kemudahan para askar atau penjaga karena dianggap gampang diatur. (rachmat.purboyo @bisnis.co.id)Oleh M. Rochmad PurboyoWartawan Bisnis Indonesia
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:21 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Bisnis
Pengendara Motor Tewas Tertimpa Pohon Dekat Istana
KORAN TEMPO - Sabtu, 26 Mei 2007
Hoe Joeng Sen alias Aceng, 51 tahun, meninggal di tempat setelah tertimpa cabang pohon seukuran pinggang orang dewasa.
JAKARTA -- Seorang pengendara sepeda motor tewas tertimpa dahan pohon di dekat Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin. Hoe Joeng Sen alias Aceng, 51 tahun, meninggal di tempat setelah tertimpa cabang pohon seukuran pinggang orang dewasa.
Gunawan Widoyoko, Kepala Suku Dinas Pertamanan Jakarta Pusat, mengatakan petugas masih menyelidiki penyebab patahnya dahan pohon itu. Adapun keluarga korban tewas tertimpa pohon bakal mendapat santunan Rp 10 juta. "(Santunan) itu dari asuransi," kata Gunawan.
Sejumlah saksi mata menuturkan dahan pohon berumur 50 tahun lebih itu mendadak patah sekitar pukul 8.45. "Tak ada angin kencang, cabang pohon jatuh tiba-tiba," kata Budi, petugas kebersihan di kompleks Sekretariat Negara.
Tanpa ampun, dahan pohon itu menimpa Aceng, warga Jalan Dwiwarna, Kelurahan Kartini, Jakarta Pusat, yang melintas di Jalan Veteran. Saat itu Aceng tengah memboncengkan keponakannya, Mariana, 29 tahun.
Meski memakai helm, kepala Aceng remuk. Jenazahnya sempat dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebelum disemayamkan di rumah duka Rumah Sakit Husada. Adapun Mariana, yang menderita patah bahu, dirawat di Rumah Sakit Pluit, Jakarta Utara.
Pohon trembesi yang tumbang itu termasuk salah satu pohon raksasa di dalam kompleks Sekretariat Negara. Lingkar pangkal pohonnya seukuran rentang tangan lima orang dewasa.
Sebagian cabang pohon menjorok ke Jalan Veteran. Cabang pohon yang patah tampak mengering. Ranting pohon pun mulai meranggas, dengan sedikit daun di bagian ujungnya. "Pohon ini milik Dinas Pertamanan Jakarta," kata Budi.
Di Jakarta, kecelakaan akibat pohon tumbang terus berulang. Pada 3 Maret lalu, misalnya, Ema Yunita, 25 tahun, tewas tertimpa pohon di Jalan Ahmad Yani, Jakarta Pusat. Sebulan kemudian, 8 Mei, mobil Suzuki Escudo tertimpa pohon di Jalan Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat. Penumpangnya selamat, tapi mobil itu ringsek.
Awal tahun ini, Dinas Pertamanan menyatakan ratusan pohon di Ibu Kota tergolong rawan tumbang. Jenis pohon yang rawan roboh antara lain mahoni, glodokan, angsana, kenari, flamboyan, dadap merah, dan tanjung.
Sebagian di antara pohon itu menjadi renta karena termakan usia--di atas 25 tahun. Ada juga pohon yang lemah karena akarnya terpangkas saat pelebaran jalan atau penggalian tanah untuk bangunan.
Di Jakarta Timur, misalnya, sekitar 350 pohon uzur menyebar di Jalan Otto Iskandar Dinata, Matraman Raya, Bekasi Timur, Pemuda, dan Balai Pustaka. Adapun di Jakarta Selatan, 206 pohon keropos menyebar di Jalan Sisingamangaraja, Pangeran Antasari, Wijaya I, Gunawarman, dan Hangtuah Raya.
Selama ini Dinas Pertamanan selama ini melakukan tebang pilih atas pohon-pohon uzur itu. Alasannya, demi menjaga jalur hijau kota agar tak terus berkurang. Penebangan hanya berlaku atas pohon yang tingkat keroposnya sudah parah. Sedangkan pohon yang lebih bugar biasanya hanya dipangkas dahannya atau ditambal batangnya.
MUSTAFA SILALAHI
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:15 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Tayangan Mistik dan Pornografi Tetap Dibatasi
KORAN TEMPO - Sabtu, 26 Mei 2007
Melalui keputusan itu KPI dianggap tidak menampung aspirasi industri penyiaran karena melakukan pembatasan-pembatasan isi siaran.
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tetap membatasi jam tayang untuk tayangan mistik dan pornografi. Pembatasan tersebut diatur dalam Peraturan KPI Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.
Menurut anggota KPI, Mochamad Riyanto, pengabulan judicial review pada 14 November 2006 terhadap Surat Keputusan KPI Nomor 009/SK/KPI/8/2004 oleh Mahkamah Agung tidak mempengaruhi substansi pedoman perilaku siaran yang tertuang dalam peraturan KPI. "Materi dalam surat keputusan telah dialihkan ke peraturan KPI. Jadi pembatasan-pembatasan itu masih berlaku," ujarnya kemarin.
Sebelumnya, pada 27 Januari 2005, pelaku industri penyiaran mengajukan judicial review terhadap Surat Keputusan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran. Kalangan industri penyiaran menganggap surat keputusan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Melalui keputusan itu KPI dianggap tidak menampung aspirasi industri penyiaran karena melakukan pembatasan-pembatasan isi siaran.
Riyanto mengakui surat keputusan tentang pedoman perilaku siaran yang dikeluarkan pada 2004 menyalahi ketentuan hukum tata negara. Surat keputusan seharusnya tidak mengikat dan mengatur ranah publik, tapi hanya mengikat di lingkungan internal organisasi.
Namun, pada Mei 2006 KPI telah memperbaiki kesalahan itu dengan menerbitkan Peraturan KPI Nomor 2 Tahun 2006. Surat Keputusan Nomor 009/SK/KPI/8/2004 dinyatakan sudah tidak berlaku lagi. "Peraturan itu keluar sebelum Mahkamah Agung mengeluarkan putusan," katanya pada 14 November 2006.
Dia menjelaskan materi dalam peraturan itu sama dengan keputusan yang dibuat KPI tiga tahun lalu. "Yang berbeda hanya bentuknya, dulu surat keputusan dan sekarang peraturan," kata Riyanto.
Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia Alex Kumara menyatakan Asosiasi mengajukan hak uji materi karena banyak pasal yang susah diimplementasikan. "Kalau itu berlaku, stasiun televisi akan sulit mengembangkan program dan iklan," ujarnya.
Sementara itu, Mahkamah Agung telah menolak permohonan uji materi dua peraturan pemerintah (PP) yang diajukan KPI. "Kedua permohonan itu ditolak karena tidak bertentangan dengan Undang-Undang Penyiaran," kata juru bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko, kemarin. Keputusan diambil pada 19 April 2007.
KPI mengajukan uji materi terhadap PP Nomor 49 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Asing dan PP Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.
EKO NOPIANSYAH DIAN YULIASTUTI TITO SIANIPAR
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:14 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Pusat Pelaporan Diajak Ungkap Dana Tommy
KORAN TEMPO - Sabtu, 26 Mei 2007
Salah satunya laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dari Pusat Pelaporan.
JAKARTA -- Kepolisian mengajak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan bekerja sama dengan Kejaksaan Agung mengungkap dugaan pencucian uang Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Penyelidikan dugaan money laundering itu terkait dengan asal-usul duit Tommy yang tersimpan di Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas cabang Guernsey. "Kami perlu kerja sama karena perkara ini tidak menyangkut satu masalah," kata Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutanto kemarin.
Sutanto menegaskan polisi sudah mengumpulkan berbagai informasi tentang aliran dana milik anak mantan presiden Soeharto itu. Salah satunya laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dari Pusat Pelaporan.
Dana Tommy yang berada di BNP Paribas senilai 36 juta euro atau sekitar Rp 421 miliar. Uang ini tak dapat dicairkan karena dibekukan sementara oleh pengadilan Guernsey sehubungan dengan gugatan intervensi pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Agung.
Jaksa Agung Hendarman Supandji mengaku optimistis dengan pengajuan gugatan perdata itu setelah ada keputusan pengadilan Guernsey, Rabu lalu, untuk memperpanjang masa pembekuan dana Tommy selama enam bulan.
Perkara yang akan diajukan dalam gugatan perdata, menurut Hendarman, meliputi PT Timor Putra Nasional serta Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC).
Sebenarnya, kata dia, kasus lainnya seperti kontrak PT Pertamina dengan PT Petra Oil bisa diajukan. Tapi dia minta waktu seminggu lagi. "Kami berkonsentrasi pada dua kasus tadi," ujarnya.
Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Muhamad Salim menambahkan, kejaksaan memiliki alat bukti kuat bahwa dana Tommy yang disimpan di BNP Paribas terkait dengan korupsi. Kasus tata niaga cengkeh yang dimainkan Tommy melalui BPPC, menurut dia, sangat kuat sebagai alat bukti.
Kejaksaan, menurut Salim, sudah memeriksa sejumlah orang yang pernah bersentuhan dengan BPPC, terutama mereka yang pernah bertransaksi. "Pada Senin hingga Kamis mendatang, tujuh orang akan kami periksa," katanya kemarin.
Dugaan korupsi di BPPC bermula dari penyalahgunaan dana kredit likuiditas Bank Indonesia sebesar Rp 175 miliar. Pada 2001 kejaksaan pernah menyelidiki kasus ini atas laporan Indonesia Corruption Watch, tapi pengungkapan dihentikan karena belum ada tersangkanya.
DESY PAKPAHAN RINI KUSTIANI
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:12 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Rokhmin Dianggap Layak Mendapat Keringanan
KORAN TEMPO - Sabtu, 26 Mei 2007
"Serahkan beserta bukti-bukti yang ada dan penyidik bisa berpijak pada pernyataan Rokhmin."
JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Rudy Satryo Mukantardjo, menganggap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri layak memperoleh keringanan hukuman dalam kasus dugaan korupsi dana nonbujeter yang membelitnya.
Rudy menilai dalam perkara ini Rokhmin berjasa mengungkapkan kasus yang lebih besar, berkaitan dengan anggaran negara. "Bahkan bisa jadi Rokhmin masuk klasifikasi pihak yang perlu dilindungi secara hukum," kata Rudy kepada Tempo kemarin.
Ia mengatakan pernyataan Rokhmin mengenai para penerima dana nonbujeter itu harus diserahkan kepada penyidik kepolisian untuk ditindaklanjuti dengan proses hukum berikutnya. "Serahkan beserta bukti-bukti yang ada dan penyidik bisa berpijak pada pernyataan Rokhmin."
Tentang pernyataan beberapa pihak yang telah mengakui secara terbuka sebagai penerima duit dari Rokhmin, Rudy menganggap posisi mereka dalam proses hukum akan diperlakukan sama dengan para penerima dana yang saat ini belum mengaku atau membantahnya. "Mengaku sekarang atau nanti akan sama saja kalau dalam penyidikan terbukti," katanya.
Mereka yang sejauh ini telah mengaku antara lain adalah mantan calon presiden Amien Rais, mantan calon wakil presiden Salahuddin Wahid, politikus Partai Golkar Slamet Effendi Yusuf, politikus Partai Keadilan Sejahtera Fachri Hamzah, dan Munawar Fuad Nuh yang mengaku sebagai mantan anggota staf khusus Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam jumpa pers kemarin di gedung MPR/DPR, Fachri Hamzah kembali mengakui telah menerima sumbangan dari Rokhmin Dahuri pada 2003. Namun, Fachri menegaskan saat itu ia belum menjadi anggota Dewan. Sumbangan itu ia terima dalam kapasitas pribadi dan tidak ada kaitannya dengan partai ataupun organisasi.
Dengan alasan itu, Fachri menyatakan akan menolak hadir jika nanti dipanggil untuk dimintai keterangan oleh Badan Kehormatan DPR dalam kasus ini.
"Saya tidak akan datang," katanya. "Mestinya Badan Kehormatan mengusut juga maraknya penerimaan amplop dalam rapat-rapat panitia khusus pada berbagai pembahasan undang-undang bersama pemerintah." KURNIASIH BUDI AQIDA SWAMURTI
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:09 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Kasus Dana DKP Tak Membatalkan Hasil Pemilu
Sabtu, 26 Mei 2007
Tak ada tanda terima. Tak ada bukti.
YOGYAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Denny Indrayana, mengatakan kasus aliran dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan tidak akan berdampak pada pembatalan hasil pemilihan presiden 2004. Sebab, menurut Denny, hasil pemilihan langsung itu sudah sah secara yuridis.
Ia menjelaskan, begitu Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil penghitungan suara, lembaga itu memberi tenggang waktu tiga hari untuk memberi kesempatan adanya pengajuan keberatan. Jika dalam tenggang waktu itu muncul protes resmi atau keberatan, keputusannya kemudian ada di tangan Mahkamah Konstitusi.
Waktu itu, katanya, gugatan yang mempersoalkan hasil pemilu melalui Mahkamah Konstitusi tidak pernah diajukan. Karena itu, setelah tenggang waktu berlalu, tidak ada lagi forum hukum untuk menggugat hasil pemilihan presiden 2004. "Yang dapat dipersoalkan bukan keabsahan secara yuridis, melainkan berkurangnya legitimasi secara politis dan sosiologis," ujar Denny.
Pendapat Denny itu berkaitan dengan kesaksian mantan Kepala Biro Umum dan Tata Usaha Direktorat Jenderal Kelautan Pulau-pulau Kecil dan Pesisir Didi Sadili dalam persidangan kasus dana nonbujeter Departemen Kelautan, Selasa lalu.
Didi mengaku pernah tiga kali mengeluarkan uang Rp 450 juta untuk tim sukses pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Dalam persidangan itu juga terungkap dana yang dikumpulkan Rokhmin itu mengalir ke beberapa kantong para calon presiden, wakil presiden, atau tim suksesnya.
Menurut Denny, jika dalam proses penyidikan nanti pasangan Yudhoyono-Kalla terbukti menerima dana dari Rokhmin, terbuka kesempatan memakzulkan pasangan pemenang pemilihan presiden itu. Namun, ia menduga tidak akan ada impeachment. Minimal, kecil kemungkinannya.
"Masing-masing pasangan calon sudah sama-sama tahu," katanya. "Saya khawatir ujungnya ke situ, sehingga tak akan ada penyelesaian secara hukum."
Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan pembuktian adanya aliran dana nonbujeter Departemen Kelautan yang digunakan sebagai dana kampanye sejumlah calon presiden pada Pemilu 2004 itu memang akan sangat sulit. "Tidak ada tanda terima, tidak ada bukti," kata Hendarman seusai salat Jumat di kantornya kemarin.
Jaksa Agung menjelaskan aliran dana ke tim sukses calon presiden masuk dalam ranah delik pemilu, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Dalam undang-undang itu disebutkan, kewenangan pengawasan tentang aliran dana ada pada Panitia Pengawas Pemilihan Umum.
Bila Panitia Pengawas mencurigai adanya penyimpangan, mereka diberi waktu tujuh hari untuk menelusuri sumber dana tersebut. Jika tak berhasil, Panitia dapat memanggil pihak-pihak yang berkaitan dengan aliran dana tersebut. "Sekarang Panitia Pengawas sudah tidak ada. Bisa tidak ditindaklanjuti?" Hendarman balik bertanya. HERU CN RINI KUSTIANI
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:08 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Yudhoyono Tuding Amien Memfitnah
KORAN TEMPO - Sabtu, 26 Mei 2007
"Pokoknya maju terus, pantang mundur."
JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan opini yang dibangun Amien Rais bahwa calon presiden dalam Pemilu 2004 telah menerima dana nonbujeter dari Departemen Kelautan dan Perikanan benar-benar menyesatkan dan tidak sehat.
Yudhoyono juga berkesimpulan, sinyalemen Amien mengenai adanya calon presiden yang menerima dana dari Washington ditujukan kepada dirinya. "Tuduhan ini sungguh keterlaluan, fitnah yang kejam, auzubillah minzalik," ujarnya dalam konferensi pers di halaman tengah Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin. Presiden didampingi Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi.
Yudhoyono terlihat sangat berfokus merespons berbagai opini Amien Rais mengenai dana kampanye ini. Dia terhitung 13 kali mengucapkan nama mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut.
Presiden menegaskan dia bersama Jusuf Kalla tidak pernah menerima dana nonbujeter Departemen Kelautan. Menurut dia, Imam Addaruqutni (mantan politikus Partai Amanat Nasional) dan Munawar Fuad Nuh (mantan anggota staf khusus SBY) bukan anggota tim kampanyenya.
Nama Imam dan Munawar Fuad muncul dalam sidang kasus korupsi penggunaan dana Departemen Kelautan dengan tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri. Yudhoyono menambahkan, bahkan Blora Center, yang juga disebut-sebut menerima dana dari Rokhmin, juga bukan tim kampanyenya.
Dalam persidangan itu juga terungkap bahwa sejumlah calon presiden lain, termasuk Amien, ikut menerima dana Departemen Kelautan. Amien mengakuinya, tapi dia juga mengatakan banyak calon presiden lain menerima dana kampanye melebihi ketentuan.
Dan tanpa menyebut nama tertentu, Amien mensinyalir ada pasangan calon presiden-wakil presiden yang menerima dana dari Washington, Amerika Serikat. Amien yakin karena ada dokumen mengenai hal itu di Komisi Pemilihan umum. Amien juga mengaku pernah ditawari dana dari mantan duta besar Paul Wolfowitz, tapi ditolaknya.
Soal aliran dana dari luar negeri itu Presiden mengatakan isu sejenis pernah dimunculkan sebagai kampanye hitam saat pemilu presiden. Yudhoyono menegaskan tidak pernah ditawari atau menerima dana dari Paul Wolfowitz.
Ketika didesak wartawan apakah akan mengajukan tuntutan hukum terhadap Amien, Yudhoyono menyatakan belum akan mengambil langkah itu. "Tapi apabila nyata-nyata Pak Amien Rais menuduh, saya akan mempergunakan hak saya memperkarakan secara hukum," ujarnya.
Amien, yang ditemui wartawan di rumahnya di Sleman saat baru datang dari luar kota, mengatakan akan mempelajari dulu pernyataan Presiden. "Insya Allah, gayung bersambut. Tidak mungkin saya berkelit lari, apalagi sembunyi. Itu bukan watak saya," kata Amien. Ia justru meminta KPU membongkar dana kampanye para calon presiden. "Saya yakin sekali, kalau nanti dibuka, (akan) cukup menggemparkan."
Ketika dimintai komentarnya soal tuduhan fitnah dari SBY, Amien hanya mengatakan, "Pokoknya maju terus, pantang mundur."
SUTARTO syaiful amin
SBY: "Opini yang dibangun Amien Rais benar-benar menyesatkan dan tidak sehat. Tuduhan ini sungguh keterlaluan, fitnah yang kejam, auzubillah minzalik".
AMIEN:" Saya yakin sekali, kalau nanti dibuka, cukup menggemparkan. Pokoknya maju terus pantang mundur."
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:06 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Presiden Merasa Difitnah
REPUBLIKA - Sabtu, 26 Mei 2007
Amien mengajak masyarakat membongkar semua kasus.
JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membantah tuduhan bahwa dia dan tim sukses SBY-JK menerima dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) maupun dana asing saat kampanye pilpres 2004. SBY tak segan mengambil jalur hukum bila isu yang digulirkan itu tanpa disertai bukti kuat.
''Saya dan saudara Jusuf Kalla jelas, sekali lagi jelas, tidak pernah menerima dana DKP itu. Opini yang dibangun benar-benar menyesatkan dan tidak sehat,'' kata SBY dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Jumat (25/5). Beberapa pihak yang dituduh menerima aliran dana itu pun, kata SBY, menolak dikaitkan dengan tim kampanye SBY-JK. Dia lantas menyebut nama Munawar Fuad, Imam Addaruqutni, dan Blora Center. ''Sejauh ini tidak ada keterangan yang menguatkan bahwa ada keterlibatan tim SBY-JK menerima dana,'' tegasnya.
Menurut SBY, masyarakat perlu mencermati inti permasalahan yang sebenarnya terkait 'bola panas' bergulirnya dana DKP. Capres yang diusung PAN dalam pilpres 2004, Amien Rais, mengaku menerima dana DKP dari Rokhmin Dahuri, menteri kelautan saat itu. Kemudian, jelas SBY, Amien mengembangkan opini kemungkinan capres lain menerima dana tersebut. Bahkan, ada seorang capres yang menerima dana asing dari Washington, AS. ''Publik mengetahui arah opini yang dibangun itu adalah pasangan SBY-JK atau paling tidak tim kampanye SBY-JK,'' lanjut Presiden.
SBY semula enggan menanggapi isu yang bergulir 10 hari terakhir itu. Namun, dia merasa perlu menjelaskan secara tegas dan gamblang karena isu atau fitnah itu menyangkut kehormatan dan nama baiknya yang dilindungi hukum. Soal tuduhan secara tak langsung Amien Rais bahwa pasangan SBY-JK menerima dana dari Washington, dia menyebutnya sebagai keterlaluan. ''Tuduhan ini fitnah yang kejam. Naudzubillah. Tidak ada satu dolar pun yang diterima pasangan SBY-JK dari Washington.''
Mengomentari pernyataan SBY itu, Amien Rais tetap pada pendiriannya. ''Nanti kita akan buka semuanya. Yang pasti, terus maju pantang mundur,'' katanya di Yogyakarta. Bahkan, Amien mengajak masyarakat dan elemen di pemerintahan membuka aliran dana yang tak jelas. ''Kalau kita mau jujur, dana capres di KPU yang banyak misterinya itu dibongkar. Jadi, bukan hanya di DKP.''
Sebenarnya, kata mantan ketua MPR ini, dia mengajukan dua pilihan terkait dana DKP. Menganggap kasus ini selesai asalkan semua jujur, atau membongkar semuanya. ''Tapi, tampaknya sudah kepalang basah, sehingga lebih baik dibongkar semua,'' jelas Amien. Untuk mengungkapnya, dia meminta panwaslu dan KPU dikumpulkan kembali.
Kejakgung, Hendarman Supandji, mengaku ragu dapat mengungkap aliran dana capres pada pilpres 2004. Alasannya, kasus DKP sudah sangat lama dan kejaksaan tak memiliki cukup bukti. ''Selama ini, dokumen-dokumen DKP hanya dari media massa,'' kata Hendarman. djo/yli/dri
Posted by RaharjoSugengUtomo at 10:02 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
'Silakan Dibuktikan'
Sabtu, 26 Mei 2007
Mengenakan batik lengan panjang warna hijau kombinasi cokelat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Mensesneg, Hatta Rajasa, dan Seskab, Sudi Silalahi, Jumat pagi (25/5), menggelar jumpa pers terkait isu aliran dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) kepada tim capres SBY-JK. Berikut tanya jawab Presiden dengan wartawan seputar hal tersebut.
Apakah Bapak akan menggunakan peluang hukum untuk menuntut orang-orang yang telah menebar fitnah seperti yang tadi disampaikan. Apakah itu juga akan dilakukan terhadap Pak Amien Rais?
Hingga sejauh ini, saya belum bermaksud menuntut secara hukum, baik kepada Pak Amien Rais maupun pihak-pihak yang menuduh saya menerima dana seperti itu.
Mengapa?
Sekali lagi, saya tidak suka dengan sedikit-sedikit menuntut, tuntut-menuntut.
Tidak sehat, kecuali dalam perkembangannya, nyata-nyata baik Pak Amien Rais atau siapa pun, menuduh saya di depan umum. Apalagi secara eksplisit, (dikatakan) saya telah melakukan kejahatan dengan menerima dana DKP atau dana asing dari Washington. Saya akan menggunakan hak saya untuk memperkarakan secara hukum agar tegak keadilan di negeri tercinta ini.
Apakah Bapak benar-benar yakin tim kampanye SBY-JK pada saat itu tidak menerima dana DKP?
Saya sudah hampir seminggu ini mengecek melalui Pak Jusuf Kalla, anggota tim kampanye, dan teman-teman lain. Termasuk mempelajari nama-nama dalam dokumen yang diserahkan kepada KPU. Tidak ada keterangan yang bisa menguatkan anggota tim kampanye SBY-JK, menerima dana DKP itu.
Disebut-sebut di surat kabar, misalnya, saudara Imam Addaruqutni, yang beliau sendiri sudah membantah bukan tim SBY-JK dan tidak menerima dana itu. Disebut-sebut pula saudara Munawar Fuad, yang baik Pak Rokhmin maupun saudara Munawar Fuad juga sudah membantah tidak dalam kaitan tim kampanye SBY-JK. Ada permasalahan dalam pekerjaan bersama yang dilakukan oleh mereka.
Disebut-sebut Blora Center, juga sudah memberikan penjelasan. Dan, Blora Center memang bukan anggota tim kampanye SBY-JK. Sejauh ini tidak ada keterangan yang menguatkan bahwa ada keterlibatan tim SBY-JK menerima dana. Saya persilakan mengecek pada sumber-sumber yang bersangkutan karena saya ingin transparan dan terbuka.
Mantan ketua MPR yang juga capres 2004 dari PAN, Pak Amien Rais, pernah mengaku mendapatkan tawaran dana dari Paul Wolfowitz. Apakah Bapak juga menerima tawaran dana seperti itu?
Tidak pernah. Pasti tidak pernah. Pada 2004 ketika pemilu dan pemilihan presiden dan wapres dilaksanakan, saya tidak pernah berkomunikasi. Apalagi, bertemu dengan Paul Wolfowitz. Apalagi, menawarkan dana, menerima dana dari yang bersangkutan.
Saya memang mengikuti pernyataan Pak Amien Rais yang ditawari. Dicek saja kepada Paul Wolfowitz, apakah betul menawarkan kepada Pak Amien Rais. Saksinya disebut-sebut ada dua orang. Saya sudah tahu yang bersangkutan tidak demikian. Tapi, okelah saya tidak usah masuk ke wilayah itu. Jadi tidak bagus. Silakan karena Pak Amien Rais sudah memberikan penjelasan kepada publik, ya dibuktikan. Para saksinya disuruh menyampaikan kepada publik agar yang terkuak adalah kebenaran. djo
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:59 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Indonesia tak Bebas Aktif Lagi
REPUBLIKA - Sabtu, 26 Mei 2007
JAKARTA -- Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengubur prinsip politik bebas aktif Indonesia di kancah internasional. Ini ditandai dengan dukungan pemerintah terhadap aspirasi Amerika Serikat (AS) dan sekutunya yang didesakkan melalui Resolusi Nomor 1747 Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang perluasan sanksi terhadap program nuklir Iran.
''Sesungguhnya, kita ini tidak lagi bebas aktif. Karena, kita ini ada di bawah bayang-bayang Washington (AS),'' kata mantan ketua majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Amien Rais, ketika menanggapi soal dukungan pemerintah atas resolusi tersebut dalam dialog interaktif di Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).
Amien teringat sikap 'tebar pesona' Yudhoyono ketika menerima kunjungan Presiden Iran Ahmadinejad. ''Pakai dipeluk-peluk. Dikatakan, Indonesia mendukung nuklir Iran untuk perdamaian. Tapi, ada blackbox. Tiba-tiba, kita balik kanan, mendukung AS lewat Resolusi PBB Itu. Jadi, ada apa ini?'' ujarnya.
Mengenai langkah DPR penggunakan hak meminta penjelasan dan bertanya (interpelasi) atas dukungan pemerintah terhadap resolusi PBB itu, pada awalnya, Amin tidak yakin dilakukan dengan sungguh-sungguh. Namun ternyata, interpelasi itu pun disepati mayoritas fraksi di Senayan. ''Saya pernah berkelakar, kalau interpelasi jadi, saya akan potong ayam dua ekor. Jadi, sebagai orang yang pernah bernazar potong ayam, insya Allah, saya akan potong ayam,'' kata Amien.
Melukai reformasiMantan ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga menilai, tindakan pemerintah Yudhoyono mengecewakan dalam mengisi agenda reformasi. Pada awalnya, reformasi ini diharapkan terjadi pemulihan ekonomi, penegakan hukum, keadilan sosial, dan kemandirian bangsa. Ternyata, yang terjadi tidaklah demikian.
''Yang terjadi, tadinya ke utara, malah ke selatan. Inilah yang mengecewakan. Dalam satu windu ini, kita jalan di tempat, bahkan mundur. Kita tak salahkan siapa-siapa. Mari kita lakukan reorientasi dan reevaluasi. Yang jadi power holder saat ini, dari sanalah kalau kita mau perbaikan,'' cetus Amien.
Sehari sebelumnya, rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR sepakat menjadwalkan pemanggilan Presiden Yudhoyono pada 5 Juni 2007 untuk menjawab interpelasi. Wakil Ketua DPR, Zaenal Ma'arif, mengungkapkan, dalam rapat Bamus yang dipimpinnya sempat diperdebatkan soal keharusan Presiden langsung yang memberi jawaban.
Namun, mengacu pada Tata Tertib (Tatib) DPR, akhirnya diputuskan untuk membuat surat pemanggilan seperti biasa tanpa ada penekanan harus Presiden yang datang. Kendati demikian, fraksi-fraksi pendukung interpelasi meminta Presiden bersikap jantan dan dewasa dengan mau mempertanggungjawabkan langsung sikap pro-Washington-nya itu. n wed
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:58 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Kedekatan Singapura-AS, Ancaman DCA
REPUBLIKA - Sabtu, 26 Mei 2007
Padahal Indonesia sedang tak mau didikte AS.
JAKARTA -- Resistensi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap perjanjian ekstradisi dan kerjasama pertahanan (defence cooperation agreement/DCA) antara Indonesia dan Singapura semakin menguat. Mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Letjen (Purn) Kiki Syahnakri, pun meminta politisi Senayan mempertimbangkan aspek geopolitik dan geostrategi sebelum meratifikasi perjanjian tersebut.
Bila merugikan, menurut Kiki, sebaiknya tak perlu diratifikasi. ''Kita lihat orientasi Singapura ke mana? Secara geopolitik dia sangat dekat dengan Amerika Serikat (AS). Padahal kita sedang menjaga jarak dan tak mau didikte AS,'' kata Kiki dalam diskusi mengenai untung rugi perjanjian ekstradisi dan DCA di kantor Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Menteng, Jakarta, Jumat (25/5).
DPR juga harus mempertimbangkan potensi konflik yang mungkin terjadi antara Indonesia dan Singapura. Sesuai filosofi militer, lanjut Kiki, tidak ada teman abadi, yang ada kepentingan abadi. Bisa saja hari ini bekerja sama besok bermusuhan. Dalam DCA juga ada ketentuan bahwa Singapura boleh mengajak negara ketiga dalam latihan bersama di wilayah Indonesia. Kiki mengingatkan, jangan sampai Singapura mengajak negara seperti Israel untuk berlatih di wilayah Indonesia.
Untuk angkatan darat Singapura, Indonesia menyediakan fasilitas latihan milik TNI AD di Batu Raja di Sumatera Selatan. Menurut Kiki, Singapura sejak 1996 sudah meminta bisa latihan di siti, namun kelompok kerja bersama yang dibentuk kedua negara gagal mencapai kesepakatan. ''Singapura hanya menawarkan membangun tempat latihan manuver taktis karena mereka tak punya lahan. Itu murah sekali, paling hanya bangun bunker atau sasaran tembak,'' kata Kiki.
Yang diinginkan TNI AD adalah, Singapura membangun simulator tembak artileri, simulator manuver tank, simulator tembak pesawat, dan simulator keterampilan menembak (markmanship). ''Itu memang mahal namun bisa menghemat peluru dan waktu latihan. Dengan simulator artileri kita tak perlu buang amunisi agar prajurit mahir,'' ujarnya.
Pembatalan perjanjianSementara Direktur Perjanjian Internasional Departemen Luar Negeri (Deplu), Arief Havas Oegroseno, mengatakan, setelah ratifikasi ada tenggat enam bulan untuk pembatalan. Pembatalan perjanjian ekstradisi (extradition treaty) secara sepihak oleh satu negara cukup dengan nota diplomatik oleh menteri luar negeri.
''Termination clause (rumusan pengakhiran) itu standar dalam perjanjian mana pun juga,'' kata Havas. Alasan apa pun bisa dikemukakan suatu negara untuk pembatalan. Tidak ada sanksi khusus kecuali menyelesaikan sisa kewajiban hukum yang masih ada, yang diatur dalam pacta sun servanda. Misalnya bila masih ada permintaan ekstradisi oleh Singapura sebelum pencabutan sepihak, maka Indonesia wajib menyelesaikannya. Namun dia mengingatkan, selama ini belum ada satu pun negara yang pernah membatalkan perjanjian ekstradisi.
Havas juga menegaskan, isi perjanjian ekstradisi dengan Singapura sama saja dengan perjanjian ekstradisi Indonesia dengan negara lain. Deplu mengacu pada UU ekstradisi yang sudah ada di Indoensia dan contoh UU ekstradisi dari PBB. Contoh tentang kewenangan pengadilan Singapura menentukan apakah seseorang bisa diekstradisi atau tidak. ''Tapi pengadilan Singapura hanya melihat data kelengkapan ekstradisi, bukan materi kasus,'' kata Havas. Seseorang dapat diekstradisi juga tak hanya karena sudah berstatus terdakwa. ''Secara common law bisa juga karena lari dari berita acara pemeriksaan (BAP) polisi,'' imbuh Havas. n rto
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:56 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Tim Sukses SBY pun Membantah
REPUBLIKA - Sabtu, 26 Mei 2007
Kabag Umum Ditjen Pulau-Pulau Terpencil dan Pesisir, Didi Sadeli, dalam kesaksiannya di persidangan menyebutkan nama sejumlah orang dan lembaga terkait SBY, yang ikut menikmati dana nonbujeter DKP.
Imam Addaruqutni: Itu Kesalahan Berita
Ketua Umum PMB, Imam Addaruqutni menegaskan, ia tak pernah menerima aliran dana nonbujeter DKP. Menurutnya, penerimaan dana sebesar Rp 150 juta itu merupakan kesalahan pemberitaan semata. ''Tak ada penerimaan dana itu. Saya sampai cross-check ke KPK untuk mengetahui soal nama saya di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mantan menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri. Rupanya, itu adalah kesalahan pemberitaan,'' katanya, ketika dihubungi, kemarin. ''Saya ini mutlak bukan anggota dari tim kampanye ataupun tim sukses dari pasangan calon itu,'' lanjut mantan anggota Fraksi PAN di DPR itu. n wed
Munawar Fuad: Saya tak Punya Hubungan Politik dengan Rokhmin Munawar Fuad Noeh adalah tokoh kepemudaan yang memiliki banyak prestasi. Sebagai politisi muda yang lahir dan besar di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), ia berhasil membangun jembatan komunikasi politik Susilo Bambang Yudhoyono dengan kalangan NU, dan kalangan agamawan, untuk urusan-urusan khusus sosial keagamaan dan kemasyarakatan. Ia dikenal pula sebagai penulis buku SBY dan Islam.
''Saya tak pernah punya hubungan politik dengan Pak Rokhmin, saya mengenal secara personal dan profesional sebagai penulis dan aktivis,'' kata Munawar. Lebih lanjut Munawar mengatakan, pada 11 Oktober 2004 sudah tidak ada tim sukses, dan tidak ada kampanye politik terkait pilpres, karena pilpres sudah berakhir pada 20 September 2004. n ant
Yusuf Rizal: Kami tak Pernah Terima Dana DKPBlora Center Campaign Partner yang berkantor di Jl Teluk Betung 25, Jakarta, diresmikan pada 23 Agustua 2004 oleh para pendukung Capres Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta. Sejumlah tokoh pendukung Yudhoyono yang terlibat dalam Blora Center, antara lain, mantan Sesmenko Polkam, yang kini menjabat Seskab, Sudi Silalahi; Dirut TVRI, Rulli Charis; dan Direktur Blora Centre, M Yusuf Rizal.
Hadir dalam undangan peresmian Blora Center, antara lain, mantan Mendagri, Syarwan Hamid; mantan kepala Staf Kostrad, Kivlan Zen; mantan Kapuspen TNI, Nurhadi; budayawan, Arswendo Atmowiloto; serta Sekjen PSI, Jumhur Hidayat.
Pada selebaran yang dibagikan saat peresmian, disebutkan aktivitas Blora Center, antara lain, melayani kebutuhan informasi seputar kegiatan, menyelenggarakan dialog publik dan memediasi wartawan dengan jaringan maupun dengan Yudhoyono secara langsung atau via teleconference. Fasilitas yang tersedia di Blora Center, antara lain, ruang konferensi, klipping atau dokumen terkait tentang SBY, dan komputer dengan fasilitas internet untuk wartawan. ant
------------------------------------------------------------------ Penerima Tanggal Nilai ------------------------------------------------------------------Tim Sukses SBY 10 Juni 2004 Rp 200 jutamelalui Imam Addaruqutni (kini ketua umum PMB) Blora Centre 5 Oktober 2004 Rp 40 juta Tim Sukses SBY 11 Oktober 2004 Rp 150 juta Melalui Munawar Fuad-------------------------------------------------------------------
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:53 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Supaya AS tidak Bercokol
REPUBLIKA - Sabtu, 26 Mei 2007
Di kantornya yang megah di pinggiran Kota Amman, Menlu Yordania, Abdul Ilah, menerima kunjungan tim tindak lanjut Konferensi Bogor, Kamis (10/5). Kepada tim tersebut dia berpesan agar Deklarasi Bogor ditindaklanjuti melalui dialog yang berkelanjutan. Menurut dia, dialog untuk membahas penyelesaian masalah Irak itu proses yang tidak bisa ditinggalkan.
Ilah sepertinya menyadari akibat dialog yang minim, umat Islam di Irak menjadi sangat mudah diadu domba. Dengan provokasi kecil berupa ledakan bom yang dituduhkan pada kelompok tertentu, warga Irak mudah tersulut dendam yang memakan banyak korban. Karena itulah, Ilah menekankan supaya dialog Suni-Syiah yang ikut didorong Pemerintah Indonesia terus dilembagakan..
Ketua Umum Ikatan Jamaah Ahlul Bait, Jalaluddin Rakhmat, punya saran agar pelembagaan dialog Suni-Syiah bisa berjalan mulus. Menurut dia, dialog di antara keduanya tidak perlu diperdalam sampai pada tingkat ideologis. Dialog tersebut, menurut dia, cukuplah menyentuh aspek-aspek kehidupan sosial. Dia meyakini, pelembagaan dialog akan menjadi sulit diwujudkan jika didorong untuk menjangkau hal-hal yang bersifat ideologis. Pelembagaan dialog memang sepertinya menjadi kunci. Karena itu, Mufti Republik Lebanon, Syeikh Muhammad Rashid Qabbani, pun berpendapat agar dialog terus dijalin secara berkelanjutan. Dia memandang persoalan yang mendorong terjadinya krisis di Irak sudah sangat kompleks dan sulit diselesaikan. Karena itu, dialog yang berlangsung terus-menerus akan bisa menjadi jalan keluar untuk mengatasinya..
Perselisihan Suni-Syiah, bukanlah persoalan yang bisa diselesaikan sekali jalan. Hingga saat ini, sentimen tersebut masih sangat melekat di benak warga Irak. Dengan sentimen Syiah, beberapa negara yang berkepentingan, berusaha semaksimal mungkin agar Syiah berkuasa di Irak. Hal inipun membuat kubu Suni meyakini wilayahnya akan dijadikan daerah yang dikuasai Syiah..
Cermin seperti ini bisa dilihat dalam rencana pembicaraan AS dengan Iran untuk membahas krisis Irak yang rencananya digelar di Baghdad 28 Mei 2007. Kesediaan Iran bertemu dengan AS dalam kasus Irak, memberi tafsir tersendiri mengingat selama ini kedua negara 'berseteru hebat' dalam urusan nuklir. Wakil Presiden Irak, Tariq Al Hashemi, yang merupakan wakil Suni di Pemerintahan Irak meyakini ada motif kepentingan Syiah di balik itu. Karena itu, dia menganggap rencana tersebut melanggar kedaulatan Irak. Syeikh Qabbani menambahkan, untuk menurunkan tingginya sentimen Suni-Syiah perlu melibatkan negara-negara Arab. Dia menyeru agar negara-negara Arab mau bersatu, segera menciptakan Irak yang aman. Karena itu, bersamaan dengan dipertemukannya kubu Suni dan Syiah, upaya mendekatkan negara-negara Arab juga harus digalang supaya mereka memiliki visi yang sama..
Persamaan visi membangun Irak yang aman dan berdaulat itu dinilainya sebagai kekuatan yang sangat berarti. ''Tidak ada yang namanya hegemoni nyata jika Irak mampu mewujud sebagai negara yang berdaulat,'' ungkap dia. Hegemoni itu diyakininya bakal terus merusak ketenteraman warga Irak jika skenario yang menjadikan Irak larut dalam peperangan terus dipelihara. Selain bergantung pada kekuatan AS, langkah menghentikan skenario ini juga ditentukan oleh kerja sama dunia Islam untuk mendamaikan Irak..
Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah, Alwi Shihab, mengungkapkan Konferensi Bogor merupakan langkah awal yang harus ditindaklanjuti. Setelah menyosialisasikan Deklarasi Bogor kepada para ulama dan tokoh di tiga negara yang bertetangga dengan Irak, yakni Lebanon, Yordania, dan Suriah, pihaknya akan melapor ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Termasuk hal yang bakal dilaporkannya itu adalah keinginan agar Presiden Yudhoyono berkunjung ke Irak. Dia memandang keinginan tersebut merupakan ide positif. Jika memang usul ini bisa diwujudkan, Alwi meyakini dampaknya akan sangat bagus. ''Posisi Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim paling banyak sangat dihargai,'' ujar dia..
Setelah itu, menurut dia, tim kecil yang bertugas menyosialisasikan Deklarasi Bogor perlu segera bertemu untuk menentukan tindak lanjut yang perlu dijalankan. Realisasi Deklarasi Bogor, dipandangnya sangat berkait dengan proses tindak lanjutnya. Tanpa tindak lanjut, upaya mendekatkan pihak-pihak yang bertikai tak banyak membawa hasil..
Alwi menambahkan hilangnya perselisihan akan menjadikan kondisi Irak menjadi stabil. Pada tahap selanjutnya, stabilitas ini akan melahirkan kekuatan besar untuk mengakhiri penjajahan AS Irak. ''Kalau stabilitas di Irak berhasil diwujudkan, tidak ada alasan lagi bagi AS tetap bercokol di sana,'' tutur dia. Kondisi tersebut akan lebih menguatkan desakan kepada AS agar segera menarik seluruh pasukannya dari Irak..
Keluarnya AS dari Irak telah disepakati kalangan Suni maupun Syiah sebagai faktor dominan untuk menciptakan perdamaian di Irak. Karena AS lah yang menjadi pelopor utama berlangsungnya penjajahan di Irak. Setidaknya, kesepakatan itu bisa dilihat dalam butir-butir Deklarasi Bogor yang memuat desakan agar AS segera menarik diri dari Irak secara damai. .
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:42 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Republika
Presiden Mengecam Amien Rais
KOMPAS - Sabtu, 26 Mei 2007
Amien Rais: Saya Tidak Akan Lari dari Tuntutan
Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai tuduhan terhadapnya terkait dana dari Departemen Perikanan dan Kelautan dan dari Washington Amerika telah menyangkut nama baik dan kehormatannya.
Presiden menyampaikan hal itu dalam jumpa pers di bawah dua pohon tua di lapangan rumput istana kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/5). Dalam jumpa pers itu, Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa yang juga mantan Sekjen Partai Amanat Nasional.
Presiden menolak tuduhan secara tidak langsung dari mantan Ketua MPR Amien Rais yang terkait dana Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) serta dana asing dari Amerika Serikat yang mengalir ke pasangan SBY-JK atau tim kampanye pasangan tersebut dalam pemilihan umum 2004.
Tidak menuntut
Menjawab pertanyaan, Presiden mengatakan, sejauh ini ia tidak akan menuntut secara hukum terhadap Amien Rais. "Saya ini tidak suka sedikit-sedikit menuntut. Ini tidak sehat. Kecuali dalam perkembangannya nanti, nyata-nyata Pak Amien Rais atau siapa pun menuduh saya di depan umum, saya akan gunakan hak saya memperkarakan secara hukum," ujarnya.
Di Yogyakarta, Amien Rais sebagaimana dikutip kantor berita Antara mengatakan, tidak akan bersembunyi dari rencana Presiden menuntutnya secara hukum. “Tunggu dalam waktu satu dua hari ini, saya akan undang semua wartawan untuk melakukan konferensi pers," kata Amien Rais ketika dihubungi Kompas.
Dalam jumpa pers, Presiden menjelaskan mengapa ia harus langsung menanggapi soal kasus ini. "Sudah sejak minggu lalu wartawan sudah ingin mendengarkan penjelasan saya tentang kebenaran berita itu. Saya juga dengar dari kalangan masyarakat, mulai muncul pertanyaan, apakah opini yang dikembangkan Pak Amien Rais itu benar? Karena itu, saya yang semula benar-benar tidak ingin menanggapi isu seperti ini, akhirnya saya memandang perlu menyampaikan penjelasan langsung. Karena isu atau fitnah ini telah menyangkut kehormatan dan nama baik saya yang dilindungi secara hukum," kata Presiden.
Di podium yang dihias 10 kuntum mawar merah, Presiden mengatakan, "Selama dua setengah tahun memimpin presiden, ia terus menahan diri dan tidak ingin menanggapi komentar kecaman, serangan dengan kata-kata, bahkan tindakan memperolok-olok saya oleh Saudara Amien Rais di berbagai forum dan kegiatan publik."
Tapi kali ini, kata Presiden, dirinya ingin menyampaikan secara tegas dan gamblang penjelasannya tentang hal itu semua. "Ini sesungguhnya saya ingin lebih sampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia. Saya tidak ingin ada gangguan hubungan batin antara saya dengan rakyat," ujarnya.
Menurut Yudhoyono, inti permasalahan yang disebut prahara politik ini dimulai setelah Amien Rais mengaku menerima dana DKP. Presiden melihat, logika yang dikembangkan tidak benar dan cenderung menuduh karena kalau ia (Amien Rais) sebagai calon presiden menerima dana itu, berarti calon lainnya, termasuk pasangan SBY-JK juga menerima. "Opini yang dibangun menyesatkan dan tidak sehat," ujarnya.
Mengenai adanya dana asing dari Washington, Presiden mengatakan hal itu yang diarah adalah pasangan SBY-JK. "Tuduhan ini sungguh keterlaluan, fitnah yang kejam. "Tidak ada satu dollar AS pun yang diterima pasangan SBY-JK yang dikatkan dari Washington," ujarnya.
Presiden juga bercerita tentang selebaran gelap yang disebarkan di berbagai tempat, termasuk di sejumlah rumah ibadah dalam Pemilihan Presiden 2004. "Selebaran itu antara lain mengatakan SBY-JK menerima dana asing 50 juta dollas AS dari Amerika Serikat. Dulu saya jengkel, kesal dan sakit, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa," ujarnya.
"Tapi kemudian hari, saya jadi tahu ada apa dengan desas-desus atau selebaran gelap seperti itu. Apa ini yang dimaksud mereka yang melancarkan fitnah dan kampanye gelap dalam pemilihan presiden dan wakil presiden," kata Presiden.
Reaksi PAN
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional di MPR yang juga anggota Komisi III di DPR Patrialis Akbar mengatakan, Presiden tidak pantas bereaksi sekeras itu terhadap rakyatnya yaitu Amien Rais yang membuka kejujuran.
Ia mengharapkan sidang pengadilan soal kasus itu berjalan dulu saja.
Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa sebagai anggota PAN yang kemarin mendampingi Presiden dalam jumpa pers tidak mau berkomentar ketika ditanya soal pernyataan Yudhoyono tentang Amien Rais.
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo membantah Blora Center dan beberapa personel penerima dana DKP, Munawar Fuad dan Imam Adarruqutni adalah bagian dari tim sukses SBY-JK.
Calon Wapres Pemilu 2004 Salahuddin Wahid menyatakan, siap bertanggung jawab atas dana Rp 200 juta dari DKP.
Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR Fahri Hamzah mengatakan, dirugikan dengan disebut-sebut dirinya dalam kasus dana DKP. Ia menilai Badan Kehormatan DPR tidak berwenang memeriksa dirinya karena saat menerima uang dari Rokhmin, dirinya belum menjadi anggota DPR.
Sementara Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir mengatakan akan menggalang dana dari pengusaha untuk mengembalikan dana nonbudgeter DKP yang pernah diterima Amien Rais. (VIN/NWO/WER/INA/ SUT/OSD/SIG)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:38 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Kecurangan UN: Guru yang Beritikad Baik Janganlah Dikorbankan
KOMPAS - Sabtu, 26 Mei 2007
Jakarta, Kompas - Para guru yang melaporkan berbagai indikasi kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional atau UN yang lalu, dengan itikad baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Tanah Air, hendaknya jangan dikorbankan. Sebaliknya, keberadaan para guru yang memiliki nurani sebagai pendidik tersebut justru perlu dilindungi hak mereka untuk berpendapat.
"Mereka pejuang di garis depan. Terkait soal UN, kejujuran dan keberanian mereka harus dihargai. Terlebih, langkah itu dilakukan guna peningkatan kualitas pendidikan. Negara wajib melindungi hak mereka. Jika ada masalah dalam UN, seharusnya yang diperiksa ialah mereka yang melakukan kecurangan," kata anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Habib Chirzin, Jumat (25/5) di Jakarta.
Menurut dia, Komnas HAM telah menerima pengaduan dari para guru yang kini justru diarahkan sebagai "tertuduh" akibat bersuara keras untuk membongkar kebobrokan pelaksanaan UN. Sejumlah guru di Medan dan Bandung bahkan mengaku mengalami intimidasi.
Guru-guru di Medan yang tergabung dalam Kelompok Air Mata Guru mendapatkan tekanan dan diminta mengundurkan diri oleh pihak sekolah. Sementara di Bandung, Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan— yang juga anggota tim pemantau UN 2007 dari Dewan Pendidikan Kota Bandung—terancam dikenai sanksi penundaan kenaikan pangkat (Kompas, 25/5).
Menurut Habib, hak guru atas pekerjaan, berserikat, dan berpendapat harus dilindungi. Untuk itu, Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) diharapkan bekerja sungguh-sungguh dalam menindaklanjuti kasus ini dan merekomendasikan sanksi administratif atau bahkan pidana terhadap oknum yang melakukan kecurangan dalam UN. Sanksi administratif juga harus prosedural, berdasarkan aturan yang ada.
Secara terpisah, Ketua Umum FGII Suparman mengingatkan semua pihak, tindakan para guru untuk meningkatkan mutu pendidikan—bahkan dengan menentang arus besar lewat pengungkapan kasus kecurangan dalam UN lalu—seharusnya didukung.
Secara psikologis, kata Suparman, guru dapat terganggu dengan adanya intimidasi itu. Namun, dia meminta para guru tidak takut dan khawatir dalam mengungkapkan kebenaran. Berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, khususnya Pasal 39, tindakan para guru termasuk bagian dari tugas mereka sebagai pendidik dan semua pihak terkait wajib memberikan perlindungan.
Terkait dengan masalah ini, Kepala Pusat Informasi dan Humas Depdiknas Bambang Wasito Adi menyatakan, pemerintah serius sekali mempelajari berbagai masalah dalam pelaksanaan ujian nasional yang lalu. "Kalau terbukti ada yang melakukan pelanggaran, telah ada peraturannya. Berbagai kasus sedang dipelajari dengan hati-hati karena terkait nasib orang," ujarnya. (INE)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:37 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Dipasena: Komite Harga Harus Jadi Prioritas
KOMPAS - Sabtu, 26 Mei 2007
Jakarta, Kompas - Petambak udang Dipasena meminta investor Konsorsium Neptune memprioritaskan pembentukan Komite Penentuan Harga Udang mengingat semua sumber masalah dan konflik yang terjadi antara petambak dan inti plasma berasal dari ketidaktransparanan harga.
Perwakilan petani plasma Dipasena sekaligus Kepala Kampung Dipasena Agung, Carto, di Bandar Lampung, Jumat (25/5), mengatakan, jika investor berhasil mengembalikan kepercayaan petani, semua petambak yang sempat berhenti beroperasi akan kembali aktif.
Menurut Carto, rencana pembentukan komite tersebut sudah disetujui perwakilan plasma, inti atau PT Dipasena Citra Darmaja (DCD), dan kreditor yang sebelumnya gagal memenuhi komitmen PT Recapital Advisors. Persetujuan itu ditetapkan dalam revisi kelima atau terakhir perjanjian kerja sama (PKS) antara plasma dan inti, yang diketahui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPS) selaku wakil pemerintah sebagai pemilik saham lama Dipasena.
"Kami harap PKS itu jangan diubah lagi, terutama masalah Komite Penentuan Harga Udang, karena seluruh permasalahan yang terjadi di Dipasena sejak lama disebabkan ketidaksepakatan harga," katanya.
Menurut versi petambak, harga udang jenis Penaeus vanname yang dibeli pihak inti plasma dari para petambak adalah Rp 31.000 per kilogram (kg), padahal harga normal untuk udang ini adalah Rp 50.000 per kg. Adapun harga udang windu (black tiger) dibeli dari petani plasma dengan harga Rp 31.000 per kg, padahal normalnya Rp 54.000 per kg.
Menurut versi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), harga udang vanname di pasaran saat ini mencapai Rp 36.000 per kg (per kg terdiri atas 50 ekor), sedangkan harga udang windu mencapai Rp 60.000 per kg (per kg terdiri atas 40 ekor).
Masalah kelayakan harga itu diharapkan akan tuntas dengan adanya Komite Penentuan Harga Udang. Anggota yang akan duduk dalam komite terdiri atas wakil petambak, manajemen Dipasena, dan wakil dari DKP.
Komite tersebut akan melakukan survei harga udang dengan basis di tiga kota, yakni Bandar Lampung, Jakarta, dan Surabaya. Harga udang di ketiga kota itu akan dikompilasi satu sama lain untuk menentukan harga pembelian udang oleh inti.
"Kebijakan itu diharapkan menghasilkan harga yang transparan sehingga semakin menarik bagi plasma," kata Carto.
Berbagai krisis sosial pernah terjadi di pertambakan Dipasena selama tahun 1998-1999. Pada 17 Mei 1999, sekitar 4.000 petambak menduduki Kantor Gubernur Lampung karena merasa dijadikan sapi perahan oleh manajemen PT DCD (Kompas, 18/5/1999).
Krisis itu berlanjut pada 14 Oktober 1999 dengan aksi dan tuntutan yang sama. Akibatnya, 11 November 1999, ribuan karyawan PT DCD meninggalkan tambak karena merasa terancam.
Akibat masalah harga, menurut Carto, 10 persen dari jumlah petambak Dipasena yang mencapai 11.000 orang menghentikan semua aktivitas pertambakannya. Mereka memutuskan kembali ke daerah asal di luar Lampung. Petambak yang masih aktif sekitar 9.000 keluarga.
DKP
Dirjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan I Made Nurdjana mengatakan, pihaknya berkomitmen membantu penentuan harga udang. "Dalam pelaksanaannya nanti, penentuan harga akan dibantu oleh dinas perikanan setempat," ujar Made.
"Sebenarnya, penentuan harga tidak terlalu bermasalah karena harga udang ditentukan oleh pasar dunia. Kami hanya mencari titik temu jika ternyata ada perbedaan harga antara petambak dan investor," kata Made.
Sebelumnya, pemerintah melepaskan semua hak tagih dan saham yang dimilikinya di Dipasena kepada Neptune dengan harga Rp 688,12 miliar. Hari Sabtu ini Neptune sudah harus menyerahkan Rp 206,44 miliar ke kas negara. Sisanya, Rp 481,68 miliar, harus dibayar paling lambat 1 Juni 2007.
Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Herry Poernomo menyebutkan, semua dana itu belum masuk ke kas negara. "Saya mengharapkan tidak ada masalah sehingga uangnya langsung dapat diterima," katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, seluruh proses pelepasan saham itu sudah sesuai dengan prosedur.
"Masalah harga bukan satu-satunya pertimbangan. Hal lain yang dilihat adalah masalah teknis, kesanggupan pembeli, dan komitmen terhadap plasma," katanya. (OIN/RYO)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:35 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Korban Lumpur: Mereka Tetap Ingin Bersama
KOMPAS - Sabtu, 26 Mei 2007
Antonius Ponco Anggoro
Tak semua pengungsi korban lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo bersedia menerima uang kontrak rumah. Sekitar 906 keluarga atau 3.133 warga Desa Renokenongo hingga saat ini tetap menolak uang kontrak rumah dan memilih tinggal di pengungsian, Pasar Baru Porong.
Malam semakin larut. Sebagian pengungsi sudah terlelap di kios-kios pasar yang dijejali ribuan pengungsi. Namun, sekitar 30 orang masih berkumpul di salah satu sudut yang dijadikan Posko Paguyuban Rakyat Renokenongo Menolak Kontrak. Di tempat itu tersedia tiga papan catur dan satu karambol yang digunakan secara bergantian oleh para pengungsi.
Obrolan ngalor-ngidul terdengar di tengah-tengah mereka. Sebagian lainnya ada yang bermain catur, atau sekadar duduk-duduk sambil mengisap rokok dan menyeruput kopi. Sayup-sayup dari kios pengungsi terdengar alunan musik dangdut dari radio sehingga cukup menghangatkan suasana.
Ketika salah seorang pengungsi menghidangkan nasi hangat berikut ikan asin dan sambal terasi, mereka langsung menyerbunya. Dalam sekejap, hidangan sederhana itu pun habis. Mereka yang tak kebagian tak sungkan makan sepiring berdua dengan pengungsi lainnya.
Begitulah keakraban yang telah mereka jalani selama berbulan-bulan di pengungsian. Keakraban dan kedekatan ini sudah berlangsung lama, jauh sebelum desa mereka terendam lumpur Lapindo. Kini, di pengungsian, suasana itu berupaya mereka lestarikan.
"Dulu, saat kami masih tinggal di Renokenongo, kami semua seperti saudara. Kerja bakti sering kami lakukan. Kalau ada warga yang kesulitan, tetangganya sering membantu," kenang Prayitno, salah satu pengungsi. Selain itu, setiap panen pertama, petani Renokenongo secara bersama selalu menggelar syukuran.
Sekarang keakraban yang mereka jaga dan lestarikan ini menjadi obat stres ketika ganti rugi rumah dan lahan mereka yang terendam lumpur panas tak kunjung dibayar Lapindo. "Dengan berkumpul, kesedihan kami bisa hilang meski hanya sementara," ucap Ketua Paguyuban Rakyat Renokenongo Menolak Kontrak, Sunarto.
Suasana guyub inilah yang ingin mereka pertahankan sehingga mereka menolak uang kontrak rumah yang besarnya Rp 5 juta untuk dua tahun dan disediakan Lapindo Brantas Inc karena pasti mereka akan hidup terpencar. Rasa kekeluargaan yang telah lama mereka bina pasti akan hancur. Karena itu, mereka menuntut pindah bersama-sama ke lokasi yang baru atau disebut Relokasi Mandiri.
Untuk itu, mereka meminta Lapindo Brantas Inc menyediakan lahan seluas 30 hektar di Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Wilayah itu dipilih agar warga yang dulunya bertani bisa kembali bekerja dan berkumpul dengan tetangganya. Selain itu, mereka menuntut uang muka ganti rugi sebesar 50 persen dari total ganti rugi dan sisanya dibayar dua tahun kemudian.
Namun, tuntutan sebagian warga Renokenongo ini tidak digubris oleh Lapindo, bahkan sekarang tuntutan mereka sudah cenderung tenggelam dan dilupakan. Pasalnya, Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo telah memutuskan konsep ganti rugi bagi korban lumpur adalah uang muka ganti rugi sebesar 20 persen dan sisanya dibayar selambat-lambatnya satu bulan sebelum masa kontrak selama dua tahun berakhir.
Meskipun begitu, sebagian warga Renokenongo ini masih akan bertahan di pengungsian sampai tuntutan mereka dikabulkan. Padahal, dengan hidup di pengungsian, segala konsekuensi harus mereka hadapi, kesehatan mereka terancam, untuk mandi harus antre, makanan yang disediakan tidak terlalu bergizi, dan konsentrasi belajar anak-anak terganggu.
Kohesi sosial tinggi
Sosiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto, menjelaskan, sebagian warga Renokenongo yang masih bertahan di posko pengungsian menunjukkan bahwa mereka memiliki community sentiment atau kohesi sosial yang sangat tinggi.
Di suatu lingkungan yang memiliki kohesi sosial tinggi, orang akan berlindung di dalam lingkungan atau kelompoknya pada saat muncul suatu masalah.
Kohesi sosial di masyarakat pedesaan lebih kuat dibandingkan dengan di masyarakat perkotaan.
Sebagian warga Renokenongo memilih bertahan di pengungsian dan menuntut pindah secara bersama-sama ke Pandaan dalam rangka mempertahankan kohesi sosial mereka yang tinggi. "Wajar saja kalau mereka menuntut itu," katanya.
Ganti rugi bagi korban lumpur Lapindo, menurut Bagong, tak hanya sekadar mengganti kerugian secara ekonomi, masalah sosial juga harus diperhitungkan dan dilihat oleh Lapindo Brantas Inc dan pemerintah. Kerugian ekonomi dan sosial inilah yang sampai sekarang masih dilupakan.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:33 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Pemerintah Bantu Pemulangan WNI
KOMPAS - Sabtu, 26 Mei 2007
Segera Dibentuk Tim Terpadu Melobi Arab Saudi
Jakarta, Kompas - Pemerintah akan membantu proses pemulangan sedikitnya 40.000 warga negara Indonesia yang tinggal di Arab Saudi secara ilegal. Pemerintah juga akan melobi Pemerintah Arab Saudi agar memutihkan tuntutan hukum bagi WNI yang akan dideportasi mulai 1 Juni ini.
"Untuk proses pemulangan yang 40.000 orang ini, kami akan membuat anggaran dan membentuk tim yang akan bertanggung jawab dalam proses pemulangan. Soal lobi diplomasi, mungkin lebih tepat kalau dilaksanakan oleh Duta Besar RI di Arab Saudi dan Menteri Luar Negeri," kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno di Jakarta, Jumat (25/5).
Untuk menangani proses itu, pemerintah akan membentuk tim terpadu, yang terdiri atas agen penempatan, konsorsium asuransi yang memungut premi saat pertama kali tenaga kerja Indonesia (TKI) tersebut berangkat, dan instansi terkait lainnya.
Menakertrans mengetahui ada 40.000 WNI yang bekerja di Arab Saudi tanpa dokumen sah atas pemberitahuan Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Mohammed Amen al Hayat, pekan lalu. Menurut Erman, pemerintah berharap ada klarifikasi yang jelas dari Pemerintah Arab Saudi mengenai status WNI yang diklaim bekerja ilegal.
"Apakah memang ilegal murni, atau sebenarnya mereka masih bekerja pada majikannya, tetapi kontraknya sudah hampir habis? Jika ilegal murni, majikannya pun harus mendapat hukuman agar adil," kata Erman.
Proses pemulangan ini akan berlangsung mulai awal Juni. Pemerintah berharap Pemerintah Arab Saudi dapat langsung mendeportasi TKI ilegal tanpa melalui proses hukum.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, meskipun sudah ada Konvensi Internasional 1990, tentang perlindungan atas hak buruh migran dan keluarganya dengan menjamin hak asasi buruh migran tanpa membedakan statusnya (berdokumen maupun tidak berdokumen), selama ini kebijakan terhadap buruh migran ilegal di berbagai negara masih represif. Oleh karena itu, Anis mengingatkan, Pemerintah Arab Saudi agar tidak melanggar hak asasi manusia sejak proses razia hingga pendeportasian.
TKI di Malaysia
Persoalan serupa saat ini juga terjadi di Malaysia. Dalam pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri Malaysia Datuk Seri Mohammad Radzi Sheikh Ahmad di Kuala Lumpur, beberapa waktu lalu, Menakertrans meminta Pemerintah Malaysia membentuk tim terpadu yang menyertakan petugas Kedutaan Besar RI (KBRI), imigrasi, dan polisi, dalam setiap operasi penertiban yang dijalankan aparat Ikatan Relawan Rakyat atau RELA (orang sipil yang ditugasi memberantas pendatang ilegal).
Malaysia juga diminta menerbitkan kartu khusus sesuai data paspor TKI sebagai bukti identitas diri. Majikan juga harus mengizinkan TKI mengurus perpanjangan izin kerjanya ke KBRI enam bulan sebelum masa kontrak berakhir. (HAM)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:31 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Semua Opsi Diterima
KOMPAS - Sabtu, 26 Mei 2007
Bandung, Kompas - Pihak Institut Pemerintahan Dalam Negeri atau IPDN menerima semua opsi yang diajukan Tim Evaluasi IPDN mengenai sistem pendidikan yang dijalankan. IPDN bersikap menunggu dan belum melakukan tindakan lain. Namun, IPDN mengharapkan perubahan menuju lebih baik tetap terjadi.
Demikian dikatakan Pelaksana Tugas Rektor IPDN Johanis Kaloh di sela-sela penerimaan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri), terkait dengan spanduk pernyataan moral terpanjang, Kamis (24/5) di Sumedang.
Tiga opsi yang diajukan adalah meneruskan sekolah pamong praja dengan sistem bukan lagi kedinasan, membangun kembali Akademi Pemerintahan Dalam Negeri di lima wilayah untuk mengakomodasi 33 provinsi, serta dilakukannya pendidikan kedinasan murni sesuai UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Menurut Kaloh, tidak ada hal yang harus diributkan dengan opsi itu. Ia yakin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menanggapi dengan bijaksana. "Apa pun keputusannya, kami menghormatinya. Kami semua menyerahkan kepada pimpinan menyikapi hal ini," kata Kaloh.
Terkait dengan opsi itu, 4.695 mahasiswa menyatakan keberatan dengan pembubaran IPDN. Ungkapan keberatan itu mereka tuangkan pada spanduk sepanjang 4.700 meter dan lebar 1 meter di dalam kampus, yang lalu dicatat di Muri. Spanduk itu menghabiskan dana Rp 24 juta dari anggaran kemahasiswaan.
Menurut para mahasiswa, opsi pembubaran IPDN tidak perlu karena mereka masih yakin IPDN mampu menciptakan kader bangsa. Meski demikian, ada juga praja yang menuliskan kekesalan mereka terhadap sistem di IPDN dengan minta dibubarkannya pola pengasuhan, atau penghentian kekerasan.
Menurut Ketua Muri Jaya Suprana, ungkapan para mahasiswa itu harus benar-benar diwujudkan dan tidak berhenti sebatas sebuah rekor.
Kemarin, para mahasiswi IPDN sudah mendaftarkan gugatan mereka kepada Inu Kencana terkait dengan isi buku IPDN Undercover ke Kepolisian Daerah Jawa Barat. (CHE)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:28 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Amin untuk Pak Amien (2)
KOMPAS - Sabtu, 26 Mei 2007
Departemen Kelautan dan Perikanan mengutip pajak, retribusi, iuran, dan aneka pungutan dari kita. Sebagian dari uang kita itu disulap jadi "dana nonbudgeter" yang jumlahnya bagaikan, seperti kata lagu Bengawan Solo, "Air mengalir sampai jauh, akhirnya ke laut."
Banyak yang tidak tahu dana nonbudgeter (nonbudgetary funds) itu masuk jenis mata anggaran apa. Apakah ia perlu dikumpulkan, apakah cara pengumpulannya halal, dan apa manfaatnya untuk kita.
Hal yang pasti, pengelolaan dana pemerintahan di negeri ini sejak dulu lebih sukar ditebak daripada cuaca akhir-akhir ini. Selain dana nonbudgeter, ada pula dana abadi, uang yayasan, dana taktis, uang talangan, rekening Dephukham yang menampung transfer Tommy Soeharto, dan entah apa lagi.
Menurut kesaksian mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, sebagian dana Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) disumbangkan bagi para politisi yang ikut Pemilu dan Pilpres 2004. Jika memakai logika orang bodoh, kita ikut membiayai kampanye mereka.
Duit kita dipakai untuk membentuk tim sukses, beli tiket pesawat, sewa tenda, bayar orkes dangdut, beli sembako, bahkan untuk biaya "serangan fajar".
Setelah terpilih, mereka minta kenaikan gaji, tunjangan, atau laptop. Mereka "take" melulu, enggak pernah "give".
Setelah kita menunggu setahun, mereka belum berbuat apa-apa. Setelah dua setengah tahun lewat, sudahkah kita kecewa?
Mungkin hanya segelintir dari kita yang kecewa, sebagian terbesar tenang-tenang saja. Anehnya, bahkan banyak menuding Pak Amien Rais seperti pahlawan kesiangan saja.
Kalau dianalogikan dengan dunia bisnis, para penerima dana nonbudgeter DKP itu seperti debitor-debitor yang ngemplang melulu. Jika diandaikan dengan pengusaha, mereka adalah pemilik bank yang ditutup karena tak mampu mengembalikan rekening atau tabungan kita.
Bukanlah cerita baru bahwa debitor-debitor nakal akhirnya selamat dengan kabur ke luar negeri. Bankir-bankir yang banknya jadi pasien BPPN malah ditolong pemerintah, dibebaskan dari tuntutan pidana, dipinjami utang luar negeri atas nama kita, dan enggak akan pernah kapok menipu kita.
Di dunia keluarga mereka ibarat sepasang pengantin yang nébéng di "Pondok Orangtua Indah". Tak usah kaget jika sang pengantin tega memalsukan sertifikat hak milik rumah dan akhirnya malah menyepak keluar orangtua dari rumah milik mereka.
Di dunia flora mereka seperti benalu, di dunia fauna mirip bunglon, di dunia legenda bagaikan drakula. Pohon benalu lebih rimbun ketimbang pohon mangga, warna merah bunglon lebih indah dari bunga dahlia, darah drakula lebih segar dibandingkan dengan darah manusia.
Di dunia permobilan mereka ibarat pengelola parkir. Anda wajib membayar Rp 2.000 per jam. Namun, kalau mobil atau barang di dalam kendaraan hilang, itu bukanlah tanggang jawab Anda—bukan mereka.
Para politisi yang kita pilih tahun 2004 jadi pemenang-pemenang yang berhak merampas semuanya. Kita, seperti biasa, kembali jadi pecundang yang menyandang predikat "pelengkap penderita" saja.
Jangan lupa, mereka tidaklah nongol secara tiba-tiba seperti penyakit kanker stadium dua. Mereka ibarat lemak yang jadi penyebab penyakit jantung kronis yang sejak 10-20 tahun lalu mulai menghambat kelancaran peredaran darah tubuh Anda.
Mereka tak ubahnya ingus yang keluar-masuk hidung anak balita kesayangan Anda. Dulu mereka bangga jadi loyalis Orde Baru.
Tiba-tiba setelah Pak Harto lengser ing keprabon tahun 1998 mereka berubah drastis menjadi reformis sejati. Eh, sekarang mereka kembali jadi loyalis Orde Baru lagi.
Jika diibaratkan album musik, mereka CD kompilasi yang memuat tembang kenangan para vokalis berusia 60 tahunan. Pepatah Inggris mengatakan, "Old habits are hard to break."
Kalimat andalannya, "Kalau terbukti, uangnya saya kembalikan. Atau. "Jangan khawatir, jika terbukti, uangnya saya ganti."
Tak heran pemberantasan korupsi saat ini masih memakai sistem tebang pilih. KPK, BPK, Kejaksaan Agung, atau Tim Tastipikor bekerja berdasarkan perintah majikan, bukan kata hati rakyat kebanyakan.
Jika salah, mereka selalu punya alasan. Beda dengan orang kecil yang cepat disalahkan meski belum ada bukti. Bahkan, opini publik pun jadi kambing hitam saat ada yang memprotes reshuffle. Menteri yang terbukti berkali-kali gagal menjalankan tugas malah masuk ke ring satu dan jalannya penyidikan korupsi dua menteri yang baru diganti lambat seperti keong.
Jadi, Pak Amien bukan pahlawan kesiangan. Lebih baik ada berani karena benar, bukan yang takut karena salah.
Mari ramai-ramai mendorong semua instansi segera menindaklanjuti pengakuan Pak Amien. Pengakuannya justru berguna bagi para politisi yang tahun 2009 mencalonkan diri kembali.
Di rubrik ini tahun 2006 saya menulis judul Amin untuk Pak Amien. Maju terus Pak Amien!
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:25 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas