Saturday, May 26, 2007

Bertahan di Arab jadi 'calo' cium Hajar Azwad

BISNIS - Sabtu, 26/05/2007

Cukup banyak warga Indonesia yang menetap di Arab Saudi. Berdasar catatan Departemen Agama, setidaknya terdapat 650.000 warga kita yang ada di negara itu. Ada yang belajar secara formal di universitas, ada yang belajar informal (belajar di semacam pondok pesantren), pekerja formal, serta pendatang ilegal. Saat meliput umroh atas undangan Bank Muamalat yang memberangkatkan 365 nasabah tabungan Shar-E yang beruntung mendapat hadiah ibadah ke Mekkah dan Madinah tersebut pekan lalu, kami ba-nyak bertemu mereka di berbagai tempat. Bahkan kasir di swalayan besar Arab Saudi, Bin Dawood, pun banyak yang dari Indonesia.Kebanyakan orang Indonesia itu berasal dari Madura, Padang, Banjarmasin, Sunda, Lombok, Jawa tengah, Jawa Timur dan beberapa daerah bermayoritas Islam.Menurut salah satu pelajar Indonesia di Arab Saudi, Aziz, yang pernah menjadi ketua Forum Silaturohim Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (FSPMI) di Arab Saudi, untuk belajar di negara itu cukup mudah dan murah karena hampir semua kebutuhan ditanggung pemerintah. Bahkan, apabila tidak mendapatkan beasiswa, pelajar hanya dimintai biaya sekitar 800 riyal (sekitar Rp2 juta) sudah termasuk biaya pendidikan, makan, rumah tinggal (rubat atau penginapan), dan kebutuhan air dan listrik.Belum lagi kadang-kadang guru mereka (yang belajar di pondok pesantren) akan memberikan uang kepada santrinya, paling tidak sebulan sekali."Bahkan kami sering diundang orang kaya Arab untuk mendoakan keluarganya yang meninggal dan pulangnya kami mendapat uang, antara 50 sampai 200 riyal," katanya.Jadi guideNamun, karena kebutuhan pelajar juga cukup banyak, misalkan untuk bayar pulsa handphone, mereka pun turut bekerja sesuai keahliannya. Paling banyak, lanjutnya adalah menjadi pembimbing wisata umroh, khususnya bagi jemaah dari Indonesia.Dia mengaku setiap menjadi guide umroh, dia mendapat bayaran 600 riyal (Rp1,5 juta), belum ditambah sumbangan (tip) dari jemaah di akhir tugas mereka. Kegiatan guide ini mereka lakukan pada saat sekolahnya libur. Perlu diketahui, libur di Arab cukup banyak. Setiap minggu mereka libur dua hari, yaitu Kamis dan Jumat. Musim panas libur tiga bulan, dan Bulan Ramadan libur satu bulan.Uniknya, kita juga akan menemui sejumlah warga Indonesia yang menawarkan diri membantu untuk mencium Hajar Azwad. Gampang mengenali mereka, karena mereka-biasanya dua orang-akan menyapa kita terlebih dahulu ketika melakukan thowaf (berjalan mengelilingi Kabah).Memang tidak mudah untuk mencium Hajar Azwad. Selain sulitnya tertib antre (banyak jamaah yang datang dari depan bahkan dari berlawanan arah yang ikut berebut melakukan hal itu), menciumnya juga harus memasukkan kepala kita ke tempat di mana Hajar Azwad berada.Kalau melihat perawakan para 'calo' itu, kita pasti ragu akan kemampuannya karena badannya kecil-kecil. Namun ketika kami mencoba jasanya, mereka cukup gesit menembus kerumunan pengantre. Satu orang di depan yang mencarikan jalan dan satu orang lagi di belakang kita untuk melindungi agar tidak diterobos. Hanya dalam hitungan satu dua menit, kita sudah bisa berada di depan Hajar Azwad dan kepala kita langsung mereka dorong masuk.Namun, apakah untuk mencium Hajar Azwad itu benar-benar sulit? Berikut beberapa cara untuk mempermudah niat itu. Pertama yakin mampu mencium Hajar Azwad, kedua sabar walau antreannya sering dipotong orang lain dan ketiga memberi salam atau melambai kepada penjaga Kabah. Biasanya wajah melayu seperti kita akan diberi kemudahan para askar atau penjaga karena dianggap gampang diatur. (rachmat.purboyo @bisnis.co.id)Oleh M. Rochmad PurboyoWartawan Bisnis Indonesia

0 comments: