Friday, August 31, 2007

DPR: Tinjau Besaran Tarif Tol JORR

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Warga Akan Mengajukan "Class Action"

Jakarta, Kompas - Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat meminta kepada pemerintah untuk tetap mengedepankan kepentingan masyarakat. Berkenaan dengan itu, Komisi V meminta pemerintah meninjau kembali besaran tarif Tol Lingkar Luar Jakarta yang diterapkan sama untuk jarak jauh ataupun jarak dekat.
Demikian rekomendasi Komisi V, sebagai hasil rapat dengar pendapat dengan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol dan Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, yang disampaikan Ketua Komisi V DPR Ahmad Muqowwam, Kamis (30/8) siang di Jakarta.
Ahmad mengatakan, respons negatif dari masyarakat atas besaran tarif baru Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) yang mengadopsi sistem terbuka mendorong DPR mengeluarkan rekomendasi itu. Kepentingan masyarakat tetap harus dipertimbangkan.
"Kami juga menyayangkan minimnya sosialisasi atas kebijakan baru tentang penerapan sistem terbuka dan besaran tarif itu. Jangankan masyarakat, Komisi V pun tidak diberi tahu tentang besaran tarif JORR," kata Ahmad.
Selain meminta tarif JORR ditinjau, Ahmad juga mengingatkan, ketika ruas Tol Kebon Jeruk-Penjaringan (W1) sepanjang 9,7 kilometer (km), dan Ulujami-Kebon Jeruk (W2 Utara) sepanjang 7 km selesai dibangun, tak boleh lagi ada kenaikan tarif.
"Apabila JORR rampung, tarif dari Cilincing ke Penjaringan, bila tarifnya Rp 6.000, ya tetap Rp 6.000, jangan naik," ujar Ahmad.
Dievaluasi
Ditemui seusai penyampaian rekomendasi Komisi V DPR, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Hisnu Pawenang mengatakan akan mengevaluasi kembali besaran tarif JORR.
Menurut Hisnu, angka Rp 6.000 itu didapat dari penghitungan tepat hasil perkalian antara average length trip (ALT) atau jarak rata-rata yang ditempuh pengguna tol dan tarif dasar tol Rp 430 per km.
Menurut Siswono Yudo Husodo, salah seorang pengusaha nasional yang saat ini mengelola Jalan Tol Cawang-Cikampek dan tengah membangun ruas jalan tol dari Kebon Jeruk ke Bandara Soekarno-Hatta, untuk membangun jaringan jalan tol yang berada di atas tanah berkonstruksi tiang beton berbiaya Rp 200 miliar per km.
Untuk jaringan jalan tol yang dibangun di atas tanah, investasinya sekitar Rp 50 miliar per km bergantung pada kondisi di lapangan. Investasi itu hampir sama nilainya dengan pembangunan jaringan tol di negara lain. Namun, tarif tol di Indonesia masih tetap yang paling rendah di Asia, yaitu terendah Rp 180 per km dan tertinggi Rp 600 per km. Adapun tarif tol terendah di Malaysia berkisar Rp 900 per km dan di China Rp 1.100 per km.
Ajukan "class action"
Warga Bintaro, Serpong, dan sekitarnya melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) akan mengajukan class action kepada Jasa Marga dan Menteri Pekerjaan Umum (PU) atas kenaikan tarif tol yang melambung tinggi.
Menurut Tjandra Tedja, salah seorang penggagas rencana tersebut, selain akan mengajukan class action, pihaknya dan pengguna jalan akan melakukan boikot untuk tidak memakai jalan tol, serta memobilisasi kendaraan untuk memarkirkan sekitar 1.000 mobil di depan pintu tol.
Di PU, Kepala Humas PT Jasa Marga Zuhdi Saragih mengatakan, khusus untuk keberatan yang diungkapkan pengguna tol terkait lonjakan tarif ruas Serpong-Pondok Aren yang terkoneksi dengan JORR menjadi Rp 10.500 (Golongan I) ada dasar hukumnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 374 Tahun 2005, tarif ruas Serpong-Pondok Aren Rp 3.000 (Golongan I). Untuk tarif ruas Pondok Aren-Ulujami, menurut Kepmen No 309/2005, besarnya adalah Rp 1.500. Berdasarkan Kepmen Nomor 365 Tahun 2007, tarif ruas JORR Rp 6.000.
"Dari situlah, tarif sebesar Rp 10.500 pada Gerbang Tol Pondok Ranji didapat," ujar Saragih.
Volumenya turun
Sehari setelah kenaikan tarif volume pengguna Jalan Tol Serpong-JORR menurun.
Kepala PT Jasa Marga Cabang Jakarta-Tangerang Hendro Atmojo, Kamis, membenarkan hal ini.
Pengamatan Kompas hari Kamis menunjukkan, arus lalu lintas kendaraan yang lewat Gerbang Pondok Ranji tidak seramai hari Rabu.
"Situasi lalu lintas di Gerbang Pondok Ranji mirip hari Minggu, dengan rata-rata pengguna tol sebanyak 15.000-an kendaraan," kata Kepala Gerbang Tol Pondok Ranji Kiman.
Pada hari biasa, sebelum tarif JORR diberlakukan, jumlah pengguna tol yang melintas di gerbang ini rata-rata 81.000 kendaraan untuk dua arah. Rabu lalu jumlahnya turun menjadi 72.000. Namun, kemarin jumlah kendaraan yang lewat Pondok Ranji turun drastis.
Dampak kenaikan itu juga dirasakan pengguna angkutan umum. Menurut Siman, sopir angkot K 28 AL, dirinya terpaksa menaikkan tarif angkutan.
Menyusul tarif baru itu, ujar Siman, sejak Rabu lalu, pimpinan peguyuban angkot K 28 AL mengeluarkan surat edaran mengenai kenaikan ongkos angkot sebesar Rp 1.000 untuk setiap jurusan.
Ongkos dari Kampung Rambutan, Jakarta Timur, ke Jatiwarna, Pondok Gede, kini menjadi Rp 5.000, naik Rp 1.000 dari ongkos sebelumnya. Begitu pula dari Kampung Rambutan ke Ujungaspal, dari semula Rp 3.000 kini naik menjadi Rp 4.000. Kenaikan ongkos angkot juga dibebankan ke pelajar. Para pelajar yang menumpang angkot kini harus membayar Rp 2.500 per sekali perjalanan.(ryo/gun/ham/ksp/cok/nta)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Penerima Uang Tol: Gaji Sudah Kecil, Eh Dimaki-maki Sepanjang Hari...

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

R Adhi Kusumaputra

Iswandi (31), pekerja outsourcing, hanya bisa mengelus dada. Personel penerima uang tol yang bertugas di Gerbang Tol Pondok Ranji, Tangerang, Banten, ini selama 17 jam berada di gardu tol sejak Rabu (29/8) pukul 14.00 hingga pukul 21.00, lalu dilanjutkan sampai Kamis (30/8) pukul 06.00.
Iswandi bercerita sepanjang bertugas ia dimaki dan didamprat oleh hampir semua pengguna jalan tol yang lewat loket tempatnya bekerja. Mereka mengeluarkan kata-kata kotor dan kasar sebagai pelampiasan atas kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap pemberlakuan tarif baru Tol Serpong-JORR.
Bayangkan, berjam-jam bertugas di loket tol, Iswandi tak henti-hentinya menerima makian dengan kata-kata menusuk hati. "Mendengar makian itu, saya hanya bisa bersabar dan tak bisa membantah," ungkap Iswandi yang setiap bulan menerima gaji Rp 900.000 itu.
Personel penerima uang tol outsourcing di Gerbang Tol Pondok Ranji tercatat 13 orang. "Mereka sebelumnya bertugas di Gerbang Tol Viaduct-Bintaro. Kami rekrut dari penyedia jasa tenaga kerja, Koperasi PT Jasa Marga Tangerang," kata Kepala Gerbang Tol Pondok Ranji Kiman kepada Kompas, Kamis.
Meskipun gajinya kurang dari Rp 1 juta per bulan, Iswandi mengaku makian yang diterimanya berjam-jam di loket merupakan risiko pekerjaan. Ungkapan senada disampaikan Dina Marwati (20), pekerja outsourcing lainnya. "Ah, saya tidak terlalu ambil pusing dengan kata-kata kasar yang disampaikan pengguna tol. Saya anggap bekerja, kan, ibadah. Ya fun-fun saja," kata Dina yang sudah dua tahun bekerja sebagai personel penerima uang tol.
Umumnya para pengguna Tol Serpong-JORR tidak bisa menerima bahwa mereka harus membayar tarif tol Rp 10.500 di Gerbang Tol Pondok Ranji.
"Saya ini profesor doktor, S-3. Pejabat yang menetapkan tarif tol enggak becus. Tak bisa hitung tarif tol dengan benar," umpat seorang pengguna tol dengan nada tinggi.
Ada juga yang nyeletuk, "Jasa Marga perampok." Atau bernada ancaman, "Belum pernah dibom, ya, gerbang tol ini?" Nada makian lainnya mengarah kepada pejabat negara yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat, merampas duit rakyat, ataupun hanya bisa korupsi.
"Berbagai makian dari pengguna tol itu kami terima dengan sabar. Kami ini seperti si Kabayan yang dimarahi majikan. Kami ini pelaksana di garda terdepan. Jadi, jangan tanya mengapa ada kebijakan tarif tol seperti ini. Sebab, kami tidak tahu-menahu soal kebijakan tarif itu," kata Kiman.
Menurut dia, kesabaran semua personel penerima uang tol atas maki-makian yang didengar karena sebelumnya mereka telah menjalani pendidikan dan pelatihan. "Anggaplah ini praktiknya, dimarahi dan dimaki pengguna tol dalam keadaan sebenarnya," kata Kiman.
Ketika Kompas berada di pos PT Jasa Marga di Pondok Ranji, ada dua pengguna tol turun dari mobil dan melampiaskan kemarahan mereka kepada petugas tol. Nada suaranya tetap tinggi meskipun petugas tol mengajak duduk dan bicara baik-baik.
Perlakuan pengguna tol terhadap personel penerima uang tol memang cenderung kasar. Ada yang melemparkan uang tol ke jalan sambil mengeluarkan kata-kata kotor. Bahkan, ada yang meludahi uang tol itu lebih dahulu.
"Sudah 13 tahun saya bertugas di Jasa Marga. Baru kali ini saya dimarah-marahi pengguna tol sepanjang hari," kata Untung Kusworo (40), yang tinggal di Serpong. Pria yang memiliki istri dan tiga anak ini bergaji Rp 2,5 juta per bulan.
Untung mengaku sempat shock mendengar makian pengguna tol. "Tapi setelah tahu hampir semua petugas tol mengalami hal yang sama, saya pun akhirnya harus bersabar," katanya.
Trisulo Adi (39), pengawas personel penerima uang tol, mengatakan, kemarahan pengguna tol terutama karena kurangnya sosialisasi atas informasi kenaikan tarif dan perubahan sistem tertutup menjadi sistem terbuka. "Wah, semua kata-kata Kebun Binatang Ragunan keluar," kata Trisulo menggambarkan.
Sri Wahyuti (34), personel penerima uang tol, mengatakan kaget mengalami situasi seperti ini terus-menerus. Bahkan Sri sempat menangis, tapi akhirnya ia sadar bahwa ia tak boleh emosi dan kemarahan pengguna jasa tol tak perlu ditanggapi.
"Yah, seandainya saya pemilik mobil yang lewat tol ini, mungkin saya juga marah seperti mereka," ungkap Sri.
Kepala PT Jasa Marga Cabang Jakarta-Tangerang Hendro Atmodjo mengatakan, tidak semua pengguna tol melampiaskan amarah. Ada juga yang tersenyum, mengacungkan jari jempol dan mengucapkan terima kasih. "Mereka adalah pengguna tol jarak jauh karena tarif tol turun," kata Hendro.
Nasib petugas tol dalam hari-hari ini, bahkan setelah tarif tol naik lagi, akan tetap jadi sasaran dan pelampiasan kemarahan pengendara kendaraan, terutama jarak dekat. Sebagian besar pengguna Jalan Tol Serpong-JORR hingga kini menuntut pengelola jalan tol memberlakukan kembali sistem lama, dengan memerhatikan jarak tempuh.
"Kalau setiap hari lewat tol dengan tarif ini, lama-lama bisa tekor. Pemerintah sekarang memang tidak berpihak kepada rakyat. Banyak kebijakan yang membuat rakyat jadi susah," ungkap seorang warga Pamulang.

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Antrean di Merak: Sembako Sulit Diperoleh di Palembang

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Palembang, Kompas - Menyusul terjadinya antrean panjang di Pelabuhan Merak, Banten, beberapa jenis barang kebutuhan pokok mulai sulit diperoleh di pasar-pasar tradisional Kota Palembang. Itu terjadi karena pasokan baru dari Pulau Jawa masih tertahan di Merak.
Dari pemantauan Kompas di Pasar Cinde, Pasar Plaju, dan Pasar 26 Ilir Kota Palembang, Kamis (30/8), kebutuhan pokok yang mulai sulit diperoleh terutama jenis sayur-mayur dan buah-buahan, di antaranya kol, wortel, dan kentang. Selama ini jenis kebutuhan pokok tersebut selalu mengandalkan pasokan dari produsen-petani di Pulau Jawa.
Pasokan barang kebutuhan seperti sayur-mayur dari Pulau Jawa ke Bandar Lampung juga datang terlambat.
Dari Medan dilaporkan, 10 persen mangga arum manis yang dikirim dari Cirebon, Jawa Barat, tiba di Medan dalam keadaan busuk karena terlalu lama di jalan. "Ini sangat merugikan. Tingkat kebusukan meningkat menjadi 3-4 kilogram dalam satu peti (isi 30 kilogram). Padahal, biasanya hanya busuk 1 kilogram," kata pedagang buah di Jalan Air Bersih, Medan, Arif Budiman.
Keterlambatan datang barang kebutuhan itu memicu kekhawatiran masyarakat. Akibatnya, banyak pembeli yang membeli dalam jumlah banyak sehingga stok barang makin menipis.
Astiti (42), pedagang di Pasar Cinde, Palembang, menuturkan, selama dua hari ini ia tidak memiliki stok sayuran jenis wortel dan kentang. Ia juga kehabisan terigu. Barang yang ada sudah diborong pembeli dua-tiga hari lalu.
Wandi (35), pedagang di Pasar 26 Ilir, mengatakan, saat ini dia juga tidak memiliki stok kebutuhan pokok mulai seperti susu kemasan, terigu, buah, kentang, dan kol. Produk susu dan terigu biasanya dipasok dari distributor di Jakarta, sedangkan kentang dan kol selalu mengandalkan pasokan dari Bandung (Jawa Barat) dan Ungaran (Jawa Tengah).
"Pengiriman dilakukan dengan jalan darat menggunakan angkutan truk, dua kali seminggu. Seharusnya muatan sudah sampai kemarin. Hari ini kami baru dikabari bahwa muatan masih tertahan di Merak," kata Wandi.
Konsumen yang ditemui di pasar tradisional juga mengeluhkan sulitnya mencari jenis kebutuhan tersebut. Sebagian pembeli mengaku harus memesan terlebih dulu sehari sebelumnya kepada pedagang agar bisa mendapatkan kebutuhan yang diinginkan.
Belum dibuka
Untuk mengurangi risiko dan memperlancar distribusi barang, pihak PT ASDP Bakauheni, Lampung, dan PT ASDP Merak sebenarnya sudah berupaya memprioritaskan angkutan kebutuhan yang mudah rusak.
"Karena barang kebutuhan, terutama sayur dan buah, itu mudah busuk, setidaknya empat truk barang kebutuhan kami seberangkan lebih dulu," kata Kepala Cabang PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (PT ASDP) Bakauheni Prasetyo Bakti Utama.
Akan tetapi, hingga Kamis petang kemarin penyeberangan ternyata belum juga lancar.
Rencana mengoperasikan Pelabuhan Umum Ciwandan pada Kamis kemarin ternyata juga belum dilakukan karena dua kapal bantuan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) belum tiba di Pelabuhan Merak. Akibatnya, penumpukan kendaraan menuju pelabuhan bertambah parah hingga mencapai lebih kurang 12 kilometer dari pintu masuk pelabuhan.
Seperti diberitakan, Menteri Perhubungan Jusman Safeii Djalal menyatakan akan membuka Pelabuhan Ciwandan pada hari Kamis. Sebagian truk akan dialihkan agar menyeberang melalui pelabuhan milik PT Pelindo II Banten, dengan menggunakan dua kapal milik TNI AL dan dua kapal milik PT Pelni.
Dua kapal milik TNI AL, yakni KRI Teluk Manado dan Teluk Hading, sudah datang di Pelabuhan Indah Kiat, Cilegon, sejak Rabu lalu. Kedua kapal itu juga sudah diminta untuk merapat ke Pelabuhan Ciwandan Kamis sore. Namun, hingga petang kedua kapal itu belum juga dioperasikan.
"Prinsipnya, kami siap membantu kapan pun dibutuhkan. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan kapan akan mulai dioperasikan," kata Komandan Pangkalan TNI AL Banten Kolonel Laut (P) Imron Junaedi, kemarin sore.
Kedua KRI itu hanya mampu mengangkut 4-5 truk sekali jalan. Dengan laju kecepatan sekitar 12 knot, diperkirakan KRI itu bisa melayani enam trip per hari.
Adapun dua kapal bantuan milik PT Pelni, yakni KMP Gunung Egon dan KMP Garda Dewata, belum datang. Begitu pula kapal bantuan dari Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai dan Penyeberangan (Gapasdap), Dharma Ferry II, serta KMP Belanak, kapal bantuan dari PT ASDP Cabang Belawan. Dari tujuh kapal yang rencananya diperbantukan, baru satu kapal, yakni KMP Raja Enggano milik PT ASDP Cabang Bengkulu, yang sudah dioperasikan di Pelabuhan Merak.
Kepala Cabang PT ASDP Merak M Ichsan memastikan, KMP Dharma Ferry II dan Garda Dewata datang pada Kamis malam.
Tambah parah
Hingga petang kemarin, PT ASDP Merak mengoperasikan 14 kapal, termasuk kapal bantuan dari Bengkulu yang sudah tiba. Namun, penumpukan kendaraan menuju Pelabuhan Merak justru bertambah parah.
Berdasarkan pemantauan, antrean truk bertambah panjang hingga mencapai lebih kurang 12 kilometer dari pintu masuk pelabuhan. Ribuan truk pengangkut barang berjajar di jalan yang membentang dari pintu pelabuhan hingga Kilometer 91 Jalan Tol Jakarta-Merak.
Direktur Utama PT ASDP Sumiarso Sony memastikan bahwa penumpukan kendaraan di Pelabuhan Merak akan segera teratasi. Ia memperkirakan kondisi akan normal pada hari Minggu. (HLN/NDY/ONI/NTA)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Tindak Kekerasan: Malaysia Baru Sebatas "Penyesalan Mendalam"

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Dato Zainal Abidin Zain menyatakan penyesalan mendalam (deeply regret) atas kasus penganiayaan yang dilakukan polisi Malaysia terhadap wasit karate Donald Luther Kolopita. Proses hukum atas kasus itu dijanjikan akan transparan.
Namun, Zainal tidak secara tegas meminta maaf atas kasus penganiayaan itu dan mempersilakan wartawan jika hendak menginterpretasikan "deeply regret" sebagai permintaan maaf.
Pernyataan itu disampaikan Duta Besar Malaysia seusai bertemu Ketua DPR Agung Laksono serta sejumlah pimpinan Komisi I DPR dan Badan Kerja Sama Antar Parlemen di Gedung MPR/ DPR, Kamis (30/8) siang. Duta Besar juga menyatakan ingin bertemu dengan Donald Kolopita.
Wakil Ketua Komisi I Yusron Ihza berharap penyelesaian kasus pemukulan Donald bisa menjadikan hubungan Indonesia-Malaysia lebih baik. Namun, seusai pertemuan, kepada wartawan Agung mengatakan, "Saya sih inginnya tegas-tegas minta maaf."
Secara terpisah, Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional DPR Alvin Lie dan anggota Komisi I DPR Yuddy Chrisnandi (Fraksi Partai Golkar) menyerukan agar tidak satu pun pejabat Indonesia menghadiri peringatan ulang tahun kemerdekaan Malaysia.
Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla bersama rombongan, Kamis, tetap berangkat ke Malaysia. "Semalam Presiden tetap menugaskan saya untuk mewakilinya menghadiri peringatan Hari Kemerdekaan Malaysia di Kuala Lumpur," ujar Kalla di ruang VIP Bandara Internasional Juanda.
Wapres juga menyatakan, pihaknya di Malaysia akan menyampaikan pesan Presiden Yudhoyono soal kasus tersebut. "Kasus pemukulan itu jangan menyebabkan terganggunya hubungan Indonesia Malaysia," lanjut Wapres.
Tentang permintaan maaf yang ditolak Pemerintah Malaysia, Wapres mengatakan, "Seandainya terjadi masalah oleh orang Indonesia di luar negeri, kan, tentunya Menteri Luar Negeri kita tak harus terus-menerus meminta maaf kepada negara tersebut. Pemerintah Malaysia, kan, sudah menyatakan penyesalannya atas kasus itu dan akan memprosesnya secara hukum."
Hentikan "sweeping"
Menko Polhukam Widodo AS menilai aksi-aksi protes yang muncul sebagai bentuk kekecewaan. Namun, ia mengimbau para pemrotes tidak melakukan aksi kontraproduktif seperti menyisir (sweeping) warga Malaysia yang ada di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Widodo Kamis usai menggelar rapat koordinasi terbatas bersama Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto dan Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar. "Aksi kontraproduktif macam sweeping hanya akan merugikan kepentingan kita dan hubungan antarnegara," ujar Widodo.
Hal senada disampaikan Anas Urbaningrum dari Partai Demokrat. Penyisiran terhadap warga Malaysia justru bisa memperburuk citra Indonesia di dunia internasional. "Aksi protes tetap harus dilakukan dengan cara yang baik dan beradab," tambahnya. (DIK/MAM/HAR/MZW/DWA)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Jalintim Tertutup Asap

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Sampai Rabu Malam di Sumsel Terpantau Ada 38 Titik Api

Palembang, Kompas - Para pengendara di jalan lintas timur Sumatera atau jalintim Sumatera pada ruas Palembang-Indralaya, Kamis (30/8), harus ekstra hati-hati. Selain rusak, kemarin jalur itu tertutup asap tebal akibat kebakaran lahan masyarakat. Jarak pandang sangat pendek, sekitar 5 meter.
Berdasarkan pengamatan Kompas, lokasi kebakaran yang menyebabkan kabut asap berada di ruas Palembang-Indralaya Kilometer (Km) 18, Km 20, Km 23, dan Km 28, sebelum memasuki Indralaya. Sejumlah pos kebakaran hutan yang dibangun di sepanjang jalan tampak kosong, padahal pos tersebut dibangun karena wilayah itu rawan kebakaran.
Untuk menghindari tabrakan, para pengendara harus berjalan pelan sambil menghidupkan lampu. Asap yang tebal juga menyebabkan mata pedih dan mengganggu pernapasan.
Sebuah mobil pemadam kebakaran milik Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel), berusaha memadamkan api, tetapi tidak bisa tuntas. Luas area kebakaran yang harus dipadamkan terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan mobil pemadam tersebut.
Lid (36), warga Desa Arisan Jaya, Kabupaten Ogan Ilir, mengatakan, asap pertama kali muncul sekitar pukul 14.00. Api berasal dari lahan gambut di sebelah timur, kemudian semakin meluas ke barat mendekati ruas jalan jalintim.
"Tahun lalu kebakaran juga terjadi di daerah ini. Asap menyebabkan warga sakit tenggorokan. Saya tidak tahu penyebab kebakaran kali ini, apakah sengaja dibakar atau tidak," kata Lid.
Menurut Ahmad Amin (63), warga Desa Talang Pangeran, Kabupaten Ogan Ilir, api muncul dari lahan gambut yang selama ini ditelantarkan. Api menjadi besar karena tiupan angin kencang, bahkan mendekati permukiman. Untuk menghindari kebakaran, warga menyiram rumahnya dengan air.
"Kalau kebakaran besar seperti ini, tidak ada yang bisa kami lakukan. Di dekat sini ada pos aju kebakaran hutan, tapi tidak ada orangnya (penjaganya)," kata Ahmad sambil menunjuk sebuah bangunan tak jauh dari rumahnya.
38 titik api
Kepala Dinas Kehutanan Sumsel Dodi Supriadi mengatakan, sampai Rabu malam di Sumsel terpantau ada 38 titik api. Titik api belum masuk ke lahan gambut, tapi masih di lahan kering. "Masyarakat sengaja membakar untuk persiapan memasuki masa tanam," kata Dodi.
Menurut Dodi, lambatnya pencairan dana menyebabkan upaya penanggulangan kebakaran hutan terhambat. Proposal permintaan dana penanggulangan kebakaran di Sumsel yang dikirimkan ke Departemen Kehutanan dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup belum dijawab.
"Proposal sudah dikirim sejak Februari, tetapi sampai sekarang dananya belum turun, padahal puncak kebakaran hutan di Sumsel September-Oktober. Sekarang kami diminta membuat proposal lagi ke BKSDA," ujarnya. (WAD)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

Sejarawan Ong Hok Ham Telah Tiada

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Ong Hok Ham, salah satu tokoh sejarawan Indonesia, Kamis (30/8), meninggal dunia di kediamannya di Jalan Cakrawijaya IX Blok D No 11, Kompleks Diskum TNI Angkatan Darat, Cipinang Muara, Jakarta Timur. Ong Hok Ham meninggal dalam usia 74 tahun.
"Saya ditelepon pada pukul 17.30 oleh salah satu pembantu Ong Hok Ham, dikabari bahwa Ong Hok Ham meninggal. Kebetulan saya tinggal tidak jauh dari rumah beliau, lalu saya datang dan segera membawa jenazah Ong Hok Ham ke Rumah Sakit (RS) Mitra Internasional, Jatinegara," kata Andi Achdian, Direktur Institut Ong Hok Ham, saat ditemui Kompas di persemayaman Rumah Duka RS Dharmais, Jakarta, tadi malam.
Dokter di RS Mitra Internasional menyatakan, Ong Hok Ham meninggal pukul 18.10. Menurut Andi, sekitar empat tahun lalu, Ong Hok Ham terserang stroke. Sejak saat itu pula ia menggunakan kursi roda. Ong Hok Ham, lanjut Andi, sempat memberi wasiat agar rumahnya dijadikan museum dengan koleksi sekitar 3.000 buku sejarah.
Hingga semalam belum ada keputusan dari pihak keluarga kapan jenazah Ong Hok Ham dikebumikan. "Keluarga masih menunggu kedatangan salah satu adik Ong Hok Ham dari Australia," kata Hardi Halim, kerabat dekat Ong Hok Ham. (NAW/MUK)

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...

BAHASA: Siapa yang Aman?

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

Perbedaan di antara bentuk pasif dan bentuk aktif merupakan salah satu rintangan terbesar ketika saya mulai belajar bahasa Indonesia 10 tahun lalu. Tahun per- tama saya dan mahasiswa lain hanya memakai kata dasar (Saya baca buku; Dia beli mobil) dan kami menganggap ben- tuk dan sifat bahasa Indonesia ini cukup mudah dipahami.
Ketika tahun kedua dihadapkan dengan awalan bentuk aktif (Saya membaca buku; Dia membeli mobil), kami mulai gojag-gajeg dan sering sempat menggaruk-garuk kepala. Dan ketika dosen mengumumkan kehadiran bentuk pasif juga (Buku ini saya baca; Mobil itu dibelinya), kebingungan kami mutlak, dan bahasa ini kami anggap sangat tidak masuk akal, dan mungkin malah tak bisa dipelajari orang asing. Yang pasti, kami semua membenci bentuk pasif.
Namun, yang tetap bertahan dalam kelas bahasa Indonesia ini (kami semakin sedikit orang, dan sekarang mata kuliah bahasa Indonesia malah ditiadakan di semua kampus di Swedia karena kurangnya minat mahasiswa) lama-kelamaan mulai memahami perbedaan di antara kedua bentuk kata kerja ini, dan bagaimana mereka bisa dan harus dipakai.
Setelah dilatih secara intensif di salah satu sekolah bahasa Indonesia untuk orang asing di Yogyakarta, saya mulai suka bentuk pasif. Sekarang bentuk pasif saya anggap sangat praktis dan enak dipakai, terutama jika tak mau ambil risiko memakai sebutan yang "salah", yakni kurang hormat, terhadap lawan bicara.
Walaupun saya sekarang memahami perbedaan bentuk aktif-pasif dengan cukup baik, dan tak sering lagi membuat kesalahan memalukan (Saya dibuka pintunya), masih ada satu kata yang seringkali membingungkan saya. Kata itu adalah aman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aman itu artinya antara lain ’bebas dari bahaya’, ’bebas dari gangguan’ dan ’terlindung’. Itu tak masalah. Hanya saja, setiap kali saya membuka koran Indonesia ada tulisan seperti "Penjahat diamankan polisi" atau "Polisi mengamankan pencuri mobil". Ini membuat saya bingung, dan ingat waktu kuliah dulu ketika kami semua hanya menebak bentuk kata kerja yang mana yang benar. Menurut logika bahasa saya, kalau polisi sudah menahan seorang penjahat, maka bukan si penjahat yang diamankan, tetapi masyarakat secara luas. Kan, masyarakatlah yang sekarang bisa merasa aman, bukan si penjahat. Ia malah seharusnya merasa semakin resah. Tak pernah saya membaca judul seperti ini di koran: "Penjahat ditahan, masyarakat diamankan", padahal justru masyarakat yang bisa merasa aman kalau ada penjahat yang ditahan.
Kekacauan ini berasal dari bentuk kata kerja dari kata dasar aman itu sendiri. Aman berarti ’bebas dari bahaya’ seperti terlihat di atas, tapi mengamankan berarti ’menjadikan tidak berbahaya’ menurut KBBI, bukan ’menjadikan bebas dari bahaya’ seperti logika bahasa saya menyatakan.
Saya semakin bingung ketika membaca di kamus yang sama bahwa pengaman berarti ’orang yang mengamankan (negeri, kota)’. Sejauh yang saya pahami, itu berarti pengaman bisa jadi polisi atau penjaga lain. Namun, kalau mengamankan diganti dengan definisi KBBI sendiri, maka pengaman berarti ’orang yang menjadikan tidak berbahaya (negeri, kota)’. Adakah kota berbahaya? Ya, mungkin. Tapi, ada orang yang bisa menjadikannya tidak berbahaya? Bukankah kalau begitu, orang tersebut menjadikannya bebas dari bahaya, yakni aman? Ataukah itu hal yang sama?

André Möller
Pengamat Bahasa, Tinggal di Swedia

BaCa SeLeNgKaPnYa disini...