Friday, August 31, 2007

Penerima Uang Tol: Gaji Sudah Kecil, Eh Dimaki-maki Sepanjang Hari...

KOMPAS - Jumat, 31 Agustus 2007

R Adhi Kusumaputra

Iswandi (31), pekerja outsourcing, hanya bisa mengelus dada. Personel penerima uang tol yang bertugas di Gerbang Tol Pondok Ranji, Tangerang, Banten, ini selama 17 jam berada di gardu tol sejak Rabu (29/8) pukul 14.00 hingga pukul 21.00, lalu dilanjutkan sampai Kamis (30/8) pukul 06.00.
Iswandi bercerita sepanjang bertugas ia dimaki dan didamprat oleh hampir semua pengguna jalan tol yang lewat loket tempatnya bekerja. Mereka mengeluarkan kata-kata kotor dan kasar sebagai pelampiasan atas kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap pemberlakuan tarif baru Tol Serpong-JORR.
Bayangkan, berjam-jam bertugas di loket tol, Iswandi tak henti-hentinya menerima makian dengan kata-kata menusuk hati. "Mendengar makian itu, saya hanya bisa bersabar dan tak bisa membantah," ungkap Iswandi yang setiap bulan menerima gaji Rp 900.000 itu.
Personel penerima uang tol outsourcing di Gerbang Tol Pondok Ranji tercatat 13 orang. "Mereka sebelumnya bertugas di Gerbang Tol Viaduct-Bintaro. Kami rekrut dari penyedia jasa tenaga kerja, Koperasi PT Jasa Marga Tangerang," kata Kepala Gerbang Tol Pondok Ranji Kiman kepada Kompas, Kamis.
Meskipun gajinya kurang dari Rp 1 juta per bulan, Iswandi mengaku makian yang diterimanya berjam-jam di loket merupakan risiko pekerjaan. Ungkapan senada disampaikan Dina Marwati (20), pekerja outsourcing lainnya. "Ah, saya tidak terlalu ambil pusing dengan kata-kata kasar yang disampaikan pengguna tol. Saya anggap bekerja, kan, ibadah. Ya fun-fun saja," kata Dina yang sudah dua tahun bekerja sebagai personel penerima uang tol.
Umumnya para pengguna Tol Serpong-JORR tidak bisa menerima bahwa mereka harus membayar tarif tol Rp 10.500 di Gerbang Tol Pondok Ranji.
"Saya ini profesor doktor, S-3. Pejabat yang menetapkan tarif tol enggak becus. Tak bisa hitung tarif tol dengan benar," umpat seorang pengguna tol dengan nada tinggi.
Ada juga yang nyeletuk, "Jasa Marga perampok." Atau bernada ancaman, "Belum pernah dibom, ya, gerbang tol ini?" Nada makian lainnya mengarah kepada pejabat negara yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat, merampas duit rakyat, ataupun hanya bisa korupsi.
"Berbagai makian dari pengguna tol itu kami terima dengan sabar. Kami ini seperti si Kabayan yang dimarahi majikan. Kami ini pelaksana di garda terdepan. Jadi, jangan tanya mengapa ada kebijakan tarif tol seperti ini. Sebab, kami tidak tahu-menahu soal kebijakan tarif itu," kata Kiman.
Menurut dia, kesabaran semua personel penerima uang tol atas maki-makian yang didengar karena sebelumnya mereka telah menjalani pendidikan dan pelatihan. "Anggaplah ini praktiknya, dimarahi dan dimaki pengguna tol dalam keadaan sebenarnya," kata Kiman.
Ketika Kompas berada di pos PT Jasa Marga di Pondok Ranji, ada dua pengguna tol turun dari mobil dan melampiaskan kemarahan mereka kepada petugas tol. Nada suaranya tetap tinggi meskipun petugas tol mengajak duduk dan bicara baik-baik.
Perlakuan pengguna tol terhadap personel penerima uang tol memang cenderung kasar. Ada yang melemparkan uang tol ke jalan sambil mengeluarkan kata-kata kotor. Bahkan, ada yang meludahi uang tol itu lebih dahulu.
"Sudah 13 tahun saya bertugas di Jasa Marga. Baru kali ini saya dimarah-marahi pengguna tol sepanjang hari," kata Untung Kusworo (40), yang tinggal di Serpong. Pria yang memiliki istri dan tiga anak ini bergaji Rp 2,5 juta per bulan.
Untung mengaku sempat shock mendengar makian pengguna tol. "Tapi setelah tahu hampir semua petugas tol mengalami hal yang sama, saya pun akhirnya harus bersabar," katanya.
Trisulo Adi (39), pengawas personel penerima uang tol, mengatakan, kemarahan pengguna tol terutama karena kurangnya sosialisasi atas informasi kenaikan tarif dan perubahan sistem tertutup menjadi sistem terbuka. "Wah, semua kata-kata Kebun Binatang Ragunan keluar," kata Trisulo menggambarkan.
Sri Wahyuti (34), personel penerima uang tol, mengatakan kaget mengalami situasi seperti ini terus-menerus. Bahkan Sri sempat menangis, tapi akhirnya ia sadar bahwa ia tak boleh emosi dan kemarahan pengguna jasa tol tak perlu ditanggapi.
"Yah, seandainya saya pemilik mobil yang lewat tol ini, mungkin saya juga marah seperti mereka," ungkap Sri.
Kepala PT Jasa Marga Cabang Jakarta-Tangerang Hendro Atmodjo mengatakan, tidak semua pengguna tol melampiaskan amarah. Ada juga yang tersenyum, mengacungkan jari jempol dan mengucapkan terima kasih. "Mereka adalah pengguna tol jarak jauh karena tarif tol turun," kata Hendro.
Nasib petugas tol dalam hari-hari ini, bahkan setelah tarif tol naik lagi, akan tetap jadi sasaran dan pelampiasan kemarahan pengendara kendaraan, terutama jarak dekat. Sebagian besar pengguna Jalan Tol Serpong-JORR hingga kini menuntut pengelola jalan tol memberlakukan kembali sistem lama, dengan memerhatikan jarak tempuh.
"Kalau setiap hari lewat tol dengan tarif ini, lama-lama bisa tekor. Pemerintah sekarang memang tidak berpihak kepada rakyat. Banyak kebijakan yang membuat rakyat jadi susah," ungkap seorang warga Pamulang.

0 comments: