Wednesday, August 29, 2007

Pemerintah Tambah 7 Kapal

KOMPAS - Rabu, 29 Agustus 2007

Penyeberangan Penumpukan Kendaraan Angkutan Barang di Merak Masih Parah

Jakarta, Kompas - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat memutuskan, terhitung Kamis (30/8), menambah tujuh kapal di lintasan penyeberangan Merak-Bakauheuni. Masuknya tujuh kapal tambahan diharapkan dapat mengurangi antrean panjang truk angkutan barang di sepanjang jalur itu.
"Saat ini sudah ada tujuh kapal yang kami alihkan dari lintasan penyeberangan lain, seperti dari Surabaya dan Makassar. Kapal itu akan beroperasi mulai Kamis besok," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Iskandar Abubakar, Selasa di Jakarta.
Penumpukan kendaraan yang terjadi di Merak dan Bakauheuni akibat kurangnya kapal penyeberangan yang beroperasi. Setidaknya ada enam kapal yang secara bersamaan diperbaiki.
Dalam kondisi normal, lintasan penyeberangan Merak-Bakauheuni, kata Iskandar, minimal harus dilayani 18 kapal. Namun, saat ini jumlah kapal yang melayani di lintasan tersebut hanya 12 kapal.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Kantor Administrator Pelabuhan Banten untuk kurun waktu Januari-Juni 2007, setidaknya delapan kapal roll on roll off atau roro yang beroperasi di Pelabuhan Merak kerap mengalami kerusakan mesin. Bahkan, enam di antaranya harus diganti karena tidak mampu melayani jasa penyeberangan sesuai jadwal yang ditentukan.
Kepala Bidang Kelaiklautan Kapal Kantor Administrator Pelabuhan Banten Adang Rodiana menyebutkan, selain 8 kapal tersebut, masih ada 14 kapal lainnya yang kondisinya dinilai baik tetapi dipaksakan untuk melayani penyeberangan hingga melampaui batas maksimal perjalanan atau trip yang ditetapkan.
Perbaikan kapal yang dilakukan secara bersamaan dalam beberapa bulan ini, menurut Iskandar, terkait dengan upaya peningkatan perbaikan faktor keselamatan pelayaran yang menjadi kebijakan pemerintah.
"Tidak ada lagi toleransi bagi pengusaha kapal penyeberangan menunda perbaikan. Karena itu, kapal-kapal yang sudah jatuh tempo untuk perbaikan harus masuk bengkel," kata Iskandar.
Pihaknya tidak menampik bahwa kebijakan ini berdampak pada terjadinya antrean panjang angkutan barang jalur Jawa-Sumatera. Namun, penumpukan itu akan bisa ditekan dengan pengalihan pengoperasian kapal penyeberangan dari lintasan lain.
Sesuai regulasi, kapal angkutan penumpang harus menjalani perbaikan dan perawatan setiap tahun sekali. Untuk perawatan ringan reguler kapal biasanya dibutuhkan waktu selama 1-2 minggu. Untuk perawatan berat dibutuhkan waktu 2-3 minggu, bahkan satu bulan.
Sulit melakukan perawatan
Wakil Ketua Bidang Angkutan Penumpang Kapal Laut dan Kapal Penyeberangan Indonesian National Shipowners Association (INSA) Bambang Haryo mengungkapkan, secara prinsip pengusaha kapal mendukung upaya peningkatan keselamatan pelayaran. Semua kapal memang harus menjalani perbaikan dan perawatan.
Namun, saat ini pengusaha kesulitan untuk menjalani perbaikan dan perawatan kapalnya dengan tepat waktu. Hal ini karena banyaknya dok di galangan kapal yang dipakai untuk pembangunan kapal baru.
"Saat ini hampir di semua galangan kapal sedang kebanjiran pesanan pembuatan kapal baru. Dok yang seharusnya digunakan untuk perbaikan kapal juga dipakai untuk pembangunan kapal. Akibatnya, kapal-kapal harus antre masuk dok dan semakin lama tidak beroperasi.
Bambang mengungkapkan, dari jumlah kapal, memang rute penyeberangan masih bisa terlayani. Namun, kalau perbaikan kapal dilakukan secara bersamaan, akan ada beberapa lintasan yang pelayanannya terganggu.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Murphy Hutagalung mengatakan, penumpukan kendaraan di pelabuhan mencerminkan ketidaksiapan pemerintah mengantisipasi kebijakan pemeriksaan kapal.
Kebijakan pemerintah meniadakan toleransi pemeriksaan kapal memang cukup baik untuk meningkatkan keselamatan pelayaran. Meskipun demikian, pemerintah juga semestinya mengantisipasi kekurangan kapal penyeberangan.
"Sekarang ini pengguna jasa kapal penyeberangan dan masyarakat juga menanggung kerugian. Karena tertahan di pelabuhan selama beberapa hari, biaya yang dikeluarkan sopir meningkat. Pemilik barang tentunya menjadi pihak yang dirugikan karena barang-barangnya rusak," kata Murphy.
Biaya meningkat
Ia memaparkan, biaya operasional sopir meningkat Rp 1 juta-Rp 2 juta untuk kebutuhan bahan bakar dan makan. Pengusaha angkutan kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp 6 juta sampai Rp 7 juta karena rit kendaraan berkurang.
Berdasarkan pemantauan petang kemarin, antrean kendaraan menuju Pelabuhan Merak masih sekitar 10 kilometer. Seribuan truk tertumpuk di tempat parkir dan meluber ke luar pintu masuk pelabuhan hingga Kilometer 93 ruas Jalan Tol Jakarta-Merak.
Kepala Pemasaran CV Kharisma Express Ismail Usman di Jakarta mengatakan, perawatan kapal seharusnya bisa diatur waktunya sehingga tidak sampai menghambat penyeberangan.
Menurut Ismail, truk-truknya baru bisa naik kapal setelah menunggu selama 1,5 hari di Pelabuhan Merak.
Hal senada diungkapkan Suratman, staf Ekspedisi Angkutan Jasa Mulya. Waktu tempuh rute Jakarta-Palembang, yang biasanya bisa ditempuh 2-3 hari, kini harus ditempuh selama tujuh hari. Potensi kerugian atas keterlambatan empat hari untuk satu truk engkel (kapasitas delapan ton) sekali jalan bisa mencapai Rp 15 juta-Rp 50 juta.
Umumnya, para sopir truk sudah dua hari satu malam menunggu giliran masuk pelabuhan. Mereka yang mengangkut bahan makanan, seperti makanan pengganti ASI (MP ASI), ikan asin, dan bumbu-bumbuan, mulai cemas karena makanan yang mereka angkut tersebut mulai rusak.
Direktur Utama PT ASDP Sumiarso Sony yang kemarin datang ke Pelabuhan Merak menyampaikan permintaan maaf kepada para pengguna jasa penyeberangan atas ketidaknyamanan yang terjadi lima hari terakhir. (otw/nta/osa)

0 comments: