Tuesday, June 26, 2007

POLITIKA: Menunggu Demokrasi

KOMPAS - Selasa, 26 Juni 2007

BUDIARTO SHAMBAZY

Seorang calon presiden atau capres ibarat produk baru yang mau dipasarkan. Produk itu lebih bermutu dibandingkan dengan produk-produk sejenis dan ditawarkan dengan strategi pemasaran mutakhir yang butuh dana besar.
Produk itu bisa disajikan lewat berbagai cara konvensional, misalnya dipajang dengan packaging yang mewah dan menarik perhatian di etalase. Bisa juga melalui cara-cara radikal, seperti dijajakan langsung dari rumah ke rumah.
Di Amerika Serikat (AS) kini berlangsung pemasaran capres- capres Partai Demokrat maupun Republik. Perbedaan ideologi nyaris tak jadi topik dan program kedua partai politik (parpol) mirip alias berbeda nuansa saja.
Setiap orang harus kaya dulu untuk jadi capres karena butuh minimal 150 juta dollar AS per tahun untuk kampanye. Dana terbesar habis untuk iklan—terutama televisi—yang memasang tarif ratusan ribu dollar AS per menit.
Favorit terkuat Demokrat, Hillary Clinton, mulai disukai perempuan (the soccer mum). Dulu ia dibenci karena "mengalah" setelah suaminya ketahuan selingkuh di Gedung Putih.
Cara yang dipakai Hillary sederhana: tak menggunakan nama belakang "Clinton" sebagai embel-embel. "Hillary for President," kata situs resmi dia.
Capres John McCain (Republik) anjangsana ke pelosok-pelosok dengan bus berwarna-warni bernama "Straight Talk Express". Ini tema kampanye dia yang ingin dipandang apa adanya.
Mereka belum resmi jadi capres parpol masing-masing. Kedua parpol akan mengadakan konvensi mengesahkan capres/cawapres medio 2008—sekitar lima bulan sebelum "hari H" Selasa pertama November.
Capres membentuk "komite eksplorasi" sekitar akhir 2006 atau awal 2007. Tiap capres menghubungi tokoh-tokoh parpol, calon-calon donatur, sampai para pakar kampanye untuk menjajaki kemungkinan.
Kalau semua OK, barulah mereka membentuk tim yang selama 2007 bekerja keras "menjual produk". Dalam proses ini capres sudah mandi peluh karena tak berhenti tebar pesona.
Capres lebih bugar dibandingkan dengan atlet karena pidato empat kali sehari beraneka topik. Pagi bertemu pengusaha, siang warga kota, sore jumpa pers, dan malam bersua bintang-bintang Hollywood.
Capres menjual sarapan, makan siang, atau malam dengan harga ribuan dollar AS sepiringnya. Setiap hari ia menyalami ribuan orang dan juga ribuan kali pasang senyum dalam acara foto bersama.
Tim sukses capres puluhan ribu orang di seluruh negeri, mulai dari yang orang bayaran sampai relawan. Capres memanfaatkan teknologi internet, seperti blogging atau YouTube, untuk menyiarkan aktivitas ke seluruh negeri.
Hillary baru buka lowongan lewat YouTube untuk voting lagu tema kampanye dan hasilnya diusulkan antara lain Beautiful Day (U2) dan Get Ready (The Temptations). Lagu tema suami dia waktu menang tahun 1992 Don’t Stop (Fleetwood Mac).
Capres-capres sudah dua kali debat internal di televisi. Medium ini efektif karena Fred Thompson (Republik) memanfaatkan Tonight Show mengumumkan mau ikut pemilihan presiden—McCain melalui David Letterman.
Perang kampanye hitam sudah dimulai. Barack Obama sudah "ngaku dosa" pernah mencoba narkoba sebelum dikerjai, Rudy Giuliani siap menanggapi pertanyaan soal kenapa ia bercerai dua kali.
Mulai awal tahun depan capres memasuki babak awal kampanye (primary) di New Hampshire dan kaukus di Iowa. Sudah ada desakan babak awal ini diperbanyak di minimal enam negara bagian, menuntut pekerjaan yang makin berat.
Pada babak awal ini sebagian capres biasanya gugur sebelum bertanding. Mereka rugi ratusan juta dollar AS, tetapi memetik pengalaman untuk mencoba lagi empat tahun mendatang.
Setelah sekitar enam bulan lagi ikut debat, jumpa calon pemilih, lobi kanan-kiri, barulah capres masuk ke konvensi. Hillary mungkin jadi capres, Obama cawapres, karena mereka berguru ke orang yang sama, Saul Alinsky "Sang Liberal Sejati."
Persaingan di Konvensi Republik akan berjalan ketat. Setelah sah jadi capres, capres keliling lagi ke 50 negara bagian.
Apa yang dikerjakan tahun 2007 dan paruh pertama tahun 2008 diulang dan dipertajam sejak musim panas November 2008. Program capres terinci karena menyebut harga obat murah untuk manula, gaji minimal guru, dan sebagainya.
Andaikan proses di AS ditiru di sini, akhir tahun ini rakyat sudah punya bayangan siapa saja capres yang maju. Tak perlu malu-malu mengatakan "saya ingin memimpin bangsa ini".
Sepanjang tahun 2008 mereka menyiapkan diri sehingga pada akhir tahun rakyat tahu capres yang menawarkan program-program terinci. Mereka yang gombal pun pasti akan tahu diri, yang malu-malu mengundurkan diri.
Setiap pekerjaan yang ditekuni serius akan membuahkan hasil. Capres-capres yang berkeringat dan mau masuk ke lumpur pasti sudah siap memimpin tahun 2008.
Apalagi mayoritas calon pemilih generasi muda kritis dan lugas. Para pelajar dan mahasiswa ogah mendengar slogan "manusia Indonesia yang seutuhnya", lebih suka dapat diskon karcis bus—kalau perlu malah gratis.
Capres yang bukan Satria Piningit/Ratu Adil yang dipilih rakyat yang sadar bahwa politik sebenarnya sederhana dan logis akan menciptakan demokrasi yang kuat. Tak ada pemakluman "demokrasinya belum matang" atau "rakyatnya belum siap berdemokrasi".
Jangan menunda-nunda demokrasi karena ia takkan menunggu siapa pun. Ia bisa langsung dipraktikkan di sini dan sekarang juga.

0 comments: