Tuesday, June 26, 2007

Dikaji Dana Talangan APBN; Presiden Meninjau Porong

KOMPAS - Selasa, 26 Juni 2007

Jakarta, Kompas - Pemerintah akan mengkaji kemungkinan digunakannya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN sebagai talangan untuk membantu Lapindo Brantas Inc melakukan kewajibannya membayar warga Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang menjadi korban meluapnya lumpur panas.
Hingga saat ini pemerintah masih terus memonitor dan sekaligus melihat kemampuan finansial, terutama dari sisi arus kas Lapindo Brantas Inc yang menjalankan tanggung jawab sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang didampingi Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto saat memberikan keterangan pers seusai sidang kabinet paripurna yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (25/6).
"Kalau seandainya ada mekanisme lain yang diperlukan, kami akan melakukan kajian dari sisi legalitas, aspek akuntabilitas, dan bagaimana implikasinya pada anggaran. Selain mengacu pada rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan dan surat Komisi Pemberantasan Korupsi kepada pemerintah mengenai penanganan Lapindo, kami juga akan berkonsultasi kepada DPR," ujar Sri Mulyani.
Ia menambahkan, pemerintah juga akan menunggu pendapat dari Kejaksaan Agung yang akan memberikan opini tentang penanganan semburan lumpur panas oleh Lapindo Brantas selama ini.
Tidak berkomentar
Sementara itu, Vice President PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla yang dimintai komentar perihal rencana pemerintah itu menolak berkomentar. "Saya tidak dalam kapasitas mengomentari hal itu," kata Andi semalam.
Kemarin, Djoko mengaku pemerintah belum mengambil keputusan soal dana talangan yang bakal disediakan dalam APBN-P 2007. "Sampai hari ini belum ada. Kami masih belum bicara dana talangan. Dalam Perpres No 14/2007 tidak ada disebut-sebut dana talangan. Semuanya sudah dibagi tugas-tugasnya. Lapindo menanggung biaya ganti rugi dan pemerintah relokasi infrastruktur," kata Djoko.
Akan tetapi, diakui Djoko, meskipun sudah ada perpres, pelaksanaannya di lapangan macet dan tersendat-sendat. "Untuk itulah, Presiden berangkat ke Porong," ujar Djoko.
Ditanya apakah Presiden kecewa dengan apa yang terjadi di lapangan, Djoko menjawab, "Yang pasti, dengan adanya perpres, semuanya diharapkan berjalan dengan baik. Akan tetapi, belum jalan, ada kemacetan dan bahkan kemandekan proses. Presiden tentu tanya kenapa? Wong perpresnya jelas, kok prosesnya tersendat."
Mengenai pengaduan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo kepada Wapres Muhammad Jusuf Kalla ketika meninjau Sidoarjo, pekan lalu, karena adanya dana sebesar Rp 500 miliar yang dijanjikan untuk didepositkan oleh Lapindo Brantas di Bank Pembangunan Daerah hingga kini belum juga dilakukan, Djoko mengakui itu salah satu masalah yang membuat Presiden ingin meninjau Sidoarjo.
Presiden di Sidoarjo
Semalam dilaporkan, Presiden telah mendengarkan pemaparan dari Bupati Sidoarjo Win Hendrarso terkait pembayaran ganti rugi tanah dan bangunan yang terendam lumpur di Ruang Dakota, Wisma Perwira, Pangkalan Udara TNI AL Juanda, Sidoarjo.
Hadir di lokasi itu antara lain Djoko Kirmanto, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Sri Mulyani, Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi.
Menurut Djoko, pemaparan dari Bupati Sidoarjo, kemarin malam, barulah tahap pertama dari pencarian informasi yang dibutuhkan Presiden sebelum mengeluarkan kebijakan. Presiden juga akan mendengarkan pimpinan Lapindo Brantas Inc dan Badan Pelaksana (BP) BPLS.
Selain mendengarkan dari Lapindo dan BP BPLS, Presiden juga akan meninjau lokasi luapan lumpur Lapindo Brantas Inc melalui udara. "Setelah itu semua dilakukan oleh Presiden, kami (Presiden bersama menteri-menteri terkait) akan rapat untuk mengambil kebijakan agar penyelesaian dipercepat," kata Djoko.
Sementara itu, sejumlah korban lumpur Lapindo berharap Presiden ke Sidoarjo memberi hasil baik bagi mereka.
"Saya berharap turunnya Presiden ke Sidoarjo ini tidak hanya tebar pesona, tetapi betul-betul bisa mempercepat pembayaran ganti rugi," kata Nasiruddin, warga korban lumpur dari Desa Jatirejo, Porong, Sidoarjo.
Sementara itu, dalam rapat kerja antara Panitia Khusus (Pansus) Lumpur Lapindo Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo dan PT Minarak Lapindo Jaya, perusahaan yang dibentuk Lapindo Brantas Inc untuk mengganti rugi tanah dan bangunan milik korban lumpur, dan perwakilan korban lumpur, PT Minarak kembali menegaskan perlunya aspek yuridis formal terpenuhi sebelum ganti rugi diberikan kepada korban lumpur.
"Permintaan ini bukan berarti kami mengulur-ulur pembayaran, tetapi kami butuh kepastian hukum," ujar Direktur Operasional PT Minarak Lapindo Jaya Bambang Prasetyo Widodo.
Pernyataan Bambang ini kemudian mengundang protes dari perwakilan warga dan sejumlah anggota pansus. Menurut Wakil Ketua Pansus Lumpur Lapindo DPRD Sidoarjo Tri Endroyono, situasi yang terjadi di Porong bukanlah situasi normal sehingga seharusnya PT Minarak tidak ngotot meminta seluruh aspek yuridis formal terpenuhi.
Di saat Presiden pergi ke Porong, sebanyak 166 warga Porong korban lumpur panas kemarin sekitar pukul 06.30 tiba di Jakarta untuk mendesak pemerintah supaya ganti rugi segera dibayarkan. Mereka antara lain berasal dari Desa Siring, Kedungbendo, dan Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perumtas) 1. "Kami terpaksa ke sini lagi karena ganti rugi yang sudah berkali-kali dijanjikan itu belum juga dibayar," kata Sudiono, mantan warga Perumtas I.
Agus Haryanto, korban lainnya, menuturkan, hari ini mereka akan berunjuk rasa di Istana Presiden. "Terima kasih jika Presiden ke Porong. Namun, yang lebih penting, segera bayar ganti rugi yang selama ini dijanjikan," kata Agus.
(HAR/INU/ANA/NWO/ MZW/IDR/APA/ina)

0 comments: