Tuesday, June 19, 2007

Pungli di Tanjung Priok Masih Tetap Marak

KOMPAS - Selasa, 19 Juni 2007

Sistem Pengurusan Dokumen Harus Diubah

Oleh Gatot Widakdo
Jakarta, Kompas - Pungutan liar atau pungli yang dilakukan otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, terhadap pengguna jasa tetap saja marak. Sistem transaksi dan pemeriksaan dokumen yang dilakukan secara manual dan tidak terintegrasi merupakan faktor terbukanya peluang praktik pungutan liar tersebut.
Dari pengamatan Kompas sepanjang hari Senin (18/6), setidaknya ada beberapa pos tempat berlangsungnya pungutan liar (pungli) tersebut. Sebagian besar berlangsung di pintu gerbang masuk pelabuhan yang pengutipannya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan dokumen.
Saat kendaraan sampai di gerbang, pengemudi sudah diminta Rp 1.000 oleh petugas satuan pengamanan. Pungutan selanjutnya dibayarkan kepada petugas Bea dan Cukai serta petugas operator pelabuhan yang besarannya antara Rp 1.000 dan Rp 2.000. Ketika kendaraan masuk ke area dermaga, pengemudi juga membayar Rp 3.000 kepada petugas pemindah peti kemas.
Apabila ditotal dengan pungutan di luar pelabuhan, rata-rata Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per dokumen atau per kendaraan. Dilihat dari sisi angka per kendaraan atau per dokumen, nilai punglinya memang tidak terlalu besar. Akan tetapi, jika angka itu dihitung total jumlah barang atau kendaraan yang keluar masuk pelabuhan, nilai menjadi luar biasa besar.
Dalam satu hari, rata-rata kendaraan yang keluar masuk pelabuhan sebanyak 6.000 unit. Dengan demikian, jumlah pungli di pelabuhan yang terjadi dalam setahun mencapai Rp 32,4 miliar.
"Pungutan ini sudah berlangsung lama dan rasanya sulit dihapus. Saya sendiri sudah merasa seperti kebiasaan," kata seorang pengemudi truk yang mengaku bernama Muksin.
Maraknya pungli ini seolah mengubur deklarasi dan pencanangan gerakan antipungutan liar yang pernah dikumandangkan lima organisasi pekerja Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, yang tergabung dalam Aliansi Pekerja Pelabuhan Indonesia dua tahun lalu. Deklarasi itu sendiri sebagai upaya swadaya untuk menghilangkan segala bentuk pungutan.
Direktur Eksekutif Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) DKI Jakarta Budi Wiyono mengungkapkan, pungli merupakan salah satu persoalan yang sangat kompleks yang ada di pelabuhan.
Pungli masih akan terus berlangsung selama prinsip tanpa kertas belum berjalan. Artinya, selama sistem pertukaran data elektronik penerimaan peti kemas ekspor di terminal Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas Koja belum berjalan dengan baik, berarti pengguna jasa masih harus menyerahkan berkas dalam pengurusan dokumennya.
Kondisi ini yang menyebabkan proses pemeriksaan dokumen menjadi sangat lamban.
Menurut Budi, idealnya, pelabuhan itu harus didukung manajemen kargo yang profesional, manajemen rantai suplai, sistem teknologi informasi, dan dokumen tunggal yang tanpa kertas.
Sulit dicapai
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, dengan amburadulnya kondisi pelabuhan, target ekspor sebesar 20 persen tahun 2007 bakal sulit dicapai. Pemerintah harus segera membenahi infrastruktur kegiatan ekspor-impor, mulai dari jalan hingga pembenahan pengurusan dokumen.
Penambahan pintu gerbang dinilai perlu supaya sistem distribusinya tidak macet. "Masalah semacam itu bukan cuma terjadi di Tanjung Priok. Kondisi jalur distribusi barang di pelabuhan lain juga sama," kata Benny.
Pihaknya yakin, produsen yang melakukan kegiatan ekspor barang pasti akan mengalami kerugian. Untuk produk garmen, misalnya, satu TEUs (20 kaki) mencapai kurang lebih 110.000 dollar AS. Apabila sistem distribusi amburadul hingga menyebabkan keterlambatan pengiriman barang, konsumen langsung meminta diskon 10 persen.
Seusai banjir melanda Jakarta Februari 2007, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menyatakan, pemerintah akan membuat jalur khusus untuk arus lalu lintas barang ekspor dan impor. Namun, belum terlihat geliat realisasi pernyataan itu.
Anton Supit, salah satu anggota tim koordinasi penanganan tersendatnya arus lalu lintas barang pascabanjir, mengungkapkan, tim itu sudah mengidentifikasi titik-titik kerawanan yang menghambat arus barang melalui pelabuhan. "Ada rekomendasi, tetapi tindak lanjutnya tidak jelas juga," ujar Anton. (OSA/DAY)

0 comments: