Tuesday, June 19, 2007

Lumpur Lapindo: Pemerintah Disarankan Sediakan Anggaran

KOMPAS - Selasa, 19 Juni 2007

Jakarta, Kompas - Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK menyarankan pemerintah mengambil alih penanganan, termasuk penyediaan anggaran bagi penyelamatan warga yang terkena dampak semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Ini untuk menyelamatkan rakyat, sambil menunggu penetapan pihak yang bertanggung jawab terhadap insiden itu.
Saran itu terungkap dalam laporan audit BPK terhadap kasus lumpur panas yang disampaikan ke DPR, Rabu lalu. Laporan itu baru terungkap ke publik, Senin (18/6), dan dibenarkan Juru Bicara BPK Baharuddin Aritonang.
Akibat bencana lumpur panas, yang diawali dari pengeboran minyak oleh Lapindo Brantas Inc (LBI) itu, BPK memperkirakan timbul biaya ekonomi sekitar Rp 32,89 triliun pada periode 2006-2015. Padahal, nilai kas yang dibayarkan dan yang menjadi komitmen untuk dibayarkan LBI hingga akhir Januari 2007 baru senilai Rp 4,90 triliun.
Beban biaya itu meliputi yang ditanggung negara atau publik Rp 2,35 triliun, BUMN Rp 210 miliar, swasta Rp 970 miliar, dan warga Rp 29,36 triliun. BPK mengakui, pendistribusian beban biaya harus ditafsirkan sangat hati-hati karena sulit memisahkan secara tegas beban biaya yang ditanggung masing-masing pihak itu.
"Namun, kesenjangan finansial itu berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan ekonomi rakyat, bukan hanya yang terkena genangan lumpur, tetapi juga sebagian warga di sekitar, bahkan masyarakat Jatim," ujar Baharuddin. Karena itu, BPK pun menyarankan pemerintah menyediakan anggaran untuk menyelamatkan warga lebih dahulu.
Dalam auditnya, BPK juga menilai insiden lumpur panas terjadi karena pemerintah dan LBI kurang hati-hati. Bahkan, pemerintah, dalam hal ini Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, hanya terfokus mengawasi anggaran kontraktor bagi hasil migas daripada melakukan pengawasan atas kegiatan teknis eksplorasi dan eksploitasi sumur minyak itu.
Sementara itu, dalam sidang gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia selaku penggugat meminta LBI menunjukkan laporan pengeboran harian, terutama laporan pada jam menjelang insiden semburan lumpur panas. (har/ana)

0 comments: