Tuesday, June 19, 2007

Khoirul Pulang ke Alas Tlogo

REPUBLIKA - Selasa, 19 Juni 2007

Suasana ruang rawat inap di kamar 13 Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang, Jawa Timur, Senin (18/6), lain dari biasanya. Hampir semua penghuni terlihat gembira bercampur haru. Terutama keluarga Khoirul Anwar, bocah tiga tahun yang menjadi korban penembakan anggota Marinir TNI AL di Desa Alas Tlogo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, 30 Juni lalu.
Sejak kemarin, Khoirul Anwar sudah diperbolehkan meninggalkan ruang rawat inap RSSA Malang itu. Mulai pukul 08.00 WIB, keluarga Khoirul Anwar yang selama ini menjaga bocah tersebut menjalani perawatan secara intensif, terlihat sumringah dan selalu menebar senyum. Mereka adalah kakek Khoirul yang bernama Samad dan ayah Khoirul yaitu Sutrisno. Dengan penuh rasa bahagia, mereka mengemasi barang-barangnya, termasuk mainan milik Khoirul. Kala mereka berkemas, Khoirul terlelap.
Di atas ranjang berukuran sekitar 1 X 2 meter persegi itu Khoirul tidur terlentang. Memakai kaus oblong putih bercelana pendek warna biru tua, dia terus memeluk handuk berwarna putih. Samad dan Sutrisno yang terlihat sangat senang dan gembira begitu mendapat kabar dari tim medis RSSA Malang bahwa Khoirul Anwar sudah boleh pulang, tak banyak memperhatikan Khoirul yang tertidur.
Sutrisno kemudian dengan senang membangunkan Khoirul. Sambil melingkarkan tangan ke punggung anaknya, lalu mengangkatnya, Sutrisno meminta agar Khoirul duduk. Khoirul yang masih terlelap terlihat kaget. Dia kemudian menangis. Sutrisno pun mencoba menghibur dan menyadarkan anaknya yang baru setengah terbangun itu. ''Nak, bangun, ayo duduk. Tekan tombol teleponnya biar berbunyi. Ayo pulang,'' kata Sutrisno membujuk Khoirul dengan bahasa Madura.
Khoirul hanya bisa menjawab dengan membisu sambil terlihat malas-malasan. Beberapa saat kemudian, dia dipindah dari tempat tidurnya ke kursi roda, meski belum sadar dari tidurnya. Lantas, Sutrisno memberikan mainan berupa robot-robotan yang ditaruh di pangkuan Khoirul. Beberapa saat kemudian, kursi roda itu didorong masuk ke ruang administrasi RSSA Malang.
Di ruangan tersebut ternyata sudah banyak yang menunggu, untuk menjemput Khoirul. Di antara mereka adalah pegawai negeri sipil (PNS) dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkab Pasuruan. Mereka yang sengaja menjemput Khoirul sedang menyelesaikan administrasi proses pemulangan anak yang malang itu. Begitu proses administrasi pemulangan selesai, keluarga dan para penjemput Khoirul bersalam-salaman bahkan ada yang sampai berpelukan. Itu semuanya sebagai ungkapan terima kasih orang kecil yang tak berdaya ini kepada dokter dan paramedis RSSA Malang yang selama ini merawat Khoirul.
Maklum, selama Khoirul menjalani perawatan di RSSA Malang, kondisinya sangat mengkhawatirkan. Sebab, ada 18 serpihan proyektil peluru yang bersarang di dadanya. Serpihan logam kecil itu sempat bersarang hingga seminggu lebih dalam tubuh bocah mungil itu sebelum tim dokter RSSA Malang mengoperasinya.
Operasi yang dijalani Khoirul sekitar lima jam. Itu dikarenakan tim yang dipimpin Dokter Subagjo kesulitan menentukan posisi serpihan proyektil di dinding dada Khoirul dan banyaknya serpihan yang harus dikeluarkan dengan ukuran beragam. Sebanyak 12 serpihan logam kecil berukuran 0,5 milimeter (mm), dan enam serpihan sedang berukuran 1 mm hingga 2 mm. Kini kondisinya sudah pulih. Khoirul lebih beruntung ketimbang Erwanto yang juga korban penembakan di Desa Alas tlogo, yang kini masih berbaring di rumah sakit. Sebab, meski jumlah serpihan yang dikeluarkan dari tubuh Erwanto lebih sedikit dibanding Khoirul, yakni sebanyak 10 serpihan, namun kondisinya belum pulih. Itu karena ada usus yang putus, sehingga harus disambung.
Keluarga Khoirul terlihat sangat senang begitu bocah tiga tahun ini diperbolehkan meninggalkan RSSA Malang. Alasan mereka sangat sederhana, yakni supaya bisa bertemu dan berkumpul kembali dengan keluarga di kampungnya di Alas Tlogo.
Bahkan, izin pulang yang diberikan tim medis kepada Khoirul itu sepertinya menghapus duka lara yang selama ini mereka derita. Secara terus terang, Sutrisno dan Samad mengaku sudah melupakan tragedi memilukan itu. Padahal, Sutrisno harus kehilangan istrinya, Mistin, yang juga menantu dari Samad ini. Mistin meninggal bersama tiga korban lainnya, yaitu Sutam, Rahman, dan Siti Khotijah, dalam peristiwa yang sama.
Mereka mengaku sudah mengikhlaskan kepergian Mistin. Mereka juga mengaku sudah merasa lega karena anak atau cucu yang tertembak itu sudah sembuh. ''Saya memang sudah ikhlas,'' kata Samad. Dia meyakini bahwa tragedi memilukan yang menimpa Mistin dan Khoirul itu merupakan takdir dari Allah SWT. ''Jadi, kami tidak ada dendam dalam hati,'' ujar dia.
Hal senada juga diungkapkan Sutrisno. Menurut dia, tidak ada rasa dendam dalam hatinya terhadap anggota Marinir yang menembak Mistin dan Khoirul beserta tiga korban nyawa lainnya. Dia menegaskan, dendam itu tidak akan menyelesaikan masalah. ''Jadi, bagi saya tidak ada rasa dendam. Ini sudah takdir. Tapi, kami tetap berharap dan menuntut agar anggota Marinir yang menembak itu diproses sesuai hukum,'' tutur Sutrisno yang juga diamini Samad.
Setelah memberikan keterangan pers, Khoirul bersama keluarganya meninggalkan RSSA Malang. Mereka mengendarai mobil Puskesmas Keliling Kabupaten Pasuruan warna hijau dengan Nopol N 8014 TP. Kendati Khoirul sudah meninggalkan rawat inap secara intensif, dia tetap harus menjalani rawat jalan. ''Itu untuk memulihkan kondisi fisik Khoirul, sehingga benar-benar sembuh, baik secara fisik maupun psikisnya,'' ungkap Wakil Direktur RSSA Malang, Respati. (aji )

0 comments: