Friday, June 15, 2007

Tiga Menteri Marahi Lapindo

REPUBLIKA - Jumat, 15 Juni 2007 8:21:00

SURABAYA -- Rapat Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Kamis (14/6), berlangsung agak panas. Tiga menteri memarahi pejabat PT Lapindo Brantas agar tidak terlambat membayar uang muka ganti rugi 20 persen kepada warga Perum TAS dan tiga desa yang menjadi korban luapan lumpur panas.
Tiga anggota Kabinet Indonesia Bersatu itu adalah Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) Purnomo Yusgiantoro. Ikut hadir dalam rapat itu, General Manajer PT Lapindo Brantas, Imam Agustino, dan General Manager Wilayah Jatim PT Lapindo Brantas, Rawindra.
Para menteri minta Lapindo agar begitu selesai verifikasi, uang muka segera dibayarkan. ''Kami agak marah sedikit sama Lapindo. 'Hai kau bayar itu 20 persen, jangan lama-lama'!,'' ungkap Bachtiar Chamsyah, dalam jumpa pers usai rapat tersebut, di Kantor BPLS, Jalan Gayung Kebonsari, Surabaya, Jawa Timur.
Bachtiar mengemukakan hal itu didampingi Gubernur Jatim, Imam Utomo dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Djoyowinoto. Peserta rapat lainnya adalah Vice President PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), Andi Darussalam; Kapolda Jatim, Irjen Herman Surjadi Sumawiredja; Pangdam V/Brawijaya, Mayjen TNI Syamsul Mapparepa; dan Kepala BPLS, Soenarso. Bachtiar mengatakan, apapun keputusannya, pada 2007 proses ganti rugi harus selesai. Sedangkan pembayaran 20 persen kalau bisa sebelum habis tahun 2007.
''Pemerintah hanya membuat Perpres, semua orang harus mematuhi. Itu yang harus dikerjakan, sekarang kita rapat karena pembayaran tersendat-sendat. Kesimpulannya verifikasi selesai harus dibayar,'' katanya. Dalam rapat tersebut, menurut Bachtiar, PT MLJ -- sebagai juru bayar ganti rugi -- sudah bersedia untuk melakukan pembayaran. ''Yang penting verifikasi selesai, harus langsung bayar,'' tegasnya.
Kekesalan korbanSejak 26 Maret lalu, PT MLJ melakukan proses ganti rugi cash and carry 20 persen pada warga korban lumpur yang masuk dalam peta terdampak. Selama ini, pembayaran dilakukan dua hari dalam seminggu, yakni setiap Rabu dan Jumat.
Transaksi pertama dilakukan PT MLJ pada 26 Maret lalu. Terakhir, dilakukan pada Rabu (13/6) lalu, sebagai pembayaran kesebelas kalinya. Sehingga, total yang sudah dibayarkan mencapai Rp 72 miliar. Warga korban lumpur Lapindo yang belum mendapat giliran pembayaran ganti rugi 20 persen, minta PT MLJ membuka kas setiap hari kerja, yakni Senin hingga Jumat. Sebab, jika hanya setiap Rabu dan Jumat, proses ganti rugi jadi lambat dan antrean semakin panjang.
''Para korban yang sudah memenuhi syarat saja belum dibayar. Jika sistem pembayaran masih seperti itu, bagaimana dengan nasib kita yang belum mendapat giliran pembayaran ganti rugi?'' kata Syaifuddin, warga Desa Ketapangkeres, Tanggulangin, Sidoarjo. Belum lagi, menurut dia, selama ini PT MLJ selalu beralasan persyaratan yang harus dipenuhi oleh warga masih kurang. Sementara bagi warga yang memiliki lahan berstatus letter C dan petok D, semakin tidak ada kejelasan pembayaran ganti rugi atas aset mereka.
Karena itu, warga korban lumpur dari empat desa ,yakni Siring, Jatirejo, Kedungbendo, dan Renokenongo, mengaku sudah tidak bisa menahan kesabaran. ''Lapindo Brantas tetap tidak mau membayar ganti rugi. Malahan surat-surat yang sudah selesai proses verifikasi dari BPLS dianggap tidak berlaku,'' kata seorang warga korban lumpur, Djoko Suprastowo. Jika sikap PT MLJ terus seperti itu, mereka mengancam kembali berunjuk rasa ke Istana Negara, Jakarta. ''Ini bukti bahwa Lapindo Brantas Inc tidak punya niat baik atas warga yang terdampak. Saya tidak mau mencegah lagi apabila gejolak warga akan muncul lagi,'' tandas Djoko. zam/ant/tok

0 comments: