Friday, June 15, 2007

Libatkan Tim Independen

KOMPAS- Jumat, 15 Juni 2007

Jakarta, Kompas - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau Kontras menyayangkan sikap Tentara Nasional Indonesia yang masih terkesan tertutup dalam pengungkapan insiden Pasuruan. TNI perlu lebih membuka diri, setidaknya dalam kerja sama investigasi, guna menjamin proses hukum yang obyektif.
"Transparan itu tidak cukup kasusnya terbuka untuk warga mengikuti. Melainkan, ada keterlibatan ahli independen. Tim Supervisi TNI harus membuka ruang lebih luas dalam investigasi. Misalnya Polri untuk uji balistik, Tim Forensik untuk identifikasi kematian korban, Komnas HAM dalam pengungkapan fakta. Termasuk, keterlibatan saksi dan korban dalam rekonstruksi," kata Koordinator Kontras Usman Hamid di sela-sela aksi damai korban hak asasi manusia (HAM), Kamis (14/6) sore di depan kompleks Istana Merdeka.
Keterlibatan tim independen di dalam proses penyidikan ini penting, katanya, untuk memastikan ada tidaknya pelanggaran hukum, bahkan HAM, dalam insiden tersebut. Sebab, berdasarkan hasil investigasi Kontras dan keterangan saksi di lokasi kejadian, dugaan terjadi pelanggaran HAM ini demikian kuat.
Sejumlah indikasi itu, ungkap Usman, di antaranya tembakan langsung secara tidak beraturan ke arah warga. Ini dibuktikan melalui pengakuan saksi dan temuan 25 titik tembakan di tubuh korban, dinding rumah, dan dinding masjid yang bentuknya utuh, bukan serpihan. Temuan 30 selongsong peluru juga mengarah ke indikasi itu.
"Berdasarkan keterangan saksi, ketika itu mereka (Marinir) tidak dalam patroli. Mereka tengah berjaga-jaga di area lahan yang disewakan ke Rajawali Nusantara. Fakta lain, kejadian ini seharusnya bisa diantisipasi karena ini juga dipicu peristiwa sehari sebelumnya, yaitu pembongkaran tanaman warga. Kepala desa setempat sempat melapor ke instansi atas dan polisi. Namun, kan, kejadian juga," paparnya.
Barang bukti diserahkan
Di Surabaya, kemarin, Polisi Militer TNI Angkatan Laut Lantamal V Surabaya menyerahkan barang bukti kepada Pusat Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Jawa Timur. Barang-barang bukti itu diserahkan untuk kepentingan uji balistik.
Barang bukti yang diserahkan berupa 10 pucuk senjata laras panjang, dua pucuk senjata laras pendek jenis FN, puluhan butir selongsong peluru yang digunakan sebagai pembanding dengan peluru yang digunakan prajurit Marinir saat insiden, dan beberapa serpihan proyektil yang telah diambil dari tubuh korban, Khoirul Anwar (5) dan Erwanto (20).
"Uji balistik ini salah satunya untuk mencocokkan selongsong peluru dengan serpihan peluru yang digunakan Marinir saat menembak," kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jatim Ajun Komisaris Besar Pudji Astuti.
Dalam sebuah diskusi di Kontras, pengajar ilmu kepolisian di Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, meminta Presiden mencabut Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital. Sebab, dalam praktik di lapangan, landasan hukum ini malah disalahgunakan. (JON/AB8/VIN)

0 comments: