Monday, August 06, 2007

Perjuangan Hidup: Mereka Akhirnya Bangkit dari Jerat Narkoba...

KOMPAS - Senin, 06 Agustus 2007

Elok Dyah Messwati

Senin siang itu Ria (bukan nama sebenarnya) benar-benar tampil segar. Wajahnya dirias cantik. Tak seperti biasanya, hari itu ia berpakaian bersih, dengan rambut dicat pirang dan senyum terus menghiasi wajahnya yang cerah.
Siapa menduga bahwa Ria saat ini tengah berjuang lepas dari jeratan narkoba? "Dulu saya bisa seminggu tidak mandi. Saya pun jarang ada di rumah. Begitu mata melek, saya langsung keluar rumah tanpa mandi dan tidak pulang-pulang. Sekarang saya mandi sehari bisa tiga kali," kata Ria, yang siang di akhir Juli lalu itu datang ke Puskesmas Gambir di Jalan Tanah Abang I, Jakarta Pusat.
Ria adalah salah satu dari 314 peserta Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Gambir. Sangat lama Ria terjerat narkoba, sekitar 10 tahun. "Saya dulu nyuntik (putau) sehari bisa habis uang Rp 500.000. Selama 10 tahun saya kayak gitu," tuturnya. Dari mana Ria mendapatkan uang? "Ya, dari mana saja," ujarnya.
Bagi pengguna narkoba seperti Ria, cara termudah mendapatkan uang adalah dengan menjual barang-barang di rumah orangtua mereka. Karena itu, orangtua kemudian menjadi tidak percaya kepada mereka.
"Itu dulu. Kalau sekarang, kunci motor pun sudah dikasih ke saya. Mereka sudah percaya sama saya," kata Ria.
Ya, sejak lima bulan lalu Ria menjadi peserta Program Terapi Rumatan Metadon. Metadon adalah suatu obat sintetik, substitusi dari putau. Dengan beralih mengonsumsi metadon, secara perlahan diharapkan para pengguna narkoba bisa lepas dari narkoba yang selama ini menjerat hidupnya, membuat mereka hidup dalam ketergantungan.
Dosis metadon Ria setiap harinya 100 mg. Setiap kali datang ke Puskesmas Gambir ia hanya membayar Rp 5.000 untuk mendapatkan metadon yang harus ia minum di depan petugas. "Dosis metadon sekarang ini sudah ’nutup’. Saya enggak kepengen lagi nyuntik. Pernah ada teman datang ke rumah dan nyuntik lima kali sehari, saya sama sekali enggak kepengen," katanya.
Hal yang sama juga terjadi pada Joko (ini pun bukan nama sebenarnya), yang sekarang ini bahkan aktif bekerja di sebuah perusahaan. "Dulu kalau saya sakau bisa habiskan uang untuk putau Rp 100.000-Rp 200.000 sehari. Sekarang (dengan) metadon 5.000 rupiah saja sudah nutup. Pokoknya, target saya, dosis metadon harus turun," kata Joko.
Joko merasakan kini hidupnya menjadi positif. Sekarang ia bisa membeli barang-barang, bahkan mulai mencicil membeli rumah dan kendaraan. "Dulu uang enggak ada juntrungannya. Sekarang ini saya mau cari sembuh, sudah niat berhenti. Kalau dosis metadon sudah bisa 30 miligram, saya mau ’pasang badan’ saja, enggak pakai metadon lagi," kata Joko bertekad.
Upaya keras
Bagaimana membuat orang lepas dari narkoba, tentu ini membutuhkan upaya keras. Inilah yang harus terus dilakukan. Di Jakarta, ada lima puskesmas yang memiliki Program Terapi Rumatan Metadon, yakni Puskesmas Gambir untuk Jakarta Pusat, Puskesmas Tanjung Priok (Jakarta Utara), Puskesmas Tebet (Jakarta Selatan), Puskesmas Jatinegara (Jakarta Timur), dan Puskesmas Tambora untuk wilayah Jakarta Barat.
Krisnatalina, anggota "tim metadon" Puskesmas Gambir, menyatakan, untuk penjangkauan lapangan, mereka dibantu tiga kader muda. Sebelumnya mereka dilatih oleh Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project (IHPCP/AusAID). Mereka membantu mencari para pengguna narkoba di wilayah ini dan menyarankan ikut Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Gambir, berkonsultasi dengan dokter I Gede Subagia dan dokter Bambang Eka.
Program tersebut dibuka 14 Desember 2006 dan hingga saat ini mampu menjangkau 314 pasien. "Namun, dari jumlah itu, yang aktif sekitar 135 orang. Kalau tujuh hari berturut-turut tidak datang minum metadon, mereka kami drop out. Kalau mau ikut lagi harus mulai dari awal," kata Krisnatalina.
Setiap bulan, biaya yang dikeluarkan puskesmas sekitar Rp 11 juta. Untuk itu, tiap pasien yang datang minum metadon dikenai biaya Rp 5.000. Dari sini saja terkumpul Rp 21 juta per bulan.
Semua pasien peserta program harus berkonsultasi kepada dokter untuk menentukan besar dosis metadon yang akan dikonsumsi. Secara perlahan, dosis akan diturunkan dan pada satu titik akhirnya para pasien peserta program tidak perlu lagi mengonsumsi metadon.
Di sinilah dukungan orangtua, keluarga dekat, saudara, dan lingkungan sangat diperlukan para peserta. Dengan dukungan penuh dari keluarga, mereka kini berjuang untuk lepas dari jerat narkoba. Pemerintah pun sebaiknya memperbanyak program semacam ini di puskemas lain....

1 comments:

Methadone Indonesia said...

Wah saya kenal bgt tuh nama2 pasien methadone di Gambir..apalagi saya tahu bgt 80% pasien methadone yg ada di gambir hasil dari penjangkauan Yayasan COMET( pada saat itu) yg saat ini berganti nama menjadi Yayasan GERBANG ( Gerak Bangkit)
mudah2an Outreach worker LSM yg berkeringat bekerja dengan hati dapat bangga, banyak IDU yang berlahan mulai terlihat perubahan perilaku dan lebih berdaya, dan mudah2an kader muda lebih bisa cekatan dan lebih berguna.