Monday, August 06, 2007

Korban Banjir Tak Mau Pulang

KOMPAS - Senin, 06 Agustus 2007

Anak Yatim Piatu Perlu Pertolongan

Kolonodale, Kompas - Korban banjir dan tanah longsor di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, yang dirawat di rumah sakit, mulai kebingungan menghadapi kelanjutan hidup mereka. Kesembuhan dari luka-luka yang diderita bukannya membuat mereka bahagia, tetapi justru sebaliknya.
Hal itu antara lain diungkapkan sejumlah korban yang dirawat di Rumah Sakit Kolonodale, Sabtu (4/8). Mereka dirawat sejak 10 hari lalu karena menderita luka-luka, sebagian besar di antaranya patah tulang. Ketika pihak rumah sakit memperbolehkan mereka pulang, para korban itu justru memilih tetap tinggal di sana karena takut tidak bisa makan.
Lukman (47), salah seorang korban luka-luka, misalnya, mengatakan tidak tahu lagi harus melakukan apa setelah banjir dan tanah longsor menghancurkan rumah dan kebunnya. Apalagi istrinya, yang tengah mengandung anak pertama, ditemukan tewas. "Saya tidak mau pulang. Mau makan apa?" katanya.
Sekretaris RS Kolonodale dr Simon mengatakan, setelah diperbolehkan pulang pada Jumat lalu, Lukman menjadi seperti orang linglung. Ia kerap jalan-jalan di sekitar rumah sakit tanpa tujuan yang jelas dan dengan pandangan kosong.
Menurut Simon, sebanyak 15 dari 43 korban luka-luka akibat banjir dan tanah longsor yang dirawat di RS Kolonodale sudah sembuh. Namun, tidak satu pun dari mereka yang bersedia pulang ke tempat asal. "Mereka depresi dan putus asa," ujarnya.
Anak yatim
Rasa putus asa juga dialami korban yang masih menjalani perawatan. Salah satunya adalah Limi (45), yang 29 Juli lalu harus menerima kenyataan kaki kirinya diamputasi akibat luka yang membusuk sampai batas paha. Pascaoperasi, Limi baru benar-benar menyadari bahwa kaki kirinya sudah tidak ada. "Saya tidak bisa bakebun (berkebun) lagi karena sudah dipotong kaki," tutur Limi dengan nada pilu. Dalam banjir terakhir, salah satu dari dua anak Limi tewas tertimbun longsor.
Beberapa anak yatim piatu, yang ayah dan ibunya tewas akibat banjir dan tanah longsor di empat kecamatan di Morowali, 22 Juli lalu, juga tampak terpukul menghadapi kenyataan pahit ini. Tiga anak yatim piatu yang dirawat di Rumah Sakit Kolonodale, yaitu Tommy (6) dan adiknya, Yopi (3), serta Ester (10), lebih banyak diam. Simon berusaha memulihkan kondisi psikologis mereka dengan cara memberikan mainan.
Selain ketiga anak tersebut, anak-anak yang juga menjadi yatim piatu adalah Depri (1 tahun 8 bulan). Dari Rumah Sakit Kolonodale, Depri dirujuk ke salah satu rumah sakit di Makassar, Sulawesi Selatan, karena kepalanya retak.
Tak ada psikolog
Menurut Simon, semua korban yang dirawat di RS Kolonodale sangat membutuhkan bantuan psikiater dan psikolog sesegera mungkin. Sayangnya, di Kolonodale tidak ada psikiater maupun psikolog.
Hingga kemarin korban tewas yang sudah ditemukan berjumlah 70 orang, sedangkan yang masih dinyatakan hilang berjumlah 18 orang. Personel TNI Angkatan Darat, Polri, dan tim SAR PT Inco yang didukung dua anjing pelacak terus mencari 18 warga yang dinyatakan hilang tersebut. (REI)

0 comments: