PT Bank Central Asia ditengarai telah mendapatkan fasilitas pembebasan pajak selama dua tahun sejak 2004. Semua bermula pada April 2004 saat Direktorat Jendral Pajak yang saat itu dipimpin Hadi Pumomo, menyetujui permohonan BCA untuk mengesahkan transaksi penjualan triliunan rupiah kredit bermasalahnya dengan harga jual RplO juta.
Kemudian selisih dari harga itu dihitung sebagai kerugian BCA yang dapat dikompensasi dengan keuntungan perusahaan tahun 2004 dan tahun-tahun berikutnya. Dan kompensasi itu ternyata berupa tidak dikenakannya pajak atas keuntungan yang diraihnya.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Center Of Banking Crisis A Deni Daniri, di Jakarta kemarin (30/4). Dengan itu, lanjut Deni, meski pada tahun '2004 dalam laporan keuangannya tercatat laba bersih sebelum dipotong pajak Rp4,5T namun BCA dituding tak membayar pajak atas laba bersihnya. Jika diperhitungkan dengan tarif pajak 35 persen berarti pemerintah kehilangan penerimaan negara sekitar Rp 1,6 triliun.
Hal itu berlanjut tahun 2005 dan 2006, Dengan laba sebelum pajak 2006 sebesar Rp5,l triliun, seharusnya BCA menyetorkan pajak Rpl,8 triliun, dan Rp2,l triliun karena pendapatannya mencapai Rp6 triliun. Hitung punya hitung, secara keseluruhan Negara dirugikan sampai dengan Desember 2006 sebesar Rp5,5T.
Apa yang didapat oleh BCA itu tentunya membuat iri bank-bank peserta rekap lainnya. Bank-bank seperti Bank Danamon dan Bank Internasional Indohesia (BII) dikabarkan juga menginginkan fasilitas yang sama.
Oleh karena itu, dia mendesak Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak untuk menjelaskan secara ¦ rinci persoalan transaksi pajak BCA itu. Dia juga menambahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga super body harus menyelidiki kasus" dugaan penggelapan pajak BCA tersebut.
'Atas kejadian itu, kami minta Dirjen Pajak untuk tidak gegabah dalam menyetujui permohonan bank rekap soal keringan pajak. Akibat ini akan menimbulkan persaingan perbankan yang tidak sehat serta mengganggu dalam penerimaaan pajak negara," sambung Deni.
Di tempat terpisah, Direktur Direktorat Jenderal Pajak Darmin Nasution mengaku belum mengetahui perihal fasilitas yang didapat oleh BCA. Sedangkan mengenai permintaan bank rekap lainnya akan dipelajari terlebih dahulu.
Namun Deni Daniri meminta agar Dirjen Pajak tidak mengabulkan permintaan itu, karena selain merugikan negara hal itu akan membuat persaingan bank menjadi tidak sehat. Selanjutnya, dia . meminta kasus penjualan kredit BCA harus diusut sampai tuntas. Pasalnya, kasus ini telah melanggar peraturan perpajakan maupun standar khusus akutansi perbankan Indonesia (SKAPI).
Sementara itu saat dikonfirmasi saat mengumumkan kinerja triwulan pertama, Wakil Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja mengaku tidak siap untuk menjawab perihal pembebasan pajak tersebut. "Saya harus tanya dengan bagian yang mengurusi perpajakan dulu. Saya tidak siap untuk menjawabnya" kata dia.
Dalam laporan keuangan itu BCA yang kini mayoritas sahamnya dimiliki Grup Djarum ini berhasil meraih laba sebelum pajak Rpl,5 triliun. Dan laba setelah dipotong pajak sebesar Rpl,06 triliun.
Jahja juga mengungkapkan bahwa sampai Maret, dana BCA yang tersimpan dalam instrument SBI mencapai Rp28 triliun. "Dari dana itu sebagian besar sebenarnya adalah dana dari pinjaman nasabah yang belum dicairkan. Jumlahnya sekitar Rp25 triliun. Sedangkan net SBI-nya hanya berkisar Rp3 triliun," jelas dia.
Sumber : Harian Ekonomi Neraca, 1 Mei 2007
Tuesday, May 15, 2007
BCA Tak Bayar Pajak Selama Dua Tahun
Posted by RaharjoSugengUtomo at 5:23 PM
Labels: All in Tax
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment