Saturday, June 16, 2007

Timur Tengah: Palestina Terpecah Dua

KOMPAS - Sabtu, 16 Juni 2007

Gaza, Jumat - Pertikaian antarfaksi di Palestina berakhir tragis. Wilayah yang hingga kini masih berstatus sebagai daerah pendudukan Israel harus terpecah dua lagi. Jalur Gaza dikuasai Hamas, sedangkan Tepi Barat dikuasai Fatah.
Namun, kedua pihak tetap menyatakan diri sebagai pemerintah sah di dua wilayah itu. Ini merupakan salah satu klimaks pertikaian Hamas-Fatah yang berlangsung sejak tahun 2006, ketika Hamas menang dalam pemilu.
Awalnya pertikaian hanya terjadi di beberapa titik. Sejak Sabtu pekan lalu pertikaian meluas ke seluruh Jalur Gaza dan meningkat ke perebutan markas. Perdana Menteri (PM) Palestina Ismail Haniya (Hamas) mengatakan, perebutan kekuasaan dilakukan karena Fatah merupakan infidels (pengkhianat Islam) dan antek-antek Amerika Serikat (AS).
Hari Jumat (15/6), Hamas menguasai Jalur Gaza secara penuh. Mereka menduduki seluruh markas utama militer Fatah. Pasukan Fatah di Gaza pun tercerai-berai. Sebagian menyerah, sebagian terbunuh, dan sisanya melarikan diri ke Mesir.
Pasukan Hamas juga menduduki kompleks kepresidenan di Gaza City, di mana Hamas menancapkan bendera hijau. Anggota Hamas masuk ke kediaman Presiden Mahmoud Abbas (Fatah). Mereka duduk di meja kerja dan di ruang tidur Abbas sambil berfoto. Mereka juga mencampakkan foto Abbas dan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang dia gantikan oleh Abbas, Yasser Arafat (Alm).
Selain itu, beberapa orang mengambil mobil, komputer, senjata, dan sejumlah dokumen di kompleks kepresidenan.
Penjarahan juga terjadi di rumah mantan orang kuat Fatah di Gaza, Mohammed Dahlan. Para saksi mengatakan, puluhan orang mengambil semua yang ada di rumah itu mulai mebel, pot bunga, daun jendela, hingga tempat cuci piring berikut keran air.
PM Haniya meminta warga menghentikan penjarahan dan menawarkan dialog nasional, namun kekacauan sudah telanjur makin parah.
Pemerintahan baru
Perkembangan terbaru ini makin menjauhkan cita-cita bangsa Palestina untuk mendirikan sebuah negara yang bebas dari pendudukan Israel, seperti impian Arafat. Pemerintahan persatuan Palestina (Hamas bersama Fatah) tiga bulan lalu telah berantakan.
Menyusul kemenangan Hamas di Gaza, Abbas menyatakan negara dalam keadaan darurat di seluruh Palestina. Dia membubarkan pemerintahan koalisi pimpinan Hamas sekaligus memecat Haniya sebagai PM. Abbas menuduh Hamas melancarkan kudeta. Abbas menugaskan Salam Fayyad, politisi independen Palestina, membentuk pemerintahan baru menggantikan pemerintahan koalisi Hamas-Fatah, dengan markas di Tepi Barat.
Haniya menolak deklarasi Abbas yang dianggap tergesa-gesa. Abbas, lanjutnya, tidak bisa mengeluarkan keputusan sepihak dalam situasi seperti ini. Dia menuduh Abbas telah menyalahgunakan kekuasaan dan berupaya menyingkirkan Hamas dengan membentuk pemerintahan baru.
Ia menegaskan, Hamas akan mempertahankan pemerintahan persatuan Palestina yang sah. Ditambahkan, Hamas akan menjalankan hukum dan memerintah secara tegas. Haniya juga menolak ide pendirian negara Palestina pimpinan Hamas dengan wilayah terbatas di Jalur Gaza.
Pemimpin Hamas Moussa Abu Marzouk mengatakan, "Gaza dan masa depannya tidak akan berubah dan akan terus terkait dengan Tepi Barat."
Barat dukung Abbas
Pemerintah AS dan Israel yang selama ini berpihak kepada Fatah juga langsung mendukung Abbas secara penuh. AS dan Israel menyatakan akan mencabut embargo di Tepi Barat untuk memperkuat Abbas. Israel juga berjanji akan mencairkan uang pajak milik bangsa Palestina yang mereka tahan. Negara-negara Uni Eropa juga menyatakan mendukung Abbas.
Negara-negara Barat sejak awal tidak menyukai pemerintahan Hamas. Hamas tak pernah bersedia mengakui Israel, tak mau menghentikan serangan ke Israel, dan tak mau mengakui perjanjian Israel-PLO. (AP/AFP/REUTERS/BSW)

0 comments: