Thursday, August 09, 2007

Pilkada DKI: Tak Jadi, Ya, Bermain dengan Cucu...

KOMPAS - Kamis, 09 Agustus 2007

R Adhi Kusumaputra

Rumah Adang Daradjatun di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, sejak Rabu (8/8) pagi, dipenuhi puluhan wartawan, kerabat, dan keluarga.
Pukul 09.00 Adang dan keluarganya berjalan kaki dari rumahnya menuju tempat pemungutan suara (TPS) yang berjarak sekitar 100 meter. Dalam perjalanan, Adang menyempatkan diri bersalaman dengan sejumlah warga.
Setiba di TPS 17 di RT 01 RW 04, Cipete Selatan, puluhan warga dan wartawan telah menanti. Bernomor urut 89-93, Adang bersama istri dan ketiga anaknya menggunakan hak pilih mereka.
Adang menunggu penghitungan suara di TPS dengan berbincang-bincang bersama jurnalis, kerabat, serta keluarganya di rumah. "Kita hidup harus sabar. Jadi kalau toh Tuhan tidak memberi kesempatan, itu harus diterima. Kalau tidak jadi gubernur, ya, ketemu istri yang cantik, anak yang manis, cucu yang cantik, itu sajalah, santai. Olahraga lagi, kembali bernyanyi," tutur Adang.
Saat penghitungan suara di TPS 17, Cipete Selatan, dimulai, hampir 100 orang memadati tenda penghitungan suara. Tepuk tangan terdengar ketika nama Adang disebut. Adang-Dani unggul dengan 187 suara dari total 222 pemilih di TPS itu. Fauzi-Prijanto mendapat 35 suara.
Namun, saat hasil penghitungan cepat (quick count) diumumkan di sejumlah stasiun televisi, suasana rumah Adang menghangat. Tuza, salah seorang putra Adang, mengimbau warga sekitar untuk tidak menonton salah satu stasiun televisi yang menyiarkan langsung perkembangan hasil penghitungan cepat.
Setiap ada hasil penghitungan cepat terbaru di stasiun televisi mana pun, puluhan kerabat yang menunggu hasil sambil duduk-duduk dan mengobrol bangkit dari kursi masing-masing dan bersamaan mendekati televisi. Ketika hasil penghitungan cepat menunjukkan kemenangan Fauzi, mereka mengatakan, penghitungan itu masih sementara.
"TPS-nya ada 11.000 kok cuma ngitung dari 200 TPS dipukul rata," ujar seorang kerabat Adang. Kerabat dan keluarga Adang mulai tampak tenang saat hampir semua hasil penghitungan cepat diumumkan. Namun, sejak itu keluarga Adang tak tampak lagi.
Menurut Ketua Adang-Dani Center Hartono, Adang dan keluarga butuh istirahat setelah melayani sejumlah wartawan dan kerabat dari pagi.
Fauzi datang bersama cucu
Sementara itu, Fauzi Bowo datang bersama istrinya, Tatiek, serta tiga anak, dua menantu, dan empat cucunya ke TPS 01 Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Mereka berjalan kaki ke TPS yang lokasinya sekitar 300 meter dari rumah Fauzi di Jalan Teuku Umar.
"Coblos kumisnya, coblos kumisnya, coblos kumisnya sekarang juga." Suara empat anak-anak kecil berusia 2 tahun sampai 4 tahun itu menarik perhatian. Mereka adalah cucu Fauzi Bowo, yaitu Rahzan (2), Jamila (3), Shila (4), dan Almira (4) yang menemani sang kakek, Fauzi Bowo, menuju TPS 01 Gondangdia, yang berlokasi di halaman Kantor Yayasan Jantung Indonesia.
Fauzi Bowo memang tampak percaya diri. Sehari sebelumnya ia menegaskan, tak ada kata "kalah" dalam kamusnya. Pernyataan itu bisa dibaca sebagai rasa percaya dirinya untuk memenangi Pilkada DKI Jakarta.
"Semua keluarga mendukung Bapak. Anak, menantu, bahkan cucu-cucu pun ikut serta ke TPS," kata Tatiek Bowo seusai mencoblos.
Tatiek Bowo mengungkapkan, beberapa saat menuju TPS, mereka sekeluarga berdoa bersama di rumah. "Bapak kelihatan biasa saja, tidak nervous," katanya melukiskan suasana hati Fauzi.
Putri (alm) Soedjono Hoemardani ini sempat ditanya wartawan seandainya suaminya kalah, apa yang akan dikerjakan. "Bapak bisa mengajar lagi, jadi konsultan, atau apa saja. Banyak yang bisa dikerjakan," katanya.
Sebaliknya jika Fauzi menang, Tatiek mengatakan, suaminya dapat langsung bekerja pada hari pertama karena sudah menguasai permasalahan kota Jakarta.
"Saya senang Bapak ternyata dicintai banyak warga Jakarta," katanya.
Di TPS 01 Gondangdia, "kandang" Fauzi Bowo, terlihat sejumlah tokoh antara lain janda pahlawan revolusi Ny AH Nasution, Ny Maraden Panggabean, Ny Imron Rosyidi, Pontjo Sutowo, Bambang Trihatmodjo, Chairul Tanjung.
Ketika penghitungan suara di TPS dimulai, Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Ny Suhadi berulang kali menyebut nama Fauzi Bowo sebagai "Pak Kumis", "Kumis Hitam", "Bang Kumis", "Fauzi Kumis". Sebutan ini mencairkan suasana tegang. Banyak orang yang hadir tertawa tergelak-gelak mendengarkan "kreativitas" Ny Suhadi itu.
Kumis ternyata menjadi ikon Fauzi Bowo dalam Pilkada DKI Jakarta. "Ada yang mengusulkan agar saya membuka warung soto pak kumis di Jalan Kendal kalau menang dalam pilkada," kata Fauzi Bowo, yang pada hari sebelumnya menyantap soto betawi Pak Kumis dengan lahap.
Pengamat politik Ryaas Rasyid melihat kemenangan Fauzi Bowo sebagai hasil kerja gabungan dan koalisi berbagai pihak dengan sejumlah kepentingan.
Pertama, 20 parpol pendukung Fauzi-Prijanto punya beban psikologis untuk memenangkan pasangan nomor dua ini. Kedua, kelompok yang menginginkan pluralisme dipertahankan. Ketiga, kelompok yang menginginkan pembangunan tetap dilanjutkan.
Mereka ini semua, kata Ryaas, otomatis bekerja untuk memenangkan Fauzi-Prijanto, untuk mengamankan berbagai kepentingan. Ini semua menyatukan gerakan. Jadi bukan soal strategi kampanye yang canggih, bahkan juga soal kumis.
Budiman Sudjatmiko, kader PDI-P, melihat ini kemenangan nasionalis, pluralis, dan Islam kebangsaan. "Ini modal membangun, menyejahterakan warga Jakarta," katanya. (**)

0 comments: