Friday, July 20, 2007

APBN: Anggaran Pusat Bakal Dipangkas untuk Daerah

KOMPAS - Jumat, 20 Juli 2007

Jakarta, Kompas - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, belanja barang pemerintah pusat akan dipangkas untuk dialokasikan menjadi belanja modal di daerah.
Langkah efisiensi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahun mendatang dengan mengonsentrasikan pembangunan di daerah. Belanja barang pemerintah pusat tahun 2008 yang dapat dialihkan ke daerah mencapai Rp 30 triliun.
"Salah satu syarat perekonomian tumbuh adalah akumulasi pengeluaran modalnya harus lebih tinggi. Ini tadi sudah dibicarakan dengan menteri-menteri," kata Jusuf Kalla kepada wartawan seusai rapat tertutup dengan belasan menteri di Departemen Keuangan, Kamis (19/7) malam, di Jakarta.
Menurut Wapres, peningkatan belanja modal daerah adalah untuk pembangunan infrastruktur, seperti pengairan untuk pertanian, jalan, listrik, dan rel kereta api. "Konsekuensi dari peningkatan belanja modal di daerah tersebut, belanja barang untuk departemen di Jakarta diturunkan," katanya.
Penghematan yang dilakukan, ujarnya, antara lain pemotongan biaya operasional untuk perjalanan, biaya seminar, pembelian peralatan kantor, serta pembangunan gedung. Namun, upaya itu tak berdampak pada pengurangan defisit APBN 2007 atau 2008.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta menjelaskan, pengalihan anggaran itu akan melalui mekanisme perubahan APBN. Belanja pemerintah pusat yang akan dikurangi tidak termasuk belanja untuk pegawai. Untuk tahun 2008, jumlah belanja barang pemerintah pusat yang bisa dialihkan untuk belanja modal di daerah, menurut Paskah, nilainya bisa mencapai Rp 30 triliun. Untuk nilai tahun 2007, lanjutnya, hal itu belum bisa dihitung sebab sudah banyak kontrak yang berjalan.
Menurut Paskah, besarnya belanja barang pemerintah pusat untuk tahun 2008 mencapai Rp 82 triliun. Adapun belanja modal daerah nilainya juga Rp 82 triliun. "Jadi ini semacam revolusi fiskal di negara kita. Mudah-mudahan DPR bisa diajak bicara mengenai ini," katanya.
Pada siang harinya dalam seminar yang diselenggarakan Citibank, Wapres menyatakan optimistis perekonomian akan bertumbuh sedikitnya 7 persen pada tahun 2008 dan 8 persen pada 2009. Pemerintah akan mengupayakan agar berbagai persoalan yang menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi dapat diselesaikan tahun ini. Persoalan paling utama antara lain ketidaksiapan infrastruktur serta tingginya tingkat bunga.
Banyak masalah struktural
Sepuluh tahun setelah krisis masih banyak masalah struktural pada perekonomian nasional. Ini yang kemudian menyebabkan pendapatan nasional bertumbuh di bawah rata-ratanya di era sebelum krisis. Disparitas pendapatan yang semakin melebar, kualitas pembangunan manusia yang menurun, dan informalitas tanpa proteksi sosial dalam pasar tenaga kerja yang meningkat.
"Itu adalah beberapa saja dari ekses-ekses tersebut," kata Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Dr Burhanuddin Abdullah, pada pembukaan Sidang Pleno ISEI Ke-12 di Balikpapan, kemarin, dengan tema "Kebangkitan Ekonomi Indonesia: 10 Tahun Pascakrisis".
Menurut Burhanuddin, yang juga Gubernur Bank Indonesia, dampak lanjutan yang merisaukan saat ini adalah produktivitas total faktor produksi yang masih melemah, pasar domestik yang mulai menciut, dan minat pengusaha untuk meningkatkan kapasitas melalui penyerapan tenaga kerja dan pembentukan modal yang belum pulih.
"Kita kemudian merasakan daya saing perekonomian, baik dari sisi produktivitas kapital, tenaga kerja, maupun dari sisi kualitas produk barang dan jasa yang kita tawarkan, menjadi menurun," ujar Burhanuddin.
Di tengah semua itu, katanya, terdapat pula kemampuan yang asimetris pada kedua kelompok dalam piramida sosial ekonomi dalam menyikapi kejutan dalam perekonomian. "Kerentanan terhadap shocks menyebabkan si miskin yang lemah menjadi semakin lemah, sementara si kaya yang memiliki banyak cushion dapat dengan mudah melakukan penyesuaian," ujarnya.
Situasi kontras itu, tutur Burhanuddin, di ujungnya berpotensi menjadi umpan balik negatif pada kesinambungan pemulihan pertumbuhan ekonomi seiring munculnya gejala jebakan kemiskinan dan efek menetes ke atas dalam perekonomian (a trickle up economy). (TAV/DAY/gun)

0 comments: